Ayat
Terjemahan Per Kata
سُنَّةَ
ketetapan
ٱللَّهِ
Allah
ٱلَّتِي
yang
قَدۡ
sungguh
خَلَتۡ
telah berlalu
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
وَلَن
dan tidak
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لِسُنَّةِ
bagi ketetapan
ٱللَّهِ
Allah
تَبۡدِيلٗا
perobahan/pergantian
سُنَّةَ
ketetapan
ٱللَّهِ
Allah
ٱلَّتِي
yang
قَدۡ
sungguh
خَلَتۡ
telah berlalu
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
وَلَن
dan tidak
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لِسُنَّةِ
bagi ketetapan
ٱللَّهِ
Allah
تَبۡدِيلٗا
perobahan/pergantian
Terjemahan
(Demikianlah) sunatullah yang sungguh telah berlaku sejak dahulu. Kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada sunatullah itu.
Tafsir
(Sebagai suatu sunatullah) lafal ayat ini adalah Mashdar yang berfungsi mengukuhkan makna jumlah kalimat sebelumnya, yaitu mengenai kalahnya orang-orang kafir dan ditolong-Nya orang-orang mukmin. Maksudnya yang demikian itu merupakan suatu sunatullah (yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu) sebagai ganti darinya.
Tafsir Surat Al-Fath: 20-24
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan mi untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah), kemudian mereka tiada memperoleh pelindung dan tidak (pula) penolong.
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil. (Al-Fath: 20) Yakni semua ganimah sampai masa sekarang.
maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu. (Al-Fath: 20) Yaitu kemenangan atas tanah Khaibar. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu. (Al-Fath: 20) Maksudnya, Perjanjian Hudaibiyah. dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (Al-Fath: 20) Yakni kalian tidak tertimpa keburukan yang dipendam oleh hati musuh kahan yang selalu ingin memerangi dan membunuh kalian. Demikian pula Allah menahan tangan musuh-musuh kalian dari membinasakan orang-orang yang kamu tinggal di belakang kalian yang terdiri dari anak-anak dan kaum wanita kalian.
dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin (Al-Fath: 20) Yaitu dijadikan pelajaran oleh mereka, bahwa sesungguhnya Allah memelihara mereka dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, padahal jumah mereka sedikit. Dan agar mereka mengetahui apa yang dilakukan oleh Allah terhadap mereka, bahwa Dia Maha Mengetahui semua akibat segala urusan; dan bahwa pilihan yang terbaik adalah apa yang dipilihkan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman sekalipun pada lahiriahnya mereka tidak menyukainya.
Ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. (Al-Baqarah: 216) Adapun firman Allah ﷻ: Dan dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus (Al Fath 20) disebabkan kalian menuruti perintah-Nya, selalu taat kepada-Nya, serta mengikuti jejak Rasulullah ﷺ Firman Allah ﷻ: Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Fath: 21) Yakni ganimah yang lain dan kemenangan yang lain yang telah ditentukan, padahal sebelumnya kamu masih belum dapat menguasainya. Allah ﷻ memudahkannya bagi kalian dan telah menentukannya bagi kalian. Sesungguhnya Allah ﷻ memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya dari arah yang tidak mereka duga-duga. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan ganimah yang dimaksud oleh ayat ini. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud adalah ganimah Khaibar.
Dan berdasarkan pengertian ini berarti apa yang dimaksud oleh firman-Nya: maka disegerakan-Nya harta rampasan itu untukmu. (Al-Fath: 20) adalah Perjanjian Hudaibiyah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, Ibnu Ishaq, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud adalah takluknya Mekah, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Laila dan Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ganimah Persia dan Romawi.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud ialah semua kemenangan dan ganimah sampai hari kiamat. Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan)yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. (Al-Fath: 21) Bahwa kemenangan-kemenangan ini hingga kemenangan-kemenangan lainnya sampai masa sekarang. Firman Allah ﷻ: Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri kebelakang (kalah), kemudian mereka tidak memperoleh pelindung dan tidak (pula) menolong. (Al-Fath: 22) Allah ﷻ berfirman, menyampaikan berita gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa seandainya orang-orang musyrik menyerang mereka, niscaya Allah, rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman akan beroleh kemenangan atas mereka dan pastilah bala tentara kekufuran akan lari mundur ke belakang karena kalah, lalu mereka tidak menemukan pelindung dan tidak pula penolong karena mereka memerangi Allah, rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (Al-Fath: 23) Yakni itulah sunnatullah dan kebiasaan-Nya terhadap makhluk-Nya, tidak sekali-kali kekafiran dan keimanan berhadap-hadapan di suatu medan perang, lalu mereka berperang, melainkan Allah akan menolong pasukan keimanan dan mengalahkan pasukan kekafiran, serta meninggikan perkara yang hak dan merendahkan perkara yang batil.
Allah ﷻ Telah melakukan kebiasaan ini dalam Perang Badar untuk kekasih-kekasih-Nya yang beriman. Dia menolong mereka atas musuh-musuh yang terdiri dari kaum musyrik, padahal jumlah orang-orang mukmin sedikit dan musuh mereka jauh lebih banyak bilangannya. Firman Allah ﷻ: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Fath: 24) Ini merupakan anugerah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, ketika Dia menahan tangan kaum musyrik dari memerangi mereka.
Karena itu, tiada suatu keburukan pun yang menimpa kaum muslim dari kejahatan kaum musyrik. Dia pulalah yang menahan tangan kaum muslim dari memerangi kaum musyrik, hingga kaum muslim tidak memerangi mereka di Masjidil Haram. Bahkan masing-masing dari kedua belah pihak menahan dirinya dan terikat dalam perjanj ian gencatan senjata, yang dalam perjanj ian ini terkandung banyak kebaikan bagi kaum mukmin dan kesudahan yang baik bagi kaum muslim dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan di dalam hadis Salamah ibnul Akwa' r.a. bahwa ketika kaum muslim menggiring tujuh puluh orang tawanan (kaum musyrik) dalam keadaan terikat ke hadapan Rasulullah ﷺ, lalu Rasulullah ﷺ memandang kepada mereka dan bersabda: Lepaskanlah mereka, maka hal ini akan menjadi permulaan bagi kedurhakaan mereka dan akibatnya. Salamah ibnul Akwa' r.a. mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa inilah diturunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika hari Hudaibiyah, turunlah menyerang Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya sebanyak delapan puluh orang lelaki bersenjata dari kalangan penduduk Mekah dari arah Bukit Tan'im. Mereka bertujuan menyerang Rasulullah ﷺ secara tiba-tiba disaat lengah. Tetapi pada akhirnya mereka ketahuan, lalu ditangkap. Perawi melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah ﷺ memaafkan mereka dan turunlah firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka. (Al-Fath: 24) Imam Muslim, Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai telah menceritakan hadis ini di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya masing-masing melalui berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Abdullah ibnu Mugaffal Al-Muazani r.a. yang mengatakan, "Dahulu kami bersama Rasulullah ﷺ di bawah sebuah pohon yang disebutkan Allah di dalam Al-Qur'an. Dan tersebutlah bahwa salah satu dari tangkai pohon itu mengenai punggung Rasulullah ﷺ dan Ali ibnu Abu Talib r.a., sedangkan Suhail ibnu Amr berada di hadapan Rasulullah ﷺ Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada Ali r.a.: 'Tulislah Bismillahir Rahmanir Rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).' Maka Suhail memegang tangan Ali dan berkata, 'Kami tidak mengenal Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tetapi tulislah sebagai pendahuluan dari masalah kami ini dengan kalimat yang telah kami kenal. Tulislah Bismikallahumma,' Lalu Ali menulisnya, ini adalah perjanjian perdamaian antara Muhammad utusan Allah dan penduduk Mekah.' Tetapi Suhail kembali memegang tangan Ali, dan berkata, 'Sungguh kami berbuat aniaya terhadapmu jika engkau benar utusan-Nya (yakni Suhail tidak percaya Nabi ﷺ adalah utusan-Nya), tetapi tulislah dalam masalah kita ini sesuai dengan apa yang kami kenal.' Suhail berkata, 'Tulislah, ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad ibnu Abdullah.' Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba muncullah tiga puluh orang pemuda menuju ke arah kami dengan senjata yang lengkap, lalu mereka mengepulkan debu di hadapan kami.
