Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَ
pada hari
يَجۡمَعُ
mengumpulkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرُّسُلَ
Rasul-Rasul
فَيَقُولُ
lalu Dia berkata/bertanya
مَاذَآ
bagaimanakah
أُجِبۡتُمۡۖ
kamu dijawab
قَالُواْ
mereka berkata
لَا
tidak ada
عِلۡمَ
pengetahuan
لَنَآۖ
bagi kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
عَلَّـٰمُ
Maha Mengetahui
ٱلۡغُيُوبِ
perkara-perkara gaib
يَوۡمَ
pada hari
يَجۡمَعُ
mengumpulkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرُّسُلَ
Rasul-Rasul
فَيَقُولُ
lalu Dia berkata/bertanya
مَاذَآ
bagaimanakah
أُجِبۡتُمۡۖ
kamu dijawab
قَالُواْ
mereka berkata
لَا
tidak ada
عِلۡمَ
pengetahuan
لَنَآۖ
bagi kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
عَلَّـٰمُ
Maha Mengetahui
ٱلۡغُيُوبِ
perkara-perkara gaib
Terjemahan
(Ingatlah) pada hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia bertanya (kepada mereka), “Apa jawaban (kaummu) terhadap (seruan)-mu?” Mereka (para rasul) menjawab, “Kami tidak tahu (tentang itu). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.”
Tafsir
Ingatlah! (hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul) yaitu pada hari kiamat (lalu Allah bertanya) kepada mereka dengan nada mencela yang ditujukan kepada kaum mereka (Apa) yang (jawaban kaummu terhadap seruanmu?) tatkala kamu mengajak mereka kepada ketauhidan (Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami) tentang hal itu (sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.") apa-apa yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan hamba-hamba-Nya dan gaib di mata mereka oleh sebab kengerian yang mereka hadapi pada saat hari kiamat yang membuat mereka kaget. Kemudian para rasul itu menjadi saksi terhadap umat mereka masing-masing tatkala umat mereka diam seribu bahasa.
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 109
(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian? Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu), sesungguhnya Engkaulah Yang mengetahui perkara yang gaib.”
Ayat ini mengandung berita tentang khitab Allah kepada para rasulNya kelak di hari kiamat mengenai jawaban yang mereka terima dari umatnya masing-masing yang mereka diutus kepadanya oleh Allah ﷻ. Seperti halnya makna yang terdapat di dalam ayat lain:
“Maka sungguh Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka, dan sungguh Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami).” (Al-A'raf: 6)
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (Al-Hijr: 92-93)
Ucapan para rasul yang disitir oleh firman-Nya: “Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu).” (Al-Maidah: 109)
Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan As-Suddi mengatakan, "Sesungguhnya mereka (para rasul) mengatakan demikian karena pengaruh kengerian hari tersebut yakni hari kiamat.”
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ats-Tsauri, dari Al-A'masy, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: “(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?’ (Al-Maidah: 109) Maka para rasul merasa terkejut, lalu mereka menjawab: ‘Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu).’ (Al-Maidah: 109). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Hakkam, telah menceritakan kepada kami Anbasah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang syekh berkata bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan Al-Basri berkata sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul” (Al-Maidah: 109) hingga akhir ayat. Bahwa hal ini terjadi di hari yang sangat mengerikan lagi sangat menakutkan, yaitu hari kiamat.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Suddi sehubungan dengan firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?’ Para rasul menjawab, ‘Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu)’." (Al-Maidah: 109) Demikian itu karena mereka berada di suatu tempat yang membuat akal mereka bingung dan terkejut. Karena itulah ketika mereka ditanya, maka mereka menjawab: “Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu).” (Al-Maidah: 109) Setelah itu mereka menempati tempat yang lain, lalu mereka mengemukakan kesaksiannya terhadap kaumnya masing-masing. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij sehubungan dengan firman-Nya: “(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian’?” (Al-Maidah: 109) Yakni "Apakah yang dikerjakan mereka sesudah kalian, dan apakah yang mereka buat-buat sepeninggal kalian?" Mereka (para rasul) menjawab: “Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah Yang mengetahui perkara yang gaib.” (Al-Maidah: 109)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?’ Para rasul menjawab, ‘Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah Yang mengetahui perkara yang gaib’.” (Al-Maidah: 109) Mereka (para rasul) berkata kepada Tuhannya, "Tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali pengetahuan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami." Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir, kemudian ia memilih penafsiran ini di antara ketiga penafsiran yang ada mengenainya.
Tidak diragukan lagi pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang baik, mengingat penafsirannya mengandung makna yang etis (sopan) terhadap Allah ﷻ. Dengan kata lain, tiada pengetahuan bagi kami bila dibandingkan dengan pengetahuan-Mu yang meliputi segala sesuatu, sekalipun kami menjawab dan mengetahui siapa yang memenuhi seruan kami. Tetapi di antara mereka terdapat orang-orang yang kami hanya dapat mengetahui lahiriahnya saja, sedangkan mengenai batiniahnya tiada pengetahuan bagi kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Teliti terhadap segala sesuatu. Ilmu kami bila dibandingkan dengan ilmu-Mu sama dengan tidak berilmu. “Sesungguhnya Engkaulah Yang mengetahui perkara yang gaib.” (Al-Maidah: 109)
Ingatlah suatu peristiwa penting pada hari kiamat, ketika Allah mengumpulkan para rasul, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, lalu Dia bertanya kepada mereka, Apa jawaban atau tanggapan umat terhadap misi dakwah kamu sekalian' Apakah mereka menanggapinya dengan iman atau dengan kufur' Apakah dengan iman yang taat atau iman yang fasik' Mereka, para rasul, menjawab, saat itu umat hadir guna menyaksikan tanya jawab ini, Kami tidak tahu tentang itu setelah kami wafat. Sesungguhnya Engkaulah sendiri Yang Maha Mengetahui segala yang gaib, karena pengetahuan-Mu meliputi segala sesuatu.
