Ayat
Terjemahan Per Kata
هُوَ
Dia
ٱلَّذِيٓ
yang
أَنزَلَ
menurunkan
ٱلسَّكِينَةَ
ketenteraman
فِي
dalam
قُلُوبِ
hati
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
لِيَزۡدَادُوٓاْ
supaya mereka bertambah
إِيمَٰنٗا
keimanan
مَّعَ
beserta
إِيمَٰنِهِمۡۗ
keimanan mereka
وَلِلَّهِ
dan kepunyaan Allah
جُنُودُ
bala tentara
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۚ
dan bumi
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلِيمًا
Maha Mengetahui
حَكِيمٗا
Maha Bijaksana
هُوَ
Dia
ٱلَّذِيٓ
yang
أَنزَلَ
menurunkan
ٱلسَّكِينَةَ
ketenteraman
فِي
dalam
قُلُوبِ
hati
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
لِيَزۡدَادُوٓاْ
supaya mereka bertambah
إِيمَٰنٗا
keimanan
مَّعَ
beserta
إِيمَٰنِهِمۡۗ
keimanan mereka
وَلِلَّهِ
dan kepunyaan Allah
جُنُودُ
bala tentara
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۚ
dan bumi
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلِيمًا
Maha Mengetahui
حَكِيمٗا
Maha Bijaksana
Terjemahan
Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Milik Allahlah bala tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Tafsir
(Dialah yang telah menurunkan ketenangan) yakni ketenteraman (ke dalam kalbu orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka) kepada syariat-syariat agama, yaitu sewaktu turun salah satu daripadanya mereka langsung beriman antara lain ialah syariat berjihad. (Dan kepunyaan Allahlah tentara langit dan bumi) jika Dia menghendaki untuk menolong agama-Nya tanpa kalian, niscaya Dia dapat melakukannya (dan adalah Allah Maha Mengetahui) semua makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam perbuatan-Nya, yakni Dia terus-menerus bersifat demikian.
Tafsir Surat Al-Fath: 4-7
Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka.
Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah, dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi.
Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Firman Allah ﷻ: Dialah yang telah menurunkan ketenangan. (Al-Fath: 4) Yang dimaksud dengan sakinah ialah ketenangan. Menurut Ibnu Abbas r.a., yang dimaksud adalah rahmat. Menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah ketenangan dalam hati orang-orang mukmin, yakni para sahabat di hari Hudaibiyah; mereka adalah orang-orang yang memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya serta tunduk patuh kepada hukum Allah dan rasul-Nya.
Setelah hati mereka tenang dan tenteram, maka Allah menambahkan kepada mereka keimanan selain dari keimanan yang telah ada pada diri mereka. Ayat ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhari dan para imam lainnya yang menunjukkan bahwa iman itu ada tingkatan-tingkatannya. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa seandainya Dia menghendaki, bisa saja Dia melancarkan pembalasan terhadap orang-orang kafir. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. (Al-Fath: 7) Yakni seandainya Allah mengirimkan terhadap mereka seorang malaikat, tentulah malaikat itu dapat membinasakan mereka semua. Tetapi Allah ﷻ telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berjihad dan berperang, mengingat di dalam perintah ini terkandung hikmah yang mendalam, hujah yang mematahkan, dan bukti yang jelas.
Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya: dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Fath: 4) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. (Al-Fath: 5) Dalam hadis Anas yang lalu telah disebutkan bahwa ketika para sahabat mengatakan, "Wahai Rasulullah, selamat buat engkau, maka apakah yang buat kami?" Lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai'mereka kekal di dalamnya. (Al-Fath: 5) Yakni tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya.
dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. (Al-Fath: 5) Yaitu dosa-dosa dan kekeliruan-kekeliruan mereka. Dia tidak menghukum mereka atas hal tersebut, bahkan memaafkan, mengampuni, dan menutup, serta mengasihani dan mensyukurinya. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah. (Al-Fath: 5) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmanNya: Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. (Ali Imran: 185), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ: dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah (Al-Fath-6) Yakni menduga tidak benar terhadap Allah ﷻ dalam hukum-Nya, dan mempunyai prasangka yang buruk terhadap Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, hendaklah mereka semuanya dibunuh dan dihabisi seluruhnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka. (Al-Fath: 6) Maksudnya, menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. dan menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. (Al-Fath: 6) Kemudian Allah ﷻ berfirman seraya mengukuhkan kemampuan-Nya untuk memberikan pembalasan terhadap musuh-musuh-Nya, yaitu musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan kaum munafik. Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Fath: 7)"
Dialah yang telah menurunkan yakni mewujudkan dan memantapkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin sehingga mereka tidak gentar menghadapi dan memerangi musuh untuk menambah keimanan atas keimanan mereka tentang kebesaran Allah. Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, yang senantiasa patuh melaksanakan perintah-Nya untuk dan memberikan pertolongan kepada orang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya, Mahabijaksana dalam pengaturan dan perbuatan-Nya. 5. Agar Dia masukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga untuk tinggal di sana selama-lamanya yang mengalir di bawah istananya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan yang pernah mereka lakukan agar mereka masuk ke dalam surga tanpa noda. Dan yang demikian itu, yakni surga dan ampunan Allah menurut Allah suatu keuntungan yang besar.
Allah menganugerahkan nikmat-Nya dengan menanamkan ketenangan dalam hati orang-orang yang beriman, terutama dalam hati para sahabat yang ikut bersama Rasulullah ﷺ dalam Perjanjian Hudaibiyyah. Dengan ketenangan hati itu, para sahabat patuh kepada hukum Allah dan keputusan Rasul-Nya. Dengan ketenangan hati itu juga, Allah menambah iman para sahabat.
