Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَا
jangan
تَتَّخِذُواْ
kamu mengambil/menjadikan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
(mereka) mengambil/menjadikan
دِينَكُمۡ
agamamu
هُزُوٗا
ejekan
وَلَعِبٗا
dan permainan
مِّنَ
dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَٱلۡكُفَّارَ
dan orang-orang kafir
أَوۡلِيَآءَۚ
pemimpin
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
إِن
jika
كُنتُم
kalian adalah
مُّؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَا
jangan
تَتَّخِذُواْ
kamu mengambil/menjadikan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
(mereka) mengambil/menjadikan
دِينَكُمۡ
agamamu
هُزُوٗا
ejekan
وَلَعِبٗا
dan permainan
مِّنَ
dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَٱلۡكُفَّارَ
dan orang-orang kafir
أَوۡلِيَآءَۚ
pemimpin
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
إِن
jika
كُنتُم
kalian adalah
مُّؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang menjadikan agamamu bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab suci sebelummu dan orang-orang kafir, sebagai teman setia(-mu). Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang mukmin.
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil orang-orang yang menjadikan agamamu sebagai olok-olok) ejekan (dan barang permainan di antara) min untuk penjelasan (orang-orang yang diberi Alkitab sebelumnya dan orang-orang kafir) atau orang-orang musyrik; dengan jar dan nashab (sebagai pemimpin dan bertakwalah kepada Allah) dengan tidak mengambil mereka sebagai pemimpin (jika kamu beriman) artinya sungguh-sungguh dalam keimanan kamu itu.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 57-58
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil jadi wali kalian, orang-orang yang membuat agama kalian jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian betul-betul orang-orang yang beriman.
Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
Ayat 57
Hal ini merupakan peringatan terhadap perbuatan berteman dekat dengan musuh-musuh Islam dan para pemeluknya, yaitu dari kalangan kaum Ahli Kitab dan kaum musyrik. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan syariat Islam yang suci lagi mencakup semua kebaikan dunia dan akhirat sebagai bahan ejekan. Mereka mengiranya sebagai sejenis permainan menurut pandangan mereka yang rusak dan pemikiran mereka yang beku. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair: “Betapa banyak orang yang mencela perkataan yang benar, hal itu bersumberkan dari pemahaman yang tidak benar.”
Firman Allah ﷻ: “(yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 57)
Huruf min pada lafal minal lazina adalah untuk menerangkan jenis yang artinya "yaitu.” Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya: “Maka jauhilah oleh kalian barang yang najis, (yaitu) berhala-berhala tersebut.” (Al-Hajj: 30)
Sebagian mufassir ada yang membaca jar lafal al-kuffar karena di-'ataf-kan kepada minal lazina. Sedangkan ulama tafsir lainnya membacanya dengan bacaan nasab karena berkedudukan menjadi ma'mul dari firman-Nya: “Janganlah kalian mengambil jadi wali kalian, orang-orang yang membuat agama kalian jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian, dan (jangan pula) orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 57) Yakni janganlah kalian menjadikan Ahli Kitab dan orang-orang kafir sebagai wali kalian.
Yang dimaksud dengan orang-orang kafir dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik, seperti yang disebutkan di dalam qiraat Ibnu Mas'ud menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yaitu: “Janganlah kalian mengambil orang-orang yang membuat agama kalian jadi bahan ejekan dan permainan, yaitu di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang musyrik, sebagai wali kalian.”
Firman Allah ﷻ: “Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian betul-betul orang-orang yang beriman.” (Al-Maidah: 57)
Yaitu bertakwalah kalian kepada Allah, janganlah kalian mengambil musuh-musuh kalian dan agama kalian itu sebagai wali (teman dekat) kalian jika kalian orang-orang yang beriman kepada syariat Allah, karena mereka membuat agama kalian sebagai bahan ejekan dan permainan. Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kalian kembali.” (Ali Imran: 28)
Ayat 58
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan.” (Al-Maidah: 58)
Yakni demikian pula jika kalian menyerukan azan untuk shalat yang merupakan amal yang paling afdal bagi orang yang berpikir dan berpengetahuan dari kalangan orang-orang yang berakal, maka orang-orang kafir itu menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan mereka.
“Yang demikian itu adalah karena mereka kaum yang tidak mau mempergunakan akal.” (Al-Maidah: 58)
Yakni tidak mengerti akan makna beribadah kepada Allah dan tidak memahami syariat-syariat-Nya. Yang demikian itu merupakan sifat para pengikut setan. Apabila mendengar azan, ia berlari menjauh seraya terkentut-kentut, hingga suara azan tidak terdengar lagi olehnya; apabila azan telah selesai, ia datang lagi. Apabila shalat diiqamatkan, ia berlari menjauh lagi; dan apabila iqamat sudah selesai, ia datang lagi dan memasukkan bisikannya ke dalam hati seseorang, lalu berkata, "Ingatlah ini dan itu," yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang yang bersangkutan, sehingga orang yang bersangkutan tidak mengetahui lagi berapa rakaat shalat yang telah dilakukannya.
