Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَتِ
berkata
ٱلۡأَعۡرَابُ
orang-orang Arab dusun
ءَامَنَّاۖ
kami telah beriman
قُل
katakanlah
لَّمۡ
belum
تُؤۡمِنُواْ
kamu beriman
وَلَٰكِن
tetapi
قُولُوٓاْ
katakan
أَسۡلَمۡنَا
kami telah menyerahkan diri
وَلَمَّا
dan belum
يَدۡخُلِ
masuk
ٱلۡإِيمَٰنُ
keimanan
فِي
dalam
قُلُوبِكُمۡۖ
hati kamu
وَإِن
dan jika
تُطِيعُواْ
kamu taat
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥ
dan rasul-Nya
لَا
tidak
يَلِتۡكُم
Dia mengurangi kamu
مِّنۡ
dari
أَعۡمَٰلِكُمۡ
amalanmu
شَيۡـًٔاۚ
sesuatu pun
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَفُورٞ
Maha Pengampun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
قَالَتِ
berkata
ٱلۡأَعۡرَابُ
orang-orang Arab dusun
ءَامَنَّاۖ
kami telah beriman
قُل
katakanlah
لَّمۡ
belum
تُؤۡمِنُواْ
kamu beriman
وَلَٰكِن
tetapi
قُولُوٓاْ
katakan
أَسۡلَمۡنَا
kami telah menyerahkan diri
وَلَمَّا
dan belum
يَدۡخُلِ
masuk
ٱلۡإِيمَٰنُ
keimanan
فِي
dalam
قُلُوبِكُمۡۖ
hati kamu
وَإِن
dan jika
تُطِيعُواْ
kamu taat
ٱللَّهَ
Allah
وَرَسُولَهُۥ
dan rasul-Nya
لَا
tidak
يَلِتۡكُم
Dia mengurangi kamu
مِّنۡ
dari
أَعۡمَٰلِكُمۡ
amalanmu
شَيۡـًٔاۚ
sesuatu pun
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَفُورٞ
Maha Pengampun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
Terjemahan
Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami baru berislam’ karena iman (yang sebenarnya) belum masuk ke dalam hatimu. Jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu.” Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir
(Orang-orang Arab Badui itu berkata,) yang dimaksud adalah segolongan dari kalangan Bani Asad ("Kami telah beriman") yakni hati kami telah beriman. (Katakanlah) kepada mereka, ("Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah berserah diri,'") artinya, kami telah tunduk secara lahiriah (karena masih belumlah) yakni masih belum lagi (iman masuk ke dalam hati kalian) sampai sekarang hanya saja hal itu baru merupakan dugaan bagi kalian (dan jika kalian taat kepada Allah dan Rasul-Nya) yakni dengan cara beriman yang sesungguhnya dan taat dalam segala hal (Dia tidak akan mengurangi) Dia tidak akan mengurangkan (amal-amal kalian) yakni pahala amal-amal kalian (barang sedikit pun; sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang mukmin (lagi Maha Penyayang") kepada mereka.
Tafsir Surat Al-Hujurat: 14-18
Orang-orang Arab Badui itu berkata, -Kami telah beriman. Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah; mereka itulah orang-orang yang benar.
Katakanlah (kepada mereka), "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu? Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu. Sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Allah ﷻ berfirman, mengingkari orang-orang Arab Badui yang baru saja masuk Islam, lalu mereka mengiklankan dirinya beriman, padahal iman masih belum meresap ke dalam hati mereka. Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman. Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk,' karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. (Al-Hujurat: 14) Dari makna ayat ini dapat disimpulkan bahwa iman itu pengertiannya lebih khusus daripada Islam, seperti yang dikatakan oleh mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Pengertian ini diperkuat dengan adanya hadis Jibril a.s. ketika ia bertanya (kepada Nabi ﷺ) tentang Islam, kemudian iman, dan terakhir tentang ihsan. Dalam pertanyaannya itu ia memulai dari yang umum, kemudian kepada yang khusus, lalu kepada yang lebih khusus lagi. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Amir ibnu Sa'd ibnu Waqqas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ memberi bagian kepada banyak laki-laki, tetapi tidak memberi seseorang dari mereka barang sedikit pun.
Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau telah memberi Fulan dan Fulan, tetapi engkau tidak memberi si Fulan barang sedikit pun, padahal dia seorang mukmin?" Maka Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Bukankah dia seorang muslim?" Sa'd mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali, dan selalu dijawab oleh Nabi ﷺ dengan pertanyaan, "Bukankah dia seorang muslim?" Kemudian Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar memberi bagian kepada banyak laki-laki dan aku tinggalkan seseorang yang lebih aku sukai daripada mereka (yang kuberi bagian) tanpa memberinya sesuatu pun, karena aku merasa khawatir bila kelak Allah akan menyeret mereka ke dalam neraka dengan muka di bawah. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Dalam hadis ini Nabi ﷺ membedakan antara orang mukmin dan orang muslim; hal ini menunjukkan bahwa pengertian iman itu lebih khusus daripada Islam.
Kami telah menerangkan hal ini berikut dalil-dalilnya dalam syarah Imam Bukhari Kitabul Iman. Hadis di atas menunjukkan pula bahwa lelaki yang tidak diberi bagian itu adalah seorang muslim, bukan seorang munafik, dan Nabi ﷺ tidak memberinya sesuatu bagian pun karena beliau percaya dengan keislaman dan keimanannya yang telah meresap ke dalam hatinya. Hal ini menunjukkan pula bahwa orang-orang Arab Badui yang disebutkan dalam ayat ini bukan pula orang-orang munafik; mereka adalah orang-orang muslim, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hati mereka.
Ketika mereka mengakui bahwa dirinya telah mencapai suatu tingkatan yang pada hakikatnya mereka masih belum mencapainya, maka diberi-Nyalah mereka pelajaran etika. Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas r.a., Ibrahim An-Nakha'i, dan Qatadah, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Sesungguhnya kami kemukakan pendapat ini untuk menyanggah apa yang telah dikatakan oleh Imam Bukhari rahimahullah yang berpendapat bahwa orang-orang Arab Badui itu adalah orang-orang munafik yang mengaku-aku dirinya beriman, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, dan Ibnu Zaid, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk.' (Al-Hujurat: 14) Yakni kami tunduk dan patuh karena takut dibunuh atau ditawan. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Asad ibnu Khuzaimah. Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum yang mengakui dirinya berjasa kepada Rasulullah ﷺ karena mereka mau beriman. Tetapi pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama yang mengatakan bahwa mereka adalah suatu kaum yang mendakwakan dirinya menduduki tingkatan iman, padahal iman masih belum meresap ke dalam hati mereka.
Maka mereka diberi pelajaran etika dan diberi tahu bahwa sesungguhnya tingkatan iman yang sebenarnya masih belum mereka capai. Sekiranya mereka itu orang-orang munafik, tentulah mereka dikatakan dengan nada yang keras dan dipermalukan, seperti penuturan perihal orang-orang munafik dalam surat At-Taubah. Dan sesungguhnya hal ini dikatakan kepada mereka hanyalah semata-mata untuk mendidik mereka, yaitu firman-Nya: Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. (Al-Hujurat: 14) Yaitu kalian masih belum mencapai hakikat iman, kemudian Allah ﷻ berfirman: jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dia tiada mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu. (Al-Hujurat: 14) Dia tidak akan mengurangi pahala amalanmu barang sedikit pun, semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. (Ath-Thur: 21) Adapun firman Allah ﷻ: sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 14) Yakni kepada orang yang bertobat dan kembali kepada (jalan)-Nya. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya orang-orang yang beriman. (Al-Hujurat: 15) Yaitu yang sempurna iman mereka. hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (Al-Hujurat: 15) Maksudnya, tidak ragu dan tidak bimbang dalam keimanannya.