Imam al-Bukhari menetapkan kesimpulan berdasarkan ayat ini bahwa iman itu tidak sama kadarnya dalam setiap hati orang beriman, ada yang tebal, ada yang sedang, dan ada pula yang tipis. Di samping itu, iman dapat pula bertambah dan berkurang pada diri seseorang.
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menurunkan ketenangan dalam hati orang-orang yang beriman ialah menghilangkan perbedaan pendapat yang terjadi di antara para sahabat Rasulullah ﷺ tentang Perjanjian Hudaibiyyah. Dengan timbulnya ketenangan hati, semua sahabat Nabi akhirnya mengikuti keputusan Rasulullah. Diriwayatkan bahwa 'Umar bin al-Khaththab termasuk di antara sahabat yang tidak menyetujui Perjanjian Hudaibiyyah sehingga beliau berkata, "Bukankah kita pada jalan yang hak, sedangkan mereka di jalan yang batil?" Dengan rahmat Allah, perbedaan pendapat itu hilang. Para sahabat menyadari kebenaran pendapat Rasulullah saw, termasuk 'Umar bin al-Khaththab yang akhirnya menyetujui pendapat Rasulullah.
Ayat ini dapat berarti umum dan dapat pula berarti khusus. Dalam arti umum, ayat ini berarti bahwa Allah akan menanamkan ketenangan hati, kesabaran, dan ketabahan bagi setiap orang yang beriman sehingga tidak ada lagi perbedaan pendapat di antara mereka yang dapat menimbulkan perpecahan. Hanya orang-orang yang kurang imannya saja yang mudah berselisih dengan orang yang beriman lainnya. Sedangkan arti khususnya adalah bahwa Allah menimbulkan ketenangan hati pada setiap orang yang bersama Rasulullah ﷺ dalam menghadapi Perjanjian Hudaibiyyah. Arti khusus inilah yang dimaksud dalam ayat ini karena ini yang sesuai dengan sebab turunnya.
Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengatur dan menguasai langit dan bumi. Dia mempunyai "tentara langit" dan "tentara bumi", yang dapat melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Tidak ada satu pun dari tentara-Nya yang mengingkari perintah-Nya. Di antara "tentara-tentara" itu ada yang berupa malaikat, binatang, angin topan, gempa yang dahsyat, banjir, aneka rupa penyakit, dan sebagainya. Jika Allah menghendaki, Dia dapat menghancurkan segala sesuatu dengan satu macam tentara-Nya saja termasuk menghancurkan setan. Tetapi Dia tidak berbuat demikian, bahkan Dia memerintahkan kepada kaum Muslimin agar berjihad dan berperang di jalan-Nya. Semuanya itu ditetapkan sesuai dengan hikmah, tujuan, dan kemaslahatan yang diketahui-Nya, sedangkan manusia boleh jadi tidak mengetahuinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-FATH
(KEMENANGAN)
SURAH KE-48, 29 AYAT, DITURUNKAN DI MADINAH
Bismillahirrahmanirrahim.
Ayat 1
“Sesungguhnya Kami telah membelikan kemenangan kepada engkau, kemenangan yang nyata."
Orang yang tahu strategi perang, dengan sendirinya akan maklum bahwa pertemuan di Hudaibiyah itulah kemenangan yang nyata sekali pada suatu peperangan yang tidak mengangkat senjata, melainkan mengatur keahlian diplomasi. Sebab yang terutama ialah dari sikap Rasulullah ﷺ di dalam menghadapi musuhnya. Beliau sekali-kali tidak mundur dari pendirian dan tekadnya yang telah bulat hendak pergi ke Mekah. Ke Mekahnya bukan hendak pergi berperang, melainkan hendak ziarah kepada Baitullah. Dua tiga orang utusan Quraisy yang datang menemui beliau, semuanya melakukan sikap yang kasar, sikap yang tidak berhitung. Dan mereka tidak memakai perhitungan yang tepat dan tidak mengetahui kekuatan musuh.
Tertahannya utusan mereka membawa rundingan damai ke Mekah, yaitu Utsman bin Affan, sehingga ada yang menyangka bahwa telah dibunuh oleh musuh, ini adalah saatyangsebaik-baiknya bagi Nabi ﷺ buat mengukuhkan semangat pengikut beliau buat menghadapi segala kemungkinan. Ini pun suatu siasat perang yang tepat sekali sehingga melihat kebulatan tekad pengikut Muhammad lantaran baiat yang bernama Baiatur Ridhwan itu. Quraisy akhirnya terpaksa mau juga berunding dengan beiiau!
Kesukaan kaum Quraisy berunding itu saja pun sudah satu kemenangan besar: Bukankah selama ini Muhammad dan kawan-kawannya yang hijrah ke Madinah itu hanya dianggap orang pelarian yang patut dibunuh di mana saja bertemu dan tidak ada perundingan dengan dia? Bukankah kesukaan berunding artinya ialah dengan mengaku adanya musuh yang diajak berunding itu?
Meskipun dalam perundingan, si Suhail bin Amir seakan-akan telah membuat suatu ketentuan bahwa pada tahun ini mereka belum boleh naik haji, tetapi tahun muka sudah boleh, itu pun suatu kemenangan besar yang menghendaki kesabaran dan keuletan berunding.
