Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
ٱجۡتَنِبُواْ
jauhilah
كَثِيرٗا
banyak
مِّنَ
dari
ٱلظَّنِّ
berprasangka
إِنَّ
sesungguhnya
بَعۡضَ
sebagian
ٱلظَّنِّ
berprasangka
إِثۡمٞۖ
dosa
وَلَا
dan jangan
تَجَسَّسُواْ
kamu mencari kesalahan
وَلَا
dan jangan
يَغۡتَب
kamu mengumpat
بَّعۡضُكُم
sebagian kamu
بَعۡضًاۚ
sebagian
أَيُحِبُّ
apakah kamu menyukai
أَحَدُكُمۡ
salah seorang diantara kamu
أَن
bahwa
يَأۡكُلَ
memakan
لَحۡمَ
daging
أَخِيهِ
saudaranya
مَيۡتٗا
yang mati
فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
maka kamu jijik padanya
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
تَوَّابٞ
Maha Penerima taubat
رَّحِيمٞ
Maha Penyayang
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
ٱجۡتَنِبُواْ
jauhilah
كَثِيرٗا
banyak
مِّنَ
dari
ٱلظَّنِّ
berprasangka
إِنَّ
sesungguhnya
بَعۡضَ
sebagian
ٱلظَّنِّ
berprasangka
إِثۡمٞۖ
dosa
وَلَا
dan jangan
تَجَسَّسُواْ
kamu mencari kesalahan
وَلَا
dan jangan
يَغۡتَب
kamu mengumpat
بَّعۡضُكُم
sebagian kamu
بَعۡضًاۚ
sebagian
أَيُحِبُّ
apakah kamu menyukai
أَحَدُكُمۡ
salah seorang diantara kamu
أَن
bahwa
يَأۡكُلَ
memakan
لَحۡمَ
daging
أَخِيهِ
saudaranya
مَيۡتٗا
yang mati
فَكَرِهۡتُمُوهُۚ
maka kamu jijik padanya
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
تَوَّابٞ
Maha Penerima taubat
رَّحِيمٞ
Maha Penyayang
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya, menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik. Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka (dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafal Tajassasuu pada asalnya adalah Tatajassasuu, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tajassasuu, artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya, janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya. (Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?) lafal Maytan dapat pula dibaca Mayyitan; maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kalian lakukan. (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya, mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. Kalian jelas tidak akan menyukainya, oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini. (Dan bertakwalah kepada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini (sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat (lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang bertobat.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Allah ﷻ melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentif. Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Muminin Umar ibnul Khattab r.a., bahwa ia pernah berkata, "Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik." .
Abdullah ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim ibnu Abu Damrah Nasr ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi ﷺ sedang tawaf di ka'bah seraya mengucapkan: Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah ﷻ daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid tunggal). ". Malik r.a. telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Yusuf, sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya dari Yahya ibnu Yahya. Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Al-Atabi, dari Malik dengan sanad yang sama.
". Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya masing-masing, dan Imam Turmuzi menilainya sahih, melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. ". Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Qurmuti Al-Adawi, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Abdul Wahhab Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Qais Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah ibnun Nu'man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka.
Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu. Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Zaid r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a. pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Ini adalah si Fulan yang jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)." Maka Ibnu Mas'ud r.a. menjawab, "Sesungguhnya kami dilarang memata-matai orang lain. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus menghukumnya." Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ibrahim ibnu Nasyit Al-Khaulani, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abul Haisam, dari Dajin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah, "Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka." Uqbah menjawab, "Jangan kamu lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka." Dajin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya.
Akhirnya Dajin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka." Maka Uqbah berkata kepada Dajin, "Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ". 'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya'. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Rasyid ibnu Sa'd, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak. Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar dari Mu'awiyah r.a dari Rasulullah ﷺ; semoga Allah ﷻ menjadikannya bermanfaat. Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid, melalui hadis As-Sauri dengan sanad yang sama. Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Said ibnu Amr Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy telah menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur'ah, dan Syura.h ibnu Ubaid, dari Jubair ibnu Nafir, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba dan Abu Umamah r.a., dan Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak.
Firman Allah ﷻ: dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12) Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain. Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras. Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ yang menceritakan perihal Nabi Ya'qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. (Yusuf: 87) Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Al-Auza'i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah ﷻ: dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 12) Ini larangan mempergunjingkan orang lain.
