Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
berfirman
ٱللَّهُ
Allah
هَٰذَا
inilah
يَوۡمُ
suatu hari
يَنفَعُ
bermanfaat
ٱلصَّـٰدِقِينَ
orang-orang yang benar
صِدۡقُهُمۡۚ
kebenaran mereka
لَهُمۡ
bagi mereka
جَنَّـٰتٞ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَآ
didalamnya
أَبَدٗاۖ
selama-lamanya
رَّضِيَ
ridha
ٱللَّهُ
Allah
عَنۡهُمۡ
terhadap mereka
وَرَضُواْ
dan ridha
عَنۡهُۚ
terhadapNya
ذَٰلِكَ
demikian
ٱلۡفَوۡزُ
keberuntungan
ٱلۡعَظِيمُ
paling besar
قَالَ
berfirman
ٱللَّهُ
Allah
هَٰذَا
inilah
يَوۡمُ
suatu hari
يَنفَعُ
bermanfaat
ٱلصَّـٰدِقِينَ
orang-orang yang benar
صِدۡقُهُمۡۚ
kebenaran mereka
لَهُمۡ
bagi mereka
جَنَّـٰتٞ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَآ
didalamnya
أَبَدٗاۖ
selama-lamanya
رَّضِيَ
ridha
ٱللَّهُ
Allah
عَنۡهُمۡ
terhadap mereka
وَرَضُواْ
dan ridha
عَنۡهُۚ
terhadapNya
ذَٰلِكَ
demikian
ٱلۡفَوۡزُ
keberuntungan
ٱلۡعَظِيمُ
paling besar
Terjemahan
Allah berfirman, “Ini adalah hari yang kebenaran orang-orang yang benar bermanfaat bagi mereka. Bagi merekalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.”
Tafsir
(Allah berfirman, "Ini adalah) artinya hari kiamat (suatu hari yang bermanfaat orang-orang yang benar) sewaktu di dunia seperti Nabi Isa (kebenaran mereka) sebab hari itu adalah hari pembalasan (bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya; Allah rida terhadap mereka) oleh sebab ketaatan terhadap-Nya (dan mereka pun rida terhadap-Nya) dengan pahala-Nya (Itulah keberuntungan yang besar.") dan orang-orang pendusta sewaktu hidup di dunia, tidak akan bisa bermanfaat kejujuran mereka pada hari itu seperti orang-orang kafir, yaitu tatkala mereka mulai percaya dan iman sewaktu mereka melihat azab Allah.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 119-120
Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun rida terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat 119
Allah ﷻ berfirman menjawab hamba dan rasul-Nya yaitu Isa putra Maryam a.s. setelah Isa mengemukakan kepada-Nya pembersihan dirinya terhadap perbuatan orang-orang Nasrani yang musyrik lagi dusta terhadap Allah dan rasul-Nya; dan setelah Nabi Isa mengembalikan urusan mereka kepada kehendak Tuhannya, saat itu juga Allah ﷻ berfirman: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (Al-Maidah: 119)
Menurut Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang ahli tauhid ketauhidan mereka.
“Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (Al-Maidah: 119)
Yakni mereka tetap tinggal di dalamnya, tidak akan pindah dan tidak akan pergi darinya.
Allah telah rida terhadap mereka, dan mereka rida kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Dan keridaan Allah adalah lebih besar.” (At-Taubah: 72) Berikut ini disebutkan sebuah hadits yang berkaitan dengan ayat ini.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dalam tafsir ayat ini sebuah hadits melalui Anas. Untuk itu, Ibnu Abu Hatim mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Al-Laits, dari Usman (yakni Ibnu Umair), telah menceritakan kepada kami Al-Yaqzan, dari Anas secara marfu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda sehubungan dengan hal ini, "Kemudian Allah ﷻ menampilkan diri kepada mereka dan berfirman, 'Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian.' Lalu mereka meminta rida Allah, maka Allah berfirman, 'Rida-Ku ialah Kutempatkan kalian di rumah-Ku (yakni surga), dan Aku hormati kalian. Maka mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian.' Maka mereka meminta rida-Nya, lalu bersaksi di hadapan mereka bahwa Dia telah rida kepada mereka."
