Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلۡيَحۡكُمۡ
dan hendaklah memutuskan
أَهۡلُ
keluarga/pengikut
ٱلۡإِنجِيلِ
Injil
بِمَآ
dengan/menurut apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
فِيهِۚ
di dalamnya
وَمَن
dan barang siapa
لَّمۡ
tidak
يَحۡكُم
memutuskan
بِمَآ
dengan/menurut apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡفَٰسِقُونَ
orang-orang yang fasik
وَلۡيَحۡكُمۡ
dan hendaklah memutuskan
أَهۡلُ
keluarga/pengikut
ٱلۡإِنجِيلِ
Injil
بِمَآ
dengan/menurut apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
فِيهِۚ
di dalamnya
وَمَن
dan barang siapa
لَّمۡ
tidak
يَحۡكُم
memutuskan
بِمَآ
dengan/menurut apa
أَنزَلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡفَٰسِقُونَ
orang-orang yang fasik
Terjemahan
Hendaklah pengikut Injil memutuskan (urusan) menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.
Tafsir
(Dan pengikut-pengikut Injil hendaklah memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah di dalamnya) berupa hukum-hukum dan menurut satu qiraat walyahkum itu dibaca waliyahkum karena diathafkan pada ma`mul aatainaahu (Dan siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu orang-orang yang fasik.).
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 46-47
Dan Kami teruskan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan (mengutus) Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedangkan di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.
Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.
Ayat 46
Allah ﷻ telah berfirman: “Dan kami teruskan.” (Al-Maidah: 46) Yakni kami ikutkan pada jejak mereka (Nabi-nabi Bani Israil).
“Dengan (mengutus) Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya yaitu Taurat.”(Al-Maidah: 46)
Yakni beriman kepada kitab Taurat dan menjadi hakim tentang apa yang terkandung di dalamnya.
“Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedangkan di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi).” (Al-Maidah: 46)
Yaitu sebagai petunjuk kepada kebenaran dan cahaya yang dapat menerangi untuk melenyapkan kesyubhatan (keragu-raguan) dan memecahkan berbagai macam masalah.
“Dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat.” (Al-Maidah: 46)
Yakni mengikuti kitab Taurat dan tidak menentang apa yang terkandung di dalamnya kecuali dalam sedikit masalah yang dia jelaskan kepada kaum Bani Israil mengenai sebagian perkara yang diperselisihkan di kalangan mereka pada masa silam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya, menceritakan keadaan Al-Masih, bahwa ia pernah berkata kepada kaum Bani Israil: “Dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang diharamkan untuk kalian.” (Ali Imran: 50) Karena itulah menurut pendapat yang terkenal di kalangan para ulama dari dua pendapat mereka, kitab Injil memansukh (merevisi) sebagian hukum kitab Taurat.
Firman Allah ﷻ: “Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 46)
Yaitu kami jadikan kitab Injil sebagai petunjuk yang dijadikan pegangan dan sebagai pengajaran, yakni peringatan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan perbuatan-perbuatan yang berdosa bagi orang-orang yang bertakwa, yakni bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan takut kepada ancaman dan siksa-Nya.
Ayat 47
Firman Allah ﷻ: “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya.” (Al-Maidah: 47)
Dibaca liyahkuma dengan bacaan nasab karena huruf lam-nya bermakna kai, yakni "Dan Kami berikan kepadanya kitab Injil agar ia memutuskan perkara para pengikut agamanya di zamannya dengan kitab Injil itu.” Dan dibaca jazm yaitu walyahkum karena huruf lam-nya dianggap sebagai lamul amri, yang artinya "Hendaklah mereka beriman kepada semua apa yang terkandung di dalam kitab Injil, dan hendaklah mereka menegakkan semua apa yang diperintahkan di dalamnya yang antara lain ialah berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad ﷺ dan perintah mengikutinya serta membenarkannya bila ia telah datang.”
Seperti yang disebutkan di dalam ayat lainnya melalui firman Allah ﷻ:
“Katakanlah, ‘Wahai Ahli Kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kalian menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian” (Al Maidah 68) hingga akhir ayat.
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat.” (Al-A'raf: 157) sampai dengan firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A'raf: 157)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47) Yakni orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Tuhannya, cenderung kepada kebatilan dan meninggalkan kebenaran.
Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani, dan hal ini jelas dari konteks ayat
Dan hendaknya pengikut Injil, yaitu mereka yang meyakini dan mengikuti Nabi Isa, memutuskan semua perkara dalam kehidupan mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah di dalamnya. Barang siapa dengan sengaja tidak memutuskan perkara yang mereka hadapi menurut apa yang diturunkan Allah, maka sesungguhnya mereka itulah yang disebut sebagai orang-orang fasik, yaitu yang beriman pada Allah dan tuntunan-Nya, tetapi tidak melaksanakan ajaran tersebut.