Hal ini ditafsirkan oleh Nabi ﷺ melalui sabdanya yang mengatakan bahwa gibah ialah: ". ". Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya. Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qutaibah, dari Ad-Darawardi dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Ala.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu'awiyah ibnu Qurrah. -: ". ". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, bahwa telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi ﷺ perihal keburukan Safiyyah. Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek. Maka Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya. Siti Aisyah r.a. menyebutkan bahwa lalu ia menceritakan perihal seseorang kepada Nabi ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda: Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu dan anu (yakni dosa). Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yahya Al-Qattan, Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Waki'. Ketiga-tiganya dari Sufyan As-Sauri, dari Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah Salamah ibnu Suhaib Al-Arhabi, dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. -: "" Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnul Mukhariq, bahwa pernah seorang wanita menemui Siti Aisyah r.a. di dalam rumahnya.
Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Siti Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi ﷺ dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek. Maka Nabi ﷺ bersabda: Engkau telah mengumpatnya. Gibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni istilah ilmu mustalahul hadis yang menerangkan tentang predikat para perawi seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat. Seperti sabda Nabi ﷺ ketika ada seorang lelaki pendurhaka meminta izin masuk menemuinya. Maka bersabdalah beliau: Izinkanlah dia masuk, dia adalah seburuk-buruk saudara satu kabilah. Juga seperti sabda Nabi ﷺ kepada Fatimah binti Qais r.a. yang dilamar oleh Mu'awiyah dan Abdul Jahm. Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya memberinya nasihat: Adapun Mu'awiyah, maka dia adalah seorang yang miskin, sedangkan Abul Jahm adalah seorang yang tidak pernah menurunkan tongkatnya dari pundaknya (yakni suka memukul istrinya). Hal-hal lainnya yang bertujuan semisal diperbolehkan pula. Sedangkan yang selain dari itu tetap diharamkan dengan sangat, dan ada peringatan yang keras terhadap pelakunya.
Karena itulah maka Allah ﷻ menyerupakan pelakunya sebagaimana memakan daging manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12) Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan. Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya: seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya.
Dan sebelum itu beliau ﷺ telah bersabda: Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk. Telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih, hasan, dan musnad melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah ﷺ dalam haji wada'nya mengatakan dalam khitbah-nya: Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana kesucian hari, bulan, dan negeri kalian ini. ". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wasil ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Asbath ibnu Muhammad, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Diharamkan atas orang muslim harta, kehormatan, dan darah orang muslim lainnya. Cukuplah keburukan bagi seseorang bila ia menghina saudara semuslimnya. Imam Turmuzi telah meriwayatkan pula hadis ini dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
". Telah menceritakan pula kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Abdullah ibnu Khadij, dari Abu Burdah Al-Balawi yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula kalian menelusuri aurat mereka.
Karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya di dalam rumahnya. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara tunggal. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Al-Barra ibnu Azib; untuk itu Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya: -: telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Salam, dari Hamzah ibnu Habib Az-Zayyat, dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berkhotbah kepada kami sehingga suara beliau terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya atau di dalam rumahnya masing-masing.
Beliau ﷺ bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan jangan pula menelusuri aurat mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang menelusuri aurat saudaranya, maka Allah akan membalas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya ditelusuri oleh Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya. Jalur lain dari Ibnu Umar r.a. Abu Bakar alias Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili mengatakan: ". telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Aksam, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa Asy-Syaibani, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Aufa ibnu Dalham, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan mereka).
Karena sesungguhnya barang siapa yang gemar menelusuri aurat orang-orang muslim, maka Allah akan menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya telah ditelusuri oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya, sekalipun ia berada di dalam tandunya. Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka'bah, lalu berkata, "Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu, tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau di sisi Allah." .
". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syiraih, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, dari Ibnu Sauban,dari ayahnya, dari Mak-hul, dari Waqqas ibnu Rabi'ah, dari Al-Miswar yang menceritakan kepadanya bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (gunjing), maka sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid. ". Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa'd dan Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Mengapa mereka memakan daging orang lain (menggunjing orang lain) dan menjatuhkan kehormatan orang-orang lain? Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abul Mugirah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Abu Abdus Samad ibnu Abdul Aziz Al-Ummi, telah menceritakan kepada kami Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu." Maka di antara jawaban beliau ﷺ menyebutkan bahwa: kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita.
Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, "Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai. Jibril mengatakan, "Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya." Aku bertanya, "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain." Lalu dikatakan, "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya).
Demikianlah hadis secara ringkasnya, sedangkan secara panjang lebarnya telah kami kemukakan pada permulaan tafsir surat Al-Isra. ". Abu Daud At-Tayasili mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', dari Yazid, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa. Ketika petang harinya seseorang datan'g kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, Ya Rasulullah SAW, telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka, kemudian dia diizinkan untuk berbuka.
Dan datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka. Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan, "Wahai Rasulullah ada dua orang wanita dari kalangan keluargamu (istri-istrimu) sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka. Tetapi Rasulullah ﷺ berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain. Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya muntah. Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah kental. lelaki itu datang kepada Nabi ﷺ dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi ﷺ bersabda: Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakar oleh api neraka.
Sanad hadis ini daif, sedangkan matang garib. -: -: Telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi melalui, hadis Yazid ibnu Harun menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki bercerita di Majelis Abu usman An-Nahdi, dari Ubaid maula Rasulullah ﷺ Bahwa di masa Rasulullah ﷺ pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ melaporkan, "Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," perawi mengatakan bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari. Rasulullah ﷺ berpaling darinya atau diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggillah keduanya," lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi ﷺ berkata kepada salah seorang wanita itu, "Muntahlah!" Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu.
Kemudian Nabi ﷺ berkata kepada wanita lainnya, "Muntahlah!" Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh. Kemudian Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Yazid ibnu Harun dan Ibnu Abu Addi, keduanya dari Salman ibnu Sauban At-Taimi dengan sanad yang semisal dan lafaz yang sama atau semisal.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Musaddad, dari Yahya Al-Qattan, dari Usman ibnu Giyas, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang menurutku dia berada di majelis Abu Usman, dari Sa'd maula Rasulullah ﷺ, bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata, "Wahai Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi ﷺ berpaling darinya; hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali. Pada akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggilah keduanya." Maka Nabi ﷺ datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah." Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan.
Lalu Nabi ﷺ berkata kepada wanita yang lainnya, "Muntahlah." Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh dengan nanah. Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih. "" ". Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, dari salah seorang anak Abu Hurairah, bahwa Ma'iz datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina." Rasulullah ﷺ berpaling darinya hingga Ma'iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Kamu benar telah zina?" Ma'iz menjawab, "Ya." Rasulullah ﷺ bertanya, "Tahukah kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal." Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?" Ma'iz menjawab, "Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)." Maka Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?" Ma'iz menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam.
Kemudian Nabi ﷺ mendengar dua orang lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya), "Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?" Kemudian Nabi ﷺ berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau ﷺ bersabda, "Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini." Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?" Nabi ﷺ menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya. Sanad hadis sahih Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepadaku Wasil maula Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Urfutah, dari Talhah ibnu Nafi', dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ, lalu terciumlah oleh kami bau bangkai yang sangat busuk.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain. Jalur lain. Abdu ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Sulaiman ibnu Abu Sufyan alias Talhah ibnu Nafi', dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau ﷺ bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman Allah ﷻ: Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Ia merasa yakin bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya. Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya.
Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu, "Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang." Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah ﷺ untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah ﷺ seraya membawa wadah lauk pauk. Lalu Salman berkata, "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya." Rasulullah ﷺ bersabda: Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat." Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya).
Lalu turunlah firman Allah ﷻ: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur. Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mukhtar-nya melalui jalur Hassan ibnu Hilal, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua, lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur.
Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya, "Pergilah kepada Rasulullah ﷺ dan katakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau." Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi ﷺ, maka beliau ﷺ bersabda, "Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh lauk pauk." Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang telah kami peroleh?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam lambungmu. Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi kami." Rasulullah ﷺ bersabda: Perintahkanlah kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu berdua. ". Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Maslamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Pamannya Musa ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ' pernah bersabda: Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.
Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit. Hadis ini garib sekali. Firman Allah ﷻ: Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 12) dengan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, maka merasalah diri kalian berada dalam pengawasan-Nya dan takutlah kalian kepada-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12) Yakni Maha Penerima tobat terhadap orang yang mau bertobat kepada-Nya, lagi Maha Penyayang kepada orang yang kembali ke jalan-Nya dan percaya kepada-Nya.
Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali perbuatannya yang telah lalu itu? Masalahnya masih diperselisihkan. Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang digunjingnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa tidak disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu.
Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik memujinya. Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunj ingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya sebelum itu. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, dari Abdullah ibnu Sulaiman, bahwa Ismail ibnu Yahya Al-Mu'afiri pernah menceritakan kepadanya bahwa Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani telah menceritakan kepadanya dari ayahnya, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam.
Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad dan lafaz yang semisal. (5) ". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadakuVahya ibnu Sahm, dia pernah mendengar Ismail ibnu Basyir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Ansanrimengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: tidaklah seseorang menghina seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan Allah ﷻ akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.
Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya. Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal)"
Selanjutnya Allah memberi peringatan kepada orang-orang ber-iman supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka buruk kepada manusia yang tidak disertai bukti atau tanda-tanda, sesungguhnya sebagian prasangka, yakni prasangka yang tidak disertai bukti atau tanda-tanda itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang sengaja ditutup-tutupi untuk mencemoohnya dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing, yakni membicarakan aib, sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati' Tentu kamu merasa jijik. Karena itu hindarilah pergunjingan karena itu sama de-ngan memakan daging saudara yang telah mati. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat kepada orang yang bertobat, Maha Penyayang kepada orang yang taat. 13. Ayat yang lalu menjelasakan tata krama pergaulan orang-orang yang beriman, ayat ini beralih menjelaskan tata krama dalam hubung-an antara manusia pada umumnya. Karena itu panggilan ditujukan kepada manusia pada umumnya. Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni berasal dari keturunan yang sama yaitu Adam dan Hawa. Semua manusia sama saja derajat kemanusiaannya, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya. Kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal dan dengan demikian saling membantu satu sama lain, bukan saling mengolok-olok dan sa-ling memusuhi antara satu kelompok dengan lainnya. Allah tidak menyukai orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kekayaan atau kepangkatan karena sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Karena itu berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi orang yang mulia di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang lahir maupun yang tersembunyi, Mahateliti sehingga tidak satu pun gerak-gerik dan perbuatan manusia yang luput dari ilmu-Nya.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa permintaan mereka itu tidak mungkin diperkenankan oleh Allah. Mereka tidak akan dikembalikan ke dunia, karena hati mereka sudah tidak menerima kebenaran lagi. Di dunia, mereka kafir dan ingkar apabila diseru untuk hanya menyembah Allah saja, tetapi apabila Allah dipersekutukan dengan yang lain, mereka percaya dan membenarkannya. Permintaan mereka ke luar dari neraka dan dikembalikan ke dunia untuk beramal saleh, dijawab oleh Allah dengan firman-Nya:
Dia (Allah) berfirman, "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." (al-Mu'minun/23: 108)
Andaikata permintaan mereka diperkenankan dan dikembalikan ke dunia, mereka akan tetap mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah sebagaimana halnya dahulu. Mereka itu pembohong, sebagaimana firman Allah:
Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Mereka itu sungguh pendusta. (al-An'am/6: 28)
Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa putusan di hari Kiamat berada di tangan Allah yang akan memberi putusan dengan hak dan adil, Tuhan Yang Mahatinggi dan Mahabesar tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Tuhan sangat benci kepada yang mempersekutukan-Nya dan telah memberlakukan kebijaksanaan yaitu mengekalkan mereka di dalam neraka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DOSA MEMPEROLOK-OLOKKAN
Ayat 11
“Wahai orang-orang yang beriman."
Ayat ini pun akan jadi peringatan dan nasihat sopan santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman, itu pula sebabnya maka di pangkal ayat orang-orang yang beriman juga yang diseru,"Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain." Mengolok-olok, mengejek, menghina, merendahkan dan seumpamanya, janganlah semuanya itu terjadi dalam kalangan orang yang beriman."Boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka (yang mengoiok-olokkan)" Inilah peringatan yang halus dan tepat sekali dari Allah. Mengolok-olok, mengejek, dan menghina tidaklah layak dilakukan kalau orang merasa dirinya orang yang beriman. Sebab orang yang beriman akan selalu menilik kekurangan yang ada pada dirinya. Maka dia akan tahu kekurangan yang ada pada dirinya itu. Hanya orang yang tidak beriman jualah yang lebih banyak melihat kekurangan orang lain dan tidak ingat akan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri."Dan jangan pula wanita-wanita mengoiok-olokkan kepada wanita yang lain; karena boleh jadi (yang diperolok-olokkan itu) lebih baikdari mereka (yang mengolok-olokkan)." Daripada larangan ini tampaklah dengan jelas bahwasanya orang-orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kealpaan yang ada pada dirinya sendiri. Nabi Muhammad ﷺ sendiri bersabda,
“Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia." (HR Bukhari)
Memperolok-olokkan, mengejek dan memandang rendah orang lain, tidak lain adalah karena merasa bahwa diri sendiri serba lengkap, serba tinggi, dan serba cukup padahal awaklah yang serba kekurangan. Segala manusia pun haruslah mengerti bahwa dalam dirinya sendiri terdapat segala macam kekurangan, kealpaan, dan kesalahan.
