Ayat
Terjemahan Per Kata
هُمُ
mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَصَدُّوكُمۡ
dan mereka menghalangi kamu
عَنِ
dari
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡحَرَامِ
Haram
وَٱلۡهَدۡيَ
dan hewan kurban
مَعۡكُوفًا
disembelih
أَن
bahwa
يَبۡلُغَ
ia sampai
مَحِلَّهُۥۚ
tempatnya
وَلَوۡلَا
dan kalau tidak
رِجَالٞ
orang-orang laki-laki
مُّؤۡمِنُونَ
mereka beriman
وَنِسَآءٞ
dan orang-orang perempuan
مُّؤۡمِنَٰتٞ
mereka beriman
لَّمۡ
tidak
تَعۡلَمُوهُمۡ
kamu mengetahui mereka
أَن
bahwa
تَطَـُٔوهُمۡ
kamu akan membunuh mereka
فَتُصِيبَكُم
maka akan menimpa kamu
مِّنۡهُم
dari mereka
مَّعَرَّةُۢ
kesusahan
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
عِلۡمٖۖ
pengetahuan
لِّيُدۡخِلَ
karena hendak memasukkan
ٱللَّهُ
Allah
فِي
ke dalam
رَحۡمَتِهِۦ
rahmat-Nya
مَن
siapa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
لَوۡ
sekiranya
تَزَيَّلُواْ
mereka terpisah
لَعَذَّبۡنَا
pasti Kami mengazab
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِنۡهُمۡ
dari mereka
عَذَابًا
azab
أَلِيمًا
pedih
هُمُ
mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَصَدُّوكُمۡ
dan mereka menghalangi kamu
عَنِ
dari
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡحَرَامِ
Haram
وَٱلۡهَدۡيَ
dan hewan kurban
مَعۡكُوفًا
disembelih
أَن
bahwa
يَبۡلُغَ
ia sampai
مَحِلَّهُۥۚ
tempatnya
وَلَوۡلَا
dan kalau tidak
رِجَالٞ
orang-orang laki-laki
مُّؤۡمِنُونَ
mereka beriman
وَنِسَآءٞ
dan orang-orang perempuan
مُّؤۡمِنَٰتٞ
mereka beriman
لَّمۡ
tidak
تَعۡلَمُوهُمۡ
kamu mengetahui mereka
أَن
bahwa
تَطَـُٔوهُمۡ
kamu akan membunuh mereka
فَتُصِيبَكُم
maka akan menimpa kamu
مِّنۡهُم
dari mereka
مَّعَرَّةُۢ
kesusahan
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
عِلۡمٖۖ
pengetahuan
لِّيُدۡخِلَ
karena hendak memasukkan
ٱللَّهُ
Allah
فِي
ke dalam
رَحۡمَتِهِۦ
rahmat-Nya
مَن
siapa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
لَوۡ
sekiranya
تَزَيَّلُواْ
mereka terpisah
لَعَذَّبۡنَا
pasti Kami mengazab
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مِنۡهُمۡ
dari mereka
عَذَابًا
azab
أَلِيمًا
pedih
Terjemahan
Merekalah orang-orang yang kufur dan menghalang-halangi kamu (masuk) Masjidilharam dan (menghalangi pula) hewan-hewan kurban yang terkumpul sampai ke tempat (penyembelihan)-nya. Seandainya tidak ada beberapa orang laki-laki dan perempuan yang beriman yang tidak kamu ketahui (keberadaannya karena berbaur dengan orang-orang kafir, yaitu seandainya tidak dikhawatirkan) kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesulitan tanpa kamu sadari, (maka Allah tidak akan mencegahmu untuk memerangi mereka. Itu semua) karena Allah hendak memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka terpisah, tentu Kami akan mengazab orang-orang yang kufur di antara mereka dengan azab yang pedih.
Tafsir
(Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kalian dari Masjidilharam) yakni menghalangi kalian untuk memasukinya (dan hewan kurban) diathafkan kepada Dhamir Kum yang ada pada lafal Washadduukum (dalam keadaan tertahan) yakni terhenti, lafal ini menjadi Hal atau kata keterangan keadaan (tidak dapat mencapai tempatnya) yaitu tempat penyembelihannya sebagaimana biasanya, lafal ayat ini berkedudukan menjadi Badal Isytimal. (Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin) yang masih ada tinggal bersama dengan orang-orang kafir di Mekah (yang tiada kalian ketahui) keimanan mereka (bahwa kalian akan membunuh mereka) kalian akan membunuh mereka bersama dengan orang-orang kafir, sekiranya kalian diizinkan-Nya untuk melakukan penaklukan. Lafal ayat ini menjadi Badal Isytimal dari Dhamir Hum yang terdapat pada lafal Lam Ta'lamuuhum (yang menyebabkan kalian berdosa) yakni perbuatan yang berdosa (tanpa pengetahuan) kalian tentangnya. Semua Dhamir Ghaibah yang ada menunjukkan makna untuk kedua jenis, yaitu jenis lelaki dan perempuan, hal tersebut hanya memprioritaskan Mudzakkar. Jawab dari lafal Laulaa tidak disebutkan, yakni tentulah Allah mengizinkan kalian untuk melakukan penaklukan, tetapi ketika itu Dia ternyata tidak mengizinkan kalian melakukan hal itu. (Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya) seperti orang-orang mukmin yang telah disebutkan tadi. (Sekiranya mereka tidak bercampur-baur) seandainya mereka membedakan dari orang-orang kafir (tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka) yakni di antara penduduk Mekah pada saat itu juga, seumpamanya Kami memberikan izin kepada kalian untuk melakukan penaklukan (dengan azab yang pedih) azab yang menyakitkan.
Tafsir Surat Al-Fath: 25-26
Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihannya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Allah ﷻ berfirman, menceritakan keadaan orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan orang-orang yang mendukung mereka yang memusuhi Rasulullah ﷺ: Merekalah orang-orang yang kafir (Al-Fath' 25) Hanya merekalah orang-orang kafir yang sejati, bukan selain mereka.
yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram. (Al-Fath: 25) padahal kalian lebih berhak terhadap Masjidil Haram, lagi pula kalian adalah ahlinya. dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. (Al-Fath: 25) Yakni mereka menghalang-halangi hewan korban untuk sampai ke tempat penyembelihannya; hal ini merupakan sikap mereka yang melampaui batas dan menunjukkan keingkaran mereka. Hewan korban yang dibawa oleh Nabi ﷺ terdiri dari tujuh puluh ekor unta, seperti yang akan dijelaskan nanti. Firman Allah ﷻ: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25) yang ada di kalangan orang-orang musyrik Mekah, tetapi mereka menyembunyikan keimanannya dari mata orang-orang musyrik yang ada di sekitarnya karena takut akan keselamatan diri mereka dari kekejaman kaumnya.
Seandainya tidak ada mereka, tentulah Kami akan menguasakan mereka kepada kalian, hingga kalian dapat membunuh mereka dan memusnahkan mereka sampai keakar-akarnya. Akan tetapi, mengingat di kalangan mereka terdapat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan yang tidak engkau ketahui mereka bila terjadi pertempuran, karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan. (Al-Fath: 25) Yakni merasa berdosa dan menanggung denda.
tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. (Al-Fath: 25) Yaitu Allah menangguhkan hukuman-Nya terhadap mereka (orang-orang musyrik) demi menyelamatkan sebagian dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka; dan agar sebagian besar dari mereka sadar, lalu memeluk agama Islam. Dalam firman berikutnya disebutkan: Sekiranya mereka tidak bercampur baur. (Al-Fath: 25) Yakni sekiranya orang-orang kafir terpisahkan dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka.
tentulah Kami akan-mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Maksudnya, tentulah Kami menguasakan mereka kepada kalian dan tentulah kalian dapat membunuh mereka hingga keakar-akarnya. Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanba' alias Rauh ibnul Faraj, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abu Ibad Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa'd mau la Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Hajar ibnu Khalaf yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Junaid ibnu Subai' mengatakan bahwa ia memerangi Rasulullah ﷺ pada permulaan siang hari dalam keadaan kafir, tetapi di petang harinya ia berperang dengan Rasulullah ﷺ dalam keadaan muslim.
Berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah ﷻ: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25) Junaid ibnu Subai' melanjutkan, "Kami saat itu terdiri dari sembilan orang, tujuh orang laki-laki dan dua orang wanita." Kemudian ImamTabrani meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Muhammad ibnu Abbad Al-Makki dengan sanad yang sama, hanya dalam riwayat ini disebutkan dari Abu Jum'ah Junaid ibnu Subai', lalu disebutkan hal yang semisal.
Tetapi menurut riwayat yang benar, dia adalah Abu Ja'far Habib ibnu Siba'. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Hajar ibnu Khalaf dengan sanad yang sama. Dalam riwayatnya disebutkan pula, "Kami berjumlah tiga orang laki-laki dan sembilan orang wanita, dan berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan," yaitu firman-Nya: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Jabalah, dari Abu Hamzah, dari Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman Allah ﷻ: Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Yakni sekiranya orang-orang kafir itu memisahkan diri dari orang-orang mukmin, tentulah Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih, yaitu kaum mukmin akan membunuh mereka.
Firman Allah ﷻ: Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26) Demikian itu terjadi ketika mereka menolak jika dituliskan Bismillahir Rahmanir Rahim, dan mereka menolak pula bila dituliskan dalam perjanjian tersebut, "Ini adalah janji yang disetujui oleh Muhammad utusan Allah." lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Abdullah ibnu Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah Abu Ali Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Saur, dari ayahnya, dari At-Tufail (yakni Ibnu Ubay ibnu Ka'b), dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26) Bahwa yang dimaksud adalah ucapan, "La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah)." Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Al-Hasan ibnu Quza'ah; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Hasan ibnu Quza'ah.
Aku pernah menanyakan hadis ini kepada Abu Zar'ah, ternyata dia pun tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini. [: 35] .. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Lais, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Abu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.
Maka barang siapa yang mau mengucapkan kalimah ini, berarti dia telah memelihara harta dan jiwanya dariku terkecuali berdasarkan alasan yang hak, sedangkan perhitungannya ada pada Allah ﷻ Allah ﷻ telah menurunkan di dalam Kitab-Nya berkaitan dengan perihal suatu kaum: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, "La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. (Ash-Shaffat: 35) Adapun firman Allah ﷻ: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26) Yakni kalimat La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).
Ternyata orang-orang musyrik itu bersikap sombong terhadapnya, dan bersikap sombong pula mereka pada hari Hudaibiyah terhadap kalimah tersebut. Maka Rasulullah ﷺ menyetujui perjanjian tersebut dalam batas waktu tertentu. Hal yang semisal dengan tambahan ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Az-Zuhri. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa tambahan ini merupakan perkataan Az-Zuhri sendiri yang disisipkan ke dalam hadis; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah ikhlas.
Ala ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa kalimah tersebut adalah, 'Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia atas segala sesuatu Mahakuasa'. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dan Al-Miswar. dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah, 'Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya'.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Ababah ibnu Rib'i, dari Ali r.a. sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath: 26); Yakni kalimat, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Allah Mahabesar'. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a. Ah ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. mengenai firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26) Bahwa yang dimaksud ialah kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, kalimat ini adalah puncak dari semua ketakwaan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath 26) Bahwa yang dimaksud adalah kalimat 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah' dan berjihad di jalan-Nya.
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa kalimat yang dimaksud ialah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah'. Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah Bismillahir Rahmanir Rahim. Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Kalimat yang dimaksud ialah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah'.
dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26) Yakni orang-orang muslimlah yang lebih berhak dan mereka adalah pemiliknya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Fath: 26) Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kebaikan dan siapa yang berhak mendapat keburukan. Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnul Ala, dan Bisyr ibnu Abdullah, dari Ubay ibnu Ka'b r.a., bahwa ia membaca firman Allah ﷻ: Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26) Lalu ia mengatakan, "Seandainya kalian bersikap sombong seperti kesombongan mereka (orang-orang Jahiliah), niscaya Masjidil Haram menjadi rusak." Ketika ucapan itu terdengar oleh Umar r.a., maka Umar bersikap keras terhadapnya.
Maka Ubay ibnu Ka'b r.a. berkata, "Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa aku sering masuk menemui Rasulullah ﷺ, maka beliau mengajariku apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya." Umar ibnul Khattab r.a. berkata, "Tidak, engkau adalah seorang lelaki yang mempunyai ilmu (kitab Taurat) dan Al-Qur'an, maka bacalah dan ajarkanlah apa yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berangkat dengan tujuan ziarah ke Baitullah bukan untuk perang, dan beliau membawa serta hewan hadyu sebanyak tujuh puluh ekor unta.
Sedangkan jumlah orang saat itu tujuh ratus orang; setiap ekor unta untuk korban sepuluh orang. Ketika sampai di Asfan, beliau bersua dengan Bisyr ibnu Sufyan Al-Ka'bi. Lalu Sufyan berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mendengar keberangkatanmu, maka mereka telah keluar bersama pasukannya dan mereka mengenakan pakaian dari kulit macan tutul, mereka telah bersumpah bahwa engkau tidak boleh memasukinya dengan paksa selamanya.
Dan Khalid ibnul Walid ada bersama pasukan berkuda mereka dan menjadi pemimpinnya menuju ke Kura'ul Gaim." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Celakalah orang-orang Quraisy, nafsu peperangan telah membakar mereka, kerugian apakah yang dialami mereka bila mereka membiarkan aku dan semua orang? Jika mereka mendapatkan kemenangan dariku, itulah yang mereka kehendaki. Dan jika Allah ﷻ menjadikan aku menang atas mereka, maka mereka dapat masuk ke dalam agama Islam, sedangkan hak mereka terpenuhi. Jika mereka tidak melakukannya, mereka bisa saja perang karena mereka memiliki kekuatan; lalu apakah yang dikehendaki mereka.