Maka Rasulullah ﷺ berdoa untuk melumpuhkan mereka. Allah ﷻ menjadikan telinga mereka kesakitan, lalu kami bangkit menangkap mereka. Dan Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka, 'Apakah kalian datang dalam perlindungan seseorang?' Atau, 'Apakah ada seseorang yang menjamin keamanan kalian?' Mereka menjawab, 'Tidak ada.' Yakni mereka bertujuan untuk perang. Maka Rasulullah ﷺ membebaskan mereka, dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka. ' (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Husain ibnu Waqid dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Ibnu Abza yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ keluar dengan membawa hadyu dan sampai diZul Hulaifah, Umar r.a. berkata kepadanya, "Wahai Nabi Allah, apakah engkau akan memasuki tempat suatu kaum yang bermusuhan denganmu tanpa membawa senjata dan tanpa membawa pasukan?" Maka Rasulullah ﷺ mengirimkan utusan ke Madinah, dan akhirnya tiada seorang pasukan pun dan tiada pula sebuah senjata pun melainkan semuanya dibawa. Ketika Rasulullah ﷺ sampai di dekat Mekah, orang-orang Quraisy melarang beliau memasukinya. Lalu Rasulullah ﷺ meneruskan perjalanan hingga sampai di Mina dan selanjutnya beliau berkemah di Mina. Kemudian datanglah informan Nabi ﷺ yang menceritakan kepada beliau bahwa Ikrimah ibnu Abu Jahal telah keluar (dari Mekah) untuk memerangimu dengan membawa lima ratus orang. Maka Nabi ﷺ bersabda kepada Khalid ibnul Walid r.a.: Hai Khalid, ini adalah anak pamanmu, dia, telah datang dengan pasukan berkudanya. Maka Khalid berkata, "Aku pedang Allah dan pedang Rasul-Nya." Maka sejak hari itu ia dijuluki dengan gelar' pedang Allah'.
Khalid r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, kirimkanlah aku ke mana pun engkau kehendaki," Maka Rasulullah ﷺ mengirimkannya bersama pasukan berkuda, lalu bertemu dengan pasukan berkuda Ikrimah dan dapat memukulnya mundur hingga masuk ke tembok (perbatasan) kota Mekah. Kemudian Ikrimah kembali untuk kedua kalinya, tetapi Khalid r.a. dan pasukannya dapat memukulnya mundur hingga kembali masuk ke benteng kota Mekah. Kemudian Ikrimah kembali mencoba untuk ketiga kalinya, tetapi Khalid dan pasukannya dapat memukulnya mundur hingga masuk ke dalam benteng kota Mekah. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah. (Al-Fath: 24) sampai dengan firman-Nya: dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Maka Allah ﷻ Menahan Nabi ﷺ dari membinasakan mereka sesudah Nabi ﷺ beroleh kemenangan atas mereka, mengingat masih ada sisa kaum muslim yang tinggal di Mekah, sebab dikhawatirkan mereka akan terinjak-injak oleh pasukan berkuda. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abza. Akan tetapi, konteks ini masih diragukan kebenarannya; karena sesungguhnya peristiwa tersebut bukan terjadi di tahun Hudaibiyah, mengingat Khalid r.a. pada masa itu masih belum masuk Islam. Bahkan dia berada di barisan terdepan dari kaum musyrik saat itu, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih. Peristiwa ini tidak pula terjadi di saat umrah qada, karena mereka (kaum musyrik) menetapkan kepada Nabi ﷺ bahwa ia boleh datang ke Mekah pada tahun berikutnya.
Maka di tahun itu Nabi ﷺ melakukan umrah qadanya dan tinggal di Mekah selama tiga hari. Ketika beliau datang, mereka tidak mencegahnya, tidak memeranginya, tidak pula membunuhnya. Jika dikatakan bahwa hal itu terjadi pada hari kemenangan atas kota Mekah, maka sebagai jawabannya dapat dikatakan tidak masuk akal pula, sebab Nabi ﷺ di tahun kemenangan atas kota Mekah tidak membawa hadyu, karena sesungguhnya beliau datang hanyalah untuk perang dengan membawa pasukan yang sangat besar jumlahnya. Konteks hadis di atas mengandung cela dan terdapat sesuatu kekeliruan padanya, maka harap direnungkan, dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seseorang yang tidak aku curigai, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas r.a. yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy mengirimkan empat puluh orang lelaki dari kalangan mereka atau lima puluh orang. Mereka ditugaskan untuk berkeliling di sekitar perkemahan Rasulullah ﷺ dengan tujuan untuk menangkap salah seorang dari sahabat beliau ﷺ Akan tetapi, pada akhirnya merekalah yang tertangkap, lalu dibawa ke hadapan Rasulullah ﷺ dan beliau memaafkan dan melepaskan mereka. Padahal sebelumnya mereka melempari perkemahan Rasulullah ﷺ dengan batu dan anak panah. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa berkenaan dengan peristiwa itu turunlah firman Allah ﷻ: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan yang (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepada kami bahwa seorang lelaki yang dikenal dengan nama Ibnu Zanim naik ke puncak lereng dari Hudaibiyah, maka kaum musyrik menghujaninya dengan anak panah hingga gugurlah dia.
Kemudian Rasulullah ﷺ mengirimkan pasukan berkuda untuk menangkap mereka. Akhirnya dua belas orang dari pasukan kaum musyrik itu berhasil ditangkap, lalu dihadapkan kepada Rasulullah ﷺ Maka beliau bertanya kepada mereka, "Apakah kamu mempunyai perjanjian? Apakah kamu mempunyai jaminan keamanan?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah ﷺ melepaskan mereka (sekalipun mereka tidak mempunyai penjamin), dan berkenaan dengan peristiwa itu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat."