Nabi ﷺ melihat ada di antara perjanjian itu yang pincang. Yaitu kalau ada orang Mekah datang ke Madinah tidak setahu dan seizin pemimpin-pemimpin Quraisy, orang Quraisy berhak menuntut supaya orang itu dikembalikan ke Mekah. Tetapi kalau ada orang Islam dari Madinah yang datang ke Mekah orang Mekah tidak berhak memulangkannya kembali; ini pun suatu kemenangan! Sebab, walaupun hanya sehari dua orang Mekah itu berada di Madinah, pastilah dia akan menyaksikan apa artinya masyarakat Islam, kedamaian, tolong-menolong, jamaah, kasih sayang, menghormati tetamu dan dakwah yang hidup. Dan orang Madinah kalau datang ke Mekah, orang Mekah tidak wajib mengembalikannya; ini pun suatu perjanjian yang tidak ada artinya. Karena tidak ada di waktu seorang Muslim yang telah merasakan keindahan masyarakat Islam yang akan sudi meninggalkan negeri Madinah, meninggalkan berjamaah dengan Nabi.
Tetapi dalam praktiknya apa yang terjadi?
Penduduk Mekah itu sendiri yang keluar meninggalkan Mekah.
Seorang penduduk Mekah bernama Abu Bashir dengan diam-diam meninggalkan Mekah sebab dia telah lama memeluk Islam dengan diam-diam. Setelah ketahuan oleh Quraisy bahwa Abu Bashir tidak ada lagi di Mekah dan orang pun telah tahu bahwa pendiriannya adalah mengikuti Muhammad, lalu disuruh dua orang pergi menurutinya ke Madinah. Setelah mereka bertemu dengan Rasulullah, mereka melaporkan tentang hilangnya Abu Bashir. Rasulullah ﷺ menyuruh orang mencari Abu Bashir di Madinah sampai bertemu dan berhadir ke dalam majelis Rasulullah ﷺ Di sanalah Abu Bashir bertemu dengan kedua orang yang menjemputnya itu. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda,"Hai, Abu Bashir! Engkau sendiri sudah maklum bagaimana perjanjian kami dengan kaum Quraisy! Engkau sendiri adalah penduduk Mekah. Sebab itu janganlah heran jika dua orang telah diutus buat menjemput engkau kemari, sampai terbawa pulang ke Mekah. Engkau sendiri tahu! Kami tidak dapat mengkhianati perjanjian itu. Ghadar (mungkir dari perjanjian) adalah pantang kita. Oleh sebab itu, hendaklah engkau segera pulang kembali ke Mekah bersama kedua orang yang menjemput engkau ini. Saya doakan semoga Allah segera melepaskan engkau dari kesulitan!"
Mendengar ucapan Rasulullah ﷺ yang demikian itu, kelihatanlah muramnya wajah Abu Bashir. Setelah lama termenung dia pun berkata, “Ya Rasulullah! Apakah aku Tuan kembalikan ke dalam kekuasaan kaum musyrikin, sampai mereka aniaya lagi padaku dalam keyakinan agamaku?"
Nabi tidak menjawab. Lalu kedua Quraisy musyrikin itu setelah mendengar sendiri perintah Rasulullah kepada Abu Bashir supaya segera berangkat ke Mekah segeralah keduanya berdiri mengajak Abu Bashir berangkat dan Abu Bashir pun mematuhi perintah yang tidak dapat dibantahnya itu. Tetapi setelah mereka
meneruskan perjalanan, di waktu tidur tengah malam, Abu Bashir segera mengintip kedua orang yang menjemputnya itu, sampai keduanya tertidur. Setelah kelihatan mereka tidur nyenyak, dia pun bangun dan segera disentaknya pedang yang seorang dan ditikamnya yang seorang itu, lalu mati Setelah itu dibangunkannya yang seorang lagi memberitahukan bahwa temannya telah mati dibunuhnya. Dengan sangat ketakutan orang itu bangun, lalu disuruh oleh Abu Bashir berangkat sendiri ke Mekah dan Abu Bashir pun segera membelokkan langkahnya menuju Madinah. Sampai di Madinah dia datang menghadap Nabi dan mengatakan apa yang telah kejadian. Katanya,"Ya Rasulullah! Perintah buat meninggalkan Madinah telah aku patuhi, kesetiaan Tuan meneguhi janji sudah berlaku. Tuan telah menyerahkan daku ke tangan kaum itu dan aku telah membelaku dengan agamaku, agar jangan sampai aku teraniaya atau mereka melakukan sesuka hatinya kepadaku."
Nabi Muhammad tidak menjawab dan Abu Bashir pun di luar izin Nabi teiah meninggalkan majelis Nabi ﷺ Setelah dia pergi Nabi bersabda,"Kalau dia mendapat teman, dia bisa saja membuat perang terhadap mu-suhnya!"
