Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأُخۡرَىٰ
dan yang lain
لَمۡ
tidak
تَقۡدِرُواْ
kamu dapat menguasai
عَلَيۡهَا
atasnya
قَدۡ
sesungguhnya
أَحَاطَ
meliputi
ٱللَّهُ
Allah
بِهَاۚ
padanya
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٗا
Maha Kuasa
وَأُخۡرَىٰ
dan yang lain
لَمۡ
tidak
تَقۡدِرُواْ
kamu dapat menguasai
عَلَيۡهَا
atasnya
قَدۡ
sesungguhnya
أَحَاطَ
meliputi
ٱللَّهُ
Allah
بِهَاۚ
padanya
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٗا
Maha Kuasa
Terjemahan
(Allah menjanjikan pula rampasan perang) lain yang kamu belum dapat menguasainya, tetapi sungguh Allah telah menguasainya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tafsir
(Dan harta-harta rampasan yang lain) lafal Ukhraa ini menjadi Sifat dari lafal yang diperkirakan keberadaannya yaitu Maghaanima yang berkedudukan menjadi Mubtada (yang kalian belum dapat menguasainya) yaitu harta rampasan dari negeri Persia dan negeri Romawi (yang sungguh Allah telah meliputinya) dengan ilmu-Nya bahwa semuanya kelak akan kalian raih. (Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) yakni Dia terus menerus bersifat demikian.
Tafsir Surat Al-Fath: 20-24
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan mi untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah), kemudian mereka tiada memperoleh pelindung dan tidak (pula) penolong.
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil. (Al-Fath: 20) Yakni semua ganimah sampai masa sekarang.
maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu. (Al-Fath: 20) Yaitu kemenangan atas tanah Khaibar. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu. (Al-Fath: 20) Maksudnya, Perjanjian Hudaibiyah. dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (Al-Fath: 20) Yakni kalian tidak tertimpa keburukan yang dipendam oleh hati musuh kahan yang selalu ingin memerangi dan membunuh kalian. Demikian pula Allah menahan tangan musuh-musuh kalian dari membinasakan orang-orang yang kamu tinggal di belakang kalian yang terdiri dari anak-anak dan kaum wanita kalian.
dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin (Al-Fath: 20) Yaitu dijadikan pelajaran oleh mereka, bahwa sesungguhnya Allah memelihara mereka dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, padahal jumah mereka sedikit. Dan agar mereka mengetahui apa yang dilakukan oleh Allah terhadap mereka, bahwa Dia Maha Mengetahui semua akibat segala urusan; dan bahwa pilihan yang terbaik adalah apa yang dipilihkan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman sekalipun pada lahiriahnya mereka tidak menyukainya.
Ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. (Al-Baqarah: 216) Adapun firman Allah ﷻ: Dan dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus (Al Fath 20) disebabkan kalian menuruti perintah-Nya, selalu taat kepada-Nya, serta mengikuti jejak Rasulullah ﷺ Firman Allah ﷻ: Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Fath: 21) Yakni ganimah yang lain dan kemenangan yang lain yang telah ditentukan, padahal sebelumnya kamu masih belum dapat menguasainya. Allah ﷻ memudahkannya bagi kalian dan telah menentukannya bagi kalian. Sesungguhnya Allah ﷻ memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya dari arah yang tidak mereka duga-duga. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan ganimah yang dimaksud oleh ayat ini. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa yang dimaksud adalah ganimah Khaibar.
Dan berdasarkan pengertian ini berarti apa yang dimaksud oleh firman-Nya: maka disegerakan-Nya harta rampasan itu untukmu. (Al-Fath: 20) adalah Perjanjian Hudaibiyah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, Ibnu Ishaq, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud adalah takluknya Mekah, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Laila dan Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ganimah Persia dan Romawi.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud ialah semua kemenangan dan ganimah sampai hari kiamat. Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak Al-Hanafi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan)yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukannya. (Al-Fath: 21) Bahwa kemenangan-kemenangan ini hingga kemenangan-kemenangan lainnya sampai masa sekarang. Firman Allah ﷻ: Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri kebelakang (kalah), kemudian mereka tidak memperoleh pelindung dan tidak (pula) menolong. (Al-Fath: 22) Allah ﷻ berfirman, menyampaikan berita gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, bahwa seandainya orang-orang musyrik menyerang mereka, niscaya Allah, rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman akan beroleh kemenangan atas mereka dan pastilah bala tentara kekufuran akan lari mundur ke belakang karena kalah, lalu mereka tidak menemukan pelindung dan tidak pula penolong karena mereka memerangi Allah, rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (Al-Fath: 23) Yakni itulah sunnatullah dan kebiasaan-Nya terhadap makhluk-Nya, tidak sekali-kali kekafiran dan keimanan berhadap-hadapan di suatu medan perang, lalu mereka berperang, melainkan Allah akan menolong pasukan keimanan dan mengalahkan pasukan kekafiran, serta meninggikan perkara yang hak dan merendahkan perkara yang batil.