Demikianlah hukum Allah, yakni ketetapan Allah senantiasa menolong orang-orang yang beriman dan membinasakan orang-orang yang mendustakan-Nya. Itu adalah kebiasaan yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. 24. Dan Dialah yang mencegah tangan mereka yakni orang-orang musyrik Mekah yang berangkat untuk menyerbu tentara Rasulullah di Hudaibiyah, dari membinasakan kamu dan mencegah tangan kamu dari membinasakan mereka ketika kamu berada di tengah kota Mekah setelah Allah memenangkan kamu atas mereka, yakni menjadikan kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dari mereka melalui Perjanjian Hudaibiyah. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini menegaskan bahwa memenangkan keimanan atas kekafiran dan menghapus yang batil dengan yang hak telah menjadi sunah (hukum) Allah yang berlaku bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya sejak dahulu sampai sekarang, dan untuk masa yang akan datang. Tidak ada satu pun dari makhluk yang ada di alam semesta ini yang dapat mengubah sunah-Nya itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 22
“Dan kalau memerangi kamu orang-orang yang kafir itu niscaya mereka akan berputar ke belakang."
Artinya ialah bahwa jika terjadi peperangan, pertempuran di antara orang-orang yang berperang karena suatu cita-cita dan di sini cita-cita Islam yang luhur dengan orang-orang yang kafir, yang tidak mempunyai cita-cita yang jelas, yang mulia, akhir kelaknya pihak yang kafir dan menolak kebenaran itu akan berputar ke belakang, tegasnya akan mundur atau kalah putar ke belakang; niscaya mereka akan mundur, tegasnya lagi mereka tidak akan sanggup bertahan lebih lama.
“Kemudian itu tidaklah mereka akan dapati pelindung dan penolong."
Artinya, kian lama kian merasalah mereka di dalam hati guna apa mereka berperang dan untuk siapa? Apakah nilai bagi jiwa mereka
sendiri yang mereka perjuangkan di medan peperangan, selompat hidup selompat mati. Segala peperangan di atas dunia ini ialah menghadang mati! Orang wajib mengetahui sebenar-benar dan seyakin-yakinnya buat apa dia mati! Mesti ada inti perjuangan mereka yang jelas sampai mereka sanggup melompati maut itu dan merasa berbahagia mati karena itu.
Demikian jugalah jika terjadi misalnya pertempuran di Hudaibiyah itu. Apatah lagi setelah kaum Muslimin, sahabat-sahabat Rasulullah yang setia. Mereka telah mengikat baiat dengan Nabi di bawah pohon kayu itu bahwa mereka berjanji tidak akan lari, tidak akan mundur demi memperjuangkan keyakinan bahwa."Tidak ada Tuhan melainkan Allah!" Maka baiat itu adalah mengulangi kembali dan memadukan kembali cita-cita hidup manusia yang di zaman sekarang kita namai ideologi! Mereka rela mati untuk itu. Maka barangsiapa yang memandang ringan mati untuk hidupnya suatu cita-cita, akan bulatlah tujuan mereka dengan tidak raga dan tidak pecah lagi. Mereka tidak mengenal apa yang dikatakan kalah. Sebab jika mereka menang, kemerdekaanlah yang akan didapat dalam dunia ini, sehingga bebas menjalankan cita-cita itu, matinya ialah mati syahid, masuk surga dengan tidak berhitung lagi, mati yang paling bahagia.
Sebab itu maka orang Quraisy ketika di Hudaibiyah itu, jika sekiranyaa terjadi peperangan, sukar untuk mencapai kemenangannya. Karena mereka tidak mempunyai cita-cita yang tegas. Bahkan mereka sendiri tanya -bertanya, ragu-ragu tentang apa yang mereka perjuangkan. Apatah lagi pemimpin-pemimpin besar yang didahulukan selangkah sebagai Abu Jahal dan lain-lain telah tewas dalam Peperangan Badar.
Ayat 23
“Itulah sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu dan sekali-kali tidaklah engkau akan mendapati bagi sunnatullah itu suatu penukaran."
Firman Allah dalam ayat ini mengandung butir-butir sejarah yang bisa dijadikan perbandingan dan pedoman di dalam melanjutkan perjuangan. Sejarah rasul-rasul yang terdahulu menunjukkan bukti yang nyata. Ingatlah sejarah itu dalam Al-Qur'an sendiri; tidaklah sepadan kekuatan Fir'aun Raja Mesir yang gagah perkasa, yang kuat kuasa, yang menghitam-memutihkan. Bahkan lihatlah sejarah Namrudz yang didatangi oleh Nabi Ibrahim. Ketika Nabi Ibrahim mengatakan bahwa Allah menghidupkan dan mematikan. Dia bisa saja mengambil anak orang miskin melarat lalu memeliharanya dan menghidupinya dan dia pun kuasa pula memanggil orang yang lalu lintas di hadapan istana, yang tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi dan setelah orang itu dekat, langsung ditikamnya dengan kerisnya dan mati, tidak ada orang yang akan melawan, sebab dia berkuasa! Tetapi Nabi Ibrahim memintanya supaya menerbitkan matahari dari barat, sebab Allah menerbitkan matahari dari timur! Namrudz terdiam tidak dapat menjawab karena memang tidak ada kekuasaan-nya buat mengalihkan perjalanan matahari!
Akhirnya bagaimana? Fir'aun tenggelam di lautan ketika air laut terbelah dua! Fir'aun tidak kuasa mengembalikan air itu bertaut. Mati dia dahulu terberiam tenggelam dalam air itu, barulah lautan bertaut, setelah Musa selamat sampai di seberang.
Dalam zaman modern kita ini sunnatullah itu tetap juga berlaku! Hampir lima belas tahun lamanya peperangan orang Amerika di Vietnam hendak mengalahkan komunis. Sejak dari sua-tu cita-cita kecil yang tidak berurat berakar sampai dia tumbuh dengan baik, Amerika telah berusaha dengan segala macam kekuasaan senjata modernnya dan serdadunya yang beratus ribu banyaknya. Sampai suatu waktu (1974), satu juta tentara Amerika yang serba lengkap senjatanya itu, hendak menghancurkan komunis di Vietnam atau Indo China, namun setelah tahun 1975, tentara Vietnam komunis itu juga yang-menang dan Amerika yang berjuta tentaranya dan sangat modern senjatanya itu hancur lebur dan dalam bahasa yang kasar disebut"lari malam" dari Vietnam!
Satu waktu pula dalam gerakan komunis hendak menguasai Indonesia! Baik dalam usahanya ketika Perang Kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda September 1948 atau setelah Indonesia merdeka September 1965. Mereka paksakan kekuatan ideologi komunis yang tidak mempercayai Allah berhadapan dengan kekuatan Indonesia sejati yang percaya kepada Allah; pada kedua kalinya itu, komunislah yang gagal.