Pada ayat-ayat yang lalu Allah menerangkan tentang diturunkannya Taurat dan Injil yang mengandung petunjuk dan cahaya, serta adanya kewajiban bagi umat masa itu untuk melaksanakan ajaran-ajarannya. Dan Kami selanjutnya telah pula menurunkan Kitab Al-Qur'an kepadamu, Muhammad, sebagai nabi terakhir, dengan membawa kebenaran yang hakiki, yang membenarkan sebagian isi dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, dan menjaganya dari penyimpangan atau pengubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang mencari keuntungan diri, maka putuskanlah perkara yang mereka perselisihkan menurut ketetapan dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah itu dan janganlah sekali-kali engkau mengikuti kemauan dan keinginan nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Ketahuilah bahwasanya untuk setiap umat di antara kamu, di mana saja mereka berada, Kami berikan aturan bagi mereka masing-masing dan jalan yang terang sesuai dengan keadaannya. Kalau Allah menghendaki sesuai dengan kehendak-Nya, niscaya kamu semua akan dijadikan-Nya sebagai satu umat saja, tetapi Allah berkehendak lain, yaitu ingin menguji kamu terhadap karunia dan semua nikmat yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka sebagai jawaban dari semua rahmat yang telah dilimpahkan itu, berlomba-lombalah untuk berbuat kebajikan. Ketahuilah bahwa hanya kepada Allah saja kamu semua akan kembali, lalu pada saat itu akan diberitahukan-Nya kepadamu apa saja yang dahulu pernah kamu perselisihkan pada saat menjalani kehidupan di dunia.
Dalam ayat ini dengan tandas Allah memerintahkan pengikut Kitab Injil, yaitu penganut syariat Nabi Isa, supaya melaksanakan isi kitab Injil sampai datangnya nabi dan rasul penutup dari bangsa Arab, agar mereka menghukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah di dalamnya, tidak diselewengkan dan tidak ditafsirkan dengan keinginan hawa nafsunya, seperti halnya penganut syariat Nabi Musa. Sekalipun demikian, tidak sedikit dari mereka yang tidak patuh, menyelewengkan makna dan pengertiannya. Mereka mengubah dan menyesuaikan dengan kehendak pemimpin-pemimpinnya, sehingga Kitab Injil yang asli yang benar-benar samawi tidak diketahui lagi di mana adanya. Mereka itu adalah orang-orang fasik karena tidak lagi menghukum dan memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Meskipun orang Yahudi itu meminta Nabi ﷺ menjadi hakim dalam perkara mereka, karena sengaja hendak mengelakkan hukum Taurat yang mereka merasa berat menjalankannya, karena terlalu banyak makan harta haram, atau uang suap, namun Taurat itu sendiri pada asalnya adalah kitab yang benar-benar turun dari Allah, sama dengan Al-Qur'an.
Ayat 44
“Sesungguhnya telah Kami turunkan Taurat."
Penyaksian dari Allah sendiri bahwa Allah memang pernah menurunkan Taurat, dan berlaku Taurat itu beratus tahun lamanya, karena memang ada yang asli dari catatan Musa sendiri. Tetapi sayang terbakar atau hilang ketika Bani Israil dijajah oleh bangsa Babil dan dijadikan tawanan, sebagaimana dahulu telah kita terangkan. “Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya." Petunjuk di dalam hidup yang diridhai oleh Allah dan mengandung cahaya Tauhid, menyembah Allah Yang Maha Esa, membangkitkan dan menimbulkan Bani Israil dari dalam lembah perbudakan Fir'aun dan dari mempersekutukan yang lain dengan Allah.
“Menghukum dengan dia nabi-nabi yang menyerah diri (kepada Allah) terhadap orang-orang Yahudi." Yaitu setelah Musa meninggal. Maka nabi-nabi yang datang di belakang beliau, sejak Yusyak sampai Dawud dan Sulaiman, Zakariya dan Yahya, sampai kepada Isa al-Masih, semuanya adalah menjalankan hukum Taurat yang dikhususkan kepada orang Yahudi itu. Bahkan Nabi Isa al-Masih sendiri pernah mengatakan bahwa beliau adalah diutus untuk menjemput anak domba Israil yang hilang.
Dan satu noktah (titik) pun Taurat tidak akan beliau ubah. Dan nabi-nabi itu semuanya adalah bersikap menyerah diri kepada Allah, ialah Islam. Sebab semua nabi-nabi dan Rasul itu adalah putra keturunan Ibrahim belaka, yang menegakkan penyerahan diri kepada Allah.
Apabila kita pelajari kitab-kitab Perjanjian Lama catatan dari nabi-nabi Bani Israil, sejak Musa dan Harun, Yusyak sampai kepada Yesyaya, Armiya, Dariel, Habakuk, Ezram, Nehemiya, Dawud dan Sulaiman sampai ke-pada Ayub, Yehezekiel, Hosea, Nabi Yoel, Nabi Yunus, Nabi Amos, Nabi Mikha, Nabi Nahun, Zagarya, Nabi Rajai sampai kepada Nabi Zakariya dan putranya Yahya, sampai kepada Nabi Maleakhi, Apabila kita selidiki kitab-kitab itu dengan saksama, tidaklah kita bertemu ajaran pokok mereka, selain daripada menyembah kepada Allah Yang Maha Esa dan berserah diri kepada-Nya.