Bahkan teguh dalam suatu pendirian, yaitu membenarkan dengan setulus-tulusnya. dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. (Al-Hujurat: 15) Mereka korbankan diri dan harta benda mereka yang disayang untuk ketaatan kepada Allah dan rida-Nya. mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 15) Yakni dalam ucapannya yang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, tidak sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang Arab Badui yang iman mereka masih belum meresap kecuali hanya sebatas lahiriah saja.
[] Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Abus Samah, dari Abul Hais'am, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi ﷺ telah bersabda: Orang-orang mukmin di dunia ini ada tiga macam, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah; dan orang (mukmin) yang dipercayai oleh orang lain terhadap harta dan jiwa mereka; dan orang (mukmin) yang apabila mempunyai rasa tamak (terhadap sesuatu), maka ia meninggalkannya karena Allah ﷻ Firman Allah ﷻ: Katakanlah (kepada mereka), "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu)? (Al-Hujurat: 16) Maksudnya, apakah kalian akan memberitahukan kepada-Nya apa yang tersimpan di dalam hati kalian.
padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Al-Hujurat: 16) Yakni tiada sesuatu pun yang sebesar zarrah di bumi atau di langit, tiada pula yang lebih kecil dari itu, dan tiada pula yang lebih besar tersembunyi dari pengetahuan Allah. dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hujurat: 16) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka (Al-Hujuraf 17) Kalimat ini ditujukan kepada orang-orang Arab Badui (pedalaman) yang merasa berjasa karena keislaman mereka dan keikutsertaan mereka dalam menolong Rasulullah ﷺ Maka Allah ﷻ berfirman menyanggah mereka: Katakanlah, "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu. (Al-Hujurat: 17) karena sesungguhnya hal itu manfaatnya kembali kepada dirimu sendiri, Allah-lah yang sebenarnya memberi nikmat kepada kalian karena Dialah yang menunjukkan kalian kepada Islam.
sebenarnya Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 17) Yakni benar dalam pengakuanmu tentang hal tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi ﷺ kepada orang-orang Ansar di hari Perang Hunain: Hai golongan orang-orang Ansar, bukankah aku jumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melaluiku? Dan kalian dalam keadaan berpecah belah, lalu Allah mempersatukan kalian dengan melaluiku? Dan kalian dalam keadaan miskin, kemudian Allah menjadikan kalian berkecukupan melaluiku? Setiap kalimat yang diucapkan oleh Nabi ﷺ dijawab oleh mereka dengan ucapan, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami beriman." ".
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, dari Muhammad ibnu Qais, dari Abu Aun, dari Sa' id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Bani Asad datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah Islam. Orang-orang Arab Badui memerangimu, tetapi kami tidak memerangimu." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya pengetahuan mereka minim, dan sesungguhnya setan telah memutarbalikkan lisan mereka." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.
Katakanlah, "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 17) Kemudian Al-Hafiz Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengenal hadis ini diriwayatkan melainkan hanya melalui jalur ini, dan kami tidak mengetahui Abu Aun alias Muhammad ibnu Ubaidillah meriwayatkan dari Sa' id ibnu Jubair kecuali dalam hadis ini.
Kemudian Allah ﷻ mengulangi pemberitaan-Nya, bahwa Dia mengetahui semua makhluk dan melihat semua amal perbuatan mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurat: 18) Demikianlah akhir dari tafsir surat Al-Hujurat."