Kekuatan komunis di Indonesia adalah kekuatan ketiga di seluruh Indonesia, di samping yang pertama di Rusia dan yang kedua di Tiongkok. Tetapi ketika mereka telah membunuh enam orang jenderal Indonesia dan Presiden Republik Indonesia sendiri, yang terkenal di seluruh dunia keahliannya, kepintaran dan ke-cerdikannya menguasai segala golongan di Indonesia dengan mengemban ke sana dan menyepak ke sini, dapat juga dipengaruhi oleh komunis sehingga tidak berdaya lagi.
Kecerdikan dan kelicikannya dapat dipengaruhi dan diatasi oleh komunis sehingga sekiranya komunis yang menang, sudah terang akan sama saja nasibnya dengan Beriesy di Cekoslowakia dan Pengeran Sihanouk di Indo China. Diangkat-angkat untuk merebut kekuasaan dan akhirnya dia pun dibunuh atau sekurangnya dikerat kukunya sampai habis.
Tetapi dalam masa enam bulan ideologi komunis yang keras tetapi tidak percaya kepada Allah itu, dapat dihancurleburkan oleh kekuatan rakyat banyak, kekuatan pemuda dan tenaga revolusi yang berjiwa ketuhanan. Sehingga, kaum komunis kehilangan semangat sama sekali. Baru sekali inilah di dunia ini komunis dapat digagalkan merebut kuasa, satu hal yang belum pernah terjadi di dunia. Bukan sebagai Perang Vietnam yang memakai belasan tahun, kekuatan Amerika dengan senjata modern, akhirnya “lari malam" karena keteguhan ideologi komunis, malahan sebaliknya komunislah yang hancur berkeping karena kekuatan dan kesediaan mati dalam syahid dari rakyat terutama Angkatan Muda Indonesia sendiri, terutama Islam.
Sebab itu maka seorang penyebar agama Kristen di Indonesia. Dr. Verkuyl pernah mengatakan karena tidak tertahan lagi rasa hatinya, bahwasanya bahaya Islam bagi Indonesia lebih besar dari bahaya komunis.
Maka ayat 22 dan 23 ini dapatlah menjadi pedoman bagi setiap orang yang berjuang di zaman modern ini tentang pentingnya suatu ideologi yang kukuh, yang dijadikan pegangan dan tujuan hidup, yang kita rela menerima pahit dan manis, suka dan duka lantaran adanya keyakinan itu dan itulah pangkal utama dari kemenangan.
Ayat 24
“Dan Dialah yang lelah mencegah tangan mereka terhadap kamu dan tangan kamu terhadap mereka di tengah Mekah."
Ada beberapa riwayat menerangkan bahwasanya baru saja perjanjian Hudaibiyah selesai ditandatangani dan Nabi ﷺ bersama sahabat-sahabatnya belum lagi berangkat kembali ke Madinah, tiba-tiba saja menyelusup tidak kurang dari delapan puluh laki-laki dengan cukup senjata hendak mengacau dan menghancurkan bunyi perjanjian. Mereka datang dari jurusan Bukit Tan'iim. Mereka rupanya bermaksud hendak mencederai Rasulullah ﷺ. Tetapi maksud mereka yang sangat buruk itu dapat diketahui oleh sahabat-sahabat Rasulullah dan mereka segera dapat dikepung dan ditangkap. Tetapi kaum Muslimin teguh akan janjinya. Orang-orang itu tidak diperangi atau dihukum. Hanya ditahan seberitar lalu dilepaskan dan tidak lama sesudah kejadian itu, barulah kaum Muslimin bersiap meninggalkan tempat itu. Kejadian ini ialah,"Sesudah Dia menangkan kamu atas mereka," yaitu memang karena berhasilnya perjanjian tidak akan berperang sepuluh tahun lamanya dan kaum Muslimin boleh umrah ke Mekah tahun depannya.
“Dan adalah Allah atas apa yang kamu kerjakan selalu memerhatikan."
Ujung ayat ini ialah berarti memperteguh hati dan sikap kaum Muslimin dalam keteguhan memegang janji. Kalau kiranya delapan puluh kaum musyrikin itu telah ketahuan sebelum kering tinta perjanjian telah bermaksud hendak memungkirinya dan mereka lekas ditangkap, sangatlah bijaksana kalau mereka dilepaskan di waktu itu juga. Karena itu memperlihatkan bagaimana teguhnya Rasulullah memegang janji. Gerak kebijaksanaannya menengahi janji itu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Allah, artinya sangat dihargai. Bahkan sangat dihargai juga oleh seluruh negeri-negeri Arab pada masa itu, salah satu hal penting yang menyebabkan tidak tertahan-tahan lagi banyaknya datang utusan (wufuud) dari kabilah-kabilah dan negeri-negeri Arab utara dan selatannya, sampai juga datang utusan golongan Nasrani dari Najran. Dan tentu saja membuat penghargaan terhadap kepada Quraisy menjadi berkurang. Ini pun salah satu pembuktian dari isi pangkal ayat bahwasanya Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Muhammad ﷺ kemenangan yang jelas dan nyata.
Ayat 25
“Mereka itulah orang-orang yang kafir dan yang menghambat kamu dari al-Masjidil Haram."
Mulanya mereka datang dengan kekerasan, menunjukkan kekuasaan, namun oleh Nabi ﷺ disambut dengan kebijaksanaan yang tinggi. Akhirnya kekerasan itu menjadi lunak. Mulanya tidak boleh sama sekali tetapi akhirnya karena keahlian Nabi berdiplomasi, mereka pun setuju kalau ke Mekah tahun depan."Dan yang menghalangi hadyu akan sampai ke tempatnya." Sebagaimana telah diketahui, al-hadyu ialah binatang yang disembelih sebagai tanda syukur kepada Allah karena amalan haji atau umrah telah berhasil Dia hendaklah dipotong setelah selesai mengerjakan haji, dikerjakan penyembelihan itu di tempat yang ditentukan yang disebut mahiilah. Sehingga hadyu tadi tidak jadi disembelih karena syukur umrah atau haji telah sempurna dikerjakan di tempat yang tertentu melainkan disembelih di Hudaibiyah sendiri sebagai denda (dari) karena tidak jadi mengerjakan haji,"Dan kalau tidaklah ada beberapa orang laki-laki yang beriman dan perempuan pang beriman yang kamu tidak mengetahui siapa-siapa mereka sehingga mereka akan kamu injak, yang akan menyebabkan kamu berdosa dengan tidak kamu ketahui, supaya akan dimasukkan Allah pada rahmat-Nya barangsiapayang Dia kehendaki."