Demi Allah, aku tetap terus menerus berjihad melawan mereka demi membela apa yang dipercayakan oleh Allah kepadaku, hingga Allah memenangkan diriku atau roh ini terpisah dari tubuhnya." Selanjutnya Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kaum muslim untuk bergerak dan mereka menempuh jalan ke arah kanan melalui celah Al-Himd yang terusannya menuju keSanyatul Mirar dan Hudaibiyah, jalan yang rendah menuju ke Mekah. Maka Nabi ﷺ membawa pasukan kaum muslim melalui jalan tersebut. Ketika pasukan berkuda kaum Quraisy melihat debu pasukan kaum muslim telah menyimpang dari jalurnya, maka mereka lari kembali bergabung dengan kaum Quraisy.
Dan Rasulullah ﷺ keluar dari celah itu hingga ketika menempuh jalan Sanyatul Mirar, unta kendaraannya berhenti dan mendekam. Maka orang-orang (kaum muslim) mengatakan bahwa unta Nabi ﷺ mogok. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Unta ini tidak mogok karena sikap ini bukanlah wataknya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan tentara bergajah yang (akan menyerang) Mekah. Demi Allah, tidaklah kaum Quraisy di hari ini menyeruku kepada suatu rencana yang mengandung silaturahmi melainkan aku akan menyetujui rencana itu. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, "Turunlah kamu sekalian!" Mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada air untuk minum kita semua." Maka Rasulullah ﷺ mengeluarkan sebuah anak panah dari wadah anak panahnya, dan memberikannya kepada seseorang dari sahabatnya. Orang tersebut turun ke dalam salah satu sumur yang ada di tempat itu yang telah kering, lalu ia menancapkan anak panah tersebut ke dalamnya. Maka dengan serta merta memancarlah air dengan derasnya, hingga dapat mencukupi semua orang.
Setelah Rasulullah ﷺ merasa tenang, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa bersama sejumlah orang dari Bani Khuza'ah, maka Rasulullah ﷺ berkata kepada mereka seperti yang beliau katakan kepada Bisyr ibnu Sufyan. Akhirnya mereka kembali kepada kaum Quraisy dan mengatakan, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian benar-benar terlalu tergesa-gesa dalam menilai Muhammad. Dia datang bukan untuk perang, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah ini dan mengagungkan kedudukannya." Akan tetapi, orang-orang Quraisy tidak mempercayainya. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Az-Zuhri telah mengatakan bahwa Bani Khuza'ah dikenal di kalangan mereka (Quraisy) sebagai orang-orang yang bersikap oposisi.
Mereka bersikap mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah ﷺ, baik dari mereka yang musyrik maupun yang telah Islam. Mereka sama sekali tidak pernah menyembunyikan suatu berita pun yang terjadi di Mekah terhadap Rasulullah ﷺ Maka orang-orang Quraisy mengatakan, "Jika memang dia datang hanya untuk itu, demi Allah, dia tidak akan memasuki kota kami dengan paksa selama-lamanya, dan orang-orang Arab pun tidak akan membicarakannya." Kemudian mereka (kaum Quraisy) mengirim salah seorang Bani Amr ibnu Lu'ay, yaitu Mukarriz ibnu Hafs.
Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya, bersabdalah beliau, "Orang ini adalah lelaki yang ingkarjanji." Ketika Mukarriz sampai di hadapan Rasulullah ﷺ, maka beliau berbicara terus terang kepadanya seperti pembicaraan beliau kepada teman-temannya. Lalu Mukarriz kembali kepada kaum Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ kepadanya. Lalu kaum Quraisy mengutus kepada Nabi ﷺ Al-Hulais ibnu Alqamah Al-Kannani yang saat itu menjadi pemimpin orang-orang Habsyah. Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya, maka bersabdalah beliau: Orang ini dari kaum yang bertuhan, maka giringkanlah hewan-hewan hadyu itu! Ketika Al-Hulais melihat hewan-hewan kurban bergerak menuju ke arahnya dari tengah lembah yang semuanya telah diberi kalung tanda hadyu, sedangkan hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena lamanya ditahan di tempat tersebut, maka kembalilah Al-Hulais kepada orang-orang Quraisy tanpa menemui Rasulullah ﷺ karena merasa percaya dengan pemandangan yang dilihatnya.
Lalu Al-Hulais berkata kepada kaum Quraisy, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat suatu pemandangan yang tidak memperkenankan bagi kamu sekalian menahan hewan-hewan hadyu yang telah diberi kalung pertanda korban untuk sampai ke tempatnya, sebab hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena terlalu lama di tahan dari tempat yang sebenarnya." Mereka (Quraisy) berkata, "Duduklah kamu, sesungguhnya kamu ini hanyalah seorang Badui yang tidak mempunyai pengetahuan." Maka mereka mengutus kepada Rasulullah ﷺ Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi.
Urwah berkata kepada orang-orang Quraisy, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat apa yang dialami oleh orang-orang yang kalian utus kepada Muhammad, semuanya kembali dengan mendapat perlakuan yang kasar dan perkataan yang buruk. Dan kalian telah mengetahui bahwa kalian bagiku adalah orang tua dan aku bagaikan anak kalian. Dan sesungguhnya aku telah mendengar apa yang telah dialami oleh kalian.
Maka aku mengumpulkan orang-orang yang taat kepadaku dari kaumku, lalu aku datang kepada kalian untuk mendukung kalian dengan segala kemampuanku." Mereka menjawab, "Kamu benar, engkau bukanlah orang yang dicurigai di kalangan kami." Urwah berangkat hingga sampailah di hadapan Rasulullah ﷺ, lalu ia duduk di hadapan beliau dan berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya aku telah mengumpulkan orang-orang Habsyah, lalu aku datangkan mereka ke hadapanmu untuk menyampaikan tugasnya.
Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah keluar dengan semua kekuatannya, mereka mengenakan kulit macan tutul, mereka telah bersumpah kepada Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke kota mereka dengan paksa selamanya. Dan demi Allah, seakan-akan aku melihat mereka dapat memukulmu mundur besok." Saat itu Abu Bakar r.a. sedang duduk di belakang Rasulullah ﷺ, maka ia menjawab, "Isaplah itil Lata (mu), apakah kami akan membiarkan beliau terpukul mundur?" Urwah bertanya, "Hai Muhammad, siapakah orang ini?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Dia adalah anak Abu Quhafah." Urwah berkata, "Demi Allah, sekiranya tidak ada perjanjian pakta antara engkau dan aku, tentulah aku akan membalasmu.
Tetapi biarlah dan sebagai jawabannya adalah ini," lalu ia memegang jenggot Rasulullah ﷺ Sedangkan Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. berdiri di samping Rasulullah ﷺ memegang besi. Lalu ia gunakan besi itu untuk memukul tangan Urwah (agar jangan memegang jenggot Rasulullah ﷺ), seraya berkata, "Tahanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah, jangan sampai jenggot beliau tersentuh olehmu." Urwah berkata, "Celakalah engkau, alangkah kasar dan kerasnya sikapmu." Menyaksikan hal itu Rasulullah ﷺ tersenyum, lalu Urwah bertanya, "Hai Muhammad, siapakah orang ini?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Dia adalah anak saudaramu, Al-Mugirah ibnu Syu'bah." Urwah berkata, "Celakalah engkau, kamu ini adalah anak baru kemarin sore." Maka Rasulullah ﷺ berbicara dengan Urwah dengan pembicaraan yang sama seperti yang beliau katakan kepada teman-temannya (utusan Quraisy sebelumnya), dan beliau ﷺ menceritakan kepadanya bahwa kedatangannya kali ini bukan untuk tujuan berperang. Maka Urwah bangkit meninggalkan Rasulullah ﷺ, sedangkan ia telah menyaksikan apa yang telah dilakukan oleh para sahabat kepada beliau ﷺ Tidak sekali-kali Nabi ﷺ berwudu, melainkan mereka berebutan mengambil sisanya; dan tidak sekali-kali beliau meludah, melainkan mereka berebutan mengambilnya; dan tidaklah rontok sehelai rambut pun dari rambut beliau, melainkan mereka mengambilnya. Maka kembalilah Urwah kepada orang-orang Quraisy, lalu berkata kepada mereka: Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah datang kepada Kisra dalam kerajaannya, dan aku telah datang pula kepada Kaisar dan Najasyi dalam kerajaannya.
Akan tetapi, demi Allah, aku belum pernah melihat suatu kerajaan pun yang semisal dengan apa yang dimiliki oleh Muhammad terhadap sahabat-sahabatnya. Sesungguhnya aku telah menyaksikan suatu kaum (yakni para sahabat) yang tidak akan menyerahkan dia karena sesuatu untuk selamanya. Maka persetanlah dengan pendapat kalian. Az-Zuhri melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum itu Rasulullah ﷺ telah mengirimkan Khirasy ibnu Umayyah Al-Khuza'i ke Mekah yang berangkat dengan memakai unta kendaraan beliau yang diberi nama Sa'lab. Ketika ia memasuki kota Mekah, orang-orang Quraisy menyembelih unta kendaraannya dan hampir saja mereka membunuh Khirasy.
Tetapi orang-orang Habsyah menahan mereka dan memulangkan Khirasy kepada Rasulullah ﷺ Maka Rasulullah ﷺ memanggil Umar r.a. dengan maksud akan menjadikannya sebagai utusan beliau ﷺ ke Mekah. Tetapi Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku merasa khawatir akan keselamatanku dalam menghadapi orang-orang Quraisy. Karena di Mekah tiada seorang pun dari kalangan Bani Addi yang dapat melindungiku. Dan orang-orang Quraisy telah mengetahui betapa permusuhanku terhadap mereka dan kekasaranku terhadap mereka. Tetapi aku akan menunjukkan kepadamu seseorang yang lebih mereka hormati daripada diriku, dialah Usman ibnu Affan r.a." Maka Rasulullah ﷺ memanggil Usman dan menjadikannya sebagai utusan beliau ﷺ (ke Mekah) untuk memberitahukan kepada penduduknya bahwa beliau datang bukan untuk memerangi siapa pun, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah dan menghormati kesuciannya. Usman r.a. berangkat, dan ketika sampai di Mekah ia disambut oleh Aban ibnu Sa'id ibnul Ash, lalu Aban turun dari unta kendaraannya dan menaiki unta kendaraan Usman r.a. yang diboncengnya sebagai pertanda bahwa dia melindunginya hingga Usman dapat menyampaikan pesan dari Rasulullah ﷺ Usman r.a. berangkat menemui Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy, lalu ia menyampaikan kepada mereka pesan yang diamanatkan oleh Rasulullah ﷺ kepadanya. Maka mereka berkata, "Jika kamu menghendaki, kamu boleh melakukan tawaf di Baitullah." Tetapi Usman menjawab, "Aku tidak mau melakukannya sebelum Rasulullah ﷺ tawaf padanya.'Akhirnya Usman r.a. ditahan oleh kaum Quraisy hingga ia tidak dapat kembali. Tetapi lain halnya dengan berita yang sampai kepada Rasulullah ﷺ Berita itu menyebutkan bahwa Usman r.a. telah dibunuh. Muhammad mengatakan, Az-Zuhri telah menceritakan kepadanya bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan Suhail ibnu Amr dengan membawa pesan, "Datangilah Muhammad, dan adakanlah gencatan senjata dengannya, tetapi janganlah kamu bersikap lunak dalam perjanjian itu terkecuali jika dia mau kembali meninggalkan kita tahun ini. Demi Allah, ini agar tidak dijadikan buah bibir orang-orang Arab bahwa dia memasuki Mekah dengan paksa." Maka Suhail ibnu Amr datang menemui Rasulullah ﷺ Ketika beliau melihat kedatangannya, maka bersabdalah beliau: Dengan menjadikan lelaki ini sebagai utusan mereka, berarti mereka menghendaki perdamaian.
Setelah Suhail ibnu Amr sampai ke hadapan Rasulullah ﷺ, Maka keduanya berbicara dalam waktu yang cukup lama, masing-masing pihak saling mengemukakan pendapatnya hingga terjadilah kesepakatan di antara keduanya untuk mengadakan perdamaian dan gencatan senjata. Ketika perkaranya hanya tinggal menuangkan kesepakatan itu ke dalam surat yang tertulis, Umar ibnul Khattab r.a. melompat dan menuju kepada Abu Bakar r.a., lalu berkata, "Hai Abu Bakar, bukankah beliau adalah utusan Allah, bukankah kita adalah kaum muslim, dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Abu Bakar r.a. berkata, "Tetaplah kamu dengan apa yang diputuskan oleh beliau, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah." Maka Umar berkata, "Aku pun bersaksi pula." Kemudian Umar datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah kita kaum muslim dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Benar." Umar berkata, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Rasulullah ﷺ bersabda: Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan menentang perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan diriku.
Kemudian Umar r.a. berkata bahwa dirinya masih tetap puasa dan salat serta sedekah dan memerdekakan budak karena merasa bersalah dengan apa yang pernah dia ucapkan di hari itu, sehingga ia selalu berharap semoga urusan ini menjadi baik. Kemudian Rasulullah ﷺ memanggil Ali ibnu AbuTalib r.a., lalu bersabda kepadanya: Tulislah "Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ". Tetapi Suhail berkata, "Aku tidak mengenal istilah itu, tetapi tulislah "Dengan nama Engkau, ya Allah". Rasulullah ﷺ bersabda: Tulislah "Dengan nama-Mu ya Allah, ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad Rasulullah ". Tetapi Suhail ibnu Amr kembali memotong, "Sekiranya aku mengakui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah aku tidak memerangimu.