Apabila seseorang di antara kalian mengalami hal tersebut, hendaklah ia melakukan sujud sebanyak dua kali (sujud sahwi) sebelum salamnya. Demikianlah menurut makna hadits yang muttafaq 'alaih.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Allah ﷻ telah menyebutkan masalah azan dalam Al-Qur'an, yaitu melalui firman-Nya: “Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka kaum yang tidak mau mempergunakan akal.” (Al-Maidah: 58). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Suddi sehubungan dengan firman-Nya: “Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan.” (Al-Maidah: 58) Seorang lelaki dari kalangan Nasrani di Madinah, apabila mendengar seruan untuk shalat yang mengatakan, "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah," ia berkata, "Semoga si pendusta itu terbakar." Maka di suatu malam seorang pelayan wanitanya masuk ke dalam rumahnya dengan membawa api, saat itu ia sedang tidur, begitu pula keluarganya. Lalu ada percikan api yang jatuh dari api yang dibawa di tangannya, kemudian rumahnya terbakar sehingga dia beserta keluarganya terbakar pula. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa pada hari kemenangan atas kota Mekah Rasulullah ﷺ masuk ke dalam Ka'bah ditemani oleh sahabat Bilal. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkannya untuk menyerukan azan, sedangkan saat itu terdapat Abu Sufyan ibnu Harb, Attab ibnu Usaid, dan Al-Haris ibnu Hisyam yang sedang duduk di halaman Ka'bah.
Maka Attab ibnu Usaid berkata, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan Usaid bila dia tidak mendengar seruan ini, karena dia akan mendengar hal yang membuatnya marah (tidak suka)." Al-Haris ibnu Hisyam berkata pula, "Ingatlah, demi Allah, seandainya aku mengetahui bahwa dia benar, niscaya aku benar-benar mengikutinya," Sedangkan Abu Sufyan berkata, "Aku tidak akan mengatakan sesuatu pun. Seandainya aku berkata (berkomentar), niscaya batu-batu kerikil ini akan menceritakan apa yang kukatakan." Lalu Nabi ﷺ keluar menemui Abu Sufyan Ibnu Harb dan bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang telah kalian katakan." Kemudian Abu Sufyan menyampaikan hal itu kepada mereka berdua, lalu Al-Haris dan Attab berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasul, tiada seorang pun yang bersama kita mengetahui pembicaraan ini, lalu dia menyampaikannya kepadamu."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdul Malik ibnu Abu Mahzurah, bahwa Abdullah ibnu Muhairiz pernah menceritakan kepadanya hadits berikut, sedangkan dia dahulu adalah seorang yatim yang berada di dalam pemeliharaan Abu Mahzurah.
Dia berkata, "Aku pernah berkata kepada Abu Mahzurah, 'Wahai paman, sesungguhnya aku akan berangkat ke negeri Syam, dan aku merasa enggan untuk bertanya kepadamu tentang peristiwa azan yang dilakukan olehmu'." Abdullah ibnu Muhairiz melanjutkan kisahnya: Abu Mahzurah menjawabnya dengan jawaban yang positif, lalu ia menceritakan bahwa ia pernah mengadakan suatu perjalanan dengan sejumlah orang, dan ketika dia bersama teman-temannya berada di tengah jalan yang menuju ke Hunain, saat itu Rasulullah ﷺ dalam perjalanan pulang dari Hunain.
Kemudian kami (Abu Mahzurah dan kawan-kawannya) bertemu dengan Rasulullah ﷺ di tengah jalan. Kemudian juru azan Rasulullah ﷺ menyerukan azan untuk shalat di dekat Rasulullah ﷺ. Dan kami mendengar suara azan itu saat kami mulai menjauh darinya, lalu kami berseru dengan suara keras meniru suara azan dengan maksud mengolok-olok suara azan itu. Ternyata Rasulullah ﷺ mendengar suara kami, lalu beliau mengirimkan seorang utusan kepada kami, dan akhirnya kami dihadapkan ke hadapannya. Maka Rasulullah ﷺ bertanya, "Siapakah di antara kalian yang suaranya tadi terdengar keras olehku?" Maka kaum yang bersama Abu Mahzurah mengisyaratkan kepadanya dan mereka memang benar. Nabi ﷺ melepaskan semuanya, sedangkan Abu Mahzurah ditahannya, lalu beliau bersabda, "Berdirilah dan serukanlah azan!" Abu Mahzurah berkata, "Maka aku terpaksa berdiri. Saat itu tiada yang aku segani selain Rasulullah ﷺ dan apa yang beliau perintahkan kepadaku. Lalu aku berdiri di hadapan Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan kepadaku kalimat azan, yaitu: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Marilah shalat, marilah shalat, marilah kepada keberuntungan, marilah kepada keberuntungan. Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan selain Allah. Setelah aku selesai menyerukan azan, Nabi ﷺ memanggilku dan memberiku sebuah kantong yang berisi sejumlah mata uang perak." Kemudian beliau meletakkan tangannya ke atas ubun-ubun Abu Mahzurah, lalu mengusapkannya sampai ke wajahnya, lalu turun ke kedua sisi dadanya, ulu hatinya, hingga tangan Rasulullah ﷺ sampai kepada pusar Abu Mahzurah. Setelah itu Rasulullah ﷺ bersabda, "Semoga Allah memberkati dirimu, dan semoga Allah memberkati perbuatanmu." Lalu aku (Abu Mahzurah) berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk menjadi juru azan di Mekah." Rasulullah ﷺ bersabda, "Aku telah perintahkan engkau untuk mengemban tugas ini." Sejak saat itu lenyaplah semua kebenciannya terhadap Rasulullah ﷺ dan kejadian tersebut membuatnya menjadi berubah, seluruh jiwa raganya sangat mencintai Rasulullah ﷺ. Kemudian ia datang kepada Attab ibnu Usaid, Amil Rasulullah ﷺ (di Mekah), lalu ia menjadi juru azan shalat bersama Attab ibnu Usaid atas perintah dari Rasulullah ﷺ. Abdul Aziz ibnu Abdul Malik berkata, telah bercerita kepadanya hal yang sama. Semua orang yang sempat aku jumpai dari keluargaku yang pernah menjumpai masa Abu Mahzurah menceritakan kisah yang sama seperti apa yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Muhairiz kepadaku.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad. Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya dan Ahlus Sunan yang empat orang telah meriwayatkannya melalui jalur Abdullah ibnu Muhairiz, dari Abu Mahzurah yang namanya adalah Samurah ibnu Mu'ir ibnu Luzan, salah seorang dari empat orang muazin Rasulullah ﷺ. Dia adalah muazin Mekah dalam waktu yang cukup lama.