Allah ﷻ Telah melakukan kebiasaan ini dalam Perang Badar untuk kekasih-kekasih-Nya yang beriman. Dia menolong mereka atas musuh-musuh yang terdiri dari kaum musyrik, padahal jumlah orang-orang mukmin sedikit dan musuh mereka jauh lebih banyak bilangannya. Firman Allah ﷻ: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Fath: 24) Ini merupakan anugerah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, ketika Dia menahan tangan kaum musyrik dari memerangi mereka.
Karena itu, tiada suatu keburukan pun yang menimpa kaum muslim dari kejahatan kaum musyrik. Dia pulalah yang menahan tangan kaum muslim dari memerangi kaum musyrik, hingga kaum muslim tidak memerangi mereka di Masjidil Haram. Bahkan masing-masing dari kedua belah pihak menahan dirinya dan terikat dalam perjanj ian gencatan senjata, yang dalam perjanj ian ini terkandung banyak kebaikan bagi kaum mukmin dan kesudahan yang baik bagi kaum muslim dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan di dalam hadis Salamah ibnul Akwa' r.a. bahwa ketika kaum muslim menggiring tujuh puluh orang tawanan (kaum musyrik) dalam keadaan terikat ke hadapan Rasulullah ﷺ, lalu Rasulullah ﷺ memandang kepada mereka dan bersabda: Lepaskanlah mereka, maka hal ini akan menjadi permulaan bagi kedurhakaan mereka dan akibatnya. Salamah ibnul Akwa' r.a. mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa inilah diturunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika hari Hudaibiyah, turunlah menyerang Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya sebanyak delapan puluh orang lelaki bersenjata dari kalangan penduduk Mekah dari arah Bukit Tan'im. Mereka bertujuan menyerang Rasulullah ﷺ secara tiba-tiba disaat lengah. Tetapi pada akhirnya mereka ketahuan, lalu ditangkap. Perawi melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah ﷺ memaafkan mereka dan turunlah firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka. (Al-Fath: 24) Imam Muslim, Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai telah menceritakan hadis ini di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya masing-masing melalui berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Abdullah ibnu Mugaffal Al-Muazani r.a. yang mengatakan, "Dahulu kami bersama Rasulullah ﷺ di bawah sebuah pohon yang disebutkan Allah di dalam Al-Qur'an. Dan tersebutlah bahwa salah satu dari tangkai pohon itu mengenai punggung Rasulullah ﷺ dan Ali ibnu Abu Talib r.a., sedangkan Suhail ibnu Amr berada di hadapan Rasulullah ﷺ Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada Ali r.a.: 'Tulislah Bismillahir Rahmanir Rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).' Maka Suhail memegang tangan Ali dan berkata, 'Kami tidak mengenal Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tetapi tulislah sebagai pendahuluan dari masalah kami ini dengan kalimat yang telah kami kenal. Tulislah Bismikallahumma,' Lalu Ali menulisnya, ini adalah perjanjian perdamaian antara Muhammad utusan Allah dan penduduk Mekah.' Tetapi Suhail kembali memegang tangan Ali, dan berkata, 'Sungguh kami berbuat aniaya terhadapmu jika engkau benar utusan-Nya (yakni Suhail tidak percaya Nabi ﷺ adalah utusan-Nya), tetapi tulislah dalam masalah kita ini sesuai dengan apa yang kami kenal.' Suhail berkata, 'Tulislah, ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad ibnu Abdullah.' Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba muncullah tiga puluh orang pemuda menuju ke arah kami dengan senjata yang lengkap, lalu mereka mengepulkan debu di hadapan kami.