Pada ayat yang lalu telah dijelaskan bahwa Allah mengajukan pertanyaan kepada para rasul pada umumnya, bagaimana tanggapan umat terhadap misi kerasulan mereka. Pada ayat ini Allah berbicara di Padang Mahsyar dengan Nabi Isa. Ingatlah ketika Allah mengumpulkan para rasul pada hari kiamat, ketika itu Allah berfirman kepada Nabi Isa, Wahai Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku, yang telah dianugerahkan kepadamu dan kepada ibumu di dunia, sewaktu Aku menguatkanmu, ketika ibumu mengandungmu, dengan kehadiran Ruhulkudus, Malaikat Jibril yang meniupkan roh ke dalam rahim ibumu; juga ketika menguatkan engkau sehingga engkau dapat berbicara dengan manusia pada waktu masih dalam buaian, di luar adat kebiasaan; dan setelah dewasa sewaktu menyampaikan misi kerasulan, setelah Jibril menyampaikan wahyu kepada kamu. Dan ingatlah ketika Aku, melalui Jibril, mengajarkan menulis kepadamu, juga mengajarkan Hikmah, kearifan, Taurat, yang diturunkan kepada Nabi Musa, dan Injil yang berisi ajaran tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada ibadah kecuali kepada-Nya. Dan ingatlah mukjizat yang diberikan kepadamu, ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, karena engkau tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali daya dan kekuatan-Ku; kemudian engkau meniupnya, sehingga burung itu benar-benar hidup, lalu menjadi seekor burung yang sebenarnya, juga dengan seizin-Ku. Dan ingatlah, mukjizat yang lain, ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak lahir yang secara lahiriah tidak mungkin sembuh; dan engkau juga dapat menyembuhkan orang yang berpenyakit kusta, yang pada umumnya sulit disembuhkan, dengan seizin-Ku. Dan ingatlah, kenikmatan-Ku kepadamu, ketika engkau mengeluarkan orang mati dari sebuah kuburan tua yang sudah bertahuntahun mati menjadi hidup kembali, juga dengan seizin-Ku. Dan ingatlah, kenikmatan yang sangat berharga, ketika Aku menghalangi Bani Israil dari rencana mereka untuk membunuhmu, sewaktu engkau menyampaikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, berdasarkan wahyu tentang bukti-bukti kerasulan dengan beberapa mukjizat, lalu orangorang kafir di antara mereka berkata, dengan sombong, Ini tidak lain, semua keanehan yang diperlihatkan Isa kepada kita, hanyalah sihir yang nyata, bukan mukjizat atau bukti kebenaran.
Ayat ini menjelaskan bahwa pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan para rasul dan umatnya masing-masing. Hari terjadinya peristiwa itu disebut "Yaumul Mahsyar". Ketika itu Allah akan mengajukan pertanyaan kepada para rasul, "Apakah jawaban yang mereka terima dari umat-umat mereka setelah mereka menyeru kepada agama-Nya."
Para rasul tentu saja mengetahui jawaban apa yang telah mereka terima dari umatnya masing-masing, dan bagaimana tanggapan mereka terhadap seruan yang telah disampaikan kepada mereka, meskipun tidak seluruhnya mereka ketahui. Tetapi, para rasul adalah orang yang sangat tinggi budi pekertinya dan amat rendah hati di hadapan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Oleh sebab itu, dengan penuh rasa kehambaannya kepada Allah, mereka menjawab, "Bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal yang gaib."
Allah menanyakan kepada para rasul, jawaban apa yang mereka terima dari umat yang telah mereka seru kepada agama-Nya. Allah tidak menanyakan kepada para rasul apakah mereka sudah menyampaikan risalah yang ditugaskan kepada mereka, atau belum? Hal ini menunjukkan bahwa para rasul itu benar-benar telah menunaikan tugas mereka dengan baik, yaitu menyampaikan agama Allah kepada umat mereka. Akan tetapi sebagian dari umat itulah yang tidak menerima ajakan dan seruan dengan sebaik-baiknya.
Hal lain yang dapat kita pahami dari ayat ini ialah bahwa Allah tidak langsung menyampaikan pertanyaan kepada umat-umat dari pada rasul itu, misalnya: "Hai manusia jawaban apakah yang telah kamu berikan kepada rasul-rasul-Ku ketika mereka menyampaikan risalah-Ku kepada kamu sekalian?" Sebaliknya, Allah menyampaikan pertanyaan-Nya kepada para rasul-Nya, bukan kepada umat mereka. Hal ini menunjukkan kemurkaan Allah kepada umat-umat yang mengabaikan seruan dan peringatan-peringatan yang telah disampaikan para rasul itu kepada mereka. Maka pertanyaan itu adalah untuk menghardik umat-umat yang durhaka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 106
“Wahai orang-orang yang beriman! Kesaksian di antara kamu apabila seorang di antara kamu hampir akan mati, waktu berwasiat, ialah dua orang yang adil di antara kamu."