Pada ayat-ayat yang lalu Allah melarang orang beriman untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrab, penolong, atau pelindung, sedang pada ayat-ayat berikut dijelaskan tentang sebab-sebabnya. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekali-kali kamu menjadikan pemimpinmu dari orang-orang yang membuat syariat atau ajaran agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, sebab hal ini hanya akan menyebabkan terjadinya pelecehan terhadap tuntunan Ilahi. Mereka yang termasuk kelompok demikian adalah sebagian di antara orangorang yang telah diberi kitab sebelummu, yaitu orang Yahudi dan Nasrani, dan orang-orang kafir yang di antaranya adalah orang musyrik. Karena itu, tetaplah teguh dalam Islam dan bertakwalah hanya kepada Allah jika kamu semua memang benar-benar merupakan orang-orang beriman.
Selain menjadikan ajaran agama sebagai ejekan, sikap buruk lain dari mereka dan yang sering dapat disaksikan adalah apabila kamu menyeru mereka dengan azan untuk melaksanakan salat, maka mereka akan menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan. Perilaku mereka yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka merupakan orangorang yang tidak mengerti.
Dari ayat ini dan beberapa ayat berikutnya dapat pula diketahui sebab-sebab timbulnya larangan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai pelindung dan penolong.
Menurut riwayat Ibnu Ishak dan jamaah dari Ibnu Abbas diceritakan bahwa Rifa'ah bin Zaid bin Attabut dan Suwaid Ibnu Haris, keduanya adalah orang-orang munafik yang menyatakan dirinya beragama Islam, sehingga banyak orang-orang Islam yang berteman akrab dengan mereka, maka turunlah ayat ini.
Ayat ini melarang orang beriman untuk menjadikan orang kafir yang suka mengejek dan mempermainkan agama Islam, untuk menjadi teman setia, pelindung dan penolong. baik orang-orang kafir asli, penyembah api, berhala dsb, maupun yang tidak asli seperti Ahli Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sebagian ahli tafsir menerangkan antara lain sebagai berikut: Islam membedakan antara Ahli Kitab dengan orang-orang kafir musyrik Arab, yaitu memperbolehkan makan hewan sembelihan Ahli Kitab dan mengawini wanita-wanita mereka dengan syarat-syarat tertentu seperti tersebut dalam Surah al-Ma'idah/5:5, dan dilarang berdebat dengan mereka yang zalim, sebagaimana diterangkan dalam Surah al-'Ankabut. Dalam ayat ini istilah "Ahli Kitab" itu, adalah sebutan bagi orang-orang yang beragama Yahudi dan Nasrani, sekalipun Taurat dan lnjil yang menjadi kitab suci mereka itu telah dicampuri oleh perkataan manusia dan mereka tidak beriman kepada Al-Qur'an.221) Adapun sebutan Musyrik atau Musyrikin itu adalah untuk orang-orang kafir asli, karena mereka dari semula menyekutukan Allah, sedang orang-orang Ahli Kitab, unsur memperserikatkan Allah yang terdapat dalam pokok akidah mereka itu datang kemudian, bukan dari ajaran mereka yang asli.
Selanjutnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin untuk bertakwa dan menjauhi larangan-Nya, yaitu berteman akrab dengan orang-orang kafir baik kafir asli maupun kafir dari Ahli Kitab karena tidak ada alasan lagi bagi orang-orang yang benar-benar beriman untuk berteman akrab atau tolong menolong dengan orang-orang kafir yang mengejek dan mempermainkan agama lain.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Soal pemimpin memang soal penting. Sebab itu peringatan Allah tidak cukup satu kali saja, bahkan diperingat dan diperingatkan lagi. Terutama kalau kita tilik suasana di waktu turunnya ayat. Islam sedang dibangun, disiplin mesti kuat. Sebab itu Allah berfirman,
Ayat 57
“Wahai orang-orang yang beriman!"