Bagian ayat ini adaiah pujian lagi atas kebijaksanaan yang ditempuh Nabi sehingga perdamaian Hudaibiyah jadi berlangsung dengan baik. Karena kalau tidak, tentu akan terjadi peperangan besar dalam kota Mekah,
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya di dalam kota Mekah sendiri pada waktu itu banyak terdapat orang-orang yang telah memeluk agama Islam baik laki-laki ataupun perempuan, yang karena kelemahan hidup mereka tidak sanggup turut berhijrah ke Madinah. Maka kalau terjadi peperangan di antara kaum Muslimin dengan orang Mekah di waktu itu, orang-orang lemah yang ada di Mekah itulah yang terdahulu akan mati teraniaya. Merekalah yang terlebih dahulu akan menjadi kurban dari keganasan kaum musyrikin. Orang Muslimin yang pergi ke Mekah bersama Rasulullah ﷺ itu tidaklah tahu berapa banyak bilangan mereka. Dan ada pula orang-orang yang bersedia memeluk agama Islam, tetapi karena kelemahan mereka tidaklah mereka berani menyatakan pada waktu itu. Maka kalau terjadi peperangan di antara Nabi dengan kaum musyrikin itu, orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan di Mekah itulah yang akan habis musnah terlebih dahulu. Kalau'terjadi peperangan maka orang-
orang beriman itu, baik yang laki-laki atau yang perempuan pastilah akan terinjak oleh peperangan kamu itu dengan tidak kamu ketahui. Dalam hal yang demikian, tidak ada jalan lain yang dapat dipilih kecuali berdamai, meskipun perdamaian itu pada lahirnya atau pada permulaannya seakan-akan menunjukkan kelemahan kamu sedikit untuk mengejar kemenangan kamu yang gilang-gemilang di kemudian hari. Dengan sebab perdamaian Allah akan memasukkan barangsiapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya.
Dan Allah memberikan keterangan lebih jelas lagi,
“Dan kalau sekiranya mereka itu terpisah maka sesungguhnya telah Kami adzab orang-orang yang kafir dari kalangan mereka itu dengan adzab yang amat pedih,"
Kalau mereka bercampur aduk saja di Mekah di antara yang Islam dengan yang kafir, akan matilah teraniaya orang yang Islam. Sebaliknya kalau mereka terpisah karena yang beriman tempat menyembunyikan imannya dan tidak menyatakan diri kalau tidak terjadi peperangan, mereka akan selamat. Sedang orang kafir akan tetap mendapat adzab dari Allah, adzab yang pedih sekali.
Lalu ingat pula dan,
Ayat 26
“Penhatikanlah, ketika telah timbul dakun hati orang-orang yang Kafir itu penasaan hamiyyah (kesombongan) yaitu kesombongan jahitiyyah."
Kesombongan atau merasa benar sendiri dan orang lain jahat semua, yaitu apa yang dinamai hamiyyah jahiliyyah, inilah pokok pertahanan dari kaum musyrikin atau orang kafir, yaitu hamiyyah jahiliyah. Kaumku benar selalu dan musuh salah selalu, bahkan Muhammad pun adalah salah. Yang benar adalah kami saja, kaumku saja. Sebaliknya apa yang terjadi di pihak orang-orang berjuang
di pihak Rasul sendiri;"Maka Allah telah menurunkan sakinah-Nya (ketenangan-Nya) ke atas Rasul-Nya dan ke atas orang-orang yang beriman." Kecerobohan dan hamiyyah jahiliyyah itu nyata benar ketika kaum musyrikin itu tidak memberi izin kaum Muslimin naik umrah sama sekali di tahun itu. Hamiyyah jahiliyyah itu kelihatan lagi ketika membuat surat perjanjian. Mereka bertahan tidak mau menulis Bismillaahir-RahmanUr-RahUm, melainkan Bismika Allahumma. Mereka tidak mau mengakui Muhammad Rasulullah, melainkan Muhammad bin Abdullah. Semua itu dituruti oleh Nabi supaya pokok kemenangan jangan sampai gagal, yaitu membuat surat yang di sana mereka mengakui bahwa kedudukan mereka telah"duduk sama rendah tegak sama tinggi" dengan Muhammad. Mereka datang dengan kekerasan kepala, dengan kesombongan. Nabi Muhammad menyambut dengan ketenangan, dengan sakinah;"Dan menetapkan mereka dalam kalimat takwa dan memang merekalah yang berhak dengan dia dan ahlinya" Arti tegasnya ialah bahwa Rasulullah mau mengalah menghadapi kaum jahiliyyah pasal Bismillah dan jabatan Rasulnya, asal mereka mau diajak berunding adalah suatu ketakwaan, suatu kewaspadaan yang paling tinggi. Biar mereka merasa menang dengan dua kalimat itu, bismillah dan Rasulullah tidak jadi, namun sejak hari itu, dengan tidak sadar mereka telah menurun ke bawah, dengan kemauan bermusyawarah dengan Nabi. Dan mereka tidak dapat berbuat lain dari itu. Sebab Nabi mendesak mereka ialah dengan ajakan berdamai, dengan ajakan berunding. Nabi mau menerima, biarpun tahun depan baru akan diizinkan masuk Mekah.
“Dan adalah Allah atas tiap-tiap sesuatu Mahatahu."
Artinya bahwa Nabi Muhammad memandang jauh sekali, ke masa depan. Bukan sebagai kaum musyrikin dengan hamiyyah jahiliyyah-nya, yang ingin menang dalam tulisan.
Untuk perumpamaan perkara ini adalah diplomasi yang dipakai penjajahan Belanda kepada raja-raja bumi putra Indonesia yang pada tiap-tiap permusyarawatan raja-raja itu sangat degil mempertahankan gelar-gelar mereka, namun kedegilan itu dituruti dengan lapang dada oleh mereka, namun kekuasaan raja-raja itu dikikis habis, dijilat hapus oleh Belanda sehingga akhir kelaknya keputusan hilang sama sekali, namun gelar kebesaran bertambah panjang. Seumpama gelar Sultan Siak Sri Indrapura! Dia tetap dipertahankan oleh Belanda;"Duli Yang Maha Mula Seri Paduka Yang Dipertuan Besar Assayid AsysyarifQasim Ibnu Assayid Asysyarif Hasyim Abduljatil Saifuddin al-Ba'alwy, Sultan Siak Sri Indrapura dan rantau jajahan takluknya yang bersemayam di istana Assaraya al-Hasyimiyah", Ridder in de Orde wan Oranye Nassau, Officier in de Orde Van Nederlands Leeuw". Kepada baginda diberikan gelar kebesaran resmi yang sepanjang itu dengan catatan bahwasanya seluruh kekuasaan atas tanah wilayahnya itu Belanda yang mempunyai! Maka terbaliklah nasib keturunan Nabi Muhammad, yang dilakukan oleh orang kafir kepada mereka, daripada apa yang dilakukan oleh nabi sendiri. Demikian terkenal dengan bintang-bintang kebesaran yang diterima oleh Susuhunan Surakarta dari seluruh kerajaan dunia yang besar-besar terpampang di dada baginda yang bidang sampai tidak muat lagi, padahal bintang-bintang itu adalah tukaran dari kekuasaan baginda yang telah punah. Sedang Nabi ﷺ tidak keberatan gelarnya dikurangi dari Muhammad Rasulullah menjadi Muhammad bin Abdullah, dan dari Bismilaahir-Rahmaniir-Rahiim kepada Bismika Allahumma, asal saja pihak lawan mau mengakui dirinya sama derajat sama kedudukan dengan beliau, dan tahun depannya benar-benar naik umrah itu beliau kerjakan, yang bernama Umrataul Qadha.