Maka dalam ayat ini bukan saja laki-laki yang dilarang memakai perangai yang buruk itu, bahkan perempuan pun demikian pula. Sebaliknya hendaklah kita memakai perangai tawadhu, merendahkan diri, menginsafi kekurangannya"Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri." Sebenarnya pada asalnya kita dilarang keras mencela orang lain dan di-tekankanlah dalam ayat ini dilarang mencela diri sendiri. Sebabnya ialah karena mencela orang lain itu sama juga dengan mencela diri sendiri. Kalau kita sudah berani mencela orang lain, membuka rahasia aib orang lain, janganlah lupa bahwa orang lain pun sanggup membuka rahasia kita sendiri. Sebab itu maka mencela orang lain itu sama juga dengan mencela diri sendiri. Di dalam surah yang lain terdapat lagi perkataan ini, yaitu
“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk." Asal-usul larangan ini ialah kebiasaan orang di zaman jahiiiyyah memberikan gelar dua tiga kepada seseorang menurut perangainya. Misalnya ada seorang bernama si Zaid! Beliau ini suka sekali memelihara kuda kendaraan yang indah, yang dalam bahasa Arab disebut al-Khail. Maka si Zaid itu pun disebutlah Zaid al-Khail! Atau si Zaid Kuda! Oleh Nabi ﷺ nama ini diperindah lalu dia disebut Zaid al-Khair, yang berarti Si Zaid yang Baik! Pertukaran itu hanya dari huruf laam kepada huruf raa saja, tetapi artinya sudah berubah daripada kuda kepada baik!
Maka dalam ayat ini datang anjuran lagi kepada kaum yang beriman, supaya janganlah menghimbau teman dengan gelar-gelaran yang buruk. Kalau dapat tukarlah bahasa itu kepada yang baik, terutama yang akan lebih menyenangkan hatinya. Sebab itu maka Abu Hurairah yang berarti Bapak Si Kucing, tidaklah ditukar. Sebab Abu Hurairah sendiri lebih senang jika dipanggil demikian, sebab memang beliau senang kepada kucing.
"Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan nama yang fasik sesudah iman." Maka kalau orang telah beriman, suasana telah bertukar dari jahiliyyah kepada Islam sebaiknyalah ditukar panggilan nama kepada yang baik dan yang sesuai dengan dasar iman seseorang. Karena penukaran nama itu ada juga pengaruhnya bagi jiwa. Dan saya sendiri yang telah beribu orang menolong memimpin orang beragama lain memeluk agama Islam selalu menganjurkan yang baru memeluk Islam itu menukar namanya, agar ada pengaruh kepada jiwanya. Maka bertukarlah nama Komalasari jadi Siti Fatimah, Joyoprayitno menjadi Abdul-hadi, sehingga terjadilah nama yang iman sesudah fasik, bukan sebaliknya, yaitu nama yang fasik sesudah iman.
“Dan barangsiapa yang tiada tobat maka itulah orang-owutg yang aniaya."
Pergantian nama dari yang buruk ketika fasik kepada yang bagus setelah beriman adalah pertanda yang baik dari kepatuhan sejak semula. Demikian jugalah halnya dengan berkhitan bersunat-rasul bagi seorang laki-laki yang memeluk agama Islam. Meskipun khitan itu bukanlah syarat buat memasuki Islam dan kalau tidak berkhitan, Islamnya tidak sah, meskipun bukan demikian namun berkhitan itu pun adalah ujian pertama bagi seseorang dalam syahadatnya mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Utusan Allah itu adalah bersunat-rasul dan nabi-nabi yang dahulu daripadanya sejak Nabi Ibrahim, Nabi Isma'il, Nabi Musa, dan Nabi Isa, semuanya bersunat, mengapa orang itu akan keberatan menerimanya? Mengapa pada ujian pertama dari syahadatnya dia sudah tidak mau?