Tetapi tulislah ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad ibnu Abdullah dan Suhail ibnu Amr untuk mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun'." Orang-orang merasa aman di masa tersebut dan sebagian dari mereka menahan diri terhadap sebagian yang lain. Dan bahwa orang yang datang kepada Rasulullah ﷺ dari kalangan teman-temannya untuk bergabung bersama beliau, tetapi tanpa izin dari walinya, maka Rasulullah ﷺ harus memulangkannya. Dan barang siapa dari kalangan orang-orang yang bersama Rasulullah ﷺ datang kepada kaum Quraisy, mereka tidak boleh memulangkannya kepada beliau. Dan bahwa di antara kedua belah pihak terdapat juri yang tidak memihak, dan bahwa tidak ada rantai dan tidak ada pula belenggu (yakni tawan-menawan).
Tersebutlah bahwa di antara salah satu persyaratan yang tertuang di dalam naskah perjanjian itu ialah bahwa barang siapa yang menginginkan masuk ke dalam ikatan dan janji Muhammad ﷺ, ia boleh masuk ke dalamnya. Dan barang siapa yang ingin masuk ke dalam ikatan dan janji orang-orang Quraisy, ia boleh masuk ke dalamnya. Maka berlompatanlah Bani Khuza'ah, lalu mereka mengatakan, "Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Rasulullah ﷺ" Dan Bani Bakar berlompatan pula, lalu mengatakan, "Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Quraisy.
Dan engkau tahun ini harus pulang meninggalkan kami, engkau tidak boleh masuk Mekah. Apabila tahun depan tiba, kami memberikan kesempatan kepadamu dan kamu bersama sahabat-sahabatmu boleh memasukinya dan tinggal di dalamnya selama tiga hari; engkau boleh membawa senjata, tetapi tidak boleh memasukinya melainkan senjatamu harus disarungkan." Ketika Rasulullah ﷺ sedang mengurus naskah perjanjian itu, tiba-tiba datanglah kepadanya Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan dirantai, dia telah melarikan diri untuk bergabung dengan Rasulullah ﷺ Sebelumnya sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ saat mereka berangkat dari Madinah tidak ragu lagi terhadap kemenangan yang bakal mereka raih atas kota Mekah, karena mimpi yang telah dialami oleh Rasulullah ﷺ mengenai hal tersebut. Tetapi manakala mereka menyaksikan kenyataan yang mereka alami -yaitu ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah, lalu kembali pulang, serta beban yang ditanggung oleh Rasulullah ﷺ menghadapi kenyataan ini- maka mereka pun mengalami benturan yang amat keras hingga hampir saja mereka binasa karenanya.
Ketika Suhail melihat Abu Jandal (yakni anaknya), maka ia langsung menuju kepadanya dan menampar mukanya, lalu berkata, "Hai Muhammad, perjanjian ini telah disepakati antara aku dan kamu sebelum kedatangan orang ini." Rasulullah ﷺ menjawab, "Engkau benar." Lalu Suhail bangkit dan menarik kerah bajunya dan menyeretnya untuk ikut bersamanya pulang ke Mekah. Maka Abu Jandal berseru dengan sekuat suaranya mengatakan, "Hai orang-orang muslim, apakah kalian membiarkan aku pulang ke tempat orang-orang musyrik, maka mereka akan berupaya untuk mengembalikanku kepada agama mereka." Kaum muslim makin bertambah buruk keadaannya menyaksikan kejadian ini setelah apa yang mereka alami.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Hai Abu Jandal, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah, karena sesungguhnya Allah ﷻ pasti akan memberikan jalan keluar bagi dirimu, juga bagi kaum du'afa (muslim yang ada di Mekah) yang bersamamu. Sesungguhnya kami telah menandatangani perjanjian damai antara kami dan mereka. Maka kami berikan kepada mereka apa yang tertuangkan dalam perjanjian tersebut sebagaimana mereka pun memberi kepada kami. Dan sesungguhnya kami tidak akan mengkhianati mereka dalam perjanjian ini. Maka melompatlah Umar menuju kepada Abu Jandal, lalu ia berjalan seiring dengan Abu Jandal, bersebelahan dengannya. Lalu Umar berkata, "Bersabarlah, hai Abu Jandal.
Sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang musyrik, dan sesungguhnya darah seseorang dari mereka tiada lain sama dengan darah seekor anjing." Umar berkata demikian seraya mendekatkan pangkal pedang yang disandangnya kearah Abu Jandal, dengan harapan semoga saja Abu Jandal mau menghunus pedangnya itu, lalu menebaskannya kepada ayahnya. Akan tetapi, ternyata dia masih sayang dengan ayahnya. Akhirnya masalah itu selesai dan berjalan dengan mulus, perjanjian perdamaian dan gencatan senjata telah ditandatangani.
Sebenarnya Rasulullah ﷺ harus sudah berada di tanah suci, tetapi ternyata beliau masih juga berada di luar tanah suci. Lalu Rasulullah ﷺ bangkit dan bersabda: Hai manusia, sembelihlah hewan kurban itu dan bercukurlah kalian! Tetapi tiada seorang pun yang bangkit, lalu beliau ﷺ mengulangi seruannya, tetapi masih juga belum ada seorang pun yang bangkit, kemudian beliau mengulanginya lagi dan masih juga tidak mendapat sambutan. Akhirnya beliau masuk ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu bertanya, "Hai Ummu Salamah, apakah gerangan yang terjadi pada orang-orang itu?" Ummu Salamah menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka telah mengalami tekanan seperti yang engkau saksikan sendiri.
Maka jangan sekali-kali engkau berbicara dengan seseorang pun dari mereka, tetapi bangkitlah engkau menuju ke hewan kurbanmu di tempatnya, lalu sembelihlah ia dan bercukurlah. Seandainya engkau lakukan hal itu, pastilah mereka akan mengikuti jejakmu." Maka Rasulullah ﷺ keluar dan tidak berbicara dengan seorang pun hingga sampailah ditempat hewan kurbannya. Kemudian ia sembelih hewan kurban itu, lalu duduk dan bercukur. Menyaksikan hal itu, maka orang-orang menyembelih kurbannya masing-masing dan mereka pun bercukur pula meniru perbuatan Rasulullah ﷺ Ketika mereka dalam perjalanan pulangnya sampai di tengah-tengah perjalanan antara Mekah dan Madinah, maka turunlah surat Al-Fath.
Demikianlah pula hadis yang diketengahkan oleh Imam Ahmad melalui jalur yang sama, dan hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus ibnu Bukairdan Ziad Al-Bakka'i, dari Abu Ishaq dengan lafazyangsemisal. Hadis yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri dengan sanad yang semisal, tetapi dalam riwayatnya ini banyak terdapat hal yang garib.
Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkannya pula hadis ini dengan pengetengahan yang cukup baik lagi panjang disertai dengan beberapa tambahan yang baik. Untuk itu ia mengatakan di dalam Kitabusy Syurut bagian dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam yang hadis masing-masing dari keduanya membenarkan hadis lainnya.
Keduanya mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ keluar dari Hudaibiyah bersama beberapa ratus orang sahabatnya. Dan ketika sampai di Zul Hulaifah, beliau mengalungi hewan kurbannya dan memberinya tanda, lalu berniat ihram dari Zul Hulaifah untuk umrah. Sebelum itu Rasulullah ﷺ mengirimkan mata-mata dari Bani Khuza'ah, lalu beliau meneruskan perjalanannya. Ketika beliau sampai di Gadirul Asytat, mata-mata beliau datang membawa berita bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy telah menghimpun pasukan yang banyak untuk menghadapi beliau. Mereka telah mengumpulkan pasukan dari Habsyah, mereka akan memerangi dan menghalang-halangi beliau untuk dapat sampai ke Baitullah.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Hai manusia, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku, bagaimanakah menurutmu bila kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang hendak menghalang-halangi kita dari Baitullah itu. Menurut lafaz lain disebutkan: Bagaimanakah pendapat kalian jika kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang membantu mereka itu. Jika datang menyerang kita, berarti Allah telah menakdirkan kita dapat mematahkan tulang punggung kaum musyrik; dan jika tidak, berarti kita biarkan mereka dalam keadaan duka cita.
Dan menurut lafaz yang lainnya lagi disebutkan: Dan Jika mereka duduk di tempat mereka, berarti mereka duduk dalam keadaan tegang, payah, dan sedih; dan jika mereka selamat, berarti Allah ﷻ telah mematahkan tulang punggung kaum musyrik. Ataukah kalian berpendapat sebaiknya kita terus menuju ke Baitullah; maka barang siapa yang menghalang-halangi kita, kita bunuh dia. Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, engkau keluar dengan tujuan untuk menziarahi Baitullah ini dan bukan untuk membunuh seseorang pun dan bukan pula untuk memeranginya. Maka teruskanlah langkahmu menuju ke Baitullah, dan barang siapa yang mencoba menghalang-halangi kita dari Baitullah, kita bunuh dia." Menurut lafaz yang lain, Abu Bakar r.a. mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sesungguhnya kita datang hanya untuk umrah dan kita datang bukan untuk memerangi seseorang.
Tetapi siapa pun yang menghalang-halangi kita dari Baitullah, maka akan kita bunuh dia." Maka Nabi ﷺ bersabda: Kalau begitu, berangkatlah kalian semua. Menurut lafaz yang lain menyebutkan: Maka berangkatlah kalian dengan menyebut nama Allah. Ketika mereka berada di tengah perjalanan, Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya Khalid ibnul Walid telah muncul memimpin pasukan berkuda Quraisy, maka ambillah jalan ke arah kanan. Demi Allah Khalid bin Walid tidak menyadari taktik ini. Hingga manakala pasukan berkuda itu melihat kepulan debu pasukan kaum muslim yang membelok ke arah kanan, maka Khalid bin Walid kembali ke Mekkah memberi peringatan kepada orang-orang Quraisy.
Nabi ﷺ melanjutkan perjalannya, Hingga manakala beliau sampai disuatu tempat yang mereka turuni tiba-tiba unta kendaraan beliau berhenti dan mendekam. Maka orang-orang pun mengatakan Husy, husy untuk membangunkannya tetapi kendaraan Nabi ﷺ tetap mogok. Lalu mereka berkata Qaswa (Unta kendaraan Nabi SAW) mogok tidak mau meneruskan perjalanan. Maka Nabi ﷺ bersabda Qaswa tidak mogok, karena itu bukanlah kebiasaannya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan pasukan bergajah.
Kemudian Nabi ﷺ melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang isinya mengandung penghormatan kepada tanah suci Allah, melainkan aku menyetujui rencana mereka itu. Lalu beliau menghardik unta kendaraannya dan bangkitlah unta kendaraan beliau dan meneruskan perjalanannya bersama mereka, hingga sampailah Nabi ﷺ dan kaum muslim di perbatasan Hudaibiyah yang palingjauh, tepatnya di dekat sebuah sumur yang minim airnya, lalu orang-orang memberi minum hewan kendaraan mereka dan tidak lama kemudian air sumur itu pun habis dan kering.
Lalu diadukan kepada Rasulullah ﷺ bahwa mereka kehausan, maka beliau ﷺ mencabut sebuah anak panah dari wadahnya, lalu beliau memerintahkan agar mereka menancapkan anak panah itu ke dalam sumur tersebut. Maka demi Allah, setelah anak panah itu ditancapkan ke dalam sumur itu, air sumur itu terus mengalir untuk mereka hingga mereka meninggalkannya. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa Al-Khuza'i bersama serombongan orang dari kaumnya Bani Khuza'ah; mereka adalah juru penengah dari kalangan ahli Tihamah dan selalu mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah ﷺ Lalu Badil berkata, "Sesungguhnya aku tinggalkan Ka'b ibnu Lu'ay dan Amir ibnu Lu'ay sedang beristirahat di mata air Hudaibiyah, mereka membawa pasukan yang besar jumlahnya, mereka siap hendak memerangimu dan menghalang-halangimu dari Baitullah Maka Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang.
Kami datang hanyalah untuk mengerjakan ibadah umrah. Dan sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengalami peperangan berkali-kali hingga perang melemahkan mereka dan menimpakan kerugian yang besar kepada mereka. Untuk itu bila mereka menghendaki agar aku memberikan masa tangguh kepada mereka, aku dapat memenuhinya, tetapi hendaknya mereka membiarkan antara aku dan orang-orang dengan bebas. Dan jika mereka menghendaki ingin masuk bersama orang-orang (ke dalam agama Islam), mereka dapat melakukannya; dan jika mereka tetap tidak mau masuk Islam, maka keamanan mereka tetap terpelihara.
Tetapi jika mereka menolak semua usulanku ini, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku benar-benar akan memerangi mereka demi membela urusanku ini hingga nyawa meregang badan, atau perintah Allah ﷻ terlaksana." Badil mengatakan, "Aku akan menyampaikan kepada mereka apa yang kamu usulkan itu." Lalu berangkatlah Badil (pulang). Ketika sampai kepada kaum Quraisy, Badil mengatakan, "Sesungguhnya kami baru datang dari lelaki ini (maksudnya Nabi ﷺ), dan kami telah mendengarnya mengemukakan suatu usulan. Maka jika kalian ingin mendengarkannya, aku akan mengemukakannya kepada kalian." Orang-orang yang pendek akalnya dari kalangan Quraisy mengatakan, "Kami tidak perlu mendengar sesuatu pun dari beritamu itu." Dan orang-orang yang berakal panjang dari mereka mengatakan, "Coba ceritakanlah apa yang telah engkau dengar darinya." Badil mengatakan, "Aku mendengarnya mengatakan anu dan anu," dan Badil menceritakan kepada mereka semua apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ Maka Urwah ibnu Mas'ud berdiri, lalu bertanya, "Hai kaum, bukankah kalian kuanggap sebagai orang tua?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah bertanya, "Bukankah aku ini seperti anak kalian?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah berkata, "Apakah kalian mencurigaiku?" Mereka menjawab, "Tidak." Urwah berkata, "Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku telah menyerukan kepada penduduk Hukaz untuk berpihak kepada kalian, tetapi setelah mereka menolak seruanku, maka aku datang kepada kalian dengan kaumku, anak-anakku, dan orang-orang yang taat kepadaku?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah berkata, "Sesungguhnya orang ini (Nabi ﷺ) telah menawarkan kepada kalian suatu rencana yang baik, maka terimalah rencana itu, dan biarkanlah aku yang akan datang kepadanya (sebagai wakil kalian)." Mereka berkata, "Kalau begitu, datangilah dia." Lalu Urwah berbicara kepada Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ mengucapkan kepadanya perkataan seperti yang telah beliau katakan kepada Badil ibnu Warqa.