Setelah pada ayat yang lalu dijelaskan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah adalah orang yang paling bertakwa, ayat ini menjelaskan hakikat iman yang melekat pada orang yang bertakwa. Ayat ini dikemukakan dalam konteks penjelasan terhadap serombong-an orang-orang Badui yang datang kepada Nabi yang menyatakan bahwa mereka telah beriman dengan benar. Orang-orang Arab Badui berkata kepadamu, ?Kami telah beriman.? Allah menegaskan melalui firman-Nya, Katakanlah kepada mereka, wahai Nabi Muhammad, ?Kamu belum beriman sebab hati kamu belum sepenuhnya percaya, dan perbuatan kamu belum mencerminkan iman sesuai apa yang kamu katakan tetapi katakanlah ?Kami telah tunduk kepadamu.' Ucapan se-perti itu lebih pantas kamu katakan, karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun kepada orang yang bertobat, Maha Penyayang kepada orang yang taat.? 15. Selanjutnya ayat ini menjelaskan siapa yang benar-benar sempurna imannya. Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah me-reka yang beriman kepada Allah dan meyakini semua sifat-sifat-Nya dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Kemudian dalam berlalunya waktu mereka tidak ragu-ragu sedikitpun dan tidak goyah pendiriannya dan mereka berjihad dengan menye-rahkan harta dan me-ngorbankan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar dalam ucapan dan perbuatan mereka.
Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui yang mengaku bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah. Sepantasnya mereka itu jangan mengatakan telah beriman karena iman yang sungguh-sungguh ialah membenarkan dengan hati yang tulus dan percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan kepada Rasulullah ﷺ dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi Rasulullah ﷺ
Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan sepantasnya mereka hanya mengucapkan 'kami telah tunduk masuk Islam, karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka.
Az-Zajjaj berkata, "Islam itu ialah memperlihatkan kepatuhan dan menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dengan memperlihatkan patuh itu terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (dibenarkan hati), maka barulah yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka benar-benar telah taat kepada Allah dan rasul-Nya, ikhlas berbuat amal, dan meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalan mereka, bahkan akan memperbaiki balasannya dengan berlipat ganda."
Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan yang beramal penuh keikhlasan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
IMAN BELUM ISLAM YA!
Ayat 14
“Orang-orang Arab dusun itu berkata, ‘Kami telah beriman!'"
Artinya ialah bahwa kamu sekarang telah insaf, kami sekarang telah percaya akan syari'at yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ
Di sini disebut al-Araab.
Menurut istilah pemakaian bahasa orang Arab, maka kalimat al-Araab yang dimulai dengan memakai huruf hamzah itu, artinya ialah orang Arab yang masih Badwi, yang belum mengenal peradaban dan kesopanan pergaulan, dan belum mengerti peribahasa yang halus. Di samping itu adalah lagi kalimat al-Arab memakai huruf ‘ain langsung dengan tidak memakai huruf hamzah maka artinya ialah bangsa Arab. Oleh sebab itu maka dalam ayat ini hendaklah kita artikan"orang Arab dusun", atau lebih ringkas lagi"orang Badwi itu berkata". Tidak boleh kita artikan"orang Arab berkata". Dalam hal ini ada satu ayat yang terkenal berbunyi,
Ada orang yang memberi arti"Orang Arab adalah sangat kafir dan sangat munafik". Mungkin kita memberi arti begini karena kita berici kepada orang Arab, tetapi kita telah memiliki satu bahasa yang menyebabkan kita sendirilah yang jadi kafir dengan tidak disadari karena berani memberi arti ayat Al-Qur'an dengan tidak ada ilmu. Karena kalau kita artikan demikian, niscaya kita mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ, Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar dan seluruh sahabat Rasulullah ﷺ adalah kafir dan munafik semua, sebab mereka itu adalah orang Arab. Padahal al-Araabu bukanlah berarti orang Arab, melainkan berarti orang Badwi atau Arab Badwi.
Di dalam ayat ini disebutkan bahwasanya orang-orang Arab Badwi yang belum ber-peradaban itu berkata,"Kami telah beriman." Lalu Allah berkata kepada Rasul-Nya,"Katakanlah, ‘Kamu belum beriman tetapi sebutkan sajalah, ‘Kami telah Islam'.'"