Artinya kalau diri sudah merasa sakit dan merasa bahwa ini adalah panggilan maut, hendaklah segera mengadakan wasiat. Dan hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang saksi yang adil di antara kamu, artinya ialah yang sama-sama orang beriman, sama-sama beragama Islam, yang diketahui si washi bahwa kedua orang itu adalah orang-orang yang jujur. Kemudian, sampaikanlah kepada kedua orang itu catatan-catatan harta yang akan diwasiatkan, yang tidak akan merugikan kepada waris yang berhak menerima pusaka. Saksi-saksi yang berdua yang adil inilah kelak yang akan memberikan keterangannyaeketika harta-pusaka akan dibagi.
Dan karena pada zaman sekarang alat tulis-menulis sudah lebih sempurna dan telah ada pula jabatan notaris, niscaya lebih baik lagi kedua saksi itu menurunkan kesaksian dan tanda-tangannya di hadapan notaris. Itu adalah lebih baik."Atau dua orang yang bukan dari kamu, jika kamu di dalam perjalanan di bumi lalu bahaya maut menimpa kamu." Artinya, hendaklah cara wasiat ini dilakukan juga seketika dalam perjalanan, sedang pergi ke negeri lain, sedang merantau. Tiba-tiba jatuh sakit, yaitu sakit yang sudah dirasakan sebagai panggilan maut. Lekaslah adakan dua saksi. Jika perjalanan itu ke negeri jauh, dan saksi yang beragama Islam tidak ada, bolehlah kamu cari dua saksi yang adi! juga, walaupun mereka bukan dari golongan Islam. Kedua saksi itu, dua saksi Islam atau dua saksi bukan Islam itu, hendaklah menyerahkan harta-harta wasiat si mati itu kepada keluarganya dengan sepenuh-penuh amanah dan tidak berlaku curang."Kamu tahan keduanya sesudah shalat lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu" Artinya, jika kamu merasa ragu-ragu atas kesaksian orang yang ber-dua itu, baik dua saksi Islam atau dua saksi yang bukan Islam, panggillah mereka untuk memberikan keterangan lengkap tentang wasiat yang telah mereka terima itu.
Pertemuan untuk mendengarkan keterangan kedua saksi itu, hendaklah sesudah shalat. Setelah selesai shalat, hendaklah kedua saksi itu diminta keterangan mereka atas kesaksian mereka dengan didahului semacam pengakuan yang berupa sumpah, demikian bunyinya: “Kami tidak menjual dia dengan harta, walaupun dia keluarga yang dekat dan kami tidak akan menyembunyikan kesaksian Allah." Artinya, kami akan memberikan keterangan yang jujur dan kejujuran kami itu tidak akan kami jua. Kami takkan terpengaruh, walaupun dibayar dengan harta benda berapa saja untuk menyembunyikan kesaksian kami ini. Karena ini adalah suatu kesaksian yang bertalian dengan tanggung jawab kami di hadapan Allah. Adapun harta benda yang diwasiatkan oleh si fulan yang meninggal di perantauan itu adalah ini, ini, dan ini. Dan sebagai penutup dan penguatkan dari kesaksian mereka itu, mereka lanjutkan lagi, “,Karena kalau begitu," yaitu kalau kami tidak memberikan keterangan yang jujur,
“Sesungguhnnya adalah kami daripada orang-orang yang berdosa."
Kalau kami tidak memberikan keterangan yang sebenarnya sepanjang yang kami saksikan, niscaya berdosalah kami.
Ayat 107
“Tetapi, apabila didapati bahwa keduanya ternyata berbuat dosa."
Artinya ialah setelah harta benda yang ditumpangkan oleh si washi yang mati dalam perjalanan itu bahwa harta yang diterima dengan perantaraan dua saksi itu ternyata ada kekurangan, ada yang tidak bertemu, ada yang hilang atau tidak cukup sehingga mereka yang jadi saksi itu pantas dicemburui telah berbuat dosa, yaitu kecurangan penyaksian."Maka hendaklah ada dua orang yang lain yang lebih hampir, dari orang-orang yang diperbuat dosa atasnya itu, akan menggantikan mereka berdua tadi." Artinya, setelah terbukti bahwa kedua saksi itu telah berdosa, tidak jujur, mungkin ada barang wasiat yang mereka gelapkan, hendaklah tampil ke muka dua orang keluarga yang dekat dari si washi yang telah dikhianati atau yang telah mati itu. sehabis kedua orang saksi yang disangka tidak jujur itu berdiri memberikan kesaksian, dengan sumpah seperti tersebut tadi, naiklah kedua orang keluarga si washi yang dekat itu, tegak berdiri menggantikan tempat berdiri kedua saksi tadi untuk membantah kesaksian mereka dengan bukti."Lalu bersumpah dengan nama Allah, ‘Bahwa kesaksian kami lebih patut (diterima) daripada kesaksian mereka yang berdua itu dan kami tidaklah melampaui batas.'" Kemudian, mereka mengemukakan bukti-bukti bahwa kedua saksi itu curang adanya. Karena mereka dapat mengemukakan bukti-bukti yang lengkap, itulah sebab mereka dapat mengatakan bahwa kesaksian merekalah yang lebih patut diterima daripada kesaksian kedua saksi itu. Dan sebagai penutup, mereka pun menguatkan kata lagi, “Karena kalau begitu"artinya, kalau kami melampaui batas dan tidak dapat mengeluarkan bukti yang cukup,
“Niscayatah kami termasuk orang-orang yang aniaya"
Memang, tentu saja kalau mereka mengemukakan bantahan dengan tidak cukup alasan, niscaya mereka telah aniaya, yaitu melunturkan kepercayaan orang terhadap dua orang saksi yang dipercaya kesaksiannya oleh si washi yang telah meninggal. Dengan demikian, kalau dakwaan mereka itu ternyata tidak lengkap, mereka pulalah yang disalahkan.