Bahkan Nabi Isa al-Masih (Yesus Kristus) yang didakwakan oleh Kristen sebagai Allah sejati dan manusia sejati, dan didakwakan juga anak Allah bila kita selidiki firman-firman yang keluar dari mulut beliau sendiri di dalam kitab -kitab yang dinamai Injil Matius, Markus, dan Lukas, tidaklah pernah beliau mendakwakan dirinya jadi Allah. Kalau dia pernah mengatakan dirinya anak Allah, maka kita pun telah paham bahwa arti Bapa di sini adalah kasih sayang dan perlindungan. Sebab itu bukan Isa al-Masih saja anak Allah. Banyak nabi-nabi lain disebut anak Allah, sebagai yang telah kita tuturkan ketika menafsirkan ayat 18 di atas, seketika menyatakan kesalahan Yahudi dan Nasrani yang mengakui diri mereka anak Allah.
Ajaran Isa yang keluar dari mulutnya sendiri adalah ajaran tauhid, ajaran menyerah diri kepada Allah Yang Maha Esa.
Ketika setan mencoba memperdayakan dan merayu Nabi Isa; lalu kata Yesus kepadanya, “Nyahlah engkau dari sini, hai Iblis. Karena telah tersurah. Hendaklah engkau menyembah Allah Tuhanmu, dan beribadah hanya kepada-Nya saja." (Matius 4:10)
Maka jawab Yesus serta kepadanya, “Adalah tersurah; Bahwa wajiblah engkau sujud menyembah Allah Tuhanmu, dan beribadah hanya kepada-Nya saja." (Lukas 4: 8)
Bahasa'yang mana pun kita pakai, namun di sini telah tampak bahwa Isa mengakui bahwa yang patut disembah hanya Allah! Bukan Yesus!
Jangankan dikatakan Tuhan, sedangkan dikatakan baik saja Nabi Isa keberatan, “Maka tiba-tiba datanglah seorang kepadanya, serta berkata, “Ya Guru, kebajikan apakah patut hamba perbuat, supaya beroleh hidup yang kekal?" Maka jawab Yesus kepadanya, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepadaku darihal kebajikan?" Ada satu yang baik. Tetapi jika engkau mau masuk kepada hidup, turutlah hukum-hukum itu." (Matius 19:16; 18)
“Tatkala Yesus keluar di jalan, berlari-larilah seorang datang kepadanya serta berlutut, lalu bertanya kepadanya, “Ya Guru yang baik, apakah yang patut hamba perbuat, supaya hamba menjadi waris hidup yang kekal?" Maka jawab Yesus kepadanya, “Apakah sebabnya engkau katakan aku ini baik? Seorang pun tiada yang baik, hanya satu, yaitu Allah.'1 (Markus 10-17: 18) Demikian juga maksud dari Lukas 10-18; 20.
Itulah perkataan-perkataan Isa al-Masih sendiri yang dicatat oleh beberapa pengarang-pengarang Injil Matius, Markus, dan Lukas. Bacalah Injil yang keempat, yaitu Yahya (Yohannes) memasukkan pikirannya sendiri, lalu dikatakan wahyu. Dalam ayat pertama dari karangannya fasal kesatu, Yahya menulis, “Maka pada awal pertama adalah Kalam, dan Kalam itu bersama-sama dengan Allah, dan Kalam itulah juga Allah."
Catatan-catatan Yahya yang dikatakan Injil itu, bahkan adanya lagi surah kirimannya dan catatannya yang bernama wahyu, inilah sumber kepercayaan Kristen yang sebenarnya, adapun yang merentangkan jalan kepada kepercayaan ini, yang terutama sekali di samping Yahya, adalah Paulus. Paulusiah yang memasukkan segala kepercayaan yang tidak berasal dari ajaran al-Masih ini. Apabila kita baca dengan kritis ketiga Injil pertama, (Ma-tius, Markus, dan Lukas) lalu dibandingkan dengan apa yang ditulis oleh Yahya, kita akan
mendapati perbedaan yang seperti siang dan malam atau jalan sudah bersimpang jauh sekali, yang satu sudah ke Timur dan yang satu sudah ke Barat, Terutama lagi setelah datang keterangan-keterangan dari surah-surah kiriman Paulus.
Jelaslah, kalau diselidiki dengan saksama bahwa kepercayaan Trinitas adalah disusun kemudian. Kecintaan kepada diri beliau, kekaguman atas mukjizat yang dilahirkan Allah atas dirinya, menyebabkan dicarilah berbagai alasan dan dalil guna menetapkan bahwa Yesus Kristus ialah Allah.
Di samping itu adalah perkisaran-per-kisaran pemakaian bahasa setelah Injil diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, sedang Injil yang asli tidak ada lagi, untuk pembanding benar atau tidaknya terjemah. Setiap pergantian masa, kekuasaan pemakaian bahasa berubah pula, sehingga arti yang pertama sudah berbeda pahamnya, dengan arti yang kedua. Misalnya penafsiran dan pengertian kalimat Sayyidul Masih di dalam bahasa Arab. Pada mulanya Sayyid itu arti dalam bahasa Indonesia ialah Tuan.
Maka setelah diputuskan menjadi kepercayaan bahwa Nabi Isa itu adalah Tuhan, maka kalimat Sayyid diterjemahkan jadi Tuhan.
Kalimat Rabbi pun kadang-kadang berarti yang dipertuan. Dan Rabbi juga berarti tuan rumah, seorang yang menguasai rumah tangga, dan keluarga.