Ayat 12
“Wahai orang-orang yang beriiman, jauhilah kebanyakan daripada prasangka."
Prasangka ialah tuduhan yang bukan-bukan persangkaan yang tidak beralasan, hanya semata-mata rahmat yang tidak pada tempatnya saja."‘Karena sesungguhnya sebagian daripada prasangka itu adalah dosa." Prasangka adalah dosa karena dia adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa saja memutuskan silaturahim di antara dua orang yang berbaik. Bagaimanalah perasaan yang tidak mencuri lalu disangka orang bahwa dia mencuri, sehingga sikap kelakuan orang telah berlainan saja kepada dirinya.
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain." Mengorek-ngorek kalau-kalau ada si anu dan si fulan bersalah, untuk menjatuhkan maruah si fulan di muka umum. Sebagaimana kebiasaan yang terpakai dalam kalangan kaum komunis sendiri apabila mereka dapat merebut kekusaan pada satu negara. Segala orang yang terkemuka dalam negara itu dikumpuikan"sejarah hidupnya", baiknya dan buruknya, kesalahannya yang telah lama berlalu dan yang baru, jasanya dalam negeri dan perlawatannya ke mana saja. Sampai juga kepada segala kesukaannya, baik kesukaan yang terpuji ataupun yang tercela. Maka orang yang dianggap perlu untuk dipakai bagi kepentingan negara, segeralah dia dipakai dengan berdasar kepada"sejarah hidup" itu. Tetapi kalau datang masanya dia hendak didepak dan dihancurkan, akan tampillah ke muka orang-orang yang diperintahkan buat itu, lalu mencaci maki orang itu dengan membuka segala cacat dan kebobrokan yang bertemu dalam sejarah yang telah dikumpulkan itu."Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain." Menggunjing ialah membicarakan aib dan keburukan seseorang sedang dia tidak hadir, sedang dia berada di tempat lain. Hal ini kerap kali sebagai mata rantai dan kemunafikan. Orang asyik sekali membongkar rahasia kebusukan seseorang ketika seseorang itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang maka pembicaraan pun terhenti dengan sendirinya, lalu bertukar sama sekali dengan memuji-muji menyanjung menjunjung tinggi. Ini adalah perbuatan hina dan pengecut! Dalam lanjutan ayat dikatakan,"Apakah suka seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?" Artinya, bahwasanya membicarakan keburukan seseorang ketika dia tidak hadir, samalah artinya dengan memakan daging manusia yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk. Begitulah hinanya! Kalau engkau seorang manusia yang bertanggung jawab, mengapa engkau tidak mau mengatakan di hadapan orang itu terus terang apa kesalahannya, supaya diubahnya kepada yang baik?"Maka jijiklah kamu kepadanya." Memakan bangkai temanmu yang telah mati sudah pasti engkau jijik. Maka membicarakan aib celanya sedang saudara itu tidak ada samalah artinya dengan memakan bangkainya. Kalau ada sececah iman dalam hatimu, tentu engkau percaya apa yang difirmankan Allah. Sebab itu tentu engkau pun akan merasa jijik pula berbuat perangai yang hina yang pengecut itu.
“Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah adalah penerima tobat, lagi Maha Penyayang."
Artinya, jika selama ini perangai yang buruk ini ada pada dirimu, mulai sekarang segeralah hentikan dan bertobatlah daripada kesalahan yang hina itu disertai dengan penyesalan dan bertobat. Allah senantiasa membuka pintu kasih sayang-Nya, membuka pintu selebar-lebarnya menerima kedatangan para hamba-Nya yang ingin menukar perbuatan yang salah dengan perbuatan yang baik, kelakuan yang durjana hina dengan kelakuan yang terpuji sebagai manusia yang budiman.
Ayat 13
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah mendptakan kamu dari semang laki-laki dan seorang perempuan."