Maka saat itu juga Urwah berkata, "Hai Muhammad, bagaimanakah pendapatmu jika engkau bermaksud membinasakan kaummu sendiri. Apakah engkau pernah mendengar seseorang Arab membinasakan kaumnya sebelum kaummu? Dan jika engkau adalah orang yang kedua, maka sesungguhnya aku -demi Allah-akan melihat banyak orang yang akan lari meninggalkanmu. Maka Abu Bakar r.a. memotong pembicaraannya dengan mengatakan, "Isaplah itil Lata (berhala sembahan mereka), apakah engkau kira kami akan lari dan meninggalkannya?" Urwah bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Abu Bakar." Urwah berkata, "Ingatlah, demi Allah, seandainya engkau belum pernah berjasa kepadaku, tentulah akan kubalas makianmu itu." Lalu Urwah berbicara dengan Nabi ﷺ, dan setiap kali Urwah berbicara kepada Nabi ﷺ, ia memegang jenggot Nabi ﷺ Akan tetapi, saat itu Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. berdiri di dekat kepala Nabi ﷺ seraya memegang pedang dan Nabi ﷺ memakai pelindung kepala (dari anyaman besi); dan setiap kali Urwah hendak memegang jenggot Nabi ﷺ, Al-Mugirah memukul tangannya dengan pangkal pedang seraya berkata, "Jauhkanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah." Lalu Urwah mendongakkan kepalanya dan bertanya, "Siapakah orang ini?" Nabi ﷺ menjawab, "Al-Mugirah ibnu Syu'bah." Urwah berkata, "Hai pengkhianat, aku akan membalas perbuatan khianatmu." Dahulu di masa Jahiliah Al-Mugirah menemani suatu kaum, tetapi ia bunuh mereka dan ia ambil harta mereka, lalu ia datang dan masuk Islam.
Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya, "Adapun jika kamu masuk Islam, akan saya terima. Tetapi mengenai harta, aku tidak ikut campur dengannya." Kemudian Urwah melihat semua sahabat Rasulullah ﷺ dengan mata yang terbelalak karena keheranan. Sebab demi Allah, tidak sekali-kali Rasulullah ﷺ mengeluarkan dahaknya melainkan dahaknya itu diterima telapak tangan seseorang dari mereka, lalu mengusapkan dahak (air ludah) itu ke wajah dan kulitnya. Apabila beliau memerintahkan kepada mereka suatu perintah, mereka berebutan untuk mengerjakannya. Dan apabila beliau berwudu, hampir saja mereka saling baku hantam karena merebut sisa air wudunya. Apabila beliau berbicara, maka mereka merendahkan suaranya (yakni diam mendengarkan sabdanya), dan mereka tidak berani menatap pandangan mereka ke arah Nabi ﷺ karena menghormatinya. Urwah kembali kepada teman-temannya, lalu berkata kepada mereka, "Hai kaum, demi Tuhan, aku pernah menjadi delegasi ke berbagai raja.
Aku pernah diutus menghadap kepada Kisra, Kaisar, dan Najasyi. Tetapi demi Allah, aku belum pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh teman-temannya seperti yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Demi Allah, jika dia meludah, tiada lain ludahnya itu diterima oleh telapak tangan seseorang dari mereka, lalu ia gunakan ludah itu untuk mengusap wajah dan kulit tubuhnya (karena ludah Rasulullah ﷺ baunya sangat harum). Apabila dia memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka berebutan untuk melaksanakannya.
Dan apabila ia berwudu, maka hampir saja mereka baku hantam memperebutkan sisanya. Apabila dia berbicara di hadapan mereka, maka mereka merendahkan suaranya, dan mereka tidak berani manatap wajahnya karena mengagungkannya. Dan sesungguhnya dia telah menawarkan suatu rencana kepada kalian, yaitu rencana yang baik, maka sebaiknya kalian terima." Maka berkatalah seseorang dari mereka dari kalangan Bani Kinanah, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka menjawab, "Datangilah dia." Ketika lelaki itu telah tampak kedatangannya di mata Rasulullah ﷺ, maka beliau bersabda: Dia adalah Fulan, dia berasal dari kaum yang menghormati hewan kurban, maka giringlah hewan-hewan kurban itu agar kelihatan olehnya.
Al-Mugirah ibnu Syu'bah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menggiring hewan kurban dan kaum muslim berpapasan dengannya seraya mengucapkan talbiyah. Ketika lelaki itu menyaksikan pemandangan tersebut, berkatalah ia, "Subhdnallah, tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi untuk sampai ke Baitullah:' Ketika ia kembali kepada teman-temannya, ia berkata, "Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri hewan-hewan kurban telah dikalungi dan diberi tanda, maka menurut hemat saya tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi dari Baitullah." Maka berdirilah seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Mukarriz ibnu Hafs, lalu ia mengatakan, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka berkata, "Datangilah dia olehmu." Ketika ia tampak oleh Nabi ﷺ dan para sahabatnya, maka berkatalah beliau ﷺ: Orang ini adalah Mukarriz, seorang lelaki yang pendurhaka.
Lalu Mukarriz berbicara dengan Nabi ﷺ Dan ketika dia sedang berbicara, tiba-tiba datanglah Suhail ibnu Amr. Ma'mar menceritakan, telah menceritakan kepadaku Ayyub, dari Ikrimah yang telah mengatakan bahwa ketika Suhail datang, Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya telah dimudahkan bagi kalian urusan kalian ini. Ma'mar mengatakan bahwa Az-Zuhri telah menyebutkan dalam hadis yang dikemukakannya, bahwa lalu datanglah Suhail dan berkata, "Marilah kita tuangkan perjanjian antara kami dan kamu ke dalam suatu naskah perjanjian." Maka Nabi ﷺ memanggil Ali r.a. dan memerintahkan kepadanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". Tetapi Suhail memotong dan mengatakan, "Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah) demi Allah, aku tidak mengerti apa maksudnya, tetapi sebaiknya tulislah 'Dengan menyebut nama Engkau ya Allah' seperti biasanya kamu pakai." Maka kaum muslim menjawab, "Dem.
Allah kami tidak mau menulisnya kecuali dengan 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'." Maka Nabi ﷺ menengah-nengahi ketegangan itu melalui sabdanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Engkau, ya Allah, kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "Ini adalah perjanjian yang telah disetujui oleh Muhammad utusan Allah. Suhail kembali memprotes, "Demi Allah, seandainya kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami tidak menghalang-halangi engkau untuk sampai ke Baitullah, dan tentu kami pun tidak akan memerangimu, tetapi sebaiknya tulislah 'Muhammad Ibnu Abdullah'." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar utusan Allah, sekalipun kalian mendustakanku.
Tulislah Muhammad ibnu Abdullah. Az-Zuhri mengatakan bahwa demikian itu karena Rasulullah ﷺ telah bersabda sebelumnya: Demi Allah tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang di dalamnya mereka muliakan syiar-syiar Allah yang suci, melainkan aku memberikannya kepada mereka (yakni menyetujuinya). Maka Nabi ﷺ berkata kepada Suhail, "Dengan syarat hendaklah kalian biarkan antara kami dan Baitullah karena kami akan melakukan tawaf padanya." Suhail menjawab, "Demi Allah, demi mencegah agar orang-orang Arab jangan membicarakan bahwa kami ditekan, tetapi sebaiknya hal itu dilakukan untuk tahun depan (yakni bukan tahun itu)." Suhail mengajukan syarat, "Dan syarat lainnya ialah tiada seorang pun dari kami yang datang kepadamu, sekalipun dia memeluk agamamu, melainkan engkau harus mengembalikannya (memulangkannya) kepada kami." Maka kaum muslim berkata, "Subhdnalldh, mana mungkin dia dikembalikan kepada orang-orang musyrik, sedangkan dia datang dalam keadaan muslim." Ketika mereka sedang dalam keadaan tawar menawar, tiba-tiba datanglah Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan terbelenggu dengan rantai.
Dia telah melarikan diri dari Mekah melalui jalan yang terendah, hingga sampailah ia di hadapan kaum muslim. Maka Suhail berkata, "Hai Muhammad, ini adalah orang yang mula-mula termasuk ke dalam perjanjian yang harus engkau tunaikan kepadaku untuk mengembalikannya kepadaku." Maka Nabi ﷺ berkata, "Kita masih belum menyelesaikan naskah perjanjian ini." Suhail ibnu Amr berkata, "Kalau begitu, demi Tuhan, aku tidak mau berdamai denganmu atas sesuatu pun selamanya." Maka Nabi ﷺ mendesak, "Kalau begitu, perbolehkanlah dia demi untukku." Abu Sufyan menjawab, "Aku tidak akan membolehkan hal itu bagimu." Nabi ﷺ mendesak lagi, "Tidak, biarkanlah dia untukku." Abu Sufyan bersikeras, "Aku tidak akan membiarkannya diambil olehmu." Mukarriz mengatakan, "Ya, kalau kami memperbolehkan engkau untuk mengambilnya." Abu Jandal berkata, "Hai orang-orang muslim, apakah aku akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik, padahal aku datang sebagai seorang muslim, tidaklah kalian lihat apa yang telah kualami?" Tersebutlah bahwa Abu Jandal selama itu disiksa dengan siksaan yang berat karena membela agama Allah ﷻ Umar r.a. mengatakan bahwa lalu ia mendatangi Nabi ﷺ dan berkata kepadanya, "Bukankah engkau Nabi Allah yang sebenarnya?" Nabi ﷺ menjawab, "Benar." Aku (Umar) bertanya, "Bukankah kita berada di pihak yang benar dan musuh kita berada di pihak yang batil?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Benar." Aku bertanya, "Maka mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan aku tidak akan mendurhakai perintah-Nya, Dia pasti akan menolongku.
Umar bertanya, "Bukankah engkau telah mengatakan kepada kami bahwa kita akan datang ke Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Benar, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan akan tawaf padanya." Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Abu Bakar dan mengatakan kepadanya, "Hai Abu Bakar, bukankah dia adalah Nabi Allah yang sebenarnya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Bukankah kita di pihak yang benar dan musuh kita di pihak yang batil?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Abu Bakar merasa kesal, lalu berkata, "Hai lelaki (maksudnya Umar), sesungguhnya beliau adalah utusan Allah dan beliau tidak akan mendurhakai Tuhannya.
Dia pasti akan menolongnya, maka terimalah apa yang telah ditetapkannya. Demi Allah, sesungguhnya dia berada pada keputusan yang benar." Umar berkata, "Bukankah dia telah berbicara kepada kita bahwa kita akan mendatangi Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Abu Bakar balik bertanya, "Apakah beliau mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Abu Bakar berkata, "Maka sesungguhnya engkau pasti akan mendatanginya dan melakukan tawaf padanya." Az-Zuhri menceritakan, Umar r.a. mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut ia melakukan banyak amal kebaikan (untuk melebur dosanya karena ia merasa berdosa dengan kata-katanya itu kepada Nabi ﷺ).
Setelah usai dari penandatanganan naskah gencatan senjata itu, Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: Bangkitlah kalian dan sembelihlah (hewan kurban kalian), kemudian bercukurlah. Umar r.a. menceritakan bahwa demi Allah, tiada seorang pun dari mereka yang bangkit melaksanakannya, hingga Nabi ﷺ mengulangi sabdanya sebanyak tiga kali. Ketika beliau ﷺ melihat tiada seorang pun dari mereka yang melakukannya, maka masuklah beliau ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu menceritakan kepadanya apa yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap perintahnya. Ummu Salamah r.a. bertanya kepada beliau ﷺ, "Hai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan agar hal tersebut terlaksana? Sekarang keluarlah dan janganlah engkau berkata sepatah kata pun kepada seseorang dari mereka sebelum engkau menyembelih kurbanmu dan kamu panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu." Maka Rasulullah ﷺ keluar dan tidak berbicara kepada seseorang pun dari mereka hingga melakukan apa yang telah disarankan oleh Ummu Salamah itu. Beliau menyembelih hewan kurbannya, lalu memanggil tukang cukurnya. Maka tukang cukur mencukur rambut beliau ﷺ Ketika mereka melihat hal tersebut, maka bangkitlah mereka menuju ke tempat hewan kurban masing-masing, lalu mereka menyembelihnya dan sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian, hingga sebagian dari mereka hampir saja membunuh sebagian yang lainnya karena kesusahan.
Kemudian datanglah menghadap kepada Rasulullah ﷺ wanita-wanita mukmin, dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan beriman. (Al-Mumtahanah: 10) Sampai dengan firman-Nya: pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al-Mumtahanah: 10) Maka Umar menceraikan dua orang istrinya pada hari itu juga, yang keduanya masih tetap dalam kemusyrikannya. Kemudian salah seorangnya dikawini oleh Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan, sedangkan yang lainnya dikawini oleh Safwan ibnu Umayyah. Kemudian Nabi ﷺ kembali ke Madinah, lalu beliau kedatangan Abu Busair, seorang lelaki dari kalangan Quraisy yang telah masuk Islam. Maka orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya yang terdiri dari dua orang lelaki untuk memulangkannya. Lalu mereka berkata, "Kami menuntut janj yang telah engkau berikan kepada kami." Maka Nabi ﷺ menyerahkan Abu Busair kepada kedua lelaki utusan Cmraisy itu yang segera membawanya pulang.