Di sini dengan halus dapat kita rasakan perbedaan pengalaman si Badwi tersebut tentang iman dan Islam. Dia mengatakan bahwa dirinya telah beriman namun Nabi mengatakan bahwa dia belum beriman. Orang itu dianjurkan saja terlebih dahulu mengatakan bahwa,"Saya telah Islam!" Sebab dengan semata, mata me-ngakui bahwa tidak ada Allah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengakui dengan lidah, mentashdiqkan apa yang diakui dengan ucapan lidah itu dengan hati, serta mengikutinya dengan perbuatan sudahlah boleh orang itu menyebut dirinya orang Islam. Tetapi orang yang telah mengakui pengakuan yang selayaknya diakui oleh orang Islam dan telah mengerjakan apa yang wajib dikerjakan oleh orang Islam, belum tentu orang itu beriman atau percaya. Berapa banyaknya orang Islam, dia mengucapkan syahadat, dia mengerjakan shalat, dia berpuasa dan naik haji, namun imannya kepada Allah belum dihayatinya, belum disadarinya dan belum diinsafinya sehingga keislamannya itu tidak mengesan kepada hidupnya. Misalkan saja orang Islam yang taat mengerjakan ibadah tetapi bila datang seruan berjihad pada jalan Allah, timbullah takutnya dan larilah dia dari masyarakat ramai, takut akan diajak masuk ke dalam arena perjuangan, lalu dia lari menyisihkan diri untuk lebih khusyu menurut pikirannya mengerjakan ibadah di tempat yang sunyi."Karena belumlah masuk iman itu ke dalam hatimu." Dengan demikian maka Rasulullah ﷺ memberi ingat agar orang yang berperadaban dan berkesopanan tinggi menurut agama Islam hendaklah berkata yang seukuran dengan diri, jangan bercakap berlebih-lebihan."Dan jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya tidaklah Dia akan mengurangi dari amalan kamu itu sedikit pun"
Dengan tiga patah ucapan Allah itu teranglah Allah memberikan bimbingan kepada setiap orang agar mengukur kata-kata yang keluar dari mulut dengan kesanggupan dan kesederhanaan yang ada. Mula-mula datanglah peringatan, janganlah terburu mengatakan bahwa kami telah beriman, cukuplah katakan saja bahwa kami telah Islam, sebab iman sejati itu belum lagi masuk ke dalam jiwamu.
Mengapa belum?
Niscaya kita ingat lagi kepada ayat 1 dari surah al-'Ankabuut,
“Apakah menyangka manusia bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan, ‘Kami telah beriman/ padahal mereka tidak kena percobaan?" (al-'Ankabuut: 29)
Apakah disangka mudah saja mengakui beriman? Apakah suatu pengakuan disangka tidak akan terlepas dari percobaan? Apakah
disangka bahwa pengakuan beriman itu akan membuka jalan datar saja, lurus saja, menuju sesuatu yang dicita-cita dengan tidak ada halangan?
Oleh sebab itu dicegahlah si Badwi itu janganlah dia terburu-buru mengakui diri telah beriman, cukuplah akui saja diri terlebih dahulu telah Islam. Dan di dalam pengakuan itu, hendaklah benar-benar dilakukan taat kepada Allah dan Rasul dengan menjalankan perintahnya, menghentikan larangannya. Apabila perintah dikerjakan, larangan dihentikan, pastilah tidak akan rugi. Lama-lama pasti akan dirasakan nikmat beragama dan dengan berangsur sedikit demi sedikit akan tampaklah titik terang dalam iman."Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Pengampun,"atas kelancangan mulut mengakui diri telah beriman, padahal rukun islam saja pun belum sempurna dikerjakan.
“Maha Penyayang."