Abu Bashir pun insaf bahwa tempat buat dia tidak ada di Madinah. Dia tidak hendak membuat pusing Nabi ﷺ karena perbuatan yang dia sendiri harus bertanggung jawab. Lalu dia berangkat ke luar kota Madinah dan tidak pula kembali ke Mekah. Apa yang diterka Nabi memang itulah maksud Abu Bashir. Dia pergi menyisihkan diri ke suatu tempat di tepi laut, bernama ‘lish. Di sana dicobanya menghubungi teman-teman yang sepaham, mendirikan barisan gerilya sendiri, tanggung jawab sendiri. Kedudukan Abu Bashir itu lekas sekali tersebar beritanya ke Mekah disertai perkataan Nabi ﷺ ketika dia berangkat,"Kalau dia dapat teman, dia dapat membuat perang terhadap musuhnya" Maka dengan secara sembunyi keluarlah beberapa pemuda Islam yang tergencet hidupnya di Mekah menuruti Abu Bashir di tepi laut itu. Di antara yang datang mengikuti Abu Bashir ialah yang menangis ketika diusir semula perjanjian ditandatangani dahulu, Abu jundul anak Suhail bin Amir dan mengikut pula yang lain. Dalam beberapa hari saja Abu Bashir telah dikelilingi oleh tidak kurang daripada tujuh puluh pemuda pelarian dari Mekah, membawa senjata. Kerja mereka ialah mengganggu dan merampok segala kafilah perniagaan Quraisy yang dalam perjalanan pergi atau pulang dari Syam. Dengan gerakan Abu Bashir dan teman-temannya, tidak ada lagi Quraisy yang merasa aman dari gangguan sehingga akhirnya mereka sendirilah yang mengirim utusan kepada Rasulullah ﷺ meminta supaya perjanjian"bahwa penduduk Mekah yang datang ke Madinah hendaklah ditolak dan diserahkan kembali kepada mereka" itu dibatalkan karena mereka tidak sanggup lagi menghadapi gerakan gerilyanya. Sebab yang mencegat mereka di tengah jalan lalu lintas perniagaan mereka itu ialah sekumpulan dari pemuda-pemuda penduduk Mekah sendiri.
Ketika perjanjian lama itu dicabut dan kaum Muslimin menerima kebebasannya buat datang ke Mekah siapa yang suka dan kapan saja. Terasalah oleh sahabat-sahabat utama itu, termasuk Umar bin Khaththab bagaimana tingginya siasat Rasulullah ﷺ Setelah itu datanglah izin dari Rasulullah kepada Abu Bashir buat pulang kembali ke Madinah. Tetapi ketika utusan datang menyampaikan berita, Abu Bashir dalam menderita sakit keras karena luka-lukanya dalam pertempuran. Yang lebih dahulu ditanyakannya ialah,"Marahkah Rasulullah kepadaku?" Utusan menjawab,"Tidak! Bahkan beliau mengharap engkau segera pulang ke Madinah."
“Asal Rasulullah tidak marah kepadaku, senanglah hatiku," katanya."Sampaikanlah salamku kepada beliau" Lalu dia pun wafat di hadapan utusan itu.
Maka dapatlah pembaca sejarah Islam menilai kebesaran cita-cita Abu Bashir yang membuat gerakan demikian, di luar ridha Nabi. Dia pun tidak hendak meletakkan tanggung jawab perbuatannya sendiri ke atas pundak beliau ﷺ namun maksudnya telah berhasil, yaitu bahwa musuh sendiri yang meminta supaya putusan yang mereka diktekan kepada Nabi ﷺ itu karena merasa bahwa diri mereka masih lebih kuat, akhirnya mereka sendiri yang meminta kepada Nabi supaya dicabut.
Ayat 2
“Karena akan Allah tutupi bagi engkau apa yang telah teidahulu dan apa yang telah … kemudian dari hasil usahamu"
Inilah arti yang halus, yang biasa disusun oleh ahli-ahli terjemah ke dalam bahasa Indonesia tentang ayat ini. Tetapi ada lagi terjemah lain yang lebih tegas menurut yang tertulis;"Karena akan diampuni bagi engkau oleh Allah apa yang telah terdahulu daripada dosa engkau dan apa yang terkemudian." Kalimat yaghfira pada umumnya biasa diartikan diberi ampun sedang arti atau terjemah asli daripadanya ialah menutupi. Tegasnya, suatu dosa yang telah mengancam, hampir saja terkerjakan namun Allah tetap melindungi dan menutupi, sehingga terhalang tidak jadi dikerjakan.
Ahli-ahli ilmu ushul fiqih memang berselisih pendapat juga dalam hal ini. Dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat yang terang-terangan menyebut dzanbun yang bisa diterjemahkan dosa. Bahkan di dalam surah an-Nashr, diterangkan bahwasanya,
“Apabila pertolongan dari Allah telah datang dan telah engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong maka ucapkanlah tasbih dengan memuji Tuhan engkau dan meAllahon ampunlah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah sangat suka memberi tobat" (an-Nashr: 1-3)
Ayat ini pun membesarkan hati dan suatu kemenangan besar pula yang dirasakan oleh Nabi dalam perjuangan yang berat itu. Mungkin saja di samping kesabaran dan ketenangan yang tampak keluar ada juga kejengkelan hati yang terkandung di dalam terutama kepada teman-teman sendiri yang tidak juga mau mengerti bahwa perjuangan ini adalah kemenangan namun kawan-kawan memandang suatu kekalahan sampai Umar, seorang ahli diplomasi yang terkenal sejak zaman jahiliyyah, hampir timbul perasaan ragu akan tujuan Nabi karena tidak dapat menahan sabar lagi. Hanya Abu Bakar yang 100% percaya akan kebijaksanaan yang beliau tempuh.
Menurut suatu riwayat pula daripada Anas bin Malik, ketika Rasulullah mengatakan bahwa teiah datang ayat-ayat yang sangat beliau rindukan dan beliau cintai itu maka adalah pula dalam kalangan sahabat Rasulullah ﷺ yang berkata,"Kami mengucapkan selamat kepada engkau, ya Rasulullah atas turunnya ayat itu kepada engkau, yang dalam ayat dijelaskan apa sambutan Allah atas kebijaksanaan yang engkau tempuh. Sekarang saya hendak bertanya, ya Rasulullah! Kalau kepada engkau sudah ada pujian Allah yang paling menghargai engkau, ada pulakah agaknya yang untuk kami?"