Dan ketika keduanya sampai di Zul Hulaifah, mereka bertiga turun dan beristirahat untuk memakan buah kurma bekal mereka. Abu Busair berkata kepada salah seorang dari keduanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar melihat pedangmu ini, hai Fulan, sangat bagus." Maka lelaki lainnya menghunus pedangnya dan mengatakan, "Benar, demi Tuhan, aku telah mencobanya. Ternyata pedang itu benar-benar bagus." Abu Busair berkata, "Bolehkah aku lihat pedangmu itu?" Maka lelaki itu memberikan pedangnya kepada Abu Busair, dan dengan segera dan cepat Abu Busair memukulkan pedang itu kepada pemiliknya hingga mati seketika itu juga, sedangkan lelaki yang lainnya melarikan diri dan sampai di Madinah, lalu ia berlari memasuki masjid, maka Rasulullah ﷺ bersabda saat melihat kedatangannya, "Sesungguhnya orang ini telah mengalami peristiwa yang menakutkan." Setelah sampai di hadapan Nabi ﷺ, lelaki itu berkata, "Demi Tuhan, temanku telah dibunuh, dan aku pun akan dibunuhnya pula." Tidak lama kemudian datanglah Abu Busair, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sungguh Allah telah melunaskan tanggunganmu, engkau telah mengembalikan aku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkan diriku dari mereka." Nabi ﷺ bersabda, "Celakalah dia, dia menyalakan api peperangan, sekiranya saja dia bersama seseorang lagi." Ketika Abu Busair mendengar sabda Nabi ﷺ yang demikian, maka dia mengetahui bahwa beliau pasti akan mengembalikannya kepada mereka.
Maka Abu Busair keluar (melarikan diri) hingga sampai di tepi laut, dan Abu Jandal ibnu Suhail melarikan diri pula dari mereka, lalu bergabung bersama Abu Busair. Maka sejak saat itu tidak sekali-kali ada seseorang lelaki dari Quraisy yang telah Islam melarikan diri melainkan ia bergabung bersama dengan Abu Busair, hingga terbentuklah segerombolan orang-orang. Maka demi Allah, tidak sekali-kali mereka mendengar akan ada kafilah Quraisy yang keluar menuju negeri Syam, melainkan mereka rampok dan mereka bunuh orang-orangnya serta mereka jarah harta bendanya.
Mengalami gangguan ini orang-orang Quraisy kewalahan, lalu mereka mengirimkan utusan kepada Rasulullah ﷺ seraya meminta kepadanya demi nama Allah dan pertalian kekeluargaan agar sudilah Nabi ﷺ mengirimkan utusan kepada gerombolan Abu Busair itu supaya menghentikan kegiatan mereka. Bahwa barang siapa dari mereka yang kembali pulang maka keamanannya akan dijamin. Lalu Nabi ﷺ mengirimkan utusan kepada mereka, dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan menahan tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah. (Al-Fath: 24) sampai dengan firman-Nya: (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26) Tersebutlah pula bahwa kesombongan mereka ialah tidak mau mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah, dan tidak mau mengakui bahwa Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dan mereka menghalang-halangi kaum muslim untuk dapat sampai ke Baitullah. Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini. Ia telah mengetengahkannya pula di dalam kitab tafsir, pada Bab "Umrah Hudaibiyah" dan Bab "Haji" serta bab-bab lainnya melalui hadis Ma'mar dan Sufyan ibnu Uyaynah, keduanya menerima hadis ini dari Az-Zuhri dengan teks yang sama.
Tetapi di bagian yang lain disebutkan dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Marwan dan Al-Miswar, dari beberapa orang sahabat Nabi hal yang semisal dengan hadis di atas; dan riwayat ini lebih mendekati kepada kebenaran; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Bukhari tidak mengetengahkan hadis ini sepanjang apa yang tertera di dalam kitab ini; antara teks yang dikemukakannya dengan teks yang dikemukakan oleh ibnu Ishaq terdapat perbedaan di beberapa bagian.
Tetapi padanya terdapat banyak keterangan yang bermanfaat. Karena itulah maka sebaiknya dihimpunkan dengan apa yang tertera dalam kitab ini, sebab itulah maka keduanya dikemukakan. Hanya kepada Allah-lah memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya-lah bertawakal, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitab Tafsir, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Siyah, dari Habib ibnu Abu Sabit yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Wa'il untuk bertanya kepadanya.
Maka Abu Wa'il bercerita, 'Ketika kami berada di Siffin, ada seorang lelaki berkata, 'Tidakkah engkau lihat orang-orang yang menyeru (kita) kepada KitabullahT Maka Ali r.a. menjawab, 'Ya.' Sahl ibnu Hanif mengatakan, 'Salahkanlah diri kalian sendiri, sesungguhnya ketika kami berada di hari Hudaibiyah yakni Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan antara Nabi ﷺ dengan kaum musyrik seandainya kami memilih berperang, niscaya kami akan berperang.' Maka datanglah Umar r.a., lalu bertanya, 'Bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil? Bukankah orang-orang yang gugur dari kalangan kita dimasukkan ke dalam surga dan orang-orang yang gugur dari kalangan mereka dimasukkan ke dalam neraka?' Nabi ﷺ menjawab, 'Benar.' Umar bertanya, 'Lalu mengapa kita harus mengalah dalam membela agama kita, lalu kita kembali (ke Madinah), padahal Allah masih belum memutuskan (kemenangan) di antara kita?' Rasulullah ﷺ menjawab: Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya aku adalah utusan Allah, Allah selamanya tidak akan menyia-nyiakan diriku.
Maka Umar mundur dengan hati yang tidak puas, dan ia tidak tahan, lalu datanglah ia kepada Abu Bakar r.a. dan berkata kepadanya, 'Hai Abu Bakar, bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil?' Abu Bakar menjawab, 'Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya dia adalah utusan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan selamanya,' lalu turunlah surat Al-Fath." Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini di tempat yang lain, juga Imam Muslim serta Imam Nasai melalui berbagai jalur yang lain dari Abu Wa'il alias Sufyan ibnu Salamah, dari Sahl ibnu Hanif dengan sanad yang sama.
Dan menurut sebagian lafaznya, disebutkan bahwa Sahl ibnu Hanif mengatakan, "Hai manusia, curigailah pendapat (usulan) itu, karena sesungguhnya ketika di hari peristiwa yang dialami oleh Abu Jandal, seandainya aku mempunyai kekuatan untuk mengembalikan kepada Rasulullah ﷺ akan urusannya, tentulah aku akan mengembalikannya." Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa lalu turunlah surat Al-Fath, maka Rasulullah ﷺ memanggil Umar ibnul Khattab dan membacakan surat itu kepadanya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas r.a. ang menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy berdamai dengan Nabi ﷺ dan di kalangan mereka terdapat Suhail ibnu Amr. Maka Nabi ﷺ memerintahkan kepada Ali r.a.: Tulislah 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'. Sahl memotong, "Kami tidak mengenal apakah Bismillahir Rahmanir Rahim itu, tetapi tulislah 'Dengan nama Engkau ya Allah'." Rasulullah ﷺ bersabda lagi: Tulislah dari Muhammad utusan Allah. Suhail kembali memprotes, "Seandainya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami mengikutimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Maka Nabi ﷺ memerintahkan (kepada Ali r.a.): Tulislah 'Dari Muhammad putra Abdullah'.
Lalu mereka (orang-orang musyrik) membebankan syarat-syarat kepada Nabi ﷺ yang isinya ialah bahwa orang yang datang dan kalangan kamu maka kami akan mengembalikannya kepadamu; dan orang yang datang kepadamu dari kami, kalian harus mengembalikannya kepada kami. Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus menulisnya?" Nabi ﷺ bersabda: Ya, sesungguhnya orang yang pergi kepada mereka dari kalangan kami, maka semoga Allah menjauhkannya. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ikrimah ibnu Ammar yang mengatakan bahwa Sammak pernah menceritakan kepadanya dan Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika golongan orang-orang Haruriyah mengadakan pemberontakan, mereka memisahkan dirinya.
Maka kukatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ di hari Hudaibiyah berdamai dengan kaum musyrik. Lalu beliau ﷺ bersabda kepada Ali r.a.: hai Ali, tulislah 'Ini adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Muhammad utusan Allah'. Orang-orang musyrik menyanggah, "Seandainya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami tidak akan memerangimu." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Hai Ali, hapuslah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah utusan-Mu. Hapuskanlah, hai Ali, dan tulislah 'Ini adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Muhammad putra Abdullah'." Ibnu Abbas melanjutkan, "Demi Allah, sungguh Rasulullah lebih baik daripada Ali dan beliau telah menghapus kedudukan dirinya dalam tulisan itu, tetapi penghapusan itu tidaklah melenyapkan kenabiannya.
Apakah golongan Haruriyah itu termasuk ke dalam perumpamaan ini?" Mereka menjawab, "Ya." Abu Daud telah meriwayatkan hadis ini melalui Ikrimah ibnu Ammar Al-Yamami dengan lafaz yang semisal. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Adam, dari Zuhair ibnu Harb, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ di hari Hudaibiyah telah menyembelih tujuh puluh ekor unta, yang antara lain terdapat unta jantan milik Abu Jahal. Ketika hewan kurban tersebut dihalang-halangi untuk dapat sampai ke Baitullah, maka unta-unta itu mengeluarkan suara rintihannya sebagaimana suara rintihan rindu kepada anak-anaknya."
Merekalah orang-orang kafir yang menghalang-halangi kamu memasuki Masjidilharam untuk melaksanakan umrah dan menghambat hewan-hewan kurban sebanyak 70 onta yang akan kamu sembelih dan dagingnya kamu bagikan kepada fakir miskin untuk sampai ke tempat penyembelihannya yang paling utama di Marwah. Dan kalau bukanlah karena ada beberapa orang beriman laki-laki dan perempuan yang kesemuanya menetap di kota Mekah yang tidak kamu ketahui sosoknya secara pasti dan me-reka bertempat tinggal berbaur dengan orang-orang Mekah yang sebagian masih kafir, tentulah kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesulitan seperti penyesalan dan kewajiban membayar diyat akibat membunuh mereka tanpa kamu sadari bahwa mereka adalah saudaramu seiman. Bahwa Allah mencegah tanganmu dari membinasakan mereka adalah karena Allah hendak memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya dengan memeluk Islam. Sekiranya mereka terpisah, tidak bercampur baur antara yang mukmin dan yang kafir tentu Kami akan mengazab orang-orang yang kafir di antara mereka, penduduk Mekah itu, dengan azab yang pedih, dengan membunuhnya atau menjadikan mereka sebagai tawanan dan merampas harta bendanya. 26. Ayat yang lalu menyatakan bahwa Allah akan mengazab orang-orang kafir dengan siksaan yang pedih. Ayat ini menjelaskan kapan waktunya, yaitu ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka yaitu kesombongan jahiliah yang ditandai dengan menolak keesaan Allah, tidak percaya kepada diutusnya para Nabi dan perbuatan menghalangi orang beriman mengunjungi Baitullah maka Allah menurunkan ketenangan, kesabaran, dan ketenteraman, kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin sehingga terlaksana Perjanjian Hudaibiyah dengan sempurna; dan Allah mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, yaitu kalimat tauhid sehingga mereka terpelihara dari kemusyrikan, dan mereka lebih berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya sebagaimana ditunjukkan oleh ucapan dan perbuatannya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir menghalang-halangi kaum Muslimin mengerjakan umrah di Masjidilharam. Mereka juga menghalangi kaum Muslimin membawa dan menyembelih binatang kurban ke daerah sekitar Masjidilharam seperti di Mina dan sebagainya.
Sebagaimana telah diterangkan bahwa Rasulullah ﷺ pada tahun keenam Hijrah berangkat ke Mekah bersama rombongan sahabat untuk melakukan ibadah umrah dan menyembelih kurban di daerah haram. Karena terikat dengan Perjanjian Hudaibiyyah, maka Rasulullah ﷺ beserta sahabat tidak dapat melakukan maksudnya pada tahun itu. Rasul berusaha menepati Perjanjian Hudaibiyyah, namun ada serombongan kaum musyrik yang menyerbu perkemahan Rasulullah ﷺ di Hudaibiyyah, tetapi serbuan itu dapat digagalkan oleh Allah. Sekalipun demikian, banyak di antara kaum Muslimin yang ingin membalas serbuan itu walaupun telah terikat dengan Perjanjian Hudaibiyyah. Allah melunakkan hati kaum Muslimin sehingga mereka menerima keputusan Rasulullah. Allah menerangkan bahwa Dia melunakkan hati kaum Muslimin sehingga tidak menyerbu Mekah dengan tujuan: pertama, untuk menyelamatkan kaum Muslimin di Mekah yang menyembunyikan keimanannya kepada orang-orang kafir. Mereka takut dibunuh atau dianiaya oleh orang-orang kafir seandainya mereka menyatakan keimanannya. Kaum Muslimin sendiri tidak dapat membedakan mereka dengan orang-orang kafir. Seandainya terjadi penyerbuan kota Mekah, niscaya orang-orang mukmin yang berada di Mekah akan terbunuh seperti terbunuhnya orang-orang kafir. Kalau terjadi demikian, tentu kaum Muslimin akan ditimpa keaiban dan kesukaran karena harus membayar kifarat. Orang-orang musyrik juga akan mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang Muslim telah membunuh orang-orang yang seagama dengan mereka."