Maha Penyayang kepada orang-orang yang belum merasa cukup langkah yang dia langkahkan, lalu dia berjalan juga ke muka, kadang-kadang tegak dan kadang-kadang terhempas, namun dia bangun lagi dan tegak lagi dan jatuh lagi dan bangun lagi, namun tujuannya tidaklah pernah berubah. Kepada orang yang demikian, Maha Penyayanglah Allah itu.
Kemudian Allah menjelaskan siapa orang yang boleh menyebut dirinya telah beriman.
Ayat 15
“Sesungguhnya orang-orang yang beriiman itu hanyalah orang-orang yang peicaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian itu mereka pun tidak menasa ragu-ragu."
Pada ayat ini telah diberikan keterangan tegas tentang mutu iman, yaitu percaya yang tidak dicampuri oleh perasaan ragu-ragu sedikit jua pun.
Pertandaan yang pertama ini sungguh-sungguh perlu diperingatkan. Misalnya bahwa Allah telah berjanji akan memberikan pertolongannya kepada orang beriman. Padahal sebelum mencapai pertolongan itu, terlalu banyak penderitaan yang menimpa diri. Banyak orang yang mengadukan halnya bahwasanya dia telah beribadah dengan tekun, telah taat kepada Allah dan Rasul sebagaimana yang diingatkan dalam Al-Qur'an ataupun dalam sabda Rasul, namun pertolongan itu tidak juga datang atau lama baru datang. Maka banyaklah orang yang hilang kesabarannya. Padahal kalau diperhatikan kehidupan rasul-rasul Allah sendiri, jaranglah di antara rasul ini yang sunyi daripada penderitaan. Seumpama Nabi Ibrahim, pernahlah dia dibakar, Nabi Nuh, 950 tahun menjadi rasul sampai akhirnya terkatung di laut. Nabi Yusuf sampai terberiam di penjara sembilan tahun. Nabi Ayyub dipencilkan oleh istrinya sendiri dari rumah tangganya karena takut akan ketularan penyakitnya. Nabi Musa yang hijrah membuang diri dari kampung halamannya sepuluh tahun. Nabi Muhammad yang hijrah ke Madinah meninggalkan kampung halaman delapan tahun dan berbagai penderitaan dari nabi-nabi yang lain. Bagi mereka itu penderitaan itulah yang menjadi halawatul iman, manis dan lezat rasa keimanan. Namun atas semua penderitaan itu, nabi-nabi dan rasul-rasul tidak merasa ragu-ragu;"Dan mereka berjuang dengan harta berida mereka dan diri mereka sendiri pada jalan Allah," dalam perjuangan itulah mereka merasakan kepuasan batin dan keindahan hidup. Mereka tidak mau berdiam karena berdiam bukanlah tugas bagi orang yang hidup.
“Mereka itulah orang-orang yang jujur."
Kalau sudah terjadi yang demikian itu, pertama hilang segala keraguan hati, walau bagaimanapun besarnya penderitaan; kedua berani berjuang dengan harta berida dan tenaga, biar habis, biar mati, namun berani mati tidaklah akan mati kalau tidak ajal! Barangsiapa yang berani mati karena memperjuangkan nilai suatu pendirian, barulah berarti hidup yang dia
jalani. Orang yang seperti ini sudah boleh menyebut bahwa dia beriman! Kalau orang ini mengatakan bahwa dia beriman maka perkataannya itu tidaklah melebihi dari keadaan yang sebenarnya. Berkata tidak melebihi dari yang sebenarnya, itulah kejujuran yang sejati.
Ayat 16
“Katakanlah, Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agama kamu?'"