Maka kalau telah ditetapkan tuan yang empunya rumah itu jadi Tuhan, tentu Rabbi diartikan Tuhan pula. Lantaran itu, terpisahlah umat Kristen dari garis tauhid yang ditinggalkan Isa al-Masih, lalu menjadi Trinitas
kemasukkan daripada agama Mesir Kuno atau Hindu Kuno.
Namun kita orang Islam percaya dengan sungguh hati, bahwa Nabi kita Isa al-Masih alaihissalam adalah salah seorang Rasul Allah yang mengajarkan tauhid, mengajak umat manusia menyerahkan diri kepada Allah, yang berarti Islam.
“Dan juga pendeta-pendeta dan orang-orang alim, dengan apa yang telah diamanahi mereka dari Kitab Allah."
Kita artikan kalimat Rabbani, dengan pendeta-pendeta. Arti yang asal dari Rabbani ialah orang-orang yang telah mendalam rasa ketuhanannya, telah menyediakan diri untuk Allah semata-mata. Kalimat pendeta berasal dari kata Sanskriet; pandit, yaitu orang-orang yang telah mendalam rasa ketuhanannya pula, lalu diambil ke dalam bahasa kita. Orang Melayu di Semenanjung memakainya dalam sebutan Pandita, yang berarti orang yang amat ahli, sebab itu mereka memberikan gelar Pandita Bahasa Melayu kepada Za'ba Pengarang Melayu yang terkenal. Di Indonesia kita baca dengan sebutan pendeta, yang dipakai oleh kalangan Kristen untuk gelar pemimpin agama mereka. Padahal dalam bahasa Melayu lama di Indonesia, orang alim Islam pun digelari pandits. Di dalam kitab Syamsul Hidayah, karangan Ayah dan Guru penulis, Dr. Syekh Abdul Karim Amrullah, disebutkan ulama-utama Islam yang besar-besar itu Alim Pandita.
Ahbar, kita artikan orang alim. Maka pendeta-pendeta dan orang-orang alim Bani Israil pun meneruskan memegang amanah yang diamanahkan rasul-rasul, bilamana rasul-rasul dan nabi-nabi itu tidak ada lagi, supaya mereka pun meneruskan pimpinan terhadap Bani Israil menurut hukum Taurat, jangan diubah-ubah. “Dan adalah mereka itu menjadi saksi a tasnya." Yaitu bahwa orang tua-tua Bani Israil yang hidup di zaman Rasulullah ﷺ menjadi saksi atas kebenaran hal itu, tidak dapat
Apabila kegemaran tuan rumah menabuh kecapi. Maka kesukaan ahli rumah, semuanya ialah menari.
mereka memungkirinya, karena memang demikianlah halnya. “Maka janganlah kamu takuti manusia, tetapi takutilah Aku." Nasihat kepada orang-orang Yahudi itu supaya mereka jangan takut kepada ancaman manusia dari kaum mereka sendiri, lalu berusaha menyembunyikan kebenaran Taurat. Tetapi takutlah kepada Allah, yang telah menurunkan Taurat itu untuk petunjuk dan cahaya bagi kamu. “Dan janganlah kau jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit." Karena mengharapkan keuntungan harta benda, lalu kamu gelapkan kebenaran, kamu perjualbelikan hukum Allah, kamu sembunyikan hukum yang sebenarnya. Meskipun berjuta-juta uang yang kamu terima untuk itu, namun dia masih sedikit harganya jika dibandingkan dengan kebenaran yang kamu khianati.
“Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka adalah mereka itu orang-orang yang kafir."
Artinya, jika selama ini kamu mengaku memegang teguh setia kepada Taurat, hendaklah hukum yang tersebut di dalam Taurat itu kamu jalankan. Rasulullah ﷺ sendiri di waktu diminta oleh mereka menjadi hakim, telah mengajak mereka supaya kembali kepada hukum Taurat. Maka pendakwaan mereka teguh setia memegang Taurat, tetapi tidak mau menjalankan hukumnya, berarti mereka kafir juga, yaitu menolak dan tidak percaya juga.
Di dalam Taurat itu pun memang ada peraturan-peraturan hukum yang berlaku pada Bani Israil,
Ayat 45
“Dan telah Kami wajibkan atas mereka di dalamnya, bahwasanya jiwa (balas) dengan jiwa"
Yaitu kalau seseorang membunuh satu jiwa, hendaklah digantikan dengan jiwa si pembunuh itu pula, sebagaimana yang dibayangkan pada ayat 32 di atas. “Mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi, dan luka-luka ada qisasnya. Maka barangsiapa yang mendermakan hak balas itu, maka adalah itu penebus baginya." Maka tersebutlah di dalam Taurat itu bahwa siapa yang melenyapkan jiwa orang, harus diganti dengan jiwanya pula, melenyapkan mata orang, dilenyapkan pula matanya, demikian juga hidung dan gigi. Dan kalau ada perdamaian, sehingga keluarga si terbunuh atau yang kehilangan mata, hidung dan gigi itu mendermakan hak balas, artinya memberi maaf, maka kemaafan itu sudahlah sebagai kaffarat untuk menghapuskan kesalahannya;
“Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang aniaya."
Zalim dan aniayatah orang yang tidak menjelaskan hukum yang telah ditentukan Allah itu. Zalimlah orang yang mengaku dirinya berpedoman kepada Taurat, padahal hukum Taurat tidak dijalankan.