Mendengar pertanyaan itu turun pulalah sambungan ayat,
“Akan dimasukkan orang-orang yang beriman laki-laki dan orang-orang yang beriman perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungal-sungai, kekal mereka di dalamnya dan tertangkis daripada diri mereka segala keteledoran mereka: dan adalah yang demikian itu di sisi Allah suatu kemenangan yang besar." (al-Fath: 5)
Hadits Anas bin Malik ini dirawikan juga oleh Bukhari dan Muslim.
Dengan demikian maka meratalah kegembiraan dan rasa bahagia meskipun tadinya beberapa orang di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang masih agak dangkal pengertian memandang bahwa kemenangan ini belum terang. Mereka kecewa saja, mengapa tidak boleh menulis Muhammad Rasulullah, melainkan Muhammad anak Abdullah. Mengapa tidak boleh menulis Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim hanya boleh ditulis Bismika Allahumma! Kemudian baru mereka mengerti bahwa kemenangan yang pokok telah tercapai, yaitu bahwa mereka telah diajak berunding, tegasnya bahwa kekuatan mereka telah diperhitungkan. Apatah lagi kemudiannya tidak menunggu masa berbulan-bulan, hanya dalam masa dua tiga bulan saja, kaum Quraisy itu sendiri yang meminta salah satu perjanjian ditiadakan saja karena akibat kesombongan mereka, mereka sendiri yang menderita kepahitannya dengan timbulnya pencegatan Abu Bashir, Abu Jundul, dan tujuh puluh kawan-kawannya.
“Dan disempurnakanNya nikmat-Nya kepada engkau,"yaitu segala karunia yang diberikan Allah, baik yang berkaitan dengan nikmat di dunia, maupun nanti di akhirat. Di antara nikmat-nikmat itu ialah kesebaran agama Islam dan penerimaan manusia terhadapnya sebagai agama yang mulia, tertinggi, sebaik-baik saja terlaksana penaklukan ke atas Mekah.
“Dan diberi-Nya engkau petunjuk, jalan yang lunas."
Yakni menurut petunjuk syari'at Allah yang mulia dan agama yang lurus, yang disyari'atkan oleh Allah yang Mahabijaksana ke atas hamba-hamba-Nya yang benar-benar jujur dan patuh mengikut petunjuk-Nya dan karena itulah Dia akan memenangkan mereka sebagaimana yang dijanjikan itu.
Ayat 3
“Dan Dia akan menolong engkau dengan pertolongan yang perkasa."
Quraisy sendiri kian sehari kian mengertilah bahwa merekalah yang salah dan sebab itu merekalah yang kalah! Nabi Muhammad bersikap merendahkan diri tetapi dalam keteguhan pendirian, sedang kaum Quraisy bersikap sombong mempertahankan yang tidak asasi padahal mereka yang kena catur. Mereka berikan izin naik haji tahun muka! Biarpun tahun muka, namun masa satu tahun dalam perjuangan bangsa adalah masa yang pendek. Dengan dua belas kali pergantian bulan, masa yang ditunggu itu pun datang, sedang umat Muhammad bertambah kuat juga. Di sinilah bertemu arti hadits yang shahih,
“Tidaklah menambah Allah Ta'aala kepada seorang hamba dengan memberi maaf, hanyalah kemuliaan jua dan tidaklah merendahkan diri seseorang kepada Allah Yang Mulia, melainkan pastilah dia diangkat oleh Allah."
Dengan cara merendahkan diri dan berdada lapang dan menyebarkan senyum, Rasulullah telah menghadapi kaum Quraisy itu di Hudaibiyah sedang mereka menghadapi Nabi dengan kasar, penuh keberician, dan dendam sakit hati. Mereka tidak memikirkan akibat, sedang Nabi ﷺ memandang yang jauh. Mereka memandang kemenangan dan kemegahan yang sekarang sedang Nabi ﷺ menarik simpati orang dengan kelapangan dadanya dan kemanisan sikapnya. Maka dengan cara yang demikian, Nabilah yang berangsur-angsur tetapi tetap mendapat kemenangan di dalam menghadapi mereka. Orang luar dengan
sendirinya berpihak kepada Nabi. Meskipun pada mulanya belum memasuki agama yang beliau dakwahkan, namun hati mereka sudah terbuka buat menyelidiki.
Ayat 4
“Dialah yang telah menurunkan ketenteraman ke dalam hati orang-orang yang beriman."
Meskipun pada mulanya banyak di antara mereka yang ragu, namun akhirnya dengan berangsur tetapi pasti keimanan mereka tumbuh kembali, mulanya samar dan akhirnya tetap dan tenteram bahwa benarlah dan tepatlah sikap yang telah dipilih oleh Rasulullah terutama karena tidak beberapa lama kemudian Quraisy sendiri yang meminta supaya suatu bidang perjanjian, yaitu supaya orang Islam yang berada di Mekah, jika datang ke Madinah mereka berhak buat menjemputnya kembali walaupun dengan kekerasan. Akhirnya mereka sendirilah yang menerima kerugian dari sebab mereka tidak mempunyai kekuatan buat melangsungkan bunyi perjanjian itu. Sebab sudah berlaku sejak zaman purbakala, bahwasanya suatu perjanjian di antara dua negara yang sedang diperbuat atau sudah ditandatangani, mestilah dilatarbelakangi oleh kekuatan tentara masing-masing. Ternyata bahwa pihak Quraisy tidak mempunyai kekuatan buat menangkapi Muslim yang berada di Mekah buat keluar, bahkan ada utusan Quraisy sendiri, dua orang yang dikirim menjemput Abu Bashir ke Madinah, sedang Abu Bashir yang dijemput itu hanya satu orang namun seorang di antara utusan itu dibunuh oleh Abu Bashir. Menurut satu riwayat, yang seorang lagi itu lari ke Mekah dan menurut satu riwayat lagi, dia ditangkap oleh Abu Bashir dan dibawa menghadap Nabi di Madinah dan Nabilah yang melepaskan dia kembali ke Mekah.