Firman Allah ﷻ: Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Al-Maidah: 119)
Yakni itulah keberuntungan yang paling besar, tiada suatu keberuntungan pun yang lebih besar daripada itu, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.” (Ash-Shaffat: 61)
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (Al-Muthaffifin: 26)
Ayat 120
Firman Allah ﷻ: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Maidah: 120)
Yakni Dialah Yang menciptakan segala sesuatu, Yang memilikinya, Yang mengatur semua yang ada padanya, Yang berkuasa atasnya; semuanya adalah milik Allah dan di bawah perintah, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Maka tiada yang menyaingi-Nya, tiada pembantu, tiada tandingan, tiada yang memperanakkan-Nya, tidak beranak, tidak beristri, tiada tuhan selain Dia, tiada pula Rabb selain Dia.
Ibnu Wahb mengatakan, ia pernah mendengar Huyay ibnu Abdullah menceritakan dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa surat Al-Maidah ini merupakan surat yang paling akhir diturunkan.
Allah menjawab apa yang disampaikan Nabi Isa dengan berfirman kepadanya, Inilah saat orang-orang yang benar tauhidnya kepada Allah, tidak mempertuhankan manusia, dan tidak beribadah kecuali kepada Allah; ibadahnya mengikuti ketentuan Allah, niatnya ikhlas dan hatinya bersih selama hidup di dunia, memperoleh manfaat dari kebenarannya di akhirat dengan memperoleh jaminan keselamatan dan terbebas dari azab jahanam. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kenikmatan yang tiada bandingannya di dunia; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, dalam keabadian tanpa batas waktu. Allah rida kepada mereka atas keyakinan mereka yang lurus, ibadah mereka yang istikamah, dan akhlak mereka yang mulia; dan mereka pun rida kepada-Nya atas segala perlakuan Allah kepada mereka. Itulah, sejatinya, kemenangan yang agung, menurut Allah. Allah kembali menegaskan tentang kekuasaan dan kepemilikanNya yang serba mencakup dan menyeluruh. Milik Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, kerajaan langit dan bumi, dengan kehendak dan kekuasaan mutlak tiada batas; dan milik Allah juga apa yang ada di dalamnya, manusia, jin, setan, dan malaikat; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dengan kekuasaan yang adil dan bijaksana.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa pada hari Kiamat, orang yang senantiasa berbuat tetap dalam tauhid, akan memperoleh manfaat dari kebenaran iman mereka dan dari kejujuran perbuatan dan perkataan mereka. Kemanfaatan yang mereka peroleh itu ialah: pertama kenikmatan surga, kenikmatan yang banyak memberi kepuasan jasmaniah, dan kedua kenikmatan rida Ilahi, kenikmatan yang memberikan ketenteraman dan kepuasan rohani. Segala amal perbuatan mereka diterima Allah sebagai ibadah dan Allah memberi anugerah dan keridaan kepada mereka. Mereka merasa bahagia memperoleh keridaan dari Allah. Tidak ada kenikmatan yang lebih besar dari penghargaan dari Allah. Allah rida terhadap mereka, dan mereka rida terhadap Allah. Inilah puncak kebahagiaan abadi dalam diri manusia. Kedua nikmat Allah ini ialah surga dan rida Ilahi yang diperoleh sesudah melewati perhitungan amal pada hari Kiamat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
“Dan (ingatlah) tatkala berfirman Allah, Wahai Isa anak Maryam, adakah engkau pemah berkata kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai Tuban selain Allah?" Dia menjawab, ‘Mahasuci Engkau! Tidaklah patut bagiku bahwa akan mengatakan apa yang tidak hakku. Jika ada aku mengatakannya, niscaya Engkau telah mengetahuinya (sebab) Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, sedangkan aku tidaklah mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih mengetahui akan hal yang gaib-gaib."‘
Ayat 116
Ayat 117
“Tidak ada yang aku katakan kepada mereka, kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku, (yaitu) bahwa hendaklah kamu beribadah kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kamu."