Maka Rasulullah ﷺ berdoa untuk melumpuhkan mereka. Allah ﷻ menjadikan telinga mereka kesakitan, lalu kami bangkit menangkap mereka. Dan Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka, 'Apakah kalian datang dalam perlindungan seseorang?' Atau, 'Apakah ada seseorang yang menjamin keamanan kalian?' Mereka menjawab, 'Tidak ada.' Yakni mereka bertujuan untuk perang. Maka Rasulullah ﷺ membebaskan mereka, dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka. ' (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Husain ibnu Waqid dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Ibnu Abza yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ keluar dengan membawa hadyu dan sampai diZul Hulaifah, Umar r.a. berkata kepadanya, "Wahai Nabi Allah, apakah engkau akan memasuki tempat suatu kaum yang bermusuhan denganmu tanpa membawa senjata dan tanpa membawa pasukan?" Maka Rasulullah ﷺ mengirimkan utusan ke Madinah, dan akhirnya tiada seorang pasukan pun dan tiada pula sebuah senjata pun melainkan semuanya dibawa. Ketika Rasulullah ﷺ sampai di dekat Mekah, orang-orang Quraisy melarang beliau memasukinya. Lalu Rasulullah ﷺ meneruskan perjalanan hingga sampai di Mina dan selanjutnya beliau berkemah di Mina. Kemudian datanglah informan Nabi ﷺ yang menceritakan kepada beliau bahwa Ikrimah ibnu Abu Jahal telah keluar (dari Mekah) untuk memerangimu dengan membawa lima ratus orang. Maka Nabi ﷺ bersabda kepada Khalid ibnul Walid r.a.: Hai Khalid, ini adalah anak pamanmu, dia, telah datang dengan pasukan berkudanya. Maka Khalid berkata, "Aku pedang Allah dan pedang Rasul-Nya." Maka sejak hari itu ia dijuluki dengan gelar' pedang Allah'.
Khalid r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, kirimkanlah aku ke mana pun engkau kehendaki," Maka Rasulullah ﷺ mengirimkannya bersama pasukan berkuda, lalu bertemu dengan pasukan berkuda Ikrimah dan dapat memukulnya mundur hingga masuk ke tembok (perbatasan) kota Mekah. Kemudian Ikrimah kembali untuk kedua kalinya, tetapi Khalid r.a. dan pasukannya dapat memukulnya mundur hingga kembali masuk ke benteng kota Mekah. Kemudian Ikrimah kembali mencoba untuk ketiga kalinya, tetapi Khalid dan pasukannya dapat memukulnya mundur hingga masuk ke dalam benteng kota Mekah. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah. (Al-Fath: 24) sampai dengan firman-Nya: dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Maka Allah ﷻ Menahan Nabi ﷺ dari membinasakan mereka sesudah Nabi ﷺ beroleh kemenangan atas mereka, mengingat masih ada sisa kaum muslim yang tinggal di Mekah, sebab dikhawatirkan mereka akan terinjak-injak oleh pasukan berkuda. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abza. Akan tetapi, konteks ini masih diragukan kebenarannya; karena sesungguhnya peristiwa tersebut bukan terjadi di tahun Hudaibiyah, mengingat Khalid r.a. pada masa itu masih belum masuk Islam. Bahkan dia berada di barisan terdepan dari kaum musyrik saat itu, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih. Peristiwa ini tidak pula terjadi di saat umrah qada, karena mereka (kaum musyrik) menetapkan kepada Nabi ﷺ bahwa ia boleh datang ke Mekah pada tahun berikutnya.
Maka di tahun itu Nabi ﷺ melakukan umrah qadanya dan tinggal di Mekah selama tiga hari. Ketika beliau datang, mereka tidak mencegahnya, tidak memeranginya, tidak pula membunuhnya. Jika dikatakan bahwa hal itu terjadi pada hari kemenangan atas kota Mekah, maka sebagai jawabannya dapat dikatakan tidak masuk akal pula, sebab Nabi ﷺ di tahun kemenangan atas kota Mekah tidak membawa hadyu, karena sesungguhnya beliau datang hanyalah untuk perang dengan membawa pasukan yang sangat besar jumlahnya. Konteks hadis di atas mengandung cela dan terdapat sesuatu kekeliruan padanya, maka harap direnungkan, dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku seseorang yang tidak aku curigai, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas r.a. yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy mengirimkan empat puluh orang lelaki dari kalangan mereka atau lima puluh orang. Mereka ditugaskan untuk berkeliling di sekitar perkemahan Rasulullah ﷺ dengan tujuan untuk menangkap salah seorang dari sahabat beliau ﷺ Akan tetapi, pada akhirnya merekalah yang tertangkap, lalu dibawa ke hadapan Rasulullah ﷺ dan beliau memaafkan dan melepaskan mereka. Padahal sebelumnya mereka melempari perkemahan Rasulullah ﷺ dengan batu dan anak panah. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa berkenaan dengan peristiwa itu turunlah firman Allah ﷻ: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan yang (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepada kami bahwa seorang lelaki yang dikenal dengan nama Ibnu Zanim naik ke puncak lereng dari Hudaibiyah, maka kaum musyrik menghujaninya dengan anak panah hingga gugurlah dia.