Kedua, ada kesempatan bagi kaum Muslimin menyeru orang-orang musyrik untuk beriman. Dengan terjadinya Perjanjian Hudaibiyyah, kaum Muslimin telah dapat berhubungan langsung dengan orang-orang kafir. Dengan demikian, dapat terjadi pertukaran pikiran yang wajar antara mereka, tanpa mendapat tekanan dari pihak mana pun sehingga dapat diharapkan akan masuk Islam orang-orang tertentu yang diharapkan keislamannya atau diharapkan agar sikap mereka tidak lagi sekeras sikap sebelumnya. Diharapkan hal-hal itu terjadi sebelum kaum Muslimin melakukan umrah pada tahun yang akan datang.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah selalu menjaga dan melindungi orang-orang yang benar-benar beriman kepada-Nya, di mana pun orang itu berada. Bahkan Dia tidak akan menimpakan suatu bencana kepada orang-orang kafir, sekiranya ada orang yang beriman yang akan terkena bencana itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 22
“Dan kalau memerangi kamu orang-orang yang kafir itu niscaya mereka akan berputar ke belakang."
Artinya ialah bahwa jika terjadi peperangan, pertempuran di antara orang-orang yang berperang karena suatu cita-cita dan di sini cita-cita Islam yang luhur dengan orang-orang yang kafir, yang tidak mempunyai cita-cita yang jelas, yang mulia, akhir kelaknya pihak yang kafir dan menolak kebenaran itu akan berputar ke belakang, tegasnya akan mundur atau kalah putar ke belakang; niscaya mereka akan mundur, tegasnya lagi mereka tidak akan sanggup bertahan lebih lama.
“Kemudian itu tidaklah mereka akan dapati pelindung dan penolong."
Artinya, kian lama kian merasalah mereka di dalam hati guna apa mereka berperang dan untuk siapa? Apakah nilai bagi jiwa mereka
sendiri yang mereka perjuangkan di medan peperangan, selompat hidup selompat mati. Segala peperangan di atas dunia ini ialah menghadang mati! Orang wajib mengetahui sebenar-benar dan seyakin-yakinnya buat apa dia mati! Mesti ada inti perjuangan mereka yang jelas sampai mereka sanggup melompati maut itu dan merasa berbahagia mati karena itu.
Demikian jugalah jika terjadi misalnya pertempuran di Hudaibiyah itu. Apatah lagi setelah kaum Muslimin, sahabat-sahabat Rasulullah yang setia. Mereka telah mengikat baiat dengan Nabi di bawah pohon kayu itu bahwa mereka berjanji tidak akan lari, tidak akan mundur demi memperjuangkan keyakinan bahwa."Tidak ada Tuhan melainkan Allah!" Maka baiat itu adalah mengulangi kembali dan memadukan kembali cita-cita hidup manusia yang di zaman sekarang kita namai ideologi! Mereka rela mati untuk itu. Maka barangsiapa yang memandang ringan mati untuk hidupnya suatu cita-cita, akan bulatlah tujuan mereka dengan tidak raga dan tidak pecah lagi. Mereka tidak mengenal apa yang dikatakan kalah. Sebab jika mereka menang, kemerdekaanlah yang akan didapat dalam dunia ini, sehingga bebas menjalankan cita-cita itu, matinya ialah mati syahid, masuk surga dengan tidak berhitung lagi, mati yang paling bahagia.
Sebab itu maka orang Quraisy ketika di Hudaibiyah itu, jika sekiranyaa terjadi peperangan, sukar untuk mencapai kemenangannya. Karena mereka tidak mempunyai cita-cita yang tegas. Bahkan mereka sendiri tanya -bertanya, ragu-ragu tentang apa yang mereka perjuangkan. Apatah lagi pemimpin-pemimpin besar yang didahulukan selangkah sebagai Abu Jahal dan lain-lain telah tewas dalam Peperangan Badar.
Ayat 23
“Itulah sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu dan sekali-kali tidaklah engkau akan mendapati bagi sunnatullah itu suatu penukaran."
Firman Allah dalam ayat ini mengandung butir-butir sejarah yang bisa dijadikan perbandingan dan pedoman di dalam melanjutkan perjuangan. Sejarah rasul-rasul yang terdahulu menunjukkan bukti yang nyata. Ingatlah sejarah itu dalam Al-Qur'an sendiri; tidaklah sepadan kekuatan Fir'aun Raja Mesir yang gagah perkasa, yang kuat kuasa, yang menghitam-memutihkan. Bahkan lihatlah sejarah Namrudz yang didatangi oleh Nabi Ibrahim. Ketika Nabi Ibrahim mengatakan bahwa Allah menghidupkan dan mematikan. Dia bisa saja mengambil anak orang miskin melarat lalu memeliharanya dan menghidupinya dan dia pun kuasa pula memanggil orang yang lalu lintas di hadapan istana, yang tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi dan setelah orang itu dekat, langsung ditikamnya dengan kerisnya dan mati, tidak ada orang yang akan melawan, sebab dia berkuasa! Tetapi Nabi Ibrahim memintanya supaya menerbitkan matahari dari barat, sebab Allah menerbitkan matahari dari timur! Namrudz terdiam tidak dapat menjawab karena memang tidak ada kekuasaan-nya buat mengalihkan perjalanan matahari!
Akhirnya bagaimana? Fir'aun tenggelam di lautan ketika air laut terbelah dua! Fir'aun tidak kuasa mengembalikan air itu bertaut. Mati dia dahulu terberiam tenggelam dalam air itu, barulah lautan bertaut, setelah Musa selamat sampai di seberang.
Dalam zaman modern kita ini sunnatullah itu tetap juga berlaku! Hampir lima belas tahun lamanya peperangan orang Amerika di Vietnam hendak mengalahkan komunis. Sejak dari sua-tu cita-cita kecil yang tidak berurat berakar sampai dia tumbuh dengan baik, Amerika telah berusaha dengan segala macam kekuasaan senjata modernnya dan serdadunya yang beratus ribu banyaknya. Sampai suatu waktu (1974), satu juta tentara Amerika yang serba lengkap senjatanya itu, hendak menghancurkan komunis di Vietnam atau Indo China, namun setelah tahun 1975, tentara Vietnam komunis itu juga yang-menang dan Amerika yang berjuta tentaranya dan sangat modern senjatanya itu hancur lebur dan dalam bahasa yang kasar disebut"lari malam" dari Vietnam!
Satu waktu pula dalam gerakan komunis hendak menguasai Indonesia! Baik dalam usahanya ketika Perang Kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda September 1948 atau setelah Indonesia merdeka September 1965. Mereka paksakan kekuatan ideologi komunis yang tidak mempercayai Allah berhadapan dengan kekuatan Indonesia sejati yang percaya kepada Allah; pada kedua kalinya itu, komunislah yang gagal.
Kekuatan komunis di Indonesia adalah kekuatan ketiga di seluruh Indonesia, di samping yang pertama di Rusia dan yang kedua di Tiongkok. Tetapi ketika mereka telah membunuh enam orang jenderal Indonesia dan Presiden Republik Indonesia sendiri, yang terkenal di seluruh dunia keahliannya, kepintaran dan ke-cerdikannya menguasai segala golongan di Indonesia dengan mengemban ke sana dan menyepak ke sini, dapat juga dipengaruhi oleh komunis sehingga tidak berdaya lagi.
Kecerdikan dan kelicikannya dapat dipengaruhi dan diatasi oleh komunis sehingga sekiranya komunis yang menang, sudah terang akan sama saja nasibnya dengan Beriesy di Cekoslowakia dan Pengeran Sihanouk di Indo China. Diangkat-angkat untuk merebut kekuasaan dan akhirnya dia pun dibunuh atau sekurangnya dikerat kukunya sampai habis.
Tetapi dalam masa enam bulan ideologi komunis yang keras tetapi tidak percaya kepada Allah itu, dapat dihancurleburkan oleh kekuatan rakyat banyak, kekuatan pemuda dan tenaga revolusi yang berjiwa ketuhanan. Sehingga, kaum komunis kehilangan semangat sama sekali. Baru sekali inilah di dunia ini komunis dapat digagalkan merebut kuasa, satu hal yang belum pernah terjadi di dunia. Bukan sebagai Perang Vietnam yang memakai belasan tahun, kekuatan Amerika dengan senjata modern, akhirnya “lari malam" karena keteguhan ideologi komunis, malahan sebaliknya komunislah yang hancur berkeping karena kekuatan dan kesediaan mati dalam syahid dari rakyat terutama Angkatan Muda Indonesia sendiri, terutama Islam.
Sebab itu maka seorang penyebar agama Kristen di Indonesia. Dr. Verkuyl pernah mengatakan karena tidak tertahan lagi rasa hatinya, bahwasanya bahaya Islam bagi Indonesia lebih besar dari bahaya komunis.
Maka ayat 22 dan 23 ini dapatlah menjadi pedoman bagi setiap orang yang berjuang di zaman modern ini tentang pentingnya suatu ideologi yang kukuh, yang dijadikan pegangan dan tujuan hidup, yang kita rela menerima pahit dan manis, suka dan duka lantaran adanya keyakinan itu dan itulah pangkal utama dari kemenangan.
Ayat 24
“Dan Dialah yang lelah mencegah tangan mereka terhadap kamu dan tangan kamu terhadap mereka di tengah Mekah."
Ada beberapa riwayat menerangkan bahwasanya baru saja perjanjian Hudaibiyah selesai ditandatangani dan Nabi ﷺ bersama sahabat-sahabatnya belum lagi berangkat kembali ke Madinah, tiba-tiba saja menyelusup tidak kurang dari delapan puluh laki-laki dengan cukup senjata hendak mengacau dan menghancurkan bunyi perjanjian. Mereka datang dari jurusan Bukit Tan'iim. Mereka rupanya bermaksud hendak mencederai Rasulullah ﷺ. Tetapi maksud mereka yang sangat buruk itu dapat diketahui oleh sahabat-sahabat Rasulullah dan mereka segera dapat dikepung dan ditangkap. Tetapi kaum Muslimin teguh akan janjinya. Orang-orang itu tidak diperangi atau dihukum. Hanya ditahan seberitar lalu dilepaskan dan tidak lama sesudah kejadian itu, barulah kaum Muslimin bersiap meninggalkan tempat itu. Kejadian ini ialah,"Sesudah Dia menangkan kamu atas mereka," yaitu memang karena berhasilnya perjanjian tidak akan berperang sepuluh tahun lamanya dan kaum Muslimin boleh umrah ke Mekah tahun depannya.
“Dan adalah Allah atas apa yang kamu kerjakan selalu memerhatikan."
Ujung ayat ini ialah berarti memperteguh hati dan sikap kaum Muslimin dalam keteguhan memegang janji. Kalau kiranya delapan puluh kaum musyrikin itu telah ketahuan sebelum kering tinta perjanjian telah bermaksud hendak memungkirinya dan mereka lekas ditangkap, sangatlah bijaksana kalau mereka dilepaskan di waktu itu juga. Karena itu memperlihatkan bagaimana teguhnya Rasulullah memegang janji. Gerak kebijaksanaannya menengahi janji itu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Allah, artinya sangat dihargai. Bahkan sangat dihargai juga oleh seluruh negeri-negeri Arab pada masa itu, salah satu hal penting yang menyebabkan tidak tertahan-tahan lagi banyaknya datang utusan (wufuud) dari kabilah-kabilah dan negeri-negeri Arab utara dan selatannya, sampai juga datang utusan golongan Nasrani dari Najran. Dan tentu saja membuat penghargaan terhadap kepada Quraisy menjadi berkurang. Ini pun salah satu pembuktian dari isi pangkal ayat bahwasanya Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Muhammad ﷺ kemenangan yang jelas dan nyata.
Ayat 25
“Mereka itulah orang-orang yang kafir dan yang menghambat kamu dari al-Masjidil Haram."
Mulanya mereka datang dengan kekerasan, menunjukkan kekuasaan, namun oleh Nabi ﷺ disambut dengan kebijaksanaan yang tinggi. Akhirnya kekerasan itu menjadi lunak. Mulanya tidak boleh sama sekali tetapi akhirnya karena keahlian Nabi berdiplomasi, mereka pun setuju kalau ke Mekah tahun depan."Dan yang menghalangi hadyu akan sampai ke tempatnya." Sebagaimana telah diketahui, al-hadyu ialah binatang yang disembelih sebagai tanda syukur kepada Allah karena amalan haji atau umrah telah berhasil Dia hendaklah dipotong setelah selesai mengerjakan haji, dikerjakan penyembelihan itu di tempat yang ditentukan yang disebut mahiilah. Sehingga hadyu tadi tidak jadi disembelih karena syukur umrah atau haji telah sempurna dikerjakan di tempat yang tertentu melainkan disembelih di Hudaibiyah sendiri sebagai denda (dari) karena tidak jadi mengerjakan haji,"Dan kalau tidaklah ada beberapa orang laki-laki yang beriman dan perempuan pang beriman yang kamu tidak mengetahui siapa-siapa mereka sehingga mereka akan kamu injak, yang akan menyebabkan kamu berdosa dengan tidak kamu ketahui, supaya akan dimasukkan Allah pada rahmat-Nya barangsiapayang Dia kehendaki."