Tegasnya, dalam urusan kepercayaan dan iktikad sebagai dasar dari agama, tidaklah terlebih daripada jangka itu karena itulah yang Engkau wahyukan kepadaku, yaitu menyembah hanya kepada Allah Tuhanku dan Tuhan kamu. Agar aku dan kamu sama-sama bertuhan kepada Yang Satu itu saja, tidak ada Tuhan lain, apalagi diriku dan ibuku."Dan adalah aku menjadi penyaksi atas mereka itu, selama aku ada pada mereka." Artinya, selama aku hidup di kalangan mereka, aku sendiri pun menyaksikan bahwa apa yang aku sampaikan itu mereka jalankan baik-baik dan aku pun menjaga kalau-kalau ada pelanggaran. Aku tegur kalau mereka salah.
Maka, apa yang beliau jawabkan kepada Allah ini masih dapat kita lihat sisa buktinya dalam kitab-kitab pegangan orang Kristen sendiri. Pernah beliau menegur dengan keras ketika seorang muridnya berkata bahwa beliau adalah guru yang baik! Dengan tegas beliau berkata, yang baik hanyalah Allah!
“Namun tatkala telah Engkau wafatkan aku, adalah Engkau yang menjadi penilik atas mereka. Sedang Engkau, atas tiap-tiap sesuatu adalah penyaksinya."
Artinya, setelah aku meninggal, Engkaulah yang menilik dan meneliti mereka. Sebab setelah aku wafat, tugasku sebagai utusan Engkau selesailah sudah.
Tidaklah aku ketahui lagi apa yang mereka perbuat sesudahku dan ke mana mereka belokkan pengajaran yang kuberikan, pengaruh dari mana dan tersebab apa mereka jadi berubah. Engkaulah, Ya Tuhanku, Yang Mahatahu dan aku sebagai hamba-Mu tidaklah mengetahuinya lagi.
Dalam kesaksian orang Kristen sendiri kita mendapati pengakuan bahwa memang pada zaman al-Masih masih hidup, belum ada orang berpikir ke jurusan itu. Hal ini seperti tulisan salah seorang pemuka Kristen yang telah kita salinkan terlebih dahulu. Memang, setelah beliau tak ada lagi di dunia ini barulah timbul kepercayaan bahwa beliau adalah Tuhan. Adapun persembahan, pemujaan yang mendudukkan Maryam sebagai Tuhan, dan disebut kadang-kadang Timur dan Barat, terutama golongan Ortodoks, Katolik Yunani, dan Katolik Roma, memang mereka menaikkan martabat Maryam menjadi martabat ketuhanan. Tempat mereka memohon, berdoa, memohonkan apa-apa, meminta berkah, memohon kesembuhan dari sakit. Di satu tempat bernama Fatima di Portugal, tersebar berita bahwa seorang anak perempuan gembala melihat Maryam menampakkan diri kepadanya. Kemudian, tempat itu pun dijadikan tempat keramat, tempat memuja, yang terkenal dengan “The Miracle of Our Lady of Fatim." (Nama Fatima ialah bekas nama yang ditinggalkan orang Islam, ketika Spanyol dan Portugal di dalam kekuasaan Islam, penulis). Golongan Katolik berbangga dan merasa sangat berbahagia karena Paus Pius IX telah mengeluarkan Fatima perintah bahwasanya Maryam adalah dara suci, yang mengandung dalam serba kesucian. Lantaran itu, hendaklah dia dimuliakan dan disucikan sebagai Tuhan juga. Gereja Armeniya memanggilnya “Ibu Allah Yang Tercinta". Gereja Kopti (Iskandariyah) pun menyebutkan dia “Ibu Tuhan". Dan di rumah-rumah orang Katolik yang saleh di negeri kita di Indonesia ini, sebagaimana juga dalam gereja, selalulah dihormati patung dari “Ibu Maria". Dengan demikian, selain dari satu Tuhan adalah tiga oknum (Trinitas) ada tambahan lagi, yaitu Maryam pun Tuhan pula. Namun, kaum Protestan, menolak sama sekali anggapan Tuhan kepada Maryam itu.