Wahai orang-orang yang telah mengakui dirinya percaya kepada pimpinan Allah dan Rasul, “Janganlah kamu ambil orang-orang yang telah menjadikan agama kamu sebagai ejekan dan main-main (yaitu) dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu itu." Yahudi dan Nasrani. Dan yang terlebih banyak berdiam di Madinah di waktu itu ialah orang-orang Yahudi, “Dan orang-orang yang kafir." Yaitu kaum musyrikin penyembah berhala, yang pada waktu itu kedua golongan itu masih saja mengejek-ejek Islam dan mengambil jadi main-main, padahal orang beriman telah memegangnya sungguh-sungguh. Kadang-kadang suatu ayat Allah dengan maksud baik, mereka artikan dengan salah. Misalnya ayat perkara Allah menyeru orang yang beriman memberikan pinjaman yang baik kepada Allah; mereka artikan bahwa menurut ajaran Islam Allah itu miskin, sehingga minta pinjam, (lihat kembali tafsir ayat 245 surah al-Baqarah, dan ejekan Yahudi pada surah Aali ‘Imraan ayat 181) Atau ejekan kaum musyrikin tentang tulang-tulang dalam kubur akan diberi berdaging dan dihidupkan kembali. (Lihat surah Yaasiin ayat 78) Maka janganlah kamu ambil mereka, “Akan jadi pemimpin-pemimpin." Artinya, bolehlah kamu bergaul baik dengan mereka, berniaga, berjual-beli, tetapi urusan kepercayaan, urusan agama, jangan sekali-kali diminta pendapat mereka, karena mereka sudah nyata tidak percaya, bahkan mengejek dan mempermain-mainkan.
“Dan takwalah kepada Allah, jika memang kamu orang-orang yang beriman."
Sebab kalau seorang Mukmin mendengar perkataan-perkataan yang mengejek agama atau mempermain-mainkan perintah Allah, salah satu dari dua akan bertemu, Pertama, timbul marah dan timbul perkelahian, aki-batnya tidaklah diinginkan. Sebagaimana telah terjadi di pekan Bani Qainuqa', ketika perempuan beriman diganggu orang, maka seorang Mukmin naik darah, timbul perkelahian dan membawa kepada peperangan. Sebab itu lebih baik dielakkan hal-hal yang akan menyinggung perasaan keagamaan itu. Atau timbul bahaya yang kedua, yaitu karena tenggang-menenggang, lalu dibiarkan saja. Ini pun lebih berbahaya bagi ketakwaan seorang Mukmin. Maka dari jauh hari jagalah takwa, jangan mengambil mereka jadi pemimpin, walaupun dalam urusan kecil saja, asal berkenaan dengan keagamaan.
Ayat 58
“Dan apabila kamu seru mereka kepada shalat, mereka ambillah dia jadi ejekan dan main-main. Yang demikian itu ialah karena mereka adalah satu kaum yang tidak mempunyai akal."
Menurut riwayat dari as-Suddi, pernah kejadian di Madinah, seorang Nasrani benci sekali mendengar adzan. Asal terdengar orang menyerukan shalat dengan adzan, sampai pada ucapan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah," dia menyumpah-nyumpah dan berkata, “Biar dibakar Nabi palsu itu!" Begitulah dilakukannya tiap-tiap terdengar adzan. Tiba-tiba pada suatu malam, sedang dia dan keluarganya enak tidur, masuklah pelayannya ke dalam kamar mengambil apa-apa. Dan tiba-tiba tertumpah minyak pelita yang dipegangnya, terus menyala, kena kain-kain dan api tidak dapat dipadamkan lagi; terbakarlah rumah itu seluruhnya, dia sendiri dan keluarganya, sebelum mereka sempat lari.
Di dalam ayat ini nyatalah bahwa orang-orang yang sampai mengejek adzan itu nyatalah orang yang kurang akal, kurang pikir.
Orang lebih tidak setuju dengan Islam, tidak mau masuk Islam. Dalam agama tidak ada paksaan. Tetapi kalau sudah berani mengejek dan memain-mainkan upacara agama sebagaimana adzan itu, nyatalah dia orang yang tidak beradab. Maka terkenanglah kita akan salah satu sebab terjadinya pemberontakan Haji Wasith di Cilegon di akhir abad kesembilan belas. Yaitu seorang pegawai Pemerintah Belanda menyuruh runtuhkan menara sebuah langgar, karena tiap pagi terganggu kesenangan tidurnya mendengar suara adzan dari langgar itu. Oleh pegawai bawahan orang Banten sendiri perintah itu dilaksanakan, menara diruntuh. Akhirnya terjadilah pemberontakan Cilegon yang terkenal. Belanda sombong dan pegawai penjilat itu habis disembelih orang. Meskipun pem-berontakan itu dapat dibasmi, namun salah satu sebabnya ialah kekurangan akal Belanda tadi memikirkan akibat perbuatannya.