Maka dengan kejadian ini, persetujuan Hudaibiyah, Rasulullah ﷺ telah meninggalkan ajaran yang sangat tinggi bagi kaum Muslimin di dalam seni berdiplomasi. Agar jangan sampai terpancing mempertahankan kalimat yang kalau kita tidak mau bertolak angsur maka musuh dapat menggagalkan kita pada maksud yang besar. Dan dalam hal ini Nabi ﷺ benar-benar menunjukkan tanggung jawab seorang pemimpin. Baik ketika beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib menuliskan sebagaimana yang dikehendaki musuh, ataupun ketika beliau segera pula mencukur rambut beliau dan menyembelih unta beliau karena umrah pada tahun itu tidak jadi. Ketika akan pulang Allah sendirilah yang mengatakan kepada beliau bahwa, “Kita telah mendapat kemenangan yang sebenar-benar kemenangan." Kadang-kadang memang diplomasi itu saja, membawa kesan yang lebih besar daripada menentang perang bersenjata di medan perang. Dan tidak berapa lama kemudian kemenangan itu sudah nyata, sebab musuh tidak mempunyai ahli-ahli diplomasi yang handal, sehingga satu di antara isi perjanjian musuh sendirilah yang minta supaya diurungkan saja, yaitu janji bahwa jika orang Madinah pergi ke Mekah tidak akan dikembalikan dan jika orang Mekah pergi ke Madinah, mesti mereka jemput. Karena mereka sendirilah yang rugi besar dengan timbulnya gerakan perlawanan yang dipimpin oleh orang-orang pelarian dari Mekah itu yang sangat menghalangi keamanan mereka dalam perniagaan ke Syam. Nyata sekali bahwa mereka ketika membuat perjanjian dengan Nabi ﷺ tidak memperhitungkan kekuatan musuh mereka sendiri yang bersarang dengan sembunyi dalam tubuh mereka sendiri. Dan dengan isi perjanjian sepuluh tahun tidak akan serang menyerang maka Islam mendapat kesempatan mengadakan dakwah ke mana-mana, sedang mereka sendiri tidak mempunyai alat buat mengadakan dakwah.
Sebab tidak ada yang akan didakwahkan. Pertahanan hanya semata-mata keberician.
Waktu dalam setahun adalah waktu yang cepat. Maka pada tahun yang telah ditentukan itu, kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ sendiri sempat pergi mengerjakan umrah ke Mekah sebagaimana yang jelas nyata oleh beliau dalam mimpi.
Ayat 27
“Sungguh Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya akan mimpi beliau dengan kebenaran."
Artinya ialah bahwa apa yang Rasulullah ﷺ mimpikan dahulu itu benar-benar telah digenapi oleh Allah. Dengan dasar percaya akan mimpi itu beliau berangkat mengerjakan umrah ke Mekah dan dengan dasar mimpi itu pula, para sahabat percaya bahwa perjalanan mereka akan langsung tidak ada halangan menuju Mekah. Tetapi sesampai di Hudaibiyah ternyata terhalang demikian rupa, sehingga kaum Quraisy menghalangi sekeras-kerasnya sampai terjadi Perjanjian Hudaibiyah. Maka timbullah perasaan apa-apa dalam diri sahabat-sahabat Rasulullah. Tetapi ada yang tidak berani membuka dan menanyakannya. Yang berani hanyalah Umar bin Khaththab saja, sampai dia bertanya kepada Rasulullah ﷺ,"Bukankah engkau, ya Rasululah, telah memberi berita kepada kami bahwa engkau bermimpi mengerjakan umrah dengan selamat? Dan kita akan thawaf di keliling Ka'bah?" Lalu Rasulullah ﷺmemberikan penjelasan,"Memangtelah aku jelaskan mimpiku itu kepada kamu semuanya. Tetapi apakah ada aku menyatakan bahwa hal itu akan kejadian pada tahun ini?" Umar pun dengan jujurnya menjawab,"Tidak! Engkau tidak pernah menerangkan kepada kami bahwa hal itu akan kejadian tahun ini!"
Di sinilah terdapat perbedaan iman Abu Bakar dengan iman Umar! Abu Bakar percaya seratus persen bahwa hal itu akan kejadian, tetapi dia pun tidak menentukan bilakah waktunya. Dan kita pun harus ingat hal yang serupa kejadian pada Nabi Yusuf. Beliau ini bermimpi bahwa matahari dan bulan dengan sebelas bintang-bintang datang menyembah di hadapannya! Ayahnya memberi ingat kepadanya supaya mimpi begitu jangan di-ceritakannya kepada saudara-saudaranya. Dan mimpi itu barulah kejadian dengan sungguh-sungguh beberapa tahun kemudian, yaitu setelah Yusuf menjadi menteri besar memerintah Mesir, setelah ayahnya dan ibu ti-inya dan saudaranya yang sebelas orang itu berkumpul ke Mesir ke dalam perlindungan beliau yang telah berkuasa besar di negeri itu.
“Sesungguhnya akan pastilah engkau akan masuk ke dalam al-Ma$jidil Haram, insya Allah, dalam keadaan aman, bercukur kepala kamu semuanya dan bergunting." Ayat inilah yang jadi alasan kuat menunjukkan bahwa bila telah selesai mengerjakan umrah, mulai dari thawaf keliling Ka'bah, kemudian itu diikuti dengan sa'i di antara Bukit Shafa dan Marwah, baik di waktu umrah yang boleh dikerjakan bila saja, atau dalam mengerjakan haji yang tertentu pada wuquf di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah setiap tahun, selesailah orang mengerjakan ibadahnya itu, umrahnya atau hajinya, dan dengan keselesaian itu dicukurlah rambut atau digunting saja.
Maka tsabit atau tetap teguhlah menurut sebuah hadits yang shahih, riwayat Imam Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
“Diberi rahmatlah kiranya orang-orang yang bercukur."
Lalu sahabat-sahabat yang banyak itu menyambut beramal-ramai.
“Dan orang-orang yang bergunting, ya Rasulullah!"
Lalu Rasulullah bersabda lagi,
“Dirahmat Allah kiranya orang-orang yang bercukur."
Lalu disambut lagi oleh beberapa sahabat,
“Dan orang-orang yang bergunting."
Sehingga sampailah tiga kali atau empat kali berjawab-jawaban di antara keutamaan
bercukur kata Nabi dan bergunting kata sahabat. Maka di akhir sekali barulah Rasulullah bersabda,
“Dan orang-orang yang bergunting." (HR Bukhari dan Muslim)
Maka dapatlah dipahamkan di sini bahwasanya jika kita mau yang lebih afdhal, lebih utama, lebih baiklah yang bercukur, tiga atau empat kali pahalanya daripada hanya sekadar bergunting saja!