Isa al-Masih diputuskan jadi Tuhan sesudah dia meninggal dan ibunya sendiri “diputuskan" menjadi Tuhan lama pula sesudah itu. Dan Isa al-Masih sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi sesudah beliau tidak ada di dunia lagi.
Ayat 118
“Jika hendak Engkau adzab mereka itu maka sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba Engkau. Dan jika Engkau beri ampun mereka maka sesungguhnya Engkau adalah Mahagagah, lagi Bijaksana."
Dalam ayat ini diterangkan betapa halnya al-Masih menyerahkan soal itu sepenuhnya kepada Allah, yang diriama: tafwidh. Mula-mula terkandunglah dalam ucapan itu bahwa al-Masih sendiri mengakui tegas bahwa mereka itu patuh diadzab oleh Allah karena telah mempersekutukan yang lain dengan Allah, terutama mempersekutukan dirinya dan ibunya dengan Allah. Teranglah perbuatan itu musyrik, dosa yang amat besar dan tak dapat diampuni.
Apabila Allah melakukan adzab kepada mereka, sudah sepatutnya karena mereka adalah hamba-hamba Allah belaka. Dan Allah berkuasa berbuat sesuatu terhadap hamba-Nya dan mengertilah Dia akan keadaan hamba-Nya itu. Allah mengetahui masing-masing hamba-Nya, walaupun berjuta, bermiliar banyaknya. Demikian juga jika ada di antara mereka yang diampuni kesalahannya oleh Allah adalah semuanya itu sesudah pemeriksaan yang teliti sekali dan dengan segenap kebijaksanaan. Itulah sebabnya, di ujung ayat tentang memberi ampun, disebut dua nama Allah: Mahagagah dan Mahabijaksana. Pada ayat-ayat yang lain, ayat yang berdiri memberi ampun biasanya diakhiri dengan Ghafur dan Rahim, Pengampun dan Penyayang, sedangkan di ayat ini diujungi dengan Aziz dan Hakim, Mahagagah. Artinya, bukan memberi ampun karena pilih kasih dan bukan karena kelemahan, melainkan karena Kegaga-perkasaan dan Kebijaksanaan jua. Dapatlah kita memahaminjawaban al-Masih itu melihat keadaan umat Kristen sendiri.
Pada anggapan kita, seluruh orang Kristen itu sudah sama saja kepercayaaanya. Oleh karena itu, menurut pandangan lahir kita semua, mereka itu akan diadzab karena mem-persekutukan Allah. Namun, jika diselidiki dengan saksama, mereka mempunyai berbagai sekte. Konon, tidak kurang dari 200 macam sekte. Misalkan kaum Unitarian: mereka tidaklah memegang kepercayaan bahwa al-Masih itu Allah atau anak Allah. Beliau hanya seorang rasul saja, sebagaimana rasul-rasul yang lain dan mereka pun tidak percaya bahwa Maryam Tuhan, atau ibu Tuhan, atau dianggap Tuhan untuk memohonkan apa-apa. Selain itu, ada pula yang menurut pandangan orang luar mereka itu masih Kristen, padahal mereka tidak menganut lagi kepercayaan Kristen sebab tidak cocok dengan akal pikiran mereka. Namun, mereka tidak berani menyatakan diri.