Lalu, berkatalah lanjutan ayat,
Ayat 108
“Yang demikian itulah cara yang lebih dekat."
Yang lebih dekat kepada keadilan dan kebenaran sehingga yang kusut dapat diselesaikan dan yang keruh dapat dijernihkan, tidak terjadi tuduh-menuduh di antara kedua saksi dengan kedua keluarga si mati."Supaya orang-orang mendatangkan kesaksian menurut semestinya/' Yaitu supaya dua orang yang telah dipercaya oleh si wasiii sebagai orang-orang yang adil, dipercayainya pada waktu dia dalam kesulitan, hampir mati, menjagalah akan kepercayaan itu bahwa kalau tidak setia memegang amanah, terbuka rahasia mereka di muka orang banyak, dalam satu majelis sehabis shalat."Atau supaya mereka takut akan dikembalikan sumpah-sumpah mereka sesudah mereka bersumpah." Mereka telah bersumpah, memberikan kesaksian dengan menyebut nama Allah, padahal cukup bukti menunjukkan bahwa mereka curang, mereka berdusta, yaitu bersumpah palsu. Karena menurut kaidah hukum, sumpah dapat dipatahkan oleh bukti. Niscaya mereka mendapat malu dan dapat dihukum oleh hakim sebagai pemberi keterangan yang tidak benar. Ringannya disuruh mengganti kerugian, lebih kerasnya dapat pula dituduh mencuri."Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah." Bertakwalah kepada Allah, artinya peliharalah baik-baik imanmu dan ‘uqud perjanjian, amanah, dan kepercayaan orang, jangan sampai disia-sia-kan supaya jangan berdosa dan dengarkanlah baik-baik segala peraturan yang telah ditentukan oleh Allah.
“Karena Allah tidaklah akan menunjuki kaum yang fasik."
Orang fasik, durhaka, dan curang, tidaklah akan ditunjuki Allah. Suatu waktu, kecu-rangannya pasti terbukti.
Peringatan bertakwa dan supaya patuh mendengarkan peraturan Allah ini dihadapkan kepada ‘sekalian orang mukallaf, baik masyarakat setempat maupun orang yang dianjurkan supaya berwasiat agar mencari dua saksi yang benar-benar adil. Tidak mengapa dua saksi itu bukan orang Islam, kalau memang mereka dipercayai keadilannya. Dan peringatan pula kepada keluarga yang dekat tadi bahwa kalau hendak membantah kesaksian kedua saksi itu hendaklah dengan bukti yang lengkap dan dakwaan yang jitu. Sebab, bukanlah perkara yang kecil menjatuhkan nama orang dalam satu majelis.
Pertemuan kesaksian ini hendaklah diadakan sesudah shalat. Menurut keterangan dari ulama-ulama, yang sebaik-baiknya ialah sesudah shalat Ashar, di masjid, dihadiri oleh orang banyak. Kemudian, kedua saksi yang akan dimintai keterangannya tadi dan kedua keluarga dekat yang hendak membantah kesaksiannya itu telah shalat terlebih dahulu sebelum mereka tampil ke muka dengan keterangannya masing-masing. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh yang curang dari kedua belah pihak. Adapun jika kedua saksi tadi bukan beragama Islam maka hendaklah mereka diminta shalat pula terlebih dahulu menurut agama mereka masing-masing, sebelum dimintai keterangan. Dengan demikian, terbukalah mata kita sekarang betapa luasnya kebolehan hubungan manusia sesama manusia di dalam Islam, urusan kemasyarakatan (civil right) seperti demikian. Bahkan orang yang bukan Islam pun boleh diambil jadi saksi karena berpegang pada kejujuran mereka. Dari hadits tersebut kita tahu, ternyata pada zaman Rasulullah ﷺ sendiri hubungan kemasyarakatan dengan orang lain agama itu berjalan biasa dan lancar.
Asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat memberikan penjelasan kepada kita bagaimana awal mula timbulnya perkara ini. Kita kumpulkan dan simpulkan beberapa riwayat tentang kejadian ini, mulai dari hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thabrani, dan lain-lain bahwa sejak zaman jahiliyyah ada dua orang saudagar beragama Nasrani, yang seorang namanya Tamim ad-Dari dan seorang lagi namanya Adiy bin Badaa' Mereka berniaga di antara Syam dengan Hejaz. Mulanya perniagaan mereka lebih banyak dibawa ke Mekah, tetapi setelah Rasulullah ﷺ pindah ke Madiriah, kegiatan mereka pun dibelokkan ke Madiriah. Hubungan dan pergaulan mereka dengan kaum Muslimin amat baik. Dan kalau ada orang-orang Islam yang berniaga ke Syam, mereka berjalan dengan satu kafilah dengan kedua orang Nasrani itu. Dalam satu kali perniagaan ke Syam, pernahlah turut dalam rombongan kedua orang itu seorang bernama Budail bin Abu Maryam dari Kabilah Bani Sahm. Malang nasib Budail, di dalam perjalanan itu dia ditimpa sakit keras. Ketika meninggal dunia, dia mewasiatkan harta benda perniagaannya itu kepada kedua orang Nasrani tadi, minta disampaikan kepada keluarganya di Madiriah. Setelah kedua orang Nasrani itu sampai ke Madiriah, disampaikanlah harta itu semuanya. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa di dalam satu bungkusan kecil ada sepucuk surat yang di dalamnya ada daftar harta itu. Dan pada harta yang dibagikan tidak ditemukan sebuah peti kecil perak bersalutkan emas, (kata satu riwayat, sebuah piala perak). Keluarga Budail pun menuntut barang yang tidak bertemu itu, tetapi kedua saksi orang Nasrani itu mungkir. Kemudian, keluarga tersebut mengadu kepada Rasulullah ﷺ dan meminta penyelesaian. Disuruhlah kedua pihak berkumpul ke masjid sehabis shalat Ashar. Sebab sehabis shalat Ashar itulah biasanya Rasulullah dan para sahabat berkumpul untuk menyelesaikan per-kara-perkara sebab semua orang telah pulang dari urusan masing-masing sebelum Ashar dan sehabis Ashar biasanya tidak pergi ke mana-mana lagi. Akan tetapi, ketika memberi keterangan di hadapan umum sehabis shalat Ashar itu, kedua saksi Nasrani itu mungkir. Mereka mengatakan bahwa yang mereka terima hanyalah apa yang telah mereka serahkan itu. Adapun kotak perak bersalutkan emas itu mereka tidak tahu-menahu. Terpendam sajalah perkara itu beberapa lamanya. Namun kemudian, kelihatanlah peti perak itu pada salah seorang penduduk di Mekah. Ketika ditanyakan dari mana dia mendapatkannya, orang itu menjawab bahwa peti itu dibelinya dari saudagar Tamim dan Adi. Barang itu diambil keluarga Budail kembali dan mereka meneruskan hal itu kepada Rasulullah ﷺ Setelah ditanyai kembali Tamim dan Adi, mereka mengakui bahwa memang barang itu dari mereka, tetapi itu bukan barang wasiat yang mereka gelapkan. Barang itu telah mereka beli dari Budail kala dia masih hidup, lalu mereka menjualnya di Mekah. Oleh sebab itu, tidak jugalah cukup alasan untuk menuduh kedua Nasrani itu.
Namun, datanglah sambungan riwayat lain bahwa kemudian Tamim dan Adi masuk Islam. Menurut ahli sejarah, mereka masuk Islam pada tahun ke-9 sesudah penaklukan Mekah. Mereka menjadi seorang Islam yang baik. Setelah masuk Islam itu, Tarnia mengatakan terus terang kepada Rasulullah ﷺ, “Allah dan Rasul-Nya adalah benar! Peti kecil perak yang bersalut emas itu memang aku ambil dan kami jual 1.000 dirham dan uangnya kami bagi dua." Kemudian, Tamim menyerahkan 500 dirham kepada keluarga Budail dengan perantaraan Amr bin Ash, diminta pula yang 500 dirham lagi dari Adi.
Inilah kesimpulan cerita tentang asal mula turunnya ayat.
Niscaya sebelum bersumpah pada waktu sehabis shalat itu, Tamim dan Adi disuruh shalat terlebih dahulu menurut agama mereka.
Cerita lain sebagai sambungan tentang Tamim ad-Dari. Dia adalah seorang Muslim yang baik, sampai mendapat surat kepercayaan dari Rasulullah bahwa dia boleh tinggal di Betlehem, Palestina, negeri kelahiran Nabi Isa pada hari tuanya, dan banyak juga beliau meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah ﷺ pada hari tuanya. Beliau tinggal di suatu desa bernama Ainun, di dekat Betlehem, dan bertemu dengan Sayyidiria Umar bin Khaththab ketika beliau datang ke Palestina menerima ketundukan penduduk Palestina dan diperlihatkannya surat Rasulullah ﷺ itu.
Meskipun ini soal kejadiannya, perihal kesaksian dan wasiat ini telah menjadi pedoman kita. Dengan demikian, di beberapa negeri memang dilakukan pengambilan sumpah di masjid dengan secara khidmat. Malahan di beberapa negeri memakai Al-Qur'an, sebagai tambahan bid'ah. Di kampung penulis tafsir ini, terkenallah sebuah Al-Qur'an tulisan tangan, disimpan di sebuah surau di Sawah Laweh Tanjung Sani. (Entah di mana Al-Qur'an itu sekarang, tidak ada yang tahu. Bahkan penulis pun hanya mendengar cerita orang-orang tua belaka). Kalau orang-orang dahulu bersumpah, pergilah mereka ke Surau Sawah Laweh itu, bersumpah sehabis shalat Ashar dengan disaksikan Al-Qur'an tulisan tangan itu.