Dalam Taurat yang beredar sekarang pun memang bertemu tertulis hukum-hukum itu, yang tersebut di dalam Kitab Keluaran Fasal 21, ayat 23-35.
20. Tetapi jikalau ada bahaya kematian sertanya, maka tak akan jangan jiwa akan ganti jiwa.
21. Mata akan ganti mata, gigi akan ganti gigi, tangan akan ganti tangan, kaki akan ganti kaki.
22. Ketunuan akan ganti ketunuan, luka akan ganti luka, bincutakan ganti bincut.
Di dalam kitab Imamat Orang Lewi Fasal 24 ayat 17 tersebut pula, “Maka barangsiapa yang telah memalu orang sampai ia mati, tak akan jangan ia pun akan mati dibunuh."
Ayat 46
“Dan telah Kami iringi atas jejak-jejak mereka dengan Isa anak Maryam."
Artinya, bahwasanya bila diutus kemudiannya Isa al-Masih, lain tidak adalah menuruti jejak rasul-rasul Bani Israil yang dahulu juga, dan hukum-hukum Taurat juga beliau pertahankan, “Sebagai menggenapi bagi yang terlebih dahulu daripadanya dari Taurat, dan telah Kami berikan kepadanya Injil."
Dalam hukum tidaklah al-Masih datang mengubah Taurat, melainkan menggenapkan atau menyempurnakan. Beliau sendiri pun pernah berkata, bahwa satu noktah pun isi Taurat itu tidak akan berubah. Maka beliau pun diberi wahyu kitab Injil. “Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya dan sebagai menggenapi apa yang terdahulu daripadanya dari Taurat." Sebagaimana Taurat, Injil itu pun berisi petunjuk kepada jalan selamat, cahaya yang akan mengeluarkan manusia dari gelap gulita kebodohan dan khurafat, kepada kebersihan tauhid; digenapkan lagi dengan pelajaran ruhani yang lebih mendalam, budi pekerti yang lebih mendalam, cinta kasih yang mesra sesama manusia, yang bekas-bekas pelajaran itu masih boleh juga kita dapati dalam Khutbah Gunung beliau yang terkenal itu. Karena dibuktikan dalam sejarah Bani Israil bahwa mereka sudah demikian tenggelam dalam urusan kebendaan, mendakwakan setia memegang isi Taurat, padahal hanya mempertahankan kulitnya, tidak memerhatikan isinya,
“Dan petunjuk dan pengajamn bagi cnang-orang yang (mau) bertakwa"
Ditekankan pada ujung ayat, bahwasanya isi Injil yang penuh pengajaran dan petunjuk itu dapat menjadi pedoman hidup bagi orang yang bertakwa. Karena apabila orang telah bertakwa kepada Allah, akan diberi Allah-lah cahaya dalam jiwanya, sehingga dia mudah menerima pengajaran untuk seterusnya. Berbeda dengan orang Yahudi yang terdahulu tadi, yang hanya mempertahankan Taurat dengan mulut, tetapi menjauhi Taurat dalam tingkah dan perbuatan.
Ujung ayat ini telah membawa bukti dalam kehidupan orang Kristen di tanah Arab sendiri setelah Risalah Muhammad, Rasul penutup dari sekalian rasul; berduyun mereka memeluk Islam, sebab menurut pandangan mereka, kedatangan rasul-rasul sejak Musa sampai al-Masih sampai Muhammad adalah menjalankan suatu tugas belaka, yaitu men-tauhidkan Allah.
Ayat 47
“Maka hendaklah menghukum … Injil dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah padanya."
Sudah sama diketahui pendirian Islam tentang Ahlul Kitab. Meskipun pokok kepercayaan mereka menurut keyakinan Islam sudah jauh melampaui batas yang ditentukan Allah, sudah Ghuluw, yaitu berlebih-lebihan, namun mereka tidaklah dikerasi dan dipaksa masuk Islam. Tetapi kalau hendak tetap memegang Injil, peganglah Injil yang betul, hilangkanlah pengaruh lain dan tafsiran lain yang dimasukkan ke dalam Injil oleh keputusan pendeta. Melainkan jalankanlah hukumnya benar-benar.
“Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka itulah orang-orang yang fasik."
Ayat ini dan yang sebelumnya memberikan kejelasan yang nyata sekali, bahwa di dalam kekuasaan Islam, orang-orang Dzimmi Yahudi dan Nasrani diperintahkan menjalankan hukum menurut kitab mereka. Padahal isi hukum Allah dalam semua kitab suci, baik Taurat maupun Injil, sampai kepada Al-Qur'an dasarnya ialah satu, yaitu hukum Allah. Di zaman hidupnya al-Masih, oleh karena kekuasaan adalah pada bangsa Romawi dan kaum Yahudi dalam jajahan belumlah boleh dapat menjalankan hukum Allah dari Taurat dengan tegas. Beliau hanya berkata, “Berikanlah hak Allah kepada Allah dan hak Kaisar kepada Kaisar."