Ada juga yang telah masuk Islam dengan diam-diam, tetapi karena hidup dalam kalangan keluarga Kristen dalam negeri Kristen pula, mereka menjadi Islam dengan diam-diam, mengucap syahadat, mengakui tiada Tuhan melainkan Allah dan al-Masih adalah hamba Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Tidak ada keluarganya yang tahu sehingga dia dikuburkan secara Kristen juga di pekuburan Kristen, padahal dia mati dalam Islam. Dan banyak lagi contoh-contoh yang lain, pada zaman Fithrat yaitu kekosongan rasul di antara al-Masih dengan Muhammad ﷺ Niscaya, Allah melakukan hukum dengan serba kegagahan dan wibawa-Nya serta dengan bijaksana dan teliti. Lantaran itulah, al-Masih menyerahkan hal itu sebulatnya pada kegagahperkasaan dan kebijaksanaan Allah.
Ayat 119
“Beriman Allah, Inilah hari yang akan memberi manfaat kepada orang-orang yang benar kebenaran mereka."
Sekaligus dengan menyatakan firman Allah ini, tahulah kita bahwa Allah mengakui dan menghargai kebenaran yang diterangkan oleh rasul-Nya yang benar, yaitu Isa al-Masih.
Selama hidupnya, dia telah melakukan tugas dengan benar dan jujur. Dan tidak mengubah-ubah wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Dia sekali-kali tidak pernah menganjurkan manusia supaya menganggap dirinya atau ibunya sebagai Tuhan. Semuanya yang sudah berlaku itu hanyalah kejadian sesudah beliau tak ada lagi di dunia. Beliau tidaklah bertanggung jawab atas kesalahan anggapan orang terhadap beliau setelah meninggalkan dunia. Sebagaimana juga orang-orang besar yang lain, sebagaimana orang-orang saleh yang dipuja orang kuburan mereka setelah mereka mati, disembah dan dipandang sebagai berhala, menyerupai pandangan orang Kristen terhadap Maryam itu. Seumpama yang kita lihat orang-orang Islam yang tidak mengerti pokok ajaran agamanya, memuja kuburan Sayyid Abdulkadir Jailani di Baghdad, orang Syi'ah memuja kuburan Husain bin Ali di Karbala, orang awam Mesir memuja kuburan Imam Syafi'i, orang awam Jakarta memuja kuburan Alaidrus di Luar Batang. Mereka itu semua kala hidupnya tidak ada yang menyuruh orang mempersekutukan diri mereka dengan Allah. Mereka pun akan ditanya.
Sedang Isa al-Masih lagi ditanya, konon-lah yang lain itu. Karena semasa hidupnya, semua adalah orang yang benar, di akhirat ber-manfaatlah kebenaran mereka."Untuk mereka adalah surga-surga yang mengalir dari bawahnya sungal-sungai, hal keadaan kekal mereka di dalamnya selama-lamanya." Dan demikian pulalah halnya tiap-tiap manusia yang di kala hidup berlaku jujur dan benar, mereka pun akan ditempatkan dengan anbiya' (nabi-nabi) seperti al-Masih itu, yaitu shiddiqin (orang-orang yang benar) seperti Maryam ibu Isa dan Abu Bakar ash-Shiddiq, dan syuhada (orang-orang yang mati setelah memberikan kesaksian kebenaran Allah dengan nyawanya sendiri), dan shalihin (orang-orang yang saleh, banyak berbuat kebaikan), yang dahulu kita dapati pula dalam surah an-Nisaa' ayat 68. Semuanya diberi tempat dalam surga yang indah permai, dalam keadaan kekal selama-lamanya. Di dalam surga itu mereka pun mendapat nikmat yang lebih tinggi lagi, yaitu:
“Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Yang demikian itulah kemenangan yang besar."