Kita boleh menafsirkan hal ini dengan dua
tafsir yang keduanya nyata dan tegas. Pertama ialah bahwa seluruh manusia itu dijadikan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Nabi Adam dan seorang perempuan yaitu Siti Hawa. Beliau berdualah manusia yang mula diciptakan dalam dunia ini. Dan boleh kita tafsirkan secara sederhana saja. Yaitu bahwasanya segala manusia ini sejak dahulu sampai sekarang ialah terjadi daripada seorang laki-laki dan seorang perempuan, yaitu ibu. Maka tidaklah ada manusia di dalam alam ini yang tercipta kecuali dari percampuran seorang laki-laki dengan seorang perempuan, persetubuhan yang menimbulkan berkumpulnya dua kumpul mani (khama) jadi satu empat puluh hari lamanya, yang dinamai nuthfah. Kemudian
empat puluh hari pula lamanya jadi darah dan empat puluh hari pula lamanya menjadi daging falaqah). Setelah tiga kali empat puluh hari; nuthfah, ‘alaqah, dan mudhghah, jadilah dia manusia yang ditiupkan nyawa kepadanya dan lahirlah dia ke dunia. Kadang-kadang karena percampuran kulit hitam dan kulit putih atau bangsa Afrika dan bangsa Eropa. Jika diberi permulaan bersatunya mani itu, belumlah kelihatan perbedaan warna, sifatnya masih sama saja."Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kenal-mengenallah kamu." Yaitu bahwasanya anak, yang mulanya setumpuk mani yang berkumpul berpadu satu dalam satu keadaan belum tampak jelas warnanya tadi, menjadilah kemudian dia berwarna menurut keadaan iklim buminya, hawa udaranya, letak tanahnya, peredaran musimnya, sehingga berbagailah timbul warna wajah dan diri manusia dan berbagai pula bahasa yang mereka pakai, terpisah di atas bumi dalam keluasannya, hidup mencari kesukaannya, sehingga dia pun berpisah berpecah, dibawa untung masing-masing, berkelompok karena dibawa oleh dorongan dan panggilan hidup, mencari tanah yang cocok dan sesuai, sehingga lama-kelamaan hasillah apa yang dinamai bangsa-bangsa dan kelompok yang lebih besar dan rata dan bangsa-bangsa tadi terpecah pula menjadi berbagai suku dalam ukuran lebih kecil terperinci. Dan suku tadi terbagi pula kepada berbagai keluarga dalam ukuran lebih kecil dan keluarga pun terperinci pula kepada berbagai rumah tangga, ibu, bapak dan sebagainya. Di dalam ayat ditegaskan bahwasanya terjadi berbagai bangsa, berbagai suku sampai kepada perinciannya yang lebih kecil, bukanlah agar mereka bertambah lama bertambah jauh, melainkan supaya mereka kenal-mengenal. Kenal-mengenal dari mana asal-usul, dari mana pangkal nenek moyang, dari mana asal keturunan dahulu kala. Seumpama kami orang tepi Danau Maninjau, umum rata menyebut bahwa asal kami datang dari Luhak Agam; dan Luhak Agam adalah berasal dari Pagaruyung. Menjadi kebiasaan pula menurut pepatah"Jika jauh mencari suku, jika dekat menjadi hindu", Walaupun orang suku Tanjung datang dari negeri Tanjung Sani, lalu dia merantau ke Tapan Indrapura di Pesisir Selatan, atau ke Kampar daerah Riau, mulanya secara iseng-iseng orang dari Tanjung Sani tadi menanyakan kepada orang tepatannya di Indrapura atau Kampar tadi, apakah suku, jika dijawab bahwa yang ditanyai itu adalah bersuku Tanjung, mereka pun mengaku bersaudara seketurunan. Kalau yang ditanyai menjawab bahwa sukunya ialah jambak, misalnya, maka orang Tanjung dari Tanjung Sani tadi menjawab dengan gembira bahwa orang suku jambak adalah bako saya, artinya saudara dari pihak ayahnya. Dan kalau orang itu menjawab sukunya Guci maka dengan gembira dia menjawab bahwa saya ini adalah menantu tuan-tuan, sebab istri dan anak-anak saya adalah suku Guci. Demikianlah seterusnya, bahwasanya ke mana pun manusia pergi, dia suka sekali mengaji asal-usul, mencari tarikh asal kedatangan karena ingin mencari pertalian dengan orang lain, agar yang jauh menjadi dekat, yang renggang menjadi karib. Kesimpulannya ialah bahwasanya manusia pada hakikatnya adalah dari asal keturunan yang satu. Meskipun telah jauh berpisah, namun di asal-usul adalah satu. Tidaklah ada perbedaan di antara yang satu dengan yang lain dan tidaklah ada perlunya membangkit-bangkit perbedaan, melainkan menginsafi adanya persamaan keturunan."Sesungguhnya yang semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang setakwa-takwa kamu." Ujung ayat ini adalah memberi penjelasan bagi manusia bahwasanya kemuliaan sejati yang dianggap bernilai oleh Allah lain tidak adalah kemuliaan hati, kemuliaan budi, kemuliaan perangai, ketaatan kepada Ilahi.