Keadaan ini saja pun telah menjadi salah satu sebab yang amat penting bagi menumbuhkan ketenteraman dalam hati tiap-tiap Muslim yang ada pada masa itu."Supaya mereka bertambah iman pula sesudah iman mereka." Yaitu supaya orang-orang yang tadinya karena timbul keraguan nyaris hilang imannya, sekarang kembali timbul iman itu sesudah mereka saksikan sendiri bahwa beberapa orang sahabat Nabi ﷺ yang lain, di antaranya Abu Bakar tidak berkocak sedikit jua pun imannya karena hal kecil-kecil yang ditemui Nabi ketika mengikat perjanjian itu."Dan bagi Allah-lah tentara-tentara di langit dan di bumi"
Kalimat Allah yang sedikit ini memberi ingat kepada kita salah satu bagian dari ilmu perang, bahwasanya tentara yang akan menentukan kalah atau menangnya peperangan bukanlah semata-mata tentara manusia yang bilangannya banyak saja, yang berjalan di atas bumi. Tetapi ada lagi tentara yang datang dari langit, bukan berupa manusia. Jenderal-jenderal perang modern memperhitungkan bahwa di samping tentara yang berjalan di muka bumi itu, adalah lagi tentara yang disebut medan dan cuaca. Letak medan perang pun turut menentukan kemenangan atau kekalahan. Musim hujan atau panas, musim dingin, musim gugur, itu pun diperhitungkan dalam peperangan. Kekalahan Napoleon ketika menyerbu tanah Rusia, bukanlah karena kurang jumlah tentaranya. Ketika itu beliau mempunyai tentara 800.000! Tetapi dia kalah dan terpaksa lari pulang ke Perancis dan mati berguguran di tengah jalan karena bertemu dengan musim dingin yang sangat dingin, yang orang Perancis tidak tahan menderita dingin.
Ahli-ahli perang zaman sekarang pun kembali memperhitungkan sebab-sebab yang utama dari kegagalan dan kekalahan tentara Quraisy yang sepintas lalu merasa dirinya menang pada Shuluh (Perdamaian Hudaibiyah) padahal dari semenjak perjanjian itu, berangsurlah datang dengan tetap kemunduran mereka dan berangsur pulalah dengan tetap kemenangan Nabi Muhammad.
“Dan adalah Allah itu Maha Mengetahui Mahabijaksana."
Kemenangan Hudaibiyah ini lebih dirasakan lagi sebab dalam salah satu isi perjanjian ialah sepuluh tahun lamanya kedua belah pihak, pihak Quraisy dan pihak Islam tidak akan mengadakan peperangan. Masa yang disebutkan sepuluh tahun itu dipergunakan oleh pihak Muslimin dengan sebaik-baiknya. Pihak Islam selalu mengadakan dakwah ke mana-mana, sehingga dakwah yang demikian sangat besar pengaruhnya kepada negeri-negeri yang keliling. Meskipun Quraisy dalam perjanjian itu hanya mengakui Muhammad anak Abdullah, bukan Muhammad Rasulullah, namun perjanjian itu sendiri mempunyai kuat kuasa, yang menentukan bahwa perjanjian itu ditaati. Maka berduyunlah"wufuud", yaitu utusan-utusan datang dari seluruh jazirah Arab datang menemui Nabi ﷺ di Madinah, hendak bertukar pikiran, hendak berdialog tentang aqidah, tentang iman dan Islam dan sebagian besar masuk Islam dengan sukarelanya sendiri, yang Quraisy jelas tidak sanggup melakukannya. Kalau utusan Arab itu datang membawa penyair ahli sastra yang bijak, Nabi ﷺ menunggunya dengan ahli syair yang lebih bijak. Bahkan didoakan oleh Nabi, semoga ahli syair Nabi, seperti Hassan bin Tsabit orang Anshar ditolong Allah hendaknya dengan diberi bantuan dengan Ruhul Qudus.
Oleh sebab itu tepatlah apa yang difirmankan Allah di ujung ayat,"Dan adalah Allah Maha Mengetahui Mahabijaksana."
Maksudnya ialah bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy itu semuanya bukanlah dilakukan atas kehendak Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Jika itu adalah suatu pengetahuan maka dia adalah pengetahuan yang diberikan Allah sehingga Muhammad ﷺ bersikap tenang dan benar-benar bijaksana ketika pihak lawan menyatakan keberatan-keberatan seketika mau ditulis"Muhammad Rasulullah", cukup"Muhammad bin Abdullah" saja. Demikian juga ketika akan ditulis Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim, beliau tidak menyatakan keberatan jika ditukar dengan Bismika Allahumma. Si musyrik merasa senang dan menang karena usulnya dipelihara namun Nabi saw, dengan bijaksana menerima usulan itu karena beliau telah diberi pengetahuan oleh Allah bahwa hal itu tidak penting lagi. Yang sangat penting dan puncaknya kepentingan ialah mereka mau berunding dengan Muhammad sebagai dua perutusan yang sama diakui haknya! Inilah yang pokok!
Ayat 5
“Karena akan dimasukkan orang-orang beriiman taki-taki dan orang-orang beriiman penempuan ke dalam sungayang mengalin di bawahnya sungal-sungai, kekal mereka di dalamnya."