Malahan ketika orang-orang Yahudi datang kepada beliau membawa seorang perempuan yang mereka tuduh berzina, supaya dijalankan kepadanya hukum Taurat, beliau bertanya bahwa adakah di antara mereka itu orang-orang yang tidak pernah berdosa? Siapa orang-orang yang tidak pernah berdosa itulah yang melontar perempuan itu dengan batu sampai mati. Maka berpandang-pandanganlah satu dengan yang lain, dan tidak ada seorang jua pun yang berani menjatuhkan hukum kepada perempuan itu, sebab merasa bahwa diri masing-masing tidak sunyi dari bersalah. Dengan sikap al-Masih yang demikian, bukan berarti bahwa beliau mengubah hukum Taurat, melainkan menyuruh mereka terlebih dahulu membersihkan jiwa sendiri sebelum menuduh-nuduh orang lain. Dan yang lebih beliau dari pihak penguasa Romawi. Sebab hak menghukum mesti dijalankan dalam ke-kuasaan pemerintahan Romawi. (Ketika menerangkan hukum rajam ini di dalam surah an-Nuur kelak, akan bertemu lagi keterangan ini)
Kemudian setelah 300 tahun beliau meninggalkan dunia, barulah Kristen diakui sebagai agama resmi oleh Kerajaan Romawi. Tetapi kekaisaran Romawi hanya menerima Kristen sebagai anutan kepercayaan yang telah banyak diadakan perubahan pula, terkhusus sebagai anutan kepercayaan Trimurti. Adapun dalam hal hukum, tidaklah Romawi mengambil dari Taurat, tetapi khusus dari pusaka fiqih Yunani, yang dilanjutkan oleh fiqih hukum Romawi. Kadang-kadang basil karya Cicero dan lain-lain, itulah undang-undang yang berkembang dan berlaku, sedang hukum dan undang-undang Allah tidaklah diberi peluang untuk dijadikan dasar hukum pidana dan perdata.
Maka dapatlah kita pahami, demi melihat ayat-ayat ini bahwa hanya Islam yang memberikan jaminan tegas kepada pemeluk Yahudi dan Nasrani, bahwa kalau mereka tidak mau masuk Islam, sebagaimana Alilul Kitab, biarlah mereka tetap memegang agama dan kitab mereka. Mereka adalah Dzimmi, yaitu dalam perlindungan pemerintahan dan kekuasaan Islam. Tetapi hendaklah mereka betul-betul menjalankan hukum yang asli dari kedua kitab itu. Taurat dan Injil. Ayat-ayat ini bukanlah mengatakan bahwa Yahudi dan Nasrani boleh menjalankan hukum mereka, tetapi mereka diwajibkan menjalankan hukum itu dalam pemerintahan Islam. Sebab itu pemerintahan Islam melakukan juga pengawasan, adakah kedua Ahlul Kitab itu menjalankan hukum agamanya atau tidak. Dan sebab itu pula kita lihat di dalam praktik cara menjalankan kehendak ayat ini ketika Sayyidina Umar bin Khaththab telah menaklukkan Palestina, beliau tetapkan jabatan uskup-uskup dan patrik-patrik Kristen dan Rabbi dan Ahbar Yahudi, lalu diperintahkan supaya mereka memimpin umat mereka, di bawah pengawasan Wali atau Khalifah. Dan ketika Sultan Muhammad al-Fatih Osmani menaklukkan Konstantinopel, yangkemudian dinamai Istanbul (1453), beliau tetapkan jabatan uskup yang beliau dapati telah ada dan beliau samakan kedudukannya dengan menteri-menteri yang lain yang beragama Islam, menjadi Menteri Kerajaan Osmani mengurus berlakunya hukum Injil dan Taurat dalam kalangan rakyat Osmani Kristen.
Itu pula sebabnya jika Libanon dan Syria masih terdapat orang Kristen Arab sampai sekarang, demikian pun Kristen Kopti di Mesir, hidup rukun damai menjalankan agama mereka di bawah naungan bendera Islam, yang menjamin mereka dengan ayat-ayat Al-Qur'an ini. Padahal satu gelintir pun kita tidak mendapati lagi orang Islam di Andalusia (Spanyol) yang pernah mencapai 14 juta jiwa, padahal kekuasaan dicabut dari mereka baru pada tahun 1492. Semuanya ini adalah: Fakta sejarah yang berbicara sendiri.
Satu masa gereja mendapat kesempatan memegang kekuasaan. Di akhir abad keempat Kerajaan Romawi terpecah dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi Timur berpusat di Konstantinopel, Romawi Barat di-pindahkan ke Milano, pamor kaisar turun-temurun. Kesempatan baik bagi Paus menaiki singgasana kaisar yang telah kosong. Sejak bercampur kerajaan akhirat dengan dunia, lama-lama kalahlah keakhiratan dan pendeta mengejar mahkota. Cinta kasih lama-lama menjadi kehausan kuasa, kezaliman mulai berlaku atas kehendak gereja. Apatah lagi “kunci surga di tangan beliau'1. Dan mulailah terkenal “Surat Ampunan Dosa", yang bisa diperjual-belikan dan tawar-menawar.