Semuanya itu memang dalam keadaan amani Sebab orang Quraisy tidak berani lagi memungkiri janji yang telah mereka tanda tangani sendiri, meskipun ketika Rasulullah dan rombongan yang 1,400 atau 1.500 orang itu datang mengqadha umrahnya setahun kemudian, kaum Quraisy tidaklah menyambut mereka dengan hati senang, malahan mereka bersembunyi-sembunyi di bukit yang sekarang dinamai Bukit Ajyaad, mengintip apakah gerangan yang dikerjakan oleh orang-orang dari Madinah itu. Nabi pun tahu bahwa beliau diintip dari jauh. Beliau tahu bahwa orang-orang musyrikin itu bertanya-tanya di antara mereka sesama mereka, adakah akan kuat kaum Muslimin dari Madinah itu mengerjakan thawaf atau sa'i? Adakah mereka akan lemah karena jauhnya perjalanan? Mereka beliau perintahkan supaya mengerjakan thawaf dan sa'i dengan harwalah, artinya setengah berlari pada syaut atau lingkaran pertama sampai ketiga, berjalan agak kencang, tunjukkan kekuatan dan jangan bersikap lemah. Semua pengikut Nabi berbuat demikian, bahkan sampai sekarang pun dianjurkan berbuat demikian.
Itulah yang bernama Umratul Qadha yang dikerjakan dengan selamat setahun kemudian, tidak kurang suatu apa pada bulan Dzulqa'dah tahun ketujuh, sebagai ganti dari umrah yang gagal tahun keenam itu.
Dikatakan pula di dalam ayat,"Dalam keadaan aman." Dan memanglah aman perjalanan itu, tidak ada orang yang berani mengganggu dan menghalangi. Pertama karena telah terikat oleh janji. Kedua telah terbukti bahwa dalam masa setahun telah mereka coba hendak melakukan kekerasan, di antaranya orang Mekah yang lari ke Madinah mesti dikembalikan, namun yang banyak rugi karena menuruti perjanjian itu ialah mereka sendiri. Karena orang-orang yang mereka tuntut supaya dikembalikan itu telah menjadi barisan gerilya, menyekat dan mengganggu keamanan perniagaan mereka dari Mekah ke Syam, sehingga mereka sendirilah yang meminta supaya perjanjian yang sepasal itu dicabut saja. Maka dicabutlah karena permintaan itu."Tidak kamu merasa takut." Karena hilangnya rasa takut bagi kaum Muslimin akan dicederai oleh musyrikin itu telah menunjukkan bahwa semangat juang kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ sudah jauh lebih tinggi daripada semangat Quraisy yang menanti, sehingga mereka telah tinggal mengintip-intip saja dari jauh, tidak berani mendekat."Maka mengetahuilah Dia apa yang tidak kamu ketahui." Dalam ayat ini telah diberikan suatu isyarat bahwasanya keadaan telah bertukar; bahwasanya sesudah Perjanjian Hudaibiyah, terutama sesudah selesai mengerjakan Umratul Qadha itu keadaan sudah berbeda. Kaum Muslimin mulai menghadapi zaman yang serba cerah. Tetapi ada hikmah tertinggi jika Allah memberikan isyarat belaka, tidak mengatakan apakah yang tidak diketahui waktu itu. Karena itu tetap bergantung kepada usaha dan jihad kaum Muslimin sendiri. Maka di ujung ayat ditambahkan lagi harapan yang lebih besar.
“Maka dijadikan-Nyalah di samping itu suatu kemenangan yang telah dekat"
Memang kemenangan itu telah dekat. Sesudah Umratul Qadha, Nabi Muhammad menghadapi lagi peperangan-peperangan yang lain namun di samping peperangan dakwah pun berlangsung dengan lancar, kaum Quraisy tidak ada yang akan didakwahkannya. Karena perjuangan mereka tidak mempunyai dasar yang kukuh. Suatu pendirian yang salah tidaklah dapat dipertahankan apabila berhadapan dengan pendirian yang benar. Ketika berduyun orang datang ke Madinah, sehabis Perjanjian Hudaibiyah, meminta keterangan tentang Islam kepada Nabi, tidak ada orang yang datang ke Mekah menanyakan pokok pendirian orang Quraisy. Nabi bertambah ramai, Quraisy bertambah lengang.
Ayat 28
“Dialah yang telah mengutus akan Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar supaya akan dimenangkan dia di atas agama sekaliannya."
Inilah ayat lanjutan yang difirmankan Allah setelah selesai kaum Muslimin mengerjakan Umrah Qadha pada tahun ketujuh itu dengan memberikan harapan-harapan yang mulia dan telah dekat.
Ini pun adalah janji yang padat dan tegas dari Allah bahwa Allah mengutus Rasul, penutup dari segala Rasul, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Untuk menjawat pembawa tugas dan menjadi utusan itu, beliau diberi petunjuk dan petunjuk itu ialah wahyu Ilahi yang datang kepada beliau, diantarkan oleh Malaikat Jibril. Isi dari wahyu itu ialah agama yang benar. Agama yang benar adalah petunjuk atas adanya Allah, Allah Yang Esa, Yang Tunggal, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada Tuhan selain Dia. Agar lepaslah manusia daripada rasa terikat dan rasa takut kepada yang lain, kecuali kepada Allah saja, itulah agama yang benar! Karena kalau manusia dianjurkan menyembah yang lain maka yang lain itu adalah alam belaka. Manusia harus melatih diri berhubungan langsung dengan Allah Yang Mahakuasa itu."Supaya akan dimenangkan dia atas agama sekaliannya," agama yang lain itu akan kalah. Sebab yang lain itu masih saja mempersekutukan yang lain dengan Allah. Agama lain tidaklah suci tauhidnya kepada Allah. Agama yang lain masih banyak mengadakan perantaraan antara manusia dengan Allah. Ada yang berupa patung, ada yang berupa kayu, ada yang berupa barang yang menakutkan. Barang-barang itu tidak lain daripada gambaran dari khayat manusia saja atas barang yang mereka takuti atau mereka cintai. Kalau mereka menggambarkan rasa
takut, mereka khayatkanlah Allah itu dengan matanya yang mendelik, dengan giginya yang besar-besar, dengan tanduknya dan tangannya yang kadang-kadang lebih dari satu. Kalau mereka bercinta mereka gambarkanlah Allah itu dengan berupa yang paling indah dan paling cantik. Terus pulalah mereka menyembah kepada kecantikan itu. Setengah bangsayang masih sangat biadab menggambarkan dan menonjolkan linggam atau lingga, yaitu simbol dari alat kelamin, lambang dari kesuburan. Mereka gambarkanlah Allah itu dengan alat kelamin manusia yang besar, tegang dan kuat. Lalu terjadi pemujaan kepada alat kelamin itu.
Agama yang benar yang mengatasi segala agama itu, yang dibawa oleh Nabi Muhammad tersimpullah dalam kata"laisa kamitslihi syal-'i/n/' tidak ada sesuatu yang menyerupai Dia! Ada yang kiranya masih tergambar dalam ingatan manusia belumlah dia! Dia melebihi dari segala penggambaran. Dia lebih sempurna, lebih mulia. Atau disebut Maha; Mahamulia, Mahasem-purna, Mahaagung, Mahakasih, Mahasayang, Maha Pemurah dan sebagainya. Dia melebihi dari segala apa yang dapat digambarkan. Karena penggambaran adalah sekadar kemajuan manusia berpikir belaka. Bertambah maju mereka berpikir, bertambah bertukar pula cara penggambaran. Itulah sebabnya maka Nabi Isa digambarkan oleh orang Yunani menurut rupa orang Yunani, oleh orang Hindu menurut rupa orang Hindu, oleh orang Negro menurut rupa orang Negro, dan orang jawa menurut rupa orang Jawa, mungkin pakai blangkon!