Terkenang pula kita akan suatu kekacauan yang timbul di Makassar pada tanggal 1 Oktober 1967, sampai gereja-gereja dalam kota itu dilempari orang dengan batu dan alat-alat di dalamnya dirusakkan oleh pemuda-pemuda Islam. Sebabnya ialah karena seorang pendeta yang tidak mau tahu adab sopan santun beragama mencerca Nabi Muhammad ﷺ dan mengatakan beliau berzina, dan dikatakannya pula bahwa Nabi Muhammad adalah seorang manusia yang bodoh karena tidak tahu menulis dan membaca. Niscaya pemuda-pemuda Islam di Makasar marah, sampai gereja-gereja itu dirusakkan dan ada yang sampai dihancurkan. Maka berkaok-kaoklah orang-orang Kristen seluruh Indonesia meminta tolong, meminta SOS ke seluruh dunia Kristen, karena bangsa Indonesia yang memeluk agama Islam tidak mengenal toleransi. Maksud mereka dengan toleransi adalah apabila umat Islam ber-diam diri saja jika rasa keagamaannya disentuh. Dan tidak mereka salahkan seorang penganutnya sendiri yang telah mencapai kedudukan pendeta, tetapi tidak mengenai sopan-santun.
Padahal sebaliknya, orang Nasrani pun banyak tertarik untuk mendengarkan suara adzan yang merdu. Penulis teringat di Padang Panjang kira-kira tahun 1912 seorang Sersan Ambon tiap senja berjalan-jalan ke muka surau jembatan Besi di Padang Panjang karena dirayu oleh suara adzan. Lama-lama dia datang ke masjid dan menyatakan dirinya ingin memeluk Islam, karena suara adzan amat merayu hatinya. Setelah ia pensiun dari serdadu, dia pun menjadi seorang Islam yang baik di Tanah Pelambik Padang Panjang. Lama hal ini menjadi buah mulut orang di sana, tentang pengaruh adzan.
Kita pun teringat pula akan kejadian pada tahun 1961. Yaitu seorang gadis Cina yang telah memeluk agama Kristen, menjadi sahabat dari anak perempuanku. Perasaannya yang amat halus selalu tergetar mendengarkan suara adzan. Sehingga suara adzan itulah yang menarik hatinya buat memeluk agama Islam. Gadis itulah yang kemudian terkenal namanya dengan Mardhiah Hayati. Sampai setelah dia mendirikan rumah tangga, bersuami dan beranak-anak, dia menjadi seorang Muslimah yang baik.
MENGATUR EJEKAN KEPADA ISLAM
Dengan sebab kedatangan Islam, sungguh-sungguh terdesaklah kepercayaan Kristen tentang Allah itu, ialah, “Satu dalam tiga dan tiga dalam satu," dan bahwa Isa al-Masih itu adalah anak Allah, atau bahwa Allah itu adalah Isa al-Masih. Padahal agama Kristen, bukan lagi agama Allah, melainkan agama pendeta-pendeta, merekalah yang berkuasa memutuskan suatu kepercayaan tentang Allah.
Hujjah atau alasan aqidah dalam Islam teguh dan payah digoyahkan. Sedang kepercayaan Kristen diwajibkan terlebih dahulu membekukan akal, baru kepercayaan diletakkan.
Kalau begini keadaannya, sudah terang Kristen bisa terdesak. Lalu dicarilah akal lain, untuk menentang kemajuan pengaruh Islam.
Kalau ditilik dalam perjalanan sejarah, belum pernah Kristen mengalahkan Islam dan mendesaknya dengan mempergunakan hujjah dan alasan. Melainkan dengan kekerasan, penipuan, pendustaaan, dan membuat berbagai kebohongan.
Dahulu tidaklah dapat orang Kristen Eropa menahan hatinya melihat pesatnya kemajuan Islam itu, lalu mereka adakan Perang Salib supaya Islam dapat dibunuh pada tempat tumbuhnya sendiri. Bagaimana akal agar orang Eropa mau diajak pergi memerangi Islam?
Tidak lain jalan hanyalah membuat kabar bohong, ejekan, hinaan, dan kata yang tidak-tidak tentang Islam. Pendeta-pendeta di zaman itu, sama dengan kaum Komunis di zaman sekarang, mereka tidak keberatan menyusun kabar-kabar bohong asal untuk mengalahkan musuhnya. Bunyi Injil yang menyuruh berkata jujur tidak dipakai sama sekali. Dikatakan bahwa orang Islam itu adalah musyrik penyembah berhala. Di dalam Ka'bah yang di Mekah itu ada sebuah berhala bernama Tarfagar. Dan ada sebuah berhala lagi bernama Mahound, sedang pokok kata Hound dalam bahasa Jerman ialah anjing. Maka berhala yang disembah orang Islam itu ialah anjing dan anjing itu ialah Muhammad.
Beratus-ratus tahun ajaran pendeta yang suci ini memengaruhi pandangan orang Kristen terhadap Islam.
Apakah akibat kebohongan yang diatur ini?
Setelah Perang Salib berlaku sampai 200 tahun, sampai Baitul Maqdis dapat dikuasai Kristen hampir 100 tahun, akhirnya mereka dapat juga diusir dari negeri Islam. Setelah mereka pulang ke Eropa dengan sendirinya timbullah pemberontakan kepada gereja.
Tingkat pertama ialah meminta perubahan dalam gereja sendiri, meminta dibatasi kekuasaan pendeta. Timbul pemberontakan Protestan kepada Katolik. Martin Lutther telah membantah sekeras-kerasnya kekuasaan pendeta Katolik yang tidak terbatas selama ini. Sampai timbullah perpecahan agama yang sangat mendalam hingga kepada hari ini di antara kedua golongan itu. Meskipun Martin Luther sebagai orang Kristen tetap membenci Islam dan Muhammad, namun dengan tidak disadarinya dia telah terpengaruh oleh ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa kerusakan Kristen ialah karena mereka telah mengambil pendeta-pendeta mereka jadi Tuhan selain Allah.