Maksudnya ialah menanyakan kepada manusia sendiri, apakah jika manusia mengaku bahwa dirinya telah beriman, dia akan memberitahu kepada Allah,"Ya Allah! Tahukah engkau bahwa aku, si fulan, telah beriman?" Seakan-akan dengan bertanya begini orang itu merasa bahwa dirinya sangat penting sehingga Allah harus tahu akan hal itu."Padahal Allah mengetahui apa yang ada di semua langit dan di bumi." Tegasnya ialah bahwa tidak usahlah engkau memberitahu kepada Allah bahwa engkau memeluk Islam sedangkan seluruh hal-ihwai di semua langit dan di atas bumi, kecilnya dan besarnya, Allah pun tahu, kononlah dari hal engkau masuk islam. Bahkan engkau sendirilah yang belum tahu bagaimana akibat keislamanmu itu, apakah akan langsung atau akan terhenti di tengah jalan. Di akhir ayat, keterangan itu diperkuat lagi.
“Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahatahu!"
Manusia berpengetahuan sangatlah terbatas. Dia tidak tahu asal mula dan dia tidak tahu akhir kesudahan. Bahkan yang ada sekarang di hadapannya sendiri dia pun tidak mengetahui dengan secukupnya. Seumpama seseorang melihat sebuah rumah dari sebelah muka; disangkanya rumah itu kecil saja. Padahal kalau dia masuk ke dalam, akan diketahuinyalah bahwa rumah itu sangat luas dan besar. Manusia naik ke atas kapal udara; dari tempat yang sangat tinggi sampai 30.000 kaki di udara dia melihat kayu-kayuan di rimba sangat kecil dan bersusun rapat. Cuma itu yang dia ketahui. Dia tidak tahu apakah jenis kayu-kayuan itu semuanya. Baru akan diketahuinya kalau didekatinya dan tidak akan dapat didekatinya semua yang dilihatnya. Karena dengan memerhatikan satu jenis kayu saja, waktunya akan habis melihat sejak dari pucuknya, rantingnya, dahannya, pohonnya, uratnya, dan tiap-tiap daunnya. Sebab itu sangatlah terbatas pengetahuan manusia. Hanya Allah Yang Mahatahu akan segalanya.
Ayat 17
“Mereka membanggakan kepada kamu karena mereka telah memeluk Islam."
Karena mereka merasa bahwa diri mereka sangat penting. Pemeluk agama Islam yang telah ada sangat memerlukan mereka. Tenaga mereka sangat dihajati. Seakan-akan penglihatan seisi alam terpusat kepada mereka."Katakanlah, ‘Janganlah kamu banggakan kepadaku keislamanmu itu."‘ Bukanlah kamu yang sangat diharapkan masuknya oleh Islam, melainkan kamulah yang akan beruntung karena kamu memeluk agama itu. Sebab agama itu bukanlah sesuatu yang lemah yang amat memerlukan tenagamu yang kuat, sehingga kalau kamu tidak masuk Islam itu akan sangat terlantar. Itulah satu persangkaan yang salah dan satu kesombongan yang tak tahu diri."Bahkan Allah-Iah yang telah menganugerahi atas kamu karena Dia telah memberimu hi-dayah dengan iman." Tadinya kamu dalam gelap gulita jahiliyyah. Dengan sebab masuk islam jiwamu telah diberi terang-beriderang nur Ilahi. Perjalananmu tadinya tidak tentu arah; sekarang kamu telah jelas mempunyai tujuan hidup. Oleh sebab itu maka masukmu ke dalam Islam itu sekali-kali bukanlah Islam yang beruntung karena kamu masuk, melainkan kamulah yang akan beruntung asa! kamu benar-benar menerima Islam sebagai agamamu yang sejati. Sebab itu maka di ujung ayat diperingatkan lagi,
“Jika adalah kamu semuanya berian-berian jujur."