(109) Pada hari Allah akan mengumpulkan rasul-rasul, lalu Dia akan bertanya, “Bagaimanakah kamu disambut?" Mereka menjawab, “Tidaklah ada pengetahuan bagi kami. Sesungguhnya Engkaulah yang lebih mengetahui akan hal-hal yang gaib-gaib."
(110) (Ingatlah) tatkala berkata Allah kepada Isa anak Maryam, “Ingatlah oleh engkau akan nikmatku atas engkau dan ke atas ibu engkau, tatkala Aku menyokong engkau dengan Ruhu!-Qudus engkau berkata-kata dengan manusia dalam ayunan dan di kala dewasa. Dan (ingatlah) tatkala Aku ajarkan kepada engkau tulisan dan hikmah, Taurat, dan Injil, dan (ingatlah) tatkala engkau menjadikan dari tanah seperti bentuk burung dengan izin-Ku lalu engkau embuskan padanya maka jadilah dia burung dengan izin-Ku, dan engkau sembuhkan orang buta dan penyakit sopak dengan izin-Ku. Dan (ingatlah) tatkala engkau menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin-Ku. Dan (ingatlah) tatkala Aku menghambat Bani israil dari engkau, tatkala engkau datang kepada mereka dengan keterangan-keterangan, lantas berkatalah orang-orang yang kafir di antara mereka" ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.'"
(111) Dan (ingatlah) tatkala Aku memberikan ilham kepada Hawariyin, supaya mereka itu beriman kepada engkau dan kepada Rasul-Ku, mereka pun berkata, “Kami telah beriman! Dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang telah berserah diri!"
Pada penutup ayat 108, setelah menerangkan perkara wasiat, kesaksian, dan sumpah. Allah berfirman bahwasanya Allah tidak akan memberikan pimpinan-Nyakepada orang yang fasik. Apabila pimpinan Allah tidak ada lagi karena fasik, niscaya sengsaralah di akhirat. Kemudian, terbayanglah soal hidup pada hari akhirat, ketika akan memperhitungkan dosa dan pahala, kejujuran, dan kecurangan. Semua insan akan berkumpul waktu itu di hadapan Allah bahkan rasul-rasul pun akan berkumpul.
Ayat 109
“Pada hati yang Allah akan mengumpulkan rasul-rasul."
Semua rasul akan berkumpul di hadapan Allah mulai dari Adam, Nuh, sampai dengan Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad, dan lain-lain."Lalu Dia akan bertanya," kepada rasul-rasul itu, “bagaimanakah kamu disambut?" Allah bertanya kepada rasul-rasul bagaimana beliau-beliau itu disambut oleh umat mereka, adakah pengajaran mereka diterima baik? Apakah ditolak? Banyakkah yang percaya atau banyakkah yang tidak mau percaya?
“Mereka menjawab, Tidaklah ada pengetahuan bagi kami. Sesungguhnya, Engkaulah yang lebih mengetahui akan hal-hal yang gaib-gaib."
Mengapa begini jawaban para rasul? Padahal mereka semua tahu siapa yang beriman dari umat mereka dan siapa yang kafir? Menurut penafsiran Ibnu Abbas, memang jawaban yang begitulah yang akan diberikan oleh rasul-rasul. Karena bagaimanapun luasnya pengetahuan mereka, tetapi sampai pada yang gaib-gaib tidaklah pengetahuan mereka sampai seluas pengetahuan Allah. Yang mereka lihat hanyalah kenyataan semasa mereka masih hidup.
Ada yang percaya dan ada yang menolak. Namun, sebab-sebab menolak atau percaya itu, pengetahuan rasul-rasul pun hanyalah sedikit. Kewajiban mereka hanyalah sekadar menyampaikan. Yang berhak memberikan petunjuk dan hidayah kepada manusia dan yang mengawasi batin manusia, tidak lain hanyalah
Allah. Namun menurut tafsir dari al-Hasan, Mujahid, dan as-Suddi, rasul-rasul menjawab demikian adalah karena hebat dahsyatnya hari itu sehingga mereka menyerah saja kepada Allah karena datangnya pertanyaan demikian sangat mengejutkan mereka. Datangnya ayat ini adalah untuk menjadi i'tibar bagi kita umat, untuk mengenang bagaimana hebatnya hari itu supaya kita lebih bertakwa dan lebih mendengar akan segala perintah yang disampaikan rasul, yang telah diperingatkan pada ayat 108.
Ayat 110
“(Ingatlah) tatkala berkata Allah kepada … anak Maryam."