Kemudian timbullah pemberontakan ahli filsafat, ahli ilmu pengetahuan, dan pikiran bebas kepada gereja, sehingga akhirnya gereja dipisahkan orang dari perkembangan ilmu, bahkan akhirnya gereja dipisahkan orang dari pemerintahan. Karena kalau kaum gereja dibawa memerintah, mereka ingin selalu jadi diktator.
Kemudian dengan kekuasaan industri dan kapital, bangsa Barat datang menjajah negeri-negeri Islam. Untuk kepentingan penjajah, agama Kristen dipakai. Meskipun di negerinya sendiri dia mulai hilang cahaya, tetapi untuk kepentingan menjajah, Kristen diperlukan.
Kalau diambil ensiklopedi, lalu dicari arti Zending, niscaya akan bertemu bahwa asal mula terbit zending ialah karena orang-orang fanatik agama di Barat tidak mau memberi bantuan penjajahan dengan uang, kalau tidak dikatakan bahwa perjalanan mereka bukan untuk mencari rempah-rempah, melainkan untuk Mission Sacre. Tugas suci menyebarkan ajaran Kristen.
Maka disambunglah kembali berita-berita bohong, ejekan, penghinaan, propagarda curang yang telah dimulai di zaman Perang Salib tadi. Di sinilah dipergunakan tenaga kaum cerdik pandai yang diberi nama Orientalis, yang berarti sarjana-sarjana yang mempelajari dengan mendalam keadaan-keadaan di Timur.
Maka keluarlah basil penyelidikan “Ilmiah" tentang Islam, lalu diajarkan kepada pemuda-pemuda Islam dalam negerinya yang telah terjajah itu.
Inilah cara-cara yang dipakai oleh zending -zending dan orientalis-orientalis Kristen untuk menghadapi umat Islam.
1. Nabi Muhammad itu adalah kepala perampok.
2. Muhammad itu adalah seorang yang goblok, karena tidak pandai menulis dan membaca.
3. Al-Qur'an itu bukan wahyu Ilahi, melainkan hanya dikarang oleh Muhammad (padahal tadi menurut ilmiah, Muhammad itu bodoh karena tidak pandai tulis dan baca. Tetapi dengan ilmiah pula dikatakan bahwa Al-Qur'an itu hanyalah karangan Muhammad)
4. Muhammad mengharamkan babi, sebab menurut ilmiah Muhammad sangat suka daging babi.
5. Agama Islam hanya cocok buat orang Arab tukang unta.
6. Agama Islam disebarkan dengan kekerasan pedang.
7. Agama Islam biadab, sebab dia menyuruh-kan orang kawin sampai berempat.
8. Ketika dalam perlawatannya ke Syam, Muhammad itu pernah berguru agama Kristen kepada seorang pendeta Kristen yang telah murtad. Sebab itu maka agama Islam itu adalah plagiat dari Muhammad terhadap agama Kristen dan Yahudi, lalu diputarbaliknya di sana-sini.
9. Kalau orang Islam di negeri Islam hendak maju, hendaklah mereka meninggalkan Islam. Coba tengok orang Barat! Mereka lebih maju karena mereka Kristen.
10. Ditanamkan perasaan rendah harga diri dalam negeri-negeri terjajah.
11. Diajarkan agama Islam dalam sekolah-sekolah pemerintah penjajah, yang dikarang oleh Orientalis tadi, sehingga orang Islam yang bersekolah di sana mendapat penerangan tentang Islam dari musuh-musuh Islam. Sampai kebanyakan mereka menjadi pengejek pula bagi agama pusaka nenek moyangnya sendiri.
12. Diajarkan secara halus apa yang dinamai nasionalisme. Dan hendaklah nasionalisme diputuskan dengan Islam. Sebab itu bangsa Indonesia hendaklah lebih mencintai Gajah Mada daripada mencintai Raden Fatah. Orang Mesir lebih memuja Fir'aun daripada mengagungkan sejarah Islam. Orang Iran jangan sampai terlalu mencintai Muhammad, sebab Muhammad itu bukan orang Iran. Tetapi hendaklah mengagungkan Cyrus, Kaikobad, Nusyir-wan, dan sebagainya.
Dengan begini mereka mengharap bahwa yang akan mempermain-mainkan islam dan mengejek Islam ialah orang Islam sendiri. Sampai kepada yang berkecil-kecil datang ejekan kepada segala yang berbau Islam. Sampai mata orang senang melihat jubah orang Katolik dan mengejek melihat serban dan jubah haji.