Peringatan yang disebut di belakang ini adalah untuk alat diri kita sendiri menguji kejujuran kita. Kalau Allah memberi kita petunjuk lalu kita memeluk agama Islam, perteguh-lah iman kepada Allah dan turutilah iman itu dengan amal-amal yang saleh. Kian hari akan bertambah terasa kepada kita bagaimana jasa Islam kepada diri kita sendiri, membuat kita menjadi manusia yang berarti dan bernilai tinggi. Kita hidup dalam Islam, bukanlah menyuruh orang lain berkurban untuk kita, melainkan kitalah yang berkurban buat orang lain. Betapa pun usaha dan jasa yang kita perbuat belumlah sepadan dengan jasa iman itu sendiri yang menimbulkan harga diri pada kita, sehingga terasa harga yang tinggi dan hidup itu sendiri. Amat salahlah kalau kita berbangga karena kita telah berbuat baik selama kita di dunia ini. Karena kalau tidak berbuat baik, apakah lagi yang akan kita kerjakan? Apakah kita akan mengerjakan yang jahat?
Oleh sebab itu janganlah berbangga jika diri memeluk Islam lalu menyangka bahwa diri memeluk Islam itu akan menguntungkan orang lain. Tetapi diri yang memeluk Islam itulah yang harus bersyukur sebab Allah telah memberikan petunjuk dan hidayah, sampai dia masuk ke dalam masyarakat yang sengaja menghadapkan tujuan hidupnya kepada Allah.
Demikianlah pernah kejadian di zaman ilmu pengetahuan umum belum berkembang dalam kalangan Islam, sehingga orang terpesona kalau ada orang yang mendapat gelar sarjana, seperti gelar Dr. Ir, Mr. atau S.H. (sarjana hukum), apatah lagi gelar profesor. Maka adalah pada suatu masa ketika orang memilih orang-orang yang akan menjadi Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sangat banyak mendapat suara jika ada seorang dua orang yang bertitel sarjana itu jadi calon pengurus. Padahal setelah mereka masuk dalam golongan pengurus ternyata bahwa kepemimpinan mereka yang bertitel itu sangatlah kosong, bahkan mereka masih dalam taraf belajar. Maka di kalangan mereka sendiri yang tidak tahu diri menyangka bahwa terpilihnya mereka turut jadi pengurus sangatlah menguntungkan Muhammadiyah. Padahal kalau mereka berpikir secara saksama, merekalah yang harus bersyukur sebab mereka terpilih. Sebab di waktu jadi anggota pengurus itulah masa yang sebaik-baiknya dan waktu yang seluas-luasnya bagi mereka untuk menambah pengetahuan tentang agama. Sebab gelar kesarjanaan yang mereka dapat itu tidaklah meliputi soal-soal agama yang dibicarakan orang dalam perserikatan yang telah memilih mereka karena dungunya si pemilih menyangka bahwa orang-orang yang bertitel itu pun sarjana juga tentang agama.
Ayat 18
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan kegaiban semua langit dan bumi."
Sehingga latar belakang dari tiap-tiap soal diketahui oleh Allah. Karena banyaklah hal yang pada lahirnya dikemukakan manusia begini bunyinya, berbeda daripada keadaan yang seberianya karena ada maksud tertentu. Allah mengetahui maksud-maksud tertentu itu walaupun di dinding oleh ucapan lidah yang berbagai macam.
“Dan Allah berial-berian melihat apa jua pun yang kamu amalkan."
Peringatan begini sebagai penutup surah adalah peringatan mendidik manusia agar berlaku ikhlas dalam beramal, menyamakan lahirnya dengan batinnya, jangan berbeda yang di luar dengan yang di dalam. Sebab keikhlasan itu jualah yang akan membuat langkah hidup manusia jadi lurus, tujuannya jadi tepat, tidak berliku-liku apa yang dinamai orang zaman sekarang dengan plintat-plintut.
Dandengan menginsafi bahwa Allah mengetahui apa yang nyata dan apa yang tersembunyi itu, manusia pun berani melangkahkan kakinya, tidak merasakan ragu-ragu. Dan ini hanya dapat dengan kuatnya imam dan yakinnya hati dan sikap hidup yang selalu waspada, yang dapat diartikan dengan takwa.
Selesai tafsir surah al-Hujuraat