Bagian ayat ini adaiah pujian lagi atas kebijaksanaan yang ditempuh Nabi sehingga perdamaian Hudaibiyah jadi berlangsung dengan baik. Karena kalau tidak, tentu akan terjadi peperangan besar dalam kota Mekah,
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya di dalam kota Mekah sendiri pada waktu itu banyak terdapat orang-orang yang telah memeluk agama Islam baik laki-laki ataupun perempuan, yang karena kelemahan hidup mereka tidak sanggup turut berhijrah ke Madinah. Maka kalau terjadi peperangan di antara kaum Muslimin dengan orang Mekah di waktu itu, orang-orang lemah yang ada di Mekah itulah yang terdahulu akan mati teraniaya. Merekalah yang terlebih dahulu akan menjadi kurban dari keganasan kaum musyrikin. Orang Muslimin yang pergi ke Mekah bersama Rasulullah ﷺ itu tidaklah tahu berapa banyak bilangan mereka. Dan ada pula orang-orang yang bersedia memeluk agama Islam, tetapi karena kelemahan mereka tidaklah mereka berani menyatakan pada waktu itu. Maka kalau terjadi peperangan di antara Nabi dengan kaum musyrikin itu, orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan di Mekah itulah yang akan habis musnah terlebih dahulu. Kalau'terjadi peperangan maka orang-
orang beriman itu, baik yang laki-laki atau yang perempuan pastilah akan terinjak oleh peperangan kamu itu dengan tidak kamu ketahui. Dalam hal yang demikian, tidak ada jalan lain yang dapat dipilih kecuali berdamai, meskipun perdamaian itu pada lahirnya atau pada permulaannya seakan-akan menunjukkan kelemahan kamu sedikit untuk mengejar kemenangan kamu yang gilang-gemilang di kemudian hari. Dengan sebab perdamaian Allah akan memasukkan barangsiapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya.
Dan Allah memberikan keterangan lebih jelas lagi,
“Dan kalau sekiranya mereka itu terpisah maka sesungguhnya telah Kami adzab orang-orang yang kafir dari kalangan mereka itu dengan adzab yang amat pedih,"
Kalau mereka bercampur aduk saja di Mekah di antara yang Islam dengan yang kafir, akan matilah teraniaya orang yang Islam. Sebaliknya kalau mereka terpisah karena yang beriman tempat menyembunyikan imannya dan tidak menyatakan diri kalau tidak terjadi peperangan, mereka akan selamat. Sedang orang kafir akan tetap mendapat adzab dari Allah, adzab yang pedih sekali.
Lalu ingat pula dan,
Ayat 26
“Penhatikanlah, ketika telah timbul dakun hati orang-orang yang Kafir itu penasaan hamiyyah (kesombongan) yaitu kesombongan jahitiyyah."
Kesombongan atau merasa benar sendiri dan orang lain jahat semua, yaitu apa yang dinamai hamiyyah jahiliyyah, inilah pokok pertahanan dari kaum musyrikin atau orang kafir, yaitu hamiyyah jahiliyah. Kaumku benar selalu dan musuh salah selalu, bahkan Muhammad pun adalah salah. Yang benar adalah kami saja, kaumku saja. Sebaliknya apa yang terjadi di pihak orang-orang berjuang
di pihak Rasul sendiri;"Maka Allah telah menurunkan sakinah-Nya (ketenangan-Nya) ke atas Rasul-Nya dan ke atas orang-orang yang beriman." Kecerobohan dan hamiyyah jahiliyyah itu nyata benar ketika kaum musyrikin itu tidak memberi izin kaum Muslimin naik umrah sama sekali di tahun itu. Hamiyyah jahiliyyah itu kelihatan lagi ketika membuat surat perjanjian. Mereka bertahan tidak mau menulis Bismillaahir-RahmanUr-RahUm, melainkan Bismika Allahumma. Mereka tidak mau mengakui Muhammad Rasulullah, melainkan Muhammad bin Abdullah. Semua itu dituruti oleh Nabi supaya pokok kemenangan jangan sampai gagal, yaitu membuat surat yang di sana mereka mengakui bahwa kedudukan mereka telah"duduk sama rendah tegak sama tinggi" dengan Muhammad. Mereka datang dengan kekerasan kepala, dengan kesombongan. Nabi Muhammad menyambut dengan ketenangan, dengan sakinah;"Dan menetapkan mereka dalam kalimat takwa dan memang merekalah yang berhak dengan dia dan ahlinya" Arti tegasnya ialah bahwa Rasulullah mau mengalah menghadapi kaum jahiliyyah pasal Bismillah dan jabatan Rasulnya, asal mereka mau diajak berunding adalah suatu ketakwaan, suatu kewaspadaan yang paling tinggi. Biar mereka merasa menang dengan dua kalimat itu, bismillah dan Rasulullah tidak jadi, namun sejak hari itu, dengan tidak sadar mereka telah menurun ke bawah, dengan kemauan bermusyawarah dengan Nabi. Dan mereka tidak dapat berbuat lain dari itu. Sebab Nabi mendesak mereka ialah dengan ajakan berdamai, dengan ajakan berunding. Nabi mau menerima, biarpun tahun depan baru akan diizinkan masuk Mekah.
“Dan adalah Allah atas tiap-tiap sesuatu Mahatahu."
Artinya bahwa Nabi Muhammad memandang jauh sekali, ke masa depan. Bukan sebagai kaum musyrikin dengan hamiyyah jahiliyyah-nya, yang ingin menang dalam tulisan.
Untuk perumpamaan perkara ini adalah diplomasi yang dipakai penjajahan Belanda kepada raja-raja bumi putra Indonesia yang pada tiap-tiap permusyarawatan raja-raja itu sangat degil mempertahankan gelar-gelar mereka, namun kedegilan itu dituruti dengan lapang dada oleh mereka, namun kekuasaan raja-raja itu dikikis habis, dijilat hapus oleh Belanda sehingga akhir kelaknya keputusan hilang sama sekali, namun gelar kebesaran bertambah panjang. Seumpama gelar Sultan Siak Sri Indrapura! Dia tetap dipertahankan oleh Belanda;"Duli Yang Maha Mula Seri Paduka Yang Dipertuan Besar Assayid AsysyarifQasim Ibnu Assayid Asysyarif Hasyim Abduljatil Saifuddin al-Ba'alwy, Sultan Siak Sri Indrapura dan rantau jajahan takluknya yang bersemayam di istana Assaraya al-Hasyimiyah", Ridder in de Orde wan Oranye Nassau, Officier in de Orde Van Nederlands Leeuw". Kepada baginda diberikan gelar kebesaran resmi yang sepanjang itu dengan catatan bahwasanya seluruh kekuasaan atas tanah wilayahnya itu Belanda yang mempunyai! Maka terbaliklah nasib keturunan Nabi Muhammad, yang dilakukan oleh orang kafir kepada mereka, daripada apa yang dilakukan oleh nabi sendiri. Demikian terkenal dengan bintang-bintang kebesaran yang diterima oleh Susuhunan Surakarta dari seluruh kerajaan dunia yang besar-besar terpampang di dada baginda yang bidang sampai tidak muat lagi, padahal bintang-bintang itu adalah tukaran dari kekuasaan baginda yang telah punah. Sedang Nabi ﷺ tidak keberatan gelarnya dikurangi dari Muhammad Rasulullah menjadi Muhammad bin Abdullah, dan dari Bismilaahir-Rahmaniir-Rahiim kepada Bismika Allahumma, asal saja pihak lawan mau mengakui dirinya sama derajat sama kedudukan dengan beliau, dan tahun depannya benar-benar naik umrah itu beliau kerjakan, yang bernama Umrataul Qadha.
Maka dengan kejadian ini, persetujuan Hudaibiyah, Rasulullah ﷺ telah meninggalkan ajaran yang sangat tinggi bagi kaum Muslimin di dalam seni berdiplomasi. Agar jangan sampai terpancing mempertahankan kalimat yang kalau kita tidak mau bertolak angsur maka musuh dapat menggagalkan kita pada maksud yang besar. Dan dalam hal ini Nabi ﷺ benar-benar menunjukkan tanggung jawab seorang pemimpin. Baik ketika beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib menuliskan sebagaimana yang dikehendaki musuh, ataupun ketika beliau segera pula mencukur rambut beliau dan menyembelih unta beliau karena umrah pada tahun itu tidak jadi. Ketika akan pulang Allah sendirilah yang mengatakan kepada beliau bahwa, “Kita telah mendapat kemenangan yang sebenar-benar kemenangan." Kadang-kadang memang diplomasi itu saja, membawa kesan yang lebih besar daripada menentang perang bersenjata di medan perang. Dan tidak berapa lama kemudian kemenangan itu sudah nyata, sebab musuh tidak mempunyai ahli-ahli diplomasi yang handal, sehingga satu di antara isi perjanjian musuh sendirilah yang minta supaya diurungkan saja, yaitu janji bahwa jika orang Madinah pergi ke Mekah tidak akan dikembalikan dan jika orang Mekah pergi ke Madinah, mesti mereka jemput. Karena mereka sendirilah yang rugi besar dengan timbulnya gerakan perlawanan yang dipimpin oleh orang-orang pelarian dari Mekah itu yang sangat menghalangi keamanan mereka dalam perniagaan ke Syam. Nyata sekali bahwa mereka ketika membuat perjanjian dengan Nabi ﷺ tidak memperhitungkan kekuatan musuh mereka sendiri yang bersarang dengan sembunyi dalam tubuh mereka sendiri. Dan dengan isi perjanjian sepuluh tahun tidak akan serang menyerang maka Islam mendapat kesempatan mengadakan dakwah ke mana-mana, sedang mereka sendiri tidak mempunyai alat buat mengadakan dakwah.
Sebab tidak ada yang akan didakwahkan. Pertahanan hanya semata-mata keberician.
Waktu dalam setahun adalah waktu yang cepat. Maka pada tahun yang telah ditentukan itu, kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ sendiri sempat pergi mengerjakan umrah ke Mekah sebagaimana yang jelas nyata oleh beliau dalam mimpi.
Ayat 27
“Sungguh Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya akan mimpi beliau dengan kebenaran."
Artinya ialah bahwa apa yang Rasulullah ﷺ mimpikan dahulu itu benar-benar telah digenapi oleh Allah. Dengan dasar percaya akan mimpi itu beliau berangkat mengerjakan umrah ke Mekah dan dengan dasar mimpi itu pula, para sahabat percaya bahwa perjalanan mereka akan langsung tidak ada halangan menuju Mekah. Tetapi sesampai di Hudaibiyah ternyata terhalang demikian rupa, sehingga kaum Quraisy menghalangi sekeras-kerasnya sampai terjadi Perjanjian Hudaibiyah. Maka timbullah perasaan apa-apa dalam diri sahabat-sahabat Rasulullah. Tetapi ada yang tidak berani membuka dan menanyakannya. Yang berani hanyalah Umar bin Khaththab saja, sampai dia bertanya kepada Rasulullah ﷺ,"Bukankah engkau, ya Rasululah, telah memberi berita kepada kami bahwa engkau bermimpi mengerjakan umrah dengan selamat? Dan kita akan thawaf di keliling Ka'bah?" Lalu Rasulullah ﷺmemberikan penjelasan,"Memangtelah aku jelaskan mimpiku itu kepada kamu semuanya. Tetapi apakah ada aku menyatakan bahwa hal itu akan kejadian pada tahun ini?" Umar pun dengan jujurnya menjawab,"Tidak! Engkau tidak pernah menerangkan kepada kami bahwa hal itu akan kejadian tahun ini!"
Di sinilah terdapat perbedaan iman Abu Bakar dengan iman Umar! Abu Bakar percaya seratus persen bahwa hal itu akan kejadian, tetapi dia pun tidak menentukan bilakah waktunya. Dan kita pun harus ingat hal yang serupa kejadian pada Nabi Yusuf. Beliau ini bermimpi bahwa matahari dan bulan dengan sebelas bintang-bintang datang menyembah di hadapannya! Ayahnya memberi ingat kepadanya supaya mimpi begitu jangan di-ceritakannya kepada saudara-saudaranya. Dan mimpi itu barulah kejadian dengan sungguh-sungguh beberapa tahun kemudian, yaitu setelah Yusuf menjadi menteri besar memerintah Mesir, setelah ayahnya dan ibu ti-inya dan saudaranya yang sebelas orang itu berkumpul ke Mesir ke dalam perlindungan beliau yang telah berkuasa besar di negeri itu.
“Sesungguhnya akan pastilah engkau akan masuk ke dalam al-Ma$jidil Haram, insya Allah, dalam keadaan aman, bercukur kepala kamu semuanya dan bergunting." Ayat inilah yang jadi alasan kuat menunjukkan bahwa bila telah selesai mengerjakan umrah, mulai dari thawaf keliling Ka'bah, kemudian itu diikuti dengan sa'i di antara Bukit Shafa dan Marwah, baik di waktu umrah yang boleh dikerjakan bila saja, atau dalam mengerjakan haji yang tertentu pada wuquf di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah setiap tahun, selesailah orang mengerjakan ibadahnya itu, umrahnya atau hajinya, dan dengan keselesaian itu dicukurlah rambut atau digunting saja.
Maka tsabit atau tetap teguhlah menurut sebuah hadits yang shahih, riwayat Imam Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
“Diberi rahmatlah kiranya orang-orang yang bercukur."
Lalu sahabat-sahabat yang banyak itu menyambut beramal-ramai.
“Dan orang-orang yang bergunting, ya Rasulullah!"
Lalu Rasulullah bersabda lagi,
“Dirahmat Allah kiranya orang-orang yang bercukur."
Lalu disambut lagi oleh beberapa sahabat,
“Dan orang-orang yang bergunting."
Sehingga sampailah tiga kali atau empat kali berjawab-jawaban di antara keutamaan
bercukur kata Nabi dan bergunting kata sahabat. Maka di akhir sekali barulah Rasulullah bersabda,
“Dan orang-orang yang bergunting." (HR Bukhari dan Muslim)
Maka dapatlah dipahamkan di sini bahwasanya jika kita mau yang lebih afdhal, lebih utama, lebih baiklah yang bercukur, tiga atau empat kali pahalanya daripada hanya sekadar bergunting saja!