Sekarang datanglah lanjutan ayat,
Ayat 59
“Katakanlah, ‘Wahai Ahlul Kitab, bukankah kebencianmu kepada kami itu hanyalah kanena kami beriman kepada Allah dan apa yang ditmunkan kepada kami dan apa yang ditmunkan sebelumnya.'“
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain dari Ibnu Abbas, bahwa beberapa orang Yahudi mendatangi Rasulullah ﷺ. Di antara mereka ialah Abu Yasir bin Akhthab, Rafi bin Abu Rafi, Ari, Zaid, dan Khalid, dan Tzar bin Abu Tzar, dan Wasi. Maka bertanyalah mereka kepada beliau Muhammad ﷺ tentang siapa-siapa Rasul Allah yang beliau imani, lalu beliau jawab bahwa beliau beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan Isma'il, Ishaq dan Ya'qub, dan anak cucu (asbath) dan beriman juga kepada apa yang
diturunkan kepada nabi-nabi yang lain, tidak seorang juga di antara mereka yang kami beda-bedakan; dan semuanya menyerah diri kepada Allah. Demikianlah jawab Rasulullah ﷺ. (Sebagaimana yang tersebut di dalam surah Aali ‘Imraan ayat 84) Mendengar jawab Nabi ﷺ yang demikian itu, yang tersebut padanya nama Nabi Isa alaihissalam mereka menggelengkan kepala dan menyatakan bahwa kami tidak percaya kepada Isa itu; dia bukan rasul!
■ Kata Ibnu Abbas, inilah sebab turunnya ayat yang tengah kita tafsirkan ini
278 Bukankah kebencian kamu kepada kami itu karena kami percaya akan segala kitab dan tidak membeda-bedakan Nabi Allah? Mereka tidak mau percaya kepada Nabi Isa, karena tuduhan mereka yang sangat hina kepada beliau. Maka diterangkanlah keadaan mereka itu di ujung ayat,
“Dan bahwasanya kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Mereka kebanyakan adalah fasik, yaitu durhaka. Itu sebabnya maka mereka benci kepada Nabi Muhammad ﷺ dan kepada agama yang diajarkan beliau. Karena fasik mereka, benci mereka mendengar nama Nabi Isa, seorang di antara Rasul utama dari Allah. Padahal hanya semata-mata kebencian, bukan karena alasan yang tepat dan benar. Orang yang menuduh seorang Rasul Allah anak zina, adalah fasik. Diajukan pertanyaan kepada mereka, “Karena itukah kamu benci kepada kami? Memang terlalu kamu!"
Ayat 60
“Katakanlah, ‘Maukah aku beritakan kepada kamu, apa yang lebih jahat balasannya di sisi Allah dari yang demikian itu?'“
Sampai kamu mempermain-mainkan, mengejek dan mengolok agama kami? Sampat kamu mengejek dan memperolok-olok adzan?
Maukah kamu tahu apa balasan yang lebih jahat buat kamu atas perangai kamu itu? “Ialah orang-orang yang telah dilaknat oleh Allah dan murkalah Dia kepadanya, dan Dia jadikan mereka kera-kera dan babi-babi dan penyembah thagut." Itulah aqidah untuk laknat Allah kepada tukang cemooh, mengejek, mengolok, dan mempermain-mainkan. Mereka dikutuk dilaknat menjadi monyet, menjadi babi, dan menyembah Thagut, berhala atau manusia yang diberhalakan. Dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 65, sudah juga kita bincangkan bahwa karena mereka melanggar peraturan libur di hari Sabtu, mereka telah dijadikan kera-kera, monyet-monyet dan beruk, sebagian besar ahli tafsir mengatakan memang diubah mereka jadi beruk, disumpah jadi monyet, Tetapi tersebut di dalam tafsir ad-Durrul Mantsur, dikeluarkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim, maksud kata dilaknat jadi monyet yang hina itu ialah hati mereka dijadikan sudah serupa hati monyet, mencemooh, menjijir, mencibir. Sama juga dengan perumpamaan jadi keledai memikul kitab-kitab.
Perangai monyet ialah mencibir, mengejek, mencemooh. Perangai babi ialah ke mana pun dia berkeliling, namun perhatiannya tidak lain hanyalah tempat-tempat yang kotor, pe-lembahan yang jijik, dan kalau bertemu bangkai, bangkai pun dimakannya. Mereka tidak mau menyembah Allah dengan betul, tetapi mereka hendak menyembah juga, akhirnya thagutlah yang mereka sembah, yaitu segala tingkah laku yang melampaui batas,
“Mereka inilah orang-orang yang jahat tempatnya, dan yang telah terlalu sesat dari kelurusan jalan."
Disebut di sini pada tempat mereka ialah sejahat-jahat tempat. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh lingkungan (milieu) membentuk pekerti manusia, berkelompok sendiri-sendiri, memencil, dan menyangka bahwa awak saja yang benar, tidak insaf bahwa
jalan yang ditempuh sudah terlalu tersesat jauh. Oleh sebab itu, maka berturut-turutlah kesalahan dan kejahatan lain sebagai aqidah dari kesesatan pertama, yang disebutkan pada ayat-ayat berikut,
Ayat 61
“Dan apabila mereka datang kepada kamu, mereka pun berkata, ‘Kami telah beriman."
Mudah saja menyebut dengan mulut, iman, iman, sesudah menyebut dan mengucapkan kata ejekan dan mencemooh juga. “Padahal sesungguhnya mereka telah masuk dengan kekafiran, dan mereka pun telah keluar dengan itu juga." Masuk ke majelis Rasul dengan kafir, dan keluar pun tetap dengan kafir, belum pernah hati mereka merasai apa yang dikatakan iman itu dan tidak akan iman sekali juga, walaupun berkali-kali masuk dan berkali-kali keluar.
“Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan."