Kemudian Rasulullah ﷺ mengirimkan pasukan berkuda untuk menangkap mereka. Akhirnya dua belas orang dari pasukan kaum musyrik itu berhasil ditangkap, lalu dihadapkan kepada Rasulullah ﷺ Maka beliau bertanya kepada mereka, "Apakah kamu mempunyai perjanjian? Apakah kamu mempunyai jaminan keamanan?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah ﷺ melepaskan mereka (sekalipun mereka tidak mempunyai penjamin), dan berkenaan dengan peristiwa itu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat."
Dan Allah telah menjanjikan pula harta rampasan yang lain yang kamu peroleh dari kemenangan-kemenangan atas negeri-negeri lain yang tidak dapat kamu perkirakan, seperti kemenangan atas negeri Persia dan Romawi, tetapi sesungguhnya Allah telah menentukannya dengan ilmu-Nya dan kekuasaan-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang menghalangi kehendak-Nya. 22. Dan sekiranya orang-orang yang kafir itu yakni kaum musyrik Mekah yang telah menandatangani perjanjian Hudaibiyah memerangi kamu, pastilah mereka akan berbalik melarikan diri karena takut kepadamu dan mereka tidak akan mendapatkan pelindung yang melindungi mereka dari kebinasaan dan penolong dapat menolong mereka dari kekalahan.
Di samping kemenangan dan jaminan keamanan, Allah juga menjanjikan bahwa kaum Muslimin akan menaklukkan negeri-negeri lain yang belum dapat ditaklukkan. Negeri-negeri itu telah dipastikan Allah akan dapat dikuasai oleh kaum Muslimin dan dijaga dari kemungkinan untuk ditaklukkan oleh orang lain. Kebenaran janji Allah itu terbukti di kemudian hari, dengan ditaklukkannya negeri-negeri di sekitar Jazirah Arab seperti Persia, dan sebagian kerajaan Romawi.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia mempunyai kekuasaan yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun, dan tidak ada sesuatu yang sukar bagi-Nya. Seakan-akan dengan ayat ini, Allah menyatakan bahwa memenangkan kaum Muslimin atas kaum kafir itu bukanlah suatu hal yang sukar bagi-Nya. Jika Dia menghendaki yang demikian, pasti terjadi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 15
“Akan berkata orang-orang yang mengelak itu."
Yaitu orang-orang yang takut akan turut berbuat baiat bersama Nabi ﷺ di bawah pohon kayu dan orang-orang yang mengatakan bahwa harta beridanya dan kaum keluarganya yang sedang diurusnya menyebabkan dia terlambat datang sehingga tidak turut berbaiat. Mereka berkata kepada Nabi,"Apabila kamu pergi kepada rampasan-rampasan perang itu karena hendak mengambilnya, biarkanlah kami mengikuti kamu." Artinya bahwa dengan tidak merasa malu, tidak merasa segan-segan, mereka meminta supaya mereka dibawa juga ikut serta kalau nanti mengambil harta rampasan peperangan kalau terjadi lagi peperangan sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu. Padahal ada di antara mereka yang mengelak dari baiat dan ada yang sembunyi ketika baiat berlangsung.