Semuanya itu memang dalam keadaan amani Sebab orang Quraisy tidak berani lagi memungkiri janji yang telah mereka tanda tangani sendiri, meskipun ketika Rasulullah dan rombongan yang 1,400 atau 1.500 orang itu datang mengqadha umrahnya setahun kemudian, kaum Quraisy tidaklah menyambut mereka dengan hati senang, malahan mereka bersembunyi-sembunyi di bukit yang sekarang dinamai Bukit Ajyaad, mengintip apakah gerangan yang dikerjakan oleh orang-orang dari Madinah itu. Nabi pun tahu bahwa beliau diintip dari jauh. Beliau tahu bahwa orang-orang musyrikin itu bertanya-tanya di antara mereka sesama mereka, adakah akan kuat kaum Muslimin dari Madinah itu mengerjakan thawaf atau sa'i? Adakah mereka akan lemah karena jauhnya perjalanan? Mereka beliau perintahkan supaya mengerjakan thawaf dan sa'i dengan harwalah, artinya setengah berlari pada syaut atau lingkaran pertama sampai ketiga, berjalan agak kencang, tunjukkan kekuatan dan jangan bersikap lemah. Semua pengikut Nabi berbuat demikian, bahkan sampai sekarang pun dianjurkan berbuat demikian.
Itulah yang bernama Umratul Qadha yang dikerjakan dengan selamat setahun kemudian, tidak kurang suatu apa pada bulan Dzulqa'dah tahun ketujuh, sebagai ganti dari umrah yang gagal tahun keenam itu.
Dikatakan pula di dalam ayat,"Dalam keadaan aman." Dan memanglah aman perjalanan itu, tidak ada orang yang berani mengganggu dan menghalangi. Pertama karena telah terikat oleh janji. Kedua telah terbukti bahwa dalam masa setahun telah mereka coba hendak melakukan kekerasan, di antaranya orang Mekah yang lari ke Madinah mesti dikembalikan, namun yang banyak rugi karena menuruti perjanjian itu ialah mereka sendiri. Karena orang-orang yang mereka tuntut supaya dikembalikan itu telah menjadi barisan gerilya, menyekat dan mengganggu keamanan perniagaan mereka dari Mekah ke Syam, sehingga mereka sendirilah yang meminta supaya perjanjian yang sepasal itu dicabut saja. Maka dicabutlah karena permintaan itu."Tidak kamu merasa takut." Karena hilangnya rasa takut bagi kaum Muslimin akan dicederai oleh musyrikin itu telah menunjukkan bahwa semangat juang kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ sudah jauh lebih tinggi daripada semangat Quraisy yang menanti, sehingga mereka telah tinggal mengintip-intip saja dari jauh, tidak berani mendekat."Maka mengetahuilah Dia apa yang tidak kamu ketahui." Dalam ayat ini telah diberikan suatu isyarat bahwasanya keadaan telah bertukar; bahwasanya sesudah Perjanjian Hudaibiyah, terutama sesudah selesai mengerjakan Umratul Qadha itu keadaan sudah berbeda. Kaum Muslimin mulai menghadapi zaman yang serba cerah. Tetapi ada hikmah tertinggi jika Allah memberikan isyarat belaka, tidak mengatakan apakah yang tidak diketahui waktu itu. Karena itu tetap bergantung kepada usaha dan jihad kaum Muslimin sendiri. Maka di ujung ayat ditambahkan lagi harapan yang lebih besar.
“Maka dijadikan-Nyalah di samping itu suatu kemenangan yang telah dekat"
Memang kemenangan itu telah dekat. Sesudah Umratul Qadha, Nabi Muhammad menghadapi lagi peperangan-peperangan yang lain namun di samping peperangan dakwah pun berlangsung dengan lancar, kaum Quraisy tidak ada yang akan didakwahkannya. Karena perjuangan mereka tidak mempunyai dasar yang kukuh. Suatu pendirian yang salah tidaklah dapat dipertahankan apabila berhadapan dengan pendirian yang benar. Ketika berduyun orang datang ke Madinah, sehabis Perjanjian Hudaibiyah, meminta keterangan tentang Islam kepada Nabi, tidak ada orang yang datang ke Mekah menanyakan pokok pendirian orang Quraisy. Nabi bertambah ramai, Quraisy bertambah lengang.
Ayat 28
“Dialah yang telah mengutus akan Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar supaya akan dimenangkan dia di atas agama sekaliannya."
Inilah ayat lanjutan yang difirmankan Allah setelah selesai kaum Muslimin mengerjakan Umrah Qadha pada tahun ketujuh itu dengan memberikan harapan-harapan yang mulia dan telah dekat.
Ini pun adalah janji yang padat dan tegas dari Allah bahwa Allah mengutus Rasul, penutup dari segala Rasul, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Untuk menjawat pembawa tugas dan menjadi utusan itu, beliau diberi petunjuk dan petunjuk itu ialah wahyu Ilahi yang datang kepada beliau, diantarkan oleh Malaikat Jibril. Isi dari wahyu itu ialah agama yang benar. Agama yang benar adalah petunjuk atas adanya Allah, Allah Yang Esa, Yang Tunggal, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada Tuhan selain Dia. Agar lepaslah manusia daripada rasa terikat dan rasa takut kepada yang lain, kecuali kepada Allah saja, itulah agama yang benar! Karena kalau manusia dianjurkan menyembah yang lain maka yang lain itu adalah alam belaka. Manusia harus melatih diri berhubungan langsung dengan Allah Yang Mahakuasa itu."Supaya akan dimenangkan dia atas agama sekaliannya," agama yang lain itu akan kalah. Sebab yang lain itu masih saja mempersekutukan yang lain dengan Allah. Agama lain tidaklah suci tauhidnya kepada Allah. Agama yang lain masih banyak mengadakan perantaraan antara manusia dengan Allah. Ada yang berupa patung, ada yang berupa kayu, ada yang berupa barang yang menakutkan. Barang-barang itu tidak lain daripada gambaran dari khayat manusia saja atas barang yang mereka takuti atau mereka cintai. Kalau mereka menggambarkan rasa
takut, mereka khayatkanlah Allah itu dengan matanya yang mendelik, dengan giginya yang besar-besar, dengan tanduknya dan tangannya yang kadang-kadang lebih dari satu. Kalau mereka bercinta mereka gambarkanlah Allah itu dengan berupa yang paling indah dan paling cantik. Terus pulalah mereka menyembah kepada kecantikan itu. Setengah bangsayang masih sangat biadab menggambarkan dan menonjolkan linggam atau lingga, yaitu simbol dari alat kelamin, lambang dari kesuburan. Mereka gambarkanlah Allah itu dengan alat kelamin manusia yang besar, tegang dan kuat. Lalu terjadi pemujaan kepada alat kelamin itu.
Agama yang benar yang mengatasi segala agama itu, yang dibawa oleh Nabi Muhammad tersimpullah dalam kata"laisa kamitslihi syal-'i/n/' tidak ada sesuatu yang menyerupai Dia! Ada yang kiranya masih tergambar dalam ingatan manusia belumlah dia! Dia melebihi dari segala penggambaran. Dia lebih sempurna, lebih mulia. Atau disebut Maha; Mahamulia, Mahasem-purna, Mahaagung, Mahakasih, Mahasayang, Maha Pemurah dan sebagainya. Dia melebihi dari segala apa yang dapat digambarkan. Karena penggambaran adalah sekadar kemajuan manusia berpikir belaka. Bertambah maju mereka berpikir, bertambah bertukar pula cara penggambaran. Itulah sebabnya maka Nabi Isa digambarkan oleh orang Yunani menurut rupa orang Yunani, oleh orang Hindu menurut rupa orang Hindu, oleh orang Negro menurut rupa orang Negro, dan orang jawa menurut rupa orang Jawa, mungkin pakai blangkon!
Maka datanglah Islam membawa manusia naik kepada tingkat berpikir yang lebih tinggi, bahwasanya Allah itu lebih indah dari segala yang indah, cantik dari segala yang cantik, gagah dari segala yang gagah, sehingga mengatasi segala khayatan yang dapat dikhayatkan, diimajinasikan oleh keindahan seni manusia. Oleh sebab itu maka ajaran seperti inilah yang akan memenang segala agama serta mengatasinya dan kepada ajaran agama seperti inilah akan mencapai seluruh manusia pada akhir kelaknya.
“Dimenangkan dia di atas agama seka-liannya," firman Allah selanjutnya. Lalu Allah tutup pula dengan firman-Nya,
“Dan cukuplah Allah menjadi saksi."
Kesaksian Allah itu dapatlah kita lihat dalam perjalanan agama sendiri. Islam tidak mempunyai mubaligh yang berkedudukan sebagai misi dan zending orang Kristen, islam berjalan terus menyampaikan seruannya dan dakwahnya kepada seluruh dunia bilamana kecerdasan manusia bertambah tinggi. Dalam perjuangan dan perebutan kekuasaan di Afrika, Kristen dibantu di belakang oleh kekuasaan negeri-negeri penjajah. Orang-orang Afrika ditarik ke dalam agama itu kalau perlu dengan paksaan. Sedang agama Islam menjalar hanya dengan keyakinan ulama-ulama atau mubaligh-mubaligh yang tidak mendapat gaji dari siapa-siapa. Umat yang belum beragama dibuj uk masuk ke dalam agama Kristen dengan kekayaan dan dengan pangkat yang tinggi tinggi. Namun umat yang belum beragama itu masih lebih dekat hatinya memeluk Islam daripada memeluk Kristen. Sebab dalam Kristen, mereka masih merasakan diskriminasi karena perbedaan warna kulit, baik di negeri yang masih sangat mundur sebagai di Afrika atau di negeri yang sudah sangat pesat maju sebagai di Amerika. Sedang kalau mereka memeluk Islam, mereka merasakan sendiri bahwa dalam Islam ini tidak ada perbedaan manusia karena putih dan hitamnya. Berlaku dalam masyarakat apa yang pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad ﷺ sendiri bahwa tidak ada kelebihan yang Arab daripada yang bukan Arab dan tidak ada kelebihan yang berkulit putih daripada yang berkulit hitam, demikian juga sebaliknya,"Yang semulia-mulia kamu pada sisi Allah yang setakwa-takwa kamu."
Hal ini berlaku sejak Islam mulai disebarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ sampai kepada zaman kita ini. Di zaman kebesaran Islam, semasa ulama-ulama tabi'in yang berguru kepada sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ terkenal seorang ulama besar di negeri Mekah yang bernama Atha. Beliau sangat alim dalam hal syari'at Islam, tercatat sebagai salah seorang ulama hadits yang faqih yang masyhur. Jika beliau mengajarkan agama di Masjidil Haram di Mekah, beratus bahkan beribu orang yang duduk mendengarkan dengan asyiknya. Sampai Khalifah Abdulmalik bin Marwan, yang kalau bukan jadi khalifah, tentu sudah menjadi seorang ulama besar pula. Maka tatkala Khalifah Abdulmalik bin Marwan naik haji ke Mekah sangatlah beliau perlukan pergi duduk dalam halaqah Atha mendengar beliau menguraikan tentang Islam dan hukum dan syari'at, dengan wajah beliau yang hitam mengkilat itu.
Sampai sekarang keadaan seperti demikian hanya akan kita dapati di negeri Islam. Hanya akan didapati di Mauritania, di Morokko, di Saudi Arabia dan tanah-tanah Islam yang lain. Padahal ini telah dipropagandakan dengan mulut beratus tahun lamanya. Padahal di Amerika sendiri telah menimbulkan perang saudara yang sangat hebat di antara utara dengan selatan pada tahun 1856. Meskipun Abraham Lincoln telah berhasil menghapuskan perbudakan dan menghilangkan perbedaan hitam dan putih, namun anjuran itu telah dibayarnya dengan nyawanya sendiri, sebab dia mati ditembak orang yang berici melihat kemenangan usaha tersebut. Dan sampai sekarang kalau kita pergi ke beriua itu, belum juga lagi orang Amerika dapat melepaskan dirinya dari cengkeraman apartheid (perbedaan kulit) itu, walaupun Amerika telah memeluk agama Kristen.
Di Afrika sendiri, yang sampai sekarang dikatakan bahwa dengan belanja besar-besaran zending dan misi mengeluarkan belanja hendak mengkristenkan penduduk dan usaha keras menghalangi orang Islam jangan leluasa masuk ke negeri itu, namun usaha mereka hendak menghambat Islam tidaklah berhasil; mereka masih saja menyebut kecemasan mereka dalam surat kabar-surat kabar dan dalam buku-buku, mengapa orang Islam yang tidak cukup belanja itu masih juga banyak yang memeluk Islam.
Demikian juga di Indonesia sendiri. Setelah gagal usaha komunis merebut kekuasaan pada tahun 1965, dengan buru-buru pihak Kristen menyebarkan berita ke seluruh dunia, bahwa 4 juta kaum Muslimin telah memeluk Kristen. Dengan demikian maka pihak penyebar Kristen mendapat sokongan lebih banyak dari negeri-negeri Eropa dalam mengembangkan Kristen dan negeri-negeri Islam sendiri pun turut cemas
mendengar berita itu. Padahal setelah diadakan perhitungan jumlah penduduk dan agama yang mereka peluk, tidak jumlah umat Kristen dengan 4 juta. Sampai Syekh al-Azhar sendiri datang ke Indonesia, sebab menyangka bahwa kaum Muslimin telah tidur nyenyak. Gembiralah hati beliau melihat bagaimana segala musuh telah bersatu menghadapi musuh yang satu itu, meskipun di antara mereka sendiri berpecah, dan musuh yang satu itu ialah agama Islam itu sendiri, namun jumlahnya tidaklah berkurang dan kesadarannya beragama tidaklah menyusut, bahkan lebih bangkit dari semula!
Di hadapan Syekh al-Azhar sendiri pengarang tafsir ini mengatakan,"Lasnaa ah-jaaran, ya shahibal fadhilah!" (Kami ini bukanlah batu, wahai Paduka yang utama!) Kami pun bergerak, kami pun tidak diam.
Sebagaimana ayat terakhir dari surah al-Fath (kemenangan) tertulislah demikian artinya.