Maka datanglah Islam membawa manusia naik kepada tingkat berpikir yang lebih tinggi, bahwasanya Allah itu lebih indah dari segala yang indah, cantik dari segala yang cantik, gagah dari segala yang gagah, sehingga mengatasi segala khayatan yang dapat dikhayatkan, diimajinasikan oleh keindahan seni manusia. Oleh sebab itu maka ajaran seperti inilah yang akan memenang segala agama serta mengatasinya dan kepada ajaran agama seperti inilah akan mencapai seluruh manusia pada akhir kelaknya.
“Dimenangkan dia di atas agama seka-liannya," firman Allah selanjutnya. Lalu Allah tutup pula dengan firman-Nya,
“Dan cukuplah Allah menjadi saksi."
Kesaksian Allah itu dapatlah kita lihat dalam perjalanan agama sendiri. Islam tidak mempunyai mubaligh yang berkedudukan sebagai misi dan zending orang Kristen, islam berjalan terus menyampaikan seruannya dan dakwahnya kepada seluruh dunia bilamana kecerdasan manusia bertambah tinggi. Dalam perjuangan dan perebutan kekuasaan di Afrika, Kristen dibantu di belakang oleh kekuasaan negeri-negeri penjajah. Orang-orang Afrika ditarik ke dalam agama itu kalau perlu dengan paksaan. Sedang agama Islam menjalar hanya dengan keyakinan ulama-ulama atau mubaligh-mubaligh yang tidak mendapat gaji dari siapa-siapa. Umat yang belum beragama dibuj uk masuk ke dalam agama Kristen dengan kekayaan dan dengan pangkat yang tinggi tinggi. Namun umat yang belum beragama itu masih lebih dekat hatinya memeluk Islam daripada memeluk Kristen. Sebab dalam Kristen, mereka masih merasakan diskriminasi karena perbedaan warna kulit, baik di negeri yang masih sangat mundur sebagai di Afrika atau di negeri yang sudah sangat pesat maju sebagai di Amerika. Sedang kalau mereka memeluk Islam, mereka merasakan sendiri bahwa dalam Islam ini tidak ada perbedaan manusia karena putih dan hitamnya. Berlaku dalam masyarakat apa yang pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad ﷺ sendiri bahwa tidak ada kelebihan yang Arab daripada yang bukan Arab dan tidak ada kelebihan yang berkulit putih daripada yang berkulit hitam, demikian juga sebaliknya,"Yang semulia-mulia kamu pada sisi Allah yang setakwa-takwa kamu."
Hal ini berlaku sejak Islam mulai disebarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ sampai kepada zaman kita ini. Di zaman kebesaran Islam, semasa ulama-ulama tabi'in yang berguru kepada sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ terkenal seorang ulama besar di negeri Mekah yang bernama Atha. Beliau sangat alim dalam hal syari'at Islam, tercatat sebagai salah seorang ulama hadits yang faqih yang masyhur. Jika beliau mengajarkan agama di Masjidil Haram di Mekah, beratus bahkan beribu orang yang duduk mendengarkan dengan asyiknya. Sampai Khalifah Abdulmalik bin Marwan, yang kalau bukan jadi khalifah, tentu sudah menjadi seorang ulama besar pula. Maka tatkala Khalifah Abdulmalik bin Marwan naik haji ke Mekah sangatlah beliau perlukan pergi duduk dalam halaqah Atha mendengar beliau menguraikan tentang Islam dan hukum dan syari'at, dengan wajah beliau yang hitam mengkilat itu.
Sampai sekarang keadaan seperti demikian hanya akan kita dapati di negeri Islam. Hanya akan didapati di Mauritania, di Morokko, di Saudi Arabia dan tanah-tanah Islam yang lain. Padahal ini telah dipropagandakan dengan mulut beratus tahun lamanya. Padahal di Amerika sendiri telah menimbulkan perang saudara yang sangat hebat di antara utara dengan selatan pada tahun 1856. Meskipun Abraham Lincoln telah berhasil menghapuskan perbudakan dan menghilangkan perbedaan hitam dan putih, namun anjuran itu telah dibayarnya dengan nyawanya sendiri, sebab dia mati ditembak orang yang berici melihat kemenangan usaha tersebut. Dan sampai sekarang kalau kita pergi ke beriua itu, belum juga lagi orang Amerika dapat melepaskan dirinya dari cengkeraman apartheid (perbedaan kulit) itu, walaupun Amerika telah memeluk agama Kristen.
Di Afrika sendiri, yang sampai sekarang dikatakan bahwa dengan belanja besar-besaran zending dan misi mengeluarkan belanja hendak mengkristenkan penduduk dan usaha keras menghalangi orang Islam jangan leluasa masuk ke negeri itu, namun usaha mereka hendak menghambat Islam tidaklah berhasil; mereka masih saja menyebut kecemasan mereka dalam surat kabar-surat kabar dan dalam buku-buku, mengapa orang Islam yang tidak cukup belanja itu masih juga banyak yang memeluk Islam.
Demikian juga di Indonesia sendiri. Setelah gagal usaha komunis merebut kekuasaan pada tahun 1965, dengan buru-buru pihak Kristen menyebarkan berita ke seluruh dunia, bahwa 4 juta kaum Muslimin telah memeluk Kristen. Dengan demikian maka pihak penyebar Kristen mendapat sokongan lebih banyak dari negeri-negeri Eropa dalam mengembangkan Kristen dan negeri-negeri Islam sendiri pun turut cemas
mendengar berita itu. Padahal setelah diadakan perhitungan jumlah penduduk dan agama yang mereka peluk, tidak jumlah umat Kristen dengan 4 juta. Sampai Syekh al-Azhar sendiri datang ke Indonesia, sebab menyangka bahwa kaum Muslimin telah tidur nyenyak. Gembiralah hati beliau melihat bagaimana segala musuh telah bersatu menghadapi musuh yang satu itu, meskipun di antara mereka sendiri berpecah, dan musuh yang satu itu ialah agama Islam itu sendiri, namun jumlahnya tidaklah berkurang dan kesadarannya beragama tidaklah menyusut, bahkan lebih bangkit dari semula!
Di hadapan Syekh al-Azhar sendiri pengarang tafsir ini mengatakan,"Lasnaa ah-jaaran, ya shahibal fadhilah!" (Kami ini bukanlah batu, wahai Paduka yang utama!) Kami pun bergerak, kami pun tidak diam.
Sebagaimana ayat terakhir dari surah al-Fath (kemenangan) tertulislah demikian artinya.