Terutama di zaman Perang Salib, demikian juga setelah gereja mendirikan Panitia Pembersihan (Inquisisi) setelah orang Islam diusir habis dari Spanyol. Sejarah mengakui, betapa hebat, ngeri, dan kejam hukum-hukum yang mereka jatuhkan. Sampai ada orang yang disula, dipotong lidah, dibakar hidup-hidup, dimasukkan ke dalam sebuah tong yang sekeliling tong itu penuh ditancapkan paku. Digantungkan tangannya ke atas atau kakinya ke atas. Semuanya itu hukuman yang dijatuhkan kepada orang-orang yang dituduh melanggar hukum gereja, yang dituduh murtad atau menyatakan paham lain, yang berlawanan dengan keputusan gereja. Ketika tentara Napoleon masuk Spanyol, dibong-karlah alat-alat penghukum yang kejam itu dari berpuluh buah gereja. Dan hukuman-hu-kuman kejam itu pun di bawa oleh Portugis ketika mereka menjajah Melaka. Semuanya itu bukan hukuman Injil yang penuh kasih cinta, tetapi kezaliman (tirani) gereja yang telah menyebabkan pemberontakan pikiran, baik dari segi agama sendiri dari kaum Protestan, maupun dari angkatan baru di luar agama yang meminta kebebasan pikiran, yang menimbulkan Revolusi Perancis. Sebab satu tujuan Revolusi Perancis, ialah menumbangkan kekuasaan gereja yang mengerikan itu.
Zaman kekuasaan mutlak gereja itu dinamai ahli sejarah Eropa: Zaman Gelap.
Tentang ketiga ayat ini banyaklah pula perbincangan ahli tafsir, apakah dia hanya terkhusus sebagai ancaman kepada Yahudi dan Nasrani, ataukah mengenai juga kita kaum Muslimin? Ada dibawakan orang tafsir yang mereka katakan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata, “Kafir di sini bukanlah mencapai kafir, dan zalim bukanlah mencapai zalim, dan fasik bukanlah mencapai fasik. Dan ada riwayat Ibnu Abbas juga, katanya ayat-ayat ini hanya mengenai orang Yahudi, tidak mengenai Islam sedikit pun. Dan ada pula riwayat dibawakan dari as-Sya'bi, bahwa ayat pertama dan kedua mengenai Yahudi dan ayat ketiga mengenai Nasrani. Tetapi kita tertarik pula kepada keterangan Hudzaifah bin al-Yaman ketika orang bertanya kepada beliau tentang ayat ini. Seorang berkata bahwa ayat-ayat ini hanya mengenai Bani Israil. Mendengar itu berkatalah Hudzaifah, “Enak benar bagimu ada kawan Bani Israil, kalau segala yang manis hanya untukmu dan segala yang pahit untuk Bani Israil. Sungguh, demi Allah, kamu akan menempuh pula jalan mereka menurut jejak langkah mereka."
Dan satu riwayat lain dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir, “Sebaik-baik kaumlah rupanya kamu ini kalau segala yang manis hanya untuk kamu dan segala yang pahit buat Ahlul Kitab." Dan ditanyakan orang kepada Sa'id bin Jubair ke mana tujuan ketiga ayat. “Barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah," itu apa benarkah tertuju kepada Bani Israil saja? Beliau menjawab, “Tidak! Bahkan dia diturunkan atas kita."
Riwayat yang diterima dari Maqaam, Maula Ibnu Abbas pun menyatakan demikian pula, bahwa ayat ini diturunkan kepada Ahlul Kitab dan kepada kita kaum Muslimin. Cuma tambahannya ialah bahwa kafir di sini bu-kanlah mencapai kafir syirik, dan zhulm di sini pun bukan mencapai zhulm syirik, dan fasik di sini pun bukan mencapai fasik syirik.
Kita pun dapatlah memahamkan bahwa ayat Al-Qur'an, diturunkan kepada Nabi kita Muhammad ﷺ meskipun tertuju kadang-kadang kepada Ahlul Kitab, bukanlah dia semata-mata suatu kisah yang akan kita baca saja, tetapi adalah dia untuk kita ambil banding. Sebagai Muslimin janganlah kita melalaikan menjalankan hukum Allah. Sebab di awal surah sendiri, yang mula-mula diberi peringatan kepada kita ialah supaya menyempurnakan segala ‘Uqud. Maka menjalankan hukum Allah adalah salah satu ‘Uqud yang terpenting di antara kita dengan Allah.
Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Moga-moga tercapai sekadar apa yang dapat kita capai. Karena Allah tidaklah memikulkan kepada kita suatu beban yang melebihi dari tenaga kita. Kalau hukum Allah belum jalan, janganlah kita berputus asa. Dan kufur, zhulm, dan fasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Allah.
Dan jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, ‘Adakah kamu, hai umat Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum syari'at Islam dalam negara yang kamu kuasai itu?"
Janganlah berbohong dan mengolok-olokkan jawaban. Katakan terus terang bahwa cita-cita kami memang itu. Memang hendaknya berjalan hukum Allah dalam negara yang kita kuasai itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang telah digariskan Allah dalam Al-Qur'an itu kita mungkiri?
Dan kalau ditanyakan orang pula, “Tidakkah dengan demikian kamu hendak memaksakan agar pemeluk agama lain yang golongan kecil (minoritas) dipaksa menuruti hukum Islam?"
Jawablah tegas, “Memang akan kami paksa mereka menuruti hukum Islam. Dan setengah dari hukum Islam terhadap golongan pemeluk agama yang minoritas itu ialah agar supaya mereka menjalankan hukum Taurat, ahli Injil diwajibkan menjalankan hukum Injil. Dan kita boleh membuat undang-undang menurut teknik pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat-ayat suci, tapi dasarnya wajiblah hukum Allah dari kitab-kitab suci, bukan hukum buatan manusia atau diktator manusia."