Dan pada hari Kiamat itu kelak Isa al-Masih a.s. pun akan memperoleh pertanyaan peringatan dari Allah, “Ingatlah oleh engkau akan nikmat-Ku atas engkau dan atas ibu engkau tatkala Aku menyokong engkau dengan Ruhul-Qudus, engkau berkata-kata dengan manusia di dalam ayunan, dan di kala dewasa “
Pada hari Kiamat itu kelak yang terhadap Isa khusus Allah mengingat nikmat-Nya kepadanya, bagaimana besar nikmat Allah kepadanya dan kepada ibunya. Karena orang-orang Yahudi menuduh Isa lahir ke dunia karena ibunya mengandung dari hubungan yang jahat dengan seorang laki-laki. Seperti yang tersebut dalam surah Maryam dan Aali ‘Imraan, dengan pertolongan Allah SWT, datang sokongan Allah dengan Ruhul Qudus kepada Isa al-Masih yang masih dalam ayunan ibunya sehingga ketika orang bertanya kepadanya, apa sebab engkau telah menggendong anak kecil, padahal engkau belum kawin. Kemudian, Maryam mengisyaratkan surah Maryam ayat 29, supaya menanyai anak itu saja, Mula-mula mereka tidak mau meneri-manya bahwa anak kecil dalam ayunan akan cakap berbicara. Tiba-tiba bercakaplah al-Masih membersihkan ibunya dari tuduhan, padahal dia masih berumur beberapa hari karena sokongan Ruhul Qudus sehingga bersihlah ibunya dari tuduhan yang rendah itu. Itulah nikmat Allah kepadanya dan ibunya. Dan demikian setelah beliau dewasa, beliau terus bercakap menyampaikan wahyu dengan sokongan Ruhul Qudus juga, yaitu Ruh Suci, nama sebutan dari malaikat yang membawa wahyu kepada rasul-rasul, yaitu Malaikat Jibril."Dan (ingatlah) tatkala Aku ajarkan kepada engkau tulisan dan hikmah, Taurat, dan Injil." Inilah keistimewaan tingkat kedua yang diberikan Allah kepada al-Masih, sebagai lanjutan dia dapat bercakap dalam ayunan itu. Yaitu, untuk mengisi kewajibannya menyampaikan syari'at Ilahi kepada Bani Israil, empat pengajaran diberikan kepada beliau. Pertama beliau diajarkan tulisan, lancar menulis di samping lancar pula membaca, ditambah lagi dengan pengajaran-pengajaran tersembunyi yang didapat dan kecerdasan akal.
Dan ketiga, diajarkan kepada beliau Taurat Musa, sebab beliau diutus akan menyambung syari'at Musa dan keempat ialah Injil, yaitu wahyu yang khusus buat beliau sendiri, berisi hikmah dan ajaran, kasih, dan cinta sesama manusia dan berita selamat datang akan datangnya nabi akhir zaman, Peraclit, Ruh Kebenaran, yaitu Muhammad ﷺ, “Dan (ingatlah) tatkala engkau menjadikan dari tanah seperti bentuk burung dengan izin-Ku lalu engkau embuskan kepadanya maka jadilah dia burung dengan izin-Ku," Artinya, jika Allah mengizinkan semasa beliau masih hidup, dapatlah beliau membentuk tanah menyerupai burung kemudian dengan izin Allah pula beliau embus atau beliau tiup, tanah itu dapat menjelma menjadi burung yang bisa terbang. Dengan izin Allah. Inilah satu nikmat lagi, keajaiban yang diizinkan Allah atas diri beliau.
Menurut setengah ahli tafsir, ayat ini hanya menjelaskan kemungkinan yang diberikan Allah sebagai karunia kepada al-Masih, tetapi tidak pasti bahwa kesempatan yang diberikan Allah itu beliau pakai. Dalam tafsir-tafsir yang sah dari ahli-ahli tafsir yang besar seumpama Ibnu Abbas dan Ibnu Jarir tidak terdapat riwayat bahwa kesempatan itu sampai dipakai oleh al-Masih. Cuma bertemu satu tafsir yang lemah, mengatakan waktu beliau bermain-main pada masa kecilnya dengan anak-anak yang lain, pernah beliau mengepal-ngepal tanah lalu ditiupnya, langsung terbang menjadi burung. Akan tetapi, ahli tafsir yang suka menyelidik (kritis) tidak mau menerima penafsiran itu. Sebab, mukjizat bukanlah permainan anak kecil. Dan di dalam kitab-kitab orang Kristen pun tidak ada cerita tentang itu."Dan engkau sembuhkan orang buta dan penyakit sopak dengan izin-Ku." dalam ayat ini, orang buta disebut akmaha, yang berarti buta sejak lahir ke dunia. Dengan izin Allah, dia dapat disembuhkan oleh al-Masih. Demikian pula penyakit sopak, canggu, atau kusta yang kejam itu, yang amat menular di kalangan banyak orang pada masa beliau hidup. Dengan izin Allah pula, dapat beliau sembuhkan."Dan (ingatlah) tatkala engkau menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin-Ku."
Pada kitab-kitab Perjanjian Baru tersebut beliau telah menyembuhkan orang buta dan orang berpenyakit kusta, demikian juga menghidupkan orang mati. Di dalam Injil karangan Lukas, pasal 7: 11-17 tersebut bahwa ketika Nabi Isa al-Masih masuk ke dalam sebuah negeri bernama Nain, ketika akan masuk pintu negeri itu, beliau bertemu jenazah diusung orang, yaitu anak tunggal dari seorang perempuan janda yang dengan menangis mengiringkan mayat putranya ke kubur. Mayat yang di dalam keranda itu beliau suruh bangkit dan dia pun bangkit, duduk, berdiri, dan kembali kepada ibunya.
Tersebut pada ayat 16, “Maka ketakutanlah sekalian orang lalu memuliakan Allah. Katanya, ‘Seorang Nabi yang besar telah terbit di antara kita dan Allah telah melawat kaumnya.'"