Ridha inilah inti nikmat surga. Inilah nikmat ruhani paling dalam dan paling puncak. Untuk merasakan betapa tingginya nikmat ridha, cobalah tilik di dunia ini bagaimana rasa bahagianya orang yang mendapat ridha dari raja atau dari kepala negara. Ada seorang menteri yang bertahun-tahun tidak dapat melupakan tatkala rajanya atau kepala negaranya pernah mengajaknya tersenyum. Pada zaman kolonial dulu. Pangeran Ahmad Jayadiriingrat pernah menceritakan di dalam buku Kenang-kenangannya, betapa bahagia perasaannya saat dia diperbolehkan meng-hadap Ratu Wilhelmina. Ratu Belanda itu mengulurkan tangan kepadanya dan mengajaknya berjabat tangan dengan wajah yang berseri. Ketika itu, kata Pangeran Ahmad, berkatalah aku dalam diriku bahwa apa pun yang akan diperintahkan kepadaku akan aku junjung tinggi."Menitahlah Tuanku, segala titah patik junjung." Dan ada pula kisah lain, seorang menteri sehabis menghadap ke istana, langsung membunuh dirinya, karena yang sekali ini dalam satu pertemuan, raja tidak pernah memperlihatkan wajahnya kepadanya, tidak menoleh kepadanya. Dan dalam pergaulan pembesar-pembesar tingkat tinggi, menteri-menteri, ridha kepala negara itu menjadi perhitungan. Meskipun telah diberi pangkat tinggi, diberi bintang-bintang gemerlap penghias dada, masih berdebar hatinya dan berharap, adakah beliau atau baginda ridha kepadanya.
Sekarang datang keterangan ayat, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Ridha yang saling sambut dan saling balas, bukan laksana ladirig yang tajam sebelah dan bukan laksana bertepuk sebelah tangan. Inilah yang selamanya tak ada dalam dunia fana ini selama-lamanya. Terkadang, ketika seorang pembesar tinggi atau menteri telah merasa benar-benar ridha kepada raja atau kepala negaranya, tetapi karena fitnah orang lain yang merasa dengki, beliau belum juga membalas ridha itu. Oleh sebab itu, sela-lulah orang besar itu berhati murung dan tidak juga tercapai ridha-meridhai. Dan terkadang pula raja atau kepala negara itu dengan keri-dhaannya telah mengurbankan segenap tenaga, siang dan malam untuk kebahagiaan rakyat yang dicintainya, tetapi yang tidak membalas ridha itu pun masih banyak. Berapa banyak raja dan kepala negara yang benar-benar mengurbankan segenap tenaganya, demi kepentingan rakyatnya, tetapi masih dibenci. Tiga orang khalifah Rasulullah saw„ yaitu Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thaiib mati dibunuh orang. Siapa yang tidak mengakui bahwa ketiganya adalah Khulafaur Rasyidiri? Mengapa mereka dibunuh? Ya, karena masih ada yang tidak ridha dan masih ada yang tidak membalas keridhaan mereka.
Setelah memikirkan kejadian dunia yang seperti ini, marilah kembali resapkan di dalam jiwa kita bunyi ayat ini, “AHah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada AHah." Di sini, dapatlah kita memahami apa yang dimaksud oleh shafiyah yang besar, Rabi'atul
Adawiyah, ketika orang bertanya kepadanya, “Ya Rabi'ah, mana engkau yang senang, masuk surga, padahal tidak ada keridhaan Allah atau masuk neraka padahal engkau diridhai Allah?" Meskipun pertanyaan ini satu pertanyaan yang kacau, bertanya asal bertanya saja, Rabi'ah memberi juga jawab dengan tegas, “Biar masuk neraka asal Allah Ta'aala ridha kepadaku!"
Akhirnya ditutuplah surah al-Maa'idah ini dengan kunci tauhid uluhiyah dan rububiyah yang sejati, pegangan segenap orang beriman.
“Bagi Allahlah kerajaan semua langit dan bumi dan apa jua pun yang ada pada semuanya. Dan Dia atas segala sesuatu adalah Mahakuasa."
(ayat 120)