Hal ini dikemukakan oleh Allah dalam ayatnya, untuk menghapus perasaan setengah manusia yang hendak menyatakan bahwa dirinya lebih dari yang lain, karena keturunan,
bahwa dia bangsa raja, orang lain bangsa budak. Bahwa dia bangsa keturunan Ali bin Abi Thalib dalam perkawinannya dengan Siti Fatimah al-Batul, anak perempuan Rasulullah, dan keturunan yang lain adalah lebih rendah dari itu.
Firman Allah ini pun sesuai pula dengan sabda Rasulullah ﷺ,
“Apabila datang kepada kamu orang yang kamu sukai agamanya dan budi pekertinya maka ni-kahkanlah dia. Kalau tidak, niscaya akan tim-builah fitnah dan kerusakan yang besar." (HR Tirmidzi)
Dengan hadits ini jelaslah bahwasanya yang pokok pada ajaran Allah dan pembawaan Rasul Allah pada mendirikan kafa'ah atau mencari jodoh, bukanlah keturunan, melainkan agama dan budi dan inilah yang cocok dengan hikmah agama. Karena agama dan budi timbul dari sebab takwa kepada Allah maka takwa itulah yang meninggikan gengsi dan martabat manusia. Tetapi setengah manusia tidak memedulikan agama itu. Dia hanya memperturutkan hawa nafsu karena mempertahankan keturunan; seorang anak perempuan bangsa Syarifah, tidak boleh kawin dengan laki-laki yang bukan sayyid, walaupun laki-laki itu beragama yang baik dan berbudi yang terpuji. Dalam hal ini sabda Rasulullah mesti disingkirkan ke tepi. Tetapi kalau bertemu seorang yang disebut keturunan sayyid, keturunan syarif, daripada Hasan dan Husain, meskipun seorang yang fasik, seorang pemabuk, seorang yang tidak mengerjakan agama sama sekali, dialah yang mesti diterima menjadi jodoh daripada syarifah itu. Sedang zaman sekarang ini adalah zaman kekacauan budi, kehancuran nilai agama. Lalu terjadilah hubungan-hubungan di luar nikah dalam pergaulan yang bebas secara orang Barat di antara yang bukan syarif dengan putri syarifah. Padahal ghiirah keagamaan tidak ada lagi, sehingga diamlah dalam seribu bahasa kalau terjadi hubungan di luar nikah dan ributlah satu negeri kaiau ada seorang pemuda yang bukan sayyid padahal dia berbudi dan beragama, kalau dia mengawani seorang syarifah.
Penutup ayak adalah,"Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Ujung ayat ini, kalau kita perhatikan dengan saksama adalah jadi peringatan lebih dalam lagi bagi manusia yang silau matanya karena terpesona oleh urusan kebangsaan dan kesukuan sehingga mereka lupa bahwa keduanya itu gunanya bukan untuk membanggakan suatu bangsa kepada bangsa yang lain, suatu suku kepada suku yang lain. Kita di dunia bukan buat bermusuhan, melainkan buat berkenalan. Dan hidup berbangsa-bangsa, bersuku-suku bisa saja menimbulkan permusuhan dan peperangan karena orang telah lupa kepada nilai ketakwaan. Di ujung ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah Maha Mengetahui, bahwasanya bukan sedikit kebangsaan menimbulkan ashabiyah jahiliyyah, pongah dan bangga karena mementingkan bangsa sendiri sebagai perkataan orang Jerman di kala Hitler naik,"Duitschland ubber alles!" (Jerman di atas dari segala-galanya.) Allah mengetahui bahwa semuanya itu palsu belaka, Allah mengenal bahwa setiap bangsa ada kelebihan sebanyak kekurangan, ada pujian sebanyak cacatnya. Islam telah menentukan langkah yang akan ditempuh dalam hidup;"Yang semulia-mulia kamu ialah barangsiapa yang paling takwa kepada Allah!"