Di dalam sambungan ayat telah dijelaskan pendirian mereka yang buruk itu. Telah dikatakan Allah,"Mereka hendak mengubah firman Allah. Karena mereka tidak tahu diri, tidak ingat betapa besar kesalahan mereka karena loba tamaknya kepada harta. Dalam ayat 11 sampai ayat 13 di atas tadi telah diterangkan jiwa mereka yang tidak jujur dan alasan-alasannya yang mereka cari untuk mengelakkan diri. Sebab itu Allah menyuruh sampaikan kata tegas kepada mereka."Katakanlah, ‘Sekali-kali kamu tidak akan dapat menuruti kami."‘ Yaitu kalau kiranya terjadi segera peperangan lagi sesudah Perdamaian Hudaibiyah maka orang-orang yang tidak turut dengan alasan karena terganggu oleh urusan harta berida dan keluarga atau sebab-sebab yang lain yang dicari-cari sehingga tidak turut dalam berbaiat tidaklah pula akan ikut dalam perjuangan sesudah itu. Terutama tidak lama sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu telah terjadi peperangan dengan orang Yahudi di Khaibar. Maka yang dibawa oleh Rasulullah pergi berperang ke Khaibar itu terutama ialah orang-orang yang ikut dalam Perjuangan Hudaibiyah. Hati para pejuang itu mesti dipelihara dan perjalanannya mesti dihargai. Maka orang-orang yang menunjukkan keraguan hati dan kebimbangan di saat Hudaibiyah tidak boleh dibawa ikut serta untuk pergi ke Khaibar. Dan ini bukanlah kehendak Rasulullah pribadi melainkan kehendak Allah sendiri."Karena begitulah kehendak Allah sejak semula," dan orang-orang yang berjasa di saat-saat penting itu mesti diberikan penghargaan yang pantas. Tetapi,"Mereka akan berkata, ‘Bahkan kamu dengki kepada kami!'" Maka mereka tuduhlah keputusan yang demikian yang berlaku sebagai hukuman kepada keragu-raguan mereka bahwa itu timbul dari rasa dengki kalau-kalau mereka akan mendapat harta rampasan pula.
Maka di ujung ayat dijelaskan bahwa ini bukanlah soal dengki melainkan soal disiplin dan soal hukuman yang mesti dilakukan terhadap orang yang ragu-ragu dalam menghadapi peperangan. Karena mungkin saja de-ngan bebatnya pula perang yang akan ditempuh kelak, mereka sekali lagi lari meninggalkan barisan. Maka hal ini mesti dijaga jangan sampai berulang kali kejadian.
Kemenangan suatu perjuangan sangat bergantung kepada suatu disiplin. Sebab itu maka di ujung ayat dijelaskan,
“Bahkan adalah mereka tiada mengerti, kecuali sedikit."
Soal disiplin itu banyak yang tidak mengerti. Mereka hanya mengerti banyak keuntungan akan diperdapat, banyak harta rampasan akan dibawa pulang dan semua meminta supaya dia dilebihkan pembagiannya dari yang lain. Namun kesulitan yang akan ditempuh menghadapi musuh sebab musuh itu tidaklah akan menyerah saja, tidaklah mereka mengerti.
Sebab itu diteruskan lagi peringatan,
Ayat 16
“Katakanlah kepada orang-orang yang mengelak dari orang-orang Arab dusun itu, ‘Kamu akan diajak kepada suatu kaum yang sangat gagah perkasa.
Jika mereka telah berhadapan dengan kamu semuanya janganlah kamu sangka bahwa mereka akan menyerah kalah saja, janganlah kamu sangka mereka akan segera takluk dan menyerahkan diri. Menghadapi orang yang gagah perkasa bukanlah sama dengan menghadapi orang-orang yang pengecut yang sebelum bertempur mereka telah menyerah. Bahkan orang-orang yang gagah perkasa itu akan bertahan pula pada setiap jengkal tanah yang mereka bela dan pertahankan. Kamu tidaklah akan menang dan harta rampasan tidaklah akan berhasil kamu perdapat jika kurang kegagahperkasaan kamu dari mereka.