Katakan itu terus terang, dan jangan takut.
Dan insaflah bahwasanya rasa takut orang menerima hukum Islam ialah karena propagarda terus-menerus dari kaum penjajah, selama berpuluh beratus tahun, sehingga orang-orang yang mengaku beragama Islam sendiri pun kemasukan rasa takut itu karena dipompakan oleh penjajahan.
Lihatlah bagaimana celakanya perjikema-nusian di zaman sewenang-wenang hukum buatan manusia, seumpama di Jerman di zaman Nazi, di Italia di zaman Fascis, dan di seluruh negara yang dipengaruhi oleh Komunis.
Apabila kita membicarakan hukum Allah, hendaklah kita menilik terlebih dahulu kepada filsafat hukumnya dan dari mana sumber hukum. Dalam Islam sudah nyata bahwa sumber hukum ialah Allah dan Rasul, atau Al-Qur'an dan Sunnah. Sebab itu dalam Islam manusia bukanlah pencipta hukum melainkan pelaksana hukum Allah. Tetapi manusia tadi diberi kebebasan pula berijtihad, bagaimana supaya hukum Allah itu berjalan. Pokok hukum Allah dan Rasul itu disimpulkan dalam bunyi ayat, “Menghalalkan bagi kamu akan yang baik-baik dan mengharamkan atas kamu barang yang buruk." Dan mengambil manfaat dan menolak mudharat. Adapun pelaksanaan hukum yang tersebut dalam Al-Qur'an tidaklah banyak; yang terkenal hanya beberapa buah saja, yaitu hukuman atas gerombolan pengacau, hukuman atas pencuri, dan hukuman atas berzina. Dan beberapa hukum lainnya terdapat dalam Sunnah.
Lalu ahli-ahli fiqih Islam yang besar-besar telah membagi pula bentuk negara kepada tiga macam, yaitu Darul Islam (negara Islam), Darul Harb (negeri tengah berperang dengan orang Islam) dan Darul Kuffar (negara orang Kafir) Maka sepakatlah ahli-ahli fiqih bahwa dalam negara Islam 100%, niscaya hendaklah 100% pula hukum Islam berlaku. Tetapi meskipun bebas memakai ijtihadnya, sehingga ada juga hukum yang dinamai ta'zir, yaitu hukum sebagai pendidik, dan pengajar si bersalah. Perkembangan bernegara sebagaimana di zaman sekarang ini pun akan memperlengkap pandangan kita tentang istilah-istilah nama negara yang disebutkan ahli-ahli fiqih tadi. Di negara-negara modern ada undang-undang dasar yang menjamin kemerdekaan pemeluk agama yang kecil bilangannya dalam negeri itu, seumpama golongan kecil orang Islam di Burma, Philipina, Muangthai, dan lain-lain. Hukum di negeri-negeri itu teranglah hukum nasional yang tidak berdasar agama, melainkan hukum umum. Niscaya orang Islam di negeri itu, kalau dapat, hendaklah memperjuangkan agar syari'at Islam dan hukumnya berlaku di kalangan penduduk Islam itu sendiri, dalam rangka kesatuan negara.
Kalau kita tilik pula keadaan bertumbuhnya Republik Indonesia. Secara hukum kita dapat mengatakan bahwa selain dari negara ini suatu negara kesatuan, dia pun adalah negara yang didirikan atas persetujuan golongan-golongan yang terbesar di dalam negeri ini pada bulan Juli 1945, yang dikenal dengan nama Jakarta Charter, yaitu golongan Islam, Nasionalis, dan Kristen. Pemuka yang mengikat perjanjian itu mempunyai cukup syarat-syarat buat disebut Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Isi perjanjian ialah akan mendirikan sebuah negara yang semua golongan terjamin menganut kepercayaannya; malahan pernah ditegaskan bahwa bagi pemeluk Islam supaya menjalankan syari'at agamanya.
Maka negara kita telah dibentukatas dasar janji bersama, atau ‘Uqud; yang telah diperintahkan kepada orang-orang yang beriman supaya menyempurnakannya.
Menurut pangkal surah al-Maa'idah ini, perjanjian ini wajiblah dipelihara dan disempurnakan, karena dia bukanlah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Bahkan pada adatnya, kalau tidaklah ada Charter ini, tidaklah akan tercapai kemerdekaan yang telah ada ini.
Maka dalam negara yang telah ada ini, wajib jugalah sarjana-sarjana dan ahli-ahli pikir Islam berjuang sekadar tenagarya, agar hukum Allah itu berjalan, dengan teratur dan diterima oleh masyarakat umum, melalui kemungkinan-kemungkinan yang ada. Karena kita pun tahu bahwasanya untuk mencapai suatu cita-cita yang sah dan luhur, wajib juga kita mempertimbangkan ruang dan waktu. Dan tidaklah kita diberi beban oleh Allah melebihi daripada tenaga dan kemampuan yang ada pada kita. Sebab pekerjaan membentuk undang-undang dari sebuah negara yang telah didirikan dengan kesepakatan segala golongan itu, padahal negara itu dahulunya bekas jajahan, bukanlah semudah apa yang dikhayatkan oleh pikiran.