Sebagaimana yang telah kita salinkan beberapa baris di atas tadi, ayat ini telah dibacakan oleh Nabi, sebagai urutan dari ayat yang sebelumnya karena ada dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah itu yang bertanya,"Kalau Rasulullah sendiri telah merasa gembira sebab amalannya pada Perjanjian Hudaibiyah itu tetah dipujikan oleh Allah dan dianggap sebagai kemenangan yang nyata maka adalah dalam kalangan sahabat itu yang bertanya, ‘Bagaimana keadaan Perjanjian Hudaibiyah itu bagi kami?'" Maka datanglah ayat ini; yang menjelaskan bahwa mereka sebagai pengikut Rasulullah dalam suka dan duka pun mendapat kemenangan jua, laki-laki dan perempuan yang mengikuti Nabi. Meskipun tidak jadi naik umrah di tahun itu, mereka semuanya dipujikan oleh Allah, meskipun pekerjaan itu gagal. Sebab Nabi pun pernah bersabda,
“Niat seseorang pernah juga lebih baik daripada amalnya."
“Kekal mereka di dalamnya," karena Perjanjian Hudaibiyah itu pun termasuk perjuangan yang penting dan mempunyai nilai sejarah yang mulia."Dan akan Dia hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka." Tentu dapat kita maklumi bahwa dosa yang ada di waktu itu ialah dosa mengomel dan mengeluh karena maksud belum berhasil. Orang-orang yang merasakan perjuangan menegakkan agama akan mengerti bagaimana pahit perasaan kalau kiranya di suatu hari kita gagal dalam melancarkan suatu cita-cita di luar kemampuan kita. Tetapi amal sabar, tabah, tidak mengenal putus asa, kejengkelan dan omelan itu akan diampuni oleh Allah. Paling akhir diobat lagi hati yang kecewa itu oleh Allah dengan firman-Nya,
“Dan adalah yang demikian itu di sisi Allah suatu kemenangan yang besar."
Kemenangan yang besar itu sebagaimana telah kita uraikan di atas tadi ialah perhatian yang menjurus kepada Rasul dan umatnya, dari seluruh penjuru Tanah Arab pada masa itu.
Sebaliknya diterangkan pula bagaimana kekecewaan yang akan menimpa orang-orang yang masih saja menentang seruan Rasulullah ﷺ.
Ayat 6
“Dan akan Dia adzab orang-orang laki-laki yang munafik dan penempuan-penempuan yang munafik dan laki-laki yang musynik dan penempuan-penempuanyang musynik yang menyangka terhadap Allah dengan pensangkaan yang bunuk."
Dalam ayat ini bertemulah dua macam musuh. Yang dijadikan nomor pertama ialah laki-laki dan peremuan yang munafik dan yang nomor dua ialah laki-laki dan perempuan yang kafir; menjadi bukti bahwa murtafik lebih sakit kesan dan bekasnya daripada kafir. Kalau kafir sudah tentu lawan. Tetapi kalau munafik pada lahir dia serupa kawan, pada batin mereka melihat peluang dan kesempatan buat mencedera, buat menghantam sambil lempar batu sembunyi tangan, disangka dia kawan, padahal dia lawan. Orang kafir sudah jelas jadi lawan sedang orang munafik terasa jahat perjalanannya tetapi orang tidak tampak!"Yang menyangka terhadap Allah dengan persangkaan yang burak" sehingga orang baik-baik disangkanya buruk seperti dia juga. Dia berdendam kepada orang lain karena disangkanya orang lain seburuk dia. Sebab itu di mana saja tegaknya orang yang seperti itu maka sangkanya yang buruk itu sajalah yang jadi pedoman dari hidupnya."Ke atas mereka akan beredar keburukan dan murkalah Allah pada mereka," karena hatinya yang sempit itu dan memandang segala sesuatu dengan buruk sangka, tidaklah mereka sadari bahwa dialah yang telah ditimpa terlebih dahulu oleh penyakit. Yaitu penyakit persangkaan buruk itu. Dia memandang segala sesuatu dalam alam ini dengan kaca mata yang kotor sehingga dengan tidak disadarinya bahwa bukan kaca mata itu yang dipandangnya kotor, melainkan barang yang dia lihat dengan mempergunakan kaca mata tersebut."Dan mengutuk kepada mereka," yaitu bahwa sesudah Allah murka maka kutukan Allah-lah atau laknat-Nyalah yang datang menimpa dirinya sehingga sempitlah lapangan dunia ini dilihatnya."Dan menyediakan untuk mereka Jahannam," menjadi neraka dalam kehidupan mereka, baik kehidupan sementara di dunia ini karena tidak pernah merasakan ketenteraman batin, apatah lagi di akhirat kelak. Sebab sudahlah jelas bahwa di Jahannam itulah tempat kegelisahan yang tidak berbatas.
“Dan itulah yang sejelek-jelek tempat kembali."
Dan itulah akibat belaka daripada kesalahan memilih sikap jiwa, yaitu menutup di antara diri dengan orang lain sehingga tertutup untuk selama-lamanya.
Lantas sekali lagi Allah menyebutkan agar manusia jangan lupa bahwasanya segala kebijaksanaan yang telah ditempuh oleh Muhammad dan kemenangan diplomasi yang gilang-gemilang itu lain tidak adalah berdasar belaka kepada kekuasaan dan kebesaran Allah.
Ayat 7
“Dan kepunyaan Allah-lah tentara-tentara di langit dan di bumi."