Bahkan kamu wajib mendesak mereka."Kamu perangi mereka atau mereka menyerah" Kamu perangi mereka biar bertemu gagah perkasa sama gagah perkasa. Dalam saat yang seperti itu yang dirilai adalah satu, yaitu tujuan peperangan. Mereka gagah perkasa karena mempertahankan kepercayaan mereka kepada yang selain Allah, mempertahankan keyakinan mereka bahwa menyembah berhala bisa menang dan berhala itu sendiri bisa menolong mereka. Kamu sendiri gagah perkasa karena kamu berkeyakinan bahwa peperangan yang kamu hadapi ini ialah karena menentang syirik, menentang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Dalam hal yang seperti ini yang diadu utama sekali ialah semangat Kamu perangi mereka sampai habis, habis semua, hancur semua. Kalau mereka karena gagah perkasanya masih tetap bertahan tidak mau menyerah maka hancurlah mereka dalam perlawanan. Atau mereka menyerah! Kalau mereka sudah menyerah maka wajiblah diterima penyerahan itu dan mereka semuanya ditawan, tidak boleh diperangi lagi."Kalau mereka itu tunduk niscaya akan diberikan Allah kepada kamu pahala yang baik," yaitu penghargaanyangtinggi daripada Allah kepada mujahid-mujahid Islam yang telah dapat menundukkan musuhnya dan telah dapat menerima penyerahan itu dengan sebaik-baiknya karena orang yang telah menyerah itu tidak boleh diperangi lagi."Tetapi kalau kamu berpaling lagi," yaitu kalau musuh yang tadinya sudah menyerah dan perjanjian ke-tundukan dari pihak mereka sudah diperbuat tetapi mereka mencoba lagi melawan kepada tentara Islam yang telah pernah menaklukkan mereka itu,"Sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya." Karena mereka telah tumbuh rasa dendam di hati mereka terhadap islam, di kala lemah mereka mengaku tunduk lalu diperlakukan dengan baik. Tetapi setelah mereka lepas dari perjanjian itu dan berkisar lagi ke tempat lain, mereka akan mengambil kesempatan lagi melawan, memerangi dan bertempur. Begitulah yang kejadian dengan kaum Yahudi itu dalam peperangan Bani Quraizhah.
Banyak di antara mereka yang sehabis Perjanjian Hudaibiyah itu menggabungkan diri ke Khaibar. Kemudian setelah Khaibar diperangi lagi oleh pihak kaum Muslimin, bertemu lagilah orang-orang yang telah mengakui tunduk dalam peperangan Bani Quraizhah itu. Di ujung ayat Allah memberikan ancaman,
“Niscaya akan Dia siksa kamu dengan siksaan yang pedih."
Ini pun harus jadi perhatian kepada kita sampai kepada zaman kita sekarang ini. Allah Yang Mahakuasa dan Mahatahu telah mengatakan tentang sifat perjanjian bagi orang yang kafir itu. bahwa bagi mereka nilai terhadap janji itu tidak ada dan tidak mulia. Kalau mereka telah merasa kuat, mudah saja bagi mereka memungkiri janji: itu adalah soal waktu saja. Kalau mereka masih merasa lemah, janji itu akan mereka jaga dengan baik. Tetapi kalau mereka telah merasa sangat kuat, dengan tidak peduli protes orang lain, mereka akan terus melanggarnya.
“Dan tidaklah kita dapati pada kebanyakan mereka dari hal perjanjian dan sungguh kami dapati kebanyakan mereka itu orang-orang yang fasik" (al-A'raaf: 102)
Oleh sebab itu menjadi perintah yang keras di dalam Al-Qur'an agar kaum Muslimin sendiri selalu siap dan waspada, siap dan siaga dengan kuda kendaraan perang dan senjata-senjata lain yang dengan demikian akan membuat pihak musuh itu takut terlebih dahulu akan melanggar janjinya. Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Anfaal ayat 60.
Ayat 17
“Tidaklah ada atas orang buta keberiatan dan tidak ada atas orang yang pincang keberiatan dan tidaklah ada atas orang yang sakit keberiatan."
Dalam pangkal ayat 17 ini dijelaskan bahwa ada tiga macam orang yang tidak diberi keberatan buat turut pergi berperang. Kalau kiranya mereka tidak pergi, adalah alasan yang kuat buat mereka tidak turut. Yaitu: orang buta, orang pincang, dan orang sakit!
Tetapi di dalam riwayat Islam adalah sangat berbeda di antara keringanan yang diberikan kepada orang-orang yang ada halangan yang tidak memberinya kesempatan buat pergi berperang itu karena pincang, karena buta, dan karena sakit itu. Karena ayat ini masih berujung, yaitu"Dan barangsiapayang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya akan dimasukkan-Nya dia ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai."
Oleh karena janji Allah yang demikian jelas, bahwasanya orang yang berjuang pada jalan Allah itu pasti akan diberikan tempat yang mulia, yaitu surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai yang sejuk airnya maka orang yang pincang ataupun buta itu masih saja mencari daya upaya agar mereka pun turut berperang dan orang yang sakit hendak segera agar lekas sembuh supaya dapat melanjutkan pula perjuangan mereka pada jalan Allah.