Yang kedua: dalam Injil karangan Matius, pasal 9:18-26. Pengulu datang kepada al-Masih mengatakan anak perempuannya baru mati, memohon Yesus menghidupkannya kembali. Setelah beliau datang ke rumah Pengulu itu dan melihat keadaannya dan beliau berkata bahwa anak perempuan itu bukan mati, hanya tidur (ayat 24). Setelah orang banyak keluar, anak itu beliau suruh bangun maka dia pun bangun.
Yang ketiga: menurut Injil karangan Yohannes, pasal 11, ialah menghidupkan kembali Lazarus yang telah empat hari mati dan telah dikuburkan dalam sebuah gua. Lazarus adalah saudari dari Martha dan Maryam dan perempuan murid al-Masih yang disayanginya. Meninggalnya Lazarus, sangatlah menyedihkan hati mereka berdua, untuk membujuk hati Martha dan Maryam, al-Masih telah pergi ke pintu kubur itu dan memohon kepada Allah agar doanya dikabulkan dan Lazarus dihidupkan kembali, “Supaya mereka itu sekalian percaya bahwa Engkaulah yang menyuruhkan aku." (Yohannes pasal 11: 42). Kemudian, dengan suara nyaring beliau memanggil Lazarus, “Hai, Lazarus marilah keluar!" (ayat 43). Kemudian keluarlah orang yang sudah mati itu terikat kaki tangannya dengan kain kafan dan mukanya pun terbalut dengan sapu tangan." (ayat 44).
Jika kita membaca ketiga kisah ini dari ketiga Injil itu langsung, kita mendapat kesan pula, yang amat penting bagi mengetahui ajaran asli al-Masih.
Pada kisah yang pertama, Lukas menceritakan bahwa setelah anak laki-laki tunggal itu beliau suruh bangkit dari usungannya, semua orang yang melihat pun percaya bahwa beliau memang seorang nabi besar. Tegasnya, bukanlah mereka mengatakan Allah.
Kisah yang kedua, al-Masih sendiri yang mengatakan bahwa anak perempuan itu tidak mati, tetapi tidur saja atau pingsan yang disangka oleh ayahnya telah mati. Demikianlah penjelasan dari Matius.
Dan dalam kisah Lazaruslah kita melihat mukjizat besar itu! Lazarus yang telah dikubur empat hari sehingga mayatnya sudah hendak busuk, al-Masih berdoa kepada Allah agar dia (Lazarus) dihidupkan kembali. Permohonan al-Masih dikabulkan Allah, Lazarus pun hidup. Ini sesuai dengan yang dikatakan Al-Qur'an: Dengan izin Allah! Jadi bukah al-Masih yang menghidupkan itu dengan kehendaknya melainkan dengan kehendak Allah!
Semua ini diperingatkan Allah kepada al-Masih bahwa keganjilan-keganjilan yang telah berlaku itu bukanlah dari daya upayanya sendiri dan bukan dari sebab dia yang berkuasa, melainkan dengan izin Allah-lah semua baru bisa terjadi.
“Dan (ingatlah) tatkala Aku menghambat Bani Israil dari engkau, tatkala engkau datang kepada mereka dengan keterangan-keterangan lantas berkatalah orang-orang yang kafir di antara mereka, ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata."
Di sini, Allah meneruskan memberi ingat kepada al-Masih bahwa setelah segala mukjizat itu beliau perlihatkan, yang terjadi dengan izin Allah maka orang-orang kafir yang tidak mau percaya dari Bani Israil, dari orang-orang Yahudi itu, tidaklah mau menerima bahwa semuanya itu adalah mukjizat. Mereka menuduh saja bahwa semuanya itu hanyalah sihir yang nyata; jelas sihirnya. Lantaran itu, bukan saja mereka telah mengingkari kelahiran al-Masih ke dunia sebagai pernyataan kekuasaan Allah melahirkan seorang manusia tidak menurut jalan biasa, bahkan sampai setelah beliau dewasa, menjadi rasul, mukjizat yang beliau kemukakan dengan sokongan Allah pun mereka tuduh sihir. Karena mereka menuduh beliau seorang tukang sihir yang besar, hendak mereka bunuhlah beliau. Namun, usaha mereka itu dihambat oleh Allah. Isa al-Masih diselamatkan oleh Allah, sebagaimana yang telah disebutkan pada surah Aali ‘Imraan dan surah an-Nisaa'.
Ayat 111
“Dan (ingatlah) tatkala Aku membelikan ilham kepada Hamniyin supaya mereka itu beriman kepada engkau dan kepada Rasul-Ku."
Dan ingatlah, sementara sebagian besar daripada Ban» Israil itu menolak keteranganmu, menuduh engkau anak yang lahir di luar nikah, menuduh pula mukjizat yang engkau bawakan itu hanya sihir semata-mata. Aku memberikan ilham kepada Hawariymu sekalian, supaya mereka pun beriman kepada Rasul-Ku yang kelak akan datang menyempurnakan syari'at yang telah engkau bawa. Lantaran ilham Allah itu, “Mereka pun berkata, ‘Kami telah beriman!"‘ Kami percaya al-Masih itu bukan tukang sihir, bukan lahir dengan jalan salah, melainkan benar-benar seorang rasul Allah,
Dan kami pun percaya bahwa kelak kemudian hari akan datang rasul yang terakhir, Peraclit,
Ruh Kebenaran, menggenapi Injil dan Taurat, menyambung risalah Musa dan Isa.
“Dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang telah berserah diri"
(ujung ayat 111)