Oleh sebab itu, maka nyatalah bahwa bantahan-bantahan mereka selama ini terhadap seruan Rasul, bukanlah dari satu keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena perselisihan-perselisihan pendapat adalah yang biasa, dan boleh dibicarakan dengan baik.
Apatah lagi agama bukanlah paksaan. Tantangan mereka ini, yang menjadi pokok ialah kerusakan akhlak, tidak lain. Sebab itu segala gerak-gerik mereka timbul dari hati jahat.
Ayat 62
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka berlomba-lomba dengan dosa dan permusuhan dan memakan yang haram."
Kalau mereka telah berkumpul sesama mereka, maka yang mereka rencanakan selain dari mengejek dan main-main ialah bicara hal dosa. Yaitu segala perkataan atau perbuatan yang akan mencelakakan sendiri bagi yang mengatakannya; dan permusuhan karena
dengki, aniaya, dan melanggar batas-batas yang akan merusak kepada orang lain, dan makan yang haram, di antaranya ialah uang suap, korupsi, mencari segala macam kekayaan, walaupun dengan menipu, mengicuh, makan riba. Mereka berlomba, bersicepat, dahulu-mendahului mengejar yang tiga itu. Asal ada yang menegur, maka yang menegur itu mereka ejekkan dan permainkan.
“Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan."
Buruk akibatnya bagi keruntuhan mereka sendiri. Orang-orang semacam inilah yang mencoba menghalangi kebenaran dan benci kepada kejujuran. Akhlak mereka kian rusak. Sebab itu mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri, sebagaimana kurang-kurang sopannya pemuda-pemuda Bani Qainuqa', menarik-narik kain orang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka. Atau Bani Nadhir yang hendak menjatuhkan lesung batu menimpa Rasulullah, atau Bani Quraizhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan Qurasiy ketika peperangan Khandaq. Maka kehancuran golongan-golongan Yahudi di Madinah waktu itu, sampai direbut benteng pertahanan mereka yang terakhir di Khaibar adalah akibat dari kerusakan akhlak mereka sendiri. Jika ditilik semua sebab keruntuhan mereka, sebab yang terbesar ialah akhlak itu.
Ayat selanjutnya menyesali karena tidak adanya kekuasaan atau wibawa pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka atas mereka.
Ayat 63
“Mengapa tidak melarang akan mereka pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka dari kata-kata dosa mereka itu."
Sudah sampai demikian kerusakan akhlak anak buah mereka, mengapa pendeta-pendeta dan orang-orang alim mereka diam saja? Mengapa tidak mereka tegur padahal
sudah sampai ke puncak kejahatan itu. Berlomba berbuat dosa, berlomba mencari permusuhan, memakan harta tidak peduli halal haram, mengejek orang sedang adzan. Padahal meskipun orang-orang ini tidak ada yang menunjuk mengajari. Oleh sebab itu, dalam segala kerusakan ini, pendeta-pendeta dan orang-orang alim, sangatlah bertanggung jawab,
“Sungguh buruklah apa yang telah mereka perbuat itu."
Berkata, Habru Hadzihil Ummah (Gelar Ibnu Abbas: Pendeta umat ini), “Tidak terdapat dalam Al-Qur'an ayat yang sampai sekarang ini." Artinya ayat ini adalah satu hardikan keras kepada ulama, apabila mereka telah lalai memberi bimbingan dan petunjuk, dan tidak lagi menjalankan amar ma'ruf nahi munkar.
Sebagaimana kata Ibnu Abbas dan Hudzaifah yang pernah kita salinkan dahulu dari ini, janganlah kita seenaknya saja melemparkan segala yang pahit-pahit untuk Bani Israil dan yang manis-manis saja buat kita. Ayat ini adalah peringatan bahwasanya keruntuhan akhlak umat, sebagian besar terpikul tanggung jawabnya ke atas pundak ulama. Umat salah berbuat dosa karena bodohnya, namanya saja pun orang awam. Tetapi ulama berdiam diri adalah lebih salah, karena mereka tahu. Sebab itu di ayat 62 diterangkan bahwa amat jahatlah pekerjaan orang-orang awam itu, sedang di ayat 63, diterangkan bahwa amat jahat pulalah apa yang telah diperbuat oieh pendeta dan orang alim mereka! Apa saja yang mereka kerjakan?
Maka dapatlah kita memahamkan bahwa ulama itu di dalam Islam bukanlah semata-mata berarti orang pandai, orang alim atau sarjana; melainkan merangkap juga menjadi pemimpin ruhani orang banyak. Ulama-ulama Yahudi menghafal ayat Taurat, karena membangkang memegang hukum, tetapi kalau hukum akan mengenai orang besar-besar, mereka segan. Padahal, apakah tidak mungkin perangai ini pun menimpa kepada ulama Islam sendiri? Berapa banyak ulama yang tekun menghafal Al-Qur'an, Hadits, fiqih, dan sebagainya, tetapi mereka tidak mau turun ke bawah, kepada orang awam buat memimpin ruhani mereka dan akhlak mereka. Oleh Imam Ghazali, ulama-ulama yang tidak melakukan amar ma'ruf, nahi munkar, diberi cap Ulamaus Su'u, ulama jahat. Karena kalau mereka mengaku waratsatul anbiya, menerima waris Nabi, tidaklah boleh mereka menyia-nyiakan waris itu.