Kaum Quraisy menyangka bahwa mereka menang karena dengan gagah berani mereka menyanggah isi surat yang dikarang oleh Nabi Muhammad dengan memulai Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim dan disuruh tukar dengan BismikaAJlahumma, demikian juga Muhammad Rasulullah yang disuruh tukar dengan Muhammad anak Abdullah; namun mereka tidak sadar bahwa mereka telah terpaksa mengakui, dan tidak dapat mengelak lagi bahwa dengan Muhammad sudah mesti dibuat surah Perjanjian Hudatbiyah padahal selama enam tahun Muhammad telah berhijrah meninggalkan Mekah, dia dianggap sebagai orang pelarian, orang perusak agama pusaka nenek moyang. Maka dengan mengadakan perjanjian ini, di waktu perjanjian ditandatangani mereka belum tahu bahwa inilah permulaan kekalahan mereka dan ini pulalah permulaan dari terus-menerusnya kemenangan Nabi ﷺ. Bahkan sesudah Perdamaian Hudaibiyah ini berduyun utusan-utusan seluruh Tanah Arab menemui Nabi ke Madinah, sebagai utusan suatu negeri menghadap seorang kepala negara. Bahkan datang juga utusan dari negeri besar Najran, yang seluruhnya masih beragama Nasrani.
Maka siapakah yang berdiri di belakang layar dalam sifat-sifat kemenangan ini? Orang Islam tidak boleh melupakan siapa yang berdiri di belakang layar, yaitu kekuasaan Allah. Arab Quraisy sendiri tidak mempunyai kekuatan lagi buat menentang Muhammad sebagaimana tantangan mereka yang pertama.
Ayat ini, yang serupa, diulang dua kali, yaitu ayat 4 dan ayat ini. Yang kedua menambah jetas yang pertama, yaitu bahwa Allah itu mempunyai tentara di langit dan di bumi. Ada tentara yang kelihatan di bumi dan ada yang tersembunyi. Di dalam surah at-Taubah, ayat 40 dijelaskan pula bahwa ada tentara Allah itu yangtidak kelihatan tetapi terasa pengaruhnya. Di surah al-Ahzaab, ayat 9 dijelaskan bahwa ketika tentara musuh itu telah datang, tentara Allah pun datang pula tetapi tidak kelihatan. Di dalam surah al-Mudatstsir ayat 31, dijelaskan bahwa hanya Allah sendiri saja yang Maha Mengetahui berapa bilangan tentaranya. Oleh sebab itu sudah sepatutnyalah jika pada ayat 44 di ujung ayat disebutkan sifat Allah, yaitu"Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana". Maka di ujung ayat yang tengah kita tafsirkan ini kita melihat ujung ayat,
“Dan adalah Allah itu Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
Dengan ujung ayat ini bukan saja keteguhan keperkasaan Rasul terlihat terhadap pihak lawan dengan sikapnya yang bijaksana, sehingga sesudah baiat, Suhail bin Amir diutus datang buat berdamai dan menandatangani surat perjanjian bahkan terhadap sahabat-sahabat dan pengikut-pengikut yang setia sendiri pun beliau mengucapkan kata pimpinan yang menunjukkan bahwa dalam saat seperti demikian beliau mesti dipatuhi.
Kita melihat dalam sejarah beliau baik di Mekah atau Madinah. Beliau lemah lembut, dapat bertolak-angsur. Namun apabila mengenai yang prinsip, beliau tidak bisa dihambat walaupun oleh siapa saja. Di waktu itu jelas benar sikap beliau yang perkasa sebagai pemimpin.
Ketika beliau mengusulkan agar Umar bin Khaththab yang pergi ke Mekah buat menemui pemimpin-pemimpin Quraisy, agar diberi kelapangan bagi beliau ziarah ke Mekah bersama 1.400 pengiringnya itu, Umar telah memasukkan usul bahwa Utsman bin Affanlah yang baik,
sebab dia tidak ada musuh pribadi di Mekah, maka memang Utsmanlah yang pergi. Tetapi setelah Umar menyatakan keraguan dirinya atas kebijaksanaan beliau, sampai Umar bertanya,"Bukankah engkau Rasulullah?" dan beberapa pertanyaan lain maka segala pertanyaan telah beliau jawab dan beliau beri keputusan yang tidak bisa dibantah lagi."Aku adalah hamba Allah dan aku adalah Rasul-Nya! Aku sekali-kali tidak boleh menentang apa yang dikehendaki oleh Tuhan dan Tuhan sekali-kali tidak akan me-ngecewakanku."
Dan Umar sendiri di saat demikian pun sangat mengerti bahwa tidak ada baginya jalan lain melainkan tunduk dengan patuh. Kalau tidak maka kesetiaannyalah yang sumbing.
Demikian juga ketika beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib mengubah Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim dengan Bismika Allahumma, beliau melihat dengan jelas bahwa mata Ali membayangkan kekesalan ketika hendak mengubah itu. Lalu beliau keluarkan perintah sekali lagi,"Tulis!" Ali pun menulis! Apatah lagi ketika disuruhnya menuliskan Muhammad bin Abdullah, ganti dari Muhammad Rasulullah. Beliau lihat kekesalan Ali bertambah dan yang tadi, laksana hendak diterkamnya Suhail bin Amir yang mengusulkan itu. Sekali lagi Rasulullah memerintah dengan suara lebih berwibawa,"Tuliskan Muhammad bin Abdullah!" Dengan kesal tetapi patuh Ali menulis.
Dalam keduanya itu kelihatan ketangkasan dan sikap perkasa yang sangat diperlukan bagi seseorang pemimpin. Dan barulah bebas segala keraguan setelah selesai pertemuan dan ayat surah al-Fath turun menjelaskan bahwa ini adalah kemenangan yang nyata!
***