Di dalam Peperangan Uhud yang hebat itu, seorang yang bernama Amir bin al-jamuh ingin pula turut dibawa serta pergi berperang padahal kaki beliau sangat pincang dan empat orang anak laki-lakinya telah pergi berperang semuanya. Dia minta kepada anak-anaknya itu agar dia jangan ditinggalkan di rumah, dia pun hendak ikut ke medan perang. Anaknya menjawabm"Cukuplah kami saja yang pergi berjihad, wahai Ayah! Duduk sajalah Ayah di rumah karena Ayah pun tidak diwajibkan lagi oleh agama buat pergi berjihad// sabilillah Amir bin al-Jamuh tidak merasa puas dengan tolakan anaknya lalu dia datang menghadap Rasulullah ﷺ Kepada beliau dia berkata,"Keempat anakku tidak mau membawaku turut berjuang ke medan perang, ya Rasulullah! Demi Allah! Sungguh-sungguh aku ingin sekali hendak turut berperang biar aku mencapai syahidku di medan perang sehingga dengan kakiku yang pincang ini pun aku menginjak bumi surga yang indah itu!"
Lalu Rasulullah menyambut perAllahonannya yang sangat itu,"Engkau sendiri tahu bahwa bagi orang yang seperti engkau ini tidak diwajibkan lagi turut berperang pada jalan Allah!" Mendengar ucapan Rasulullah itu kelihatan muram durja wajahnya karena dia ingin juga hendak pergi. Lalu Rasulullah memanggil keempat orang anaknya lalu beliau berkata kepada mereka,"Tidaklah layak ayah kalian kau tinggalkan di rumah, mana tahu keinginannya akan disampaikan oleh Allah sehingga dia mendapat rezeki syahid di jalan Allah!"
Mendengar ucapan Rasulullah itu, anak-anaknya itu pun memberi izin ayahnya dan si ayah yang pincang dengan gembira berjalan mengiringkan Rasulullah ﷺ ke medan Perang Uhud yang terkenal. Sampai di medan perang terjadilah perkelahian yang hebat dan tidaklah Amir bin al-Jamuh mengecewakan tentang sikapnya dan tidaklah kurang gagah beraninya sampai tercapai maksud dan citanya yang mulia, yaitu mati syahid di medang perang.
Orang buta pun demikian pula. Terkenallah nama Ibnu Ummi Maktum, salah seorang tukang adzan Rasulullah ﷺ yang meskipun beliau tidak dapat turut pergi berperang, namun beliau dalam segi usaha yang lain tidak mau kekurangan daripada saudara-saudaranya bahkan sampai dalam satu peperangan besar kepadanya diserahkan Rasulullah menjadi wakil untuk menjadi walikota negeri Madinah selama perang itu berlangsung.
Adapun orang yang sakit, memang ada yang sakit tetapi setelah sembuh mereka tampil
kembali ke medan perjuangan mengejarkan ketinggalannya selama sakit. Sebabnya ialah karena ujung ayat yang tegas tadi, yaitu surga yang mulia menjadi tempat yang kekal bagi barangsiapa yang setia melaksanakan perintah.
“Akan tetapi barangsiapa yang berpaling, niscaya akan disiksa-Nya dengan siksaan yang pedih."
Ujung ayat ini adalah ancaman yang jelas dan berlaku terus sampai untuk selama-lamanya. Yaitu kalau orang telah berpaling dari seruan jihad, berpaling dari keberanian mati karena mempertahankan aqidah, pastilah bahwa dia akan diadzab. Ada adzab dunia dan ada adzab akhirat Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang meninggal dunia padahal dia belum pernah pergi berperang dan tidak pernah jadi sebutan dalam dirinya …
adalah dalam, bagian … munafik." (HR Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Sebuah hadits pula dari Abu Bakar, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Tidaklah meninggalkan suatu kaum akan Jihad, melainkan diumumkan Allah-lah pada kaum itu siksaan-nya.' (HR ath-Thabarani dengan isnad yang hasan)
Meskipun banyak bilangan kaum ini, berpuluh dan beratus juta, kalau semangat jihad itu tidak ada lagi bahkan telah bertukar dengan penyakit hubbud dunya (cinta kepada dunia) dan karahiatul maut (takut menghadapi maut) maka mudahlah menghancurkan kaum itu dan hilanglah gengsinya sehingga mudah saja mengalahkannya dan menghancurkannya. Itulah adzab siksaan dunia, apatah lagi adzab siksaan akhirat.
Ayat 18
“Sesungguhnya Allah telah meridhai kepada orang-orang yang beriman ketika mereka berbaiat dengan engkau di bawah pohon itu."
Telah kita maklumi dalam cerita-cerita yang kita uraikan di atas tadi bahwasanya kaum Muslimin yang 1,400 orang hendak pergi ke Mekah melakukan ziarah karena sudah enam tahun negeri itu mereka tinggalkan, apatah lagi karena mimpi Rasulullah ﷺ Tetapi mereka dihalangi dan datang pula berita bahwa utusan yang diutus Rasulullah hendak membuat musyawarah dengan Quraisy, Utsman bin Affan telah ditangkap dan dibunuh. Berita yang sangat buruk ini telah menyebabkan mereka membuat baiat, yaitu kalau benar Utsman bin Affan mati dibunuh, mereka bersiap menghadapi segala kemungkinan, walaupun perang dan mereka berjanji tidak akan lari! Bahkan sedia menghadapi maut.
Satu hal yang amat penting kita perhatikan dalam ayat ini ialah tentang tempat sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ itu membuat baiat itu. Dalam ayat ini dijelaskan tempatnya, yaitu di bawah pohon. Di sana rupanya ada pohon kayu tumbuh, lantaran itu ada naungan yang menyebabkan panas tidak terlalu terik mereka rasakan. Namun meskipun tempat itu menjadi sangat penting dipandang dari segi sejarah, tidaklah tempat itu dijadikan tempat peringatan yang istimewa.
Bukhari meriwayatkan bahwa beliau menerima berita dari Mahmud, dan Mahmud ini menerima berita dari Ubaidillah dan dia ini menerima dari Israil, dan dia ini menerima dari Thariq, bahwasanya Abdurrahman berkata,"Saya pergi mengerjakan haji. Di tengah jalan akan pergi ke Mekah itu bertemulah saya orang-orang sedang shaiat. Lalu saya bertanya kepada teman-teman seperjalanan, ‘Ini bukan masjid mengapa orang shaiat di sini?' Teman-teman itu menjawab. ‘Di sini adalah tempat bekas pohon yang tersebut dalam Al-Qur'an bahwa Nabi ﷺ
membuat baiat dengan sahabat-sahabatnya di sini.' Maka datanglah saya menemui Sa'id bin al-Musayyab menceritakan hal itu kepada beliau. Maka berkatalah Sa'id ibn al-Musayyab, ‘Ayahku sendiri adalah salah seorang yang turut melakukan baiat itu dengan Rasulullah. Tetapi setahun kemudiannya kami pun lewat pula di tempat itu tetapi kami sudah tidak ingat lagi tepatnya tempat itu dan lama-lama kami pun tidak tahu lagi di mana tepat tempatnya.' Lalu Sa'id berkata selanjutnya, ‘Sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ tidak ada yang ingat lagi di mana tepatnya tempat itu sedangkan kalian yang datang di belakang mengatakan lebih tahu.'"
Sekianlah berita itu sebagaimana yang kita salinkan dari dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Ini pun dapatlah jadi perbandingan bagi kita yang datang di belakang ini. Dalam pandangan hidup seorang Muslim, yang diperingati dan yang dirilai ialah kejadian bukan tempat di mana hal itu kejadian. Telah kejadian mengadakan baiat di suatu tempat di bawah pohon kayu di Hudaibiyah. Tetapi tidaklah diperhitungkan di mana tepatnya tempat kejadian itu. Sebagai juga Rasulullah ﷺ sendiri, semua kita telah tahu bahwa beliau telah dilahirkan di Mekah. Tetapi tidaklah dipentingkan sangat di manakah tempat kelahiran itu. Sebab yang penting dirilai dan diperhatikan ialah ajaran yang dibawa oleh Muhammad, bukan tempat lahirnya Nabi Muhammad itu sendiri. Sebab umat Islam yang ajaran agamanya berpangkal pada tauhid, yang terpenting ialah inti ajaran dan bekasnya bagi perkembangan jiwa manusia, bukan memperingati tempat kejadian, yang kalau tidak disadari bisa saja membawa manusia kepada mementingkan tempat itu sendiri, bukan mementingkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Perbedaan ini sepintas lalu kelihatan tipis dan kecil saja padahal kalau hal ini tidak diperhatikan dengan saksama, dari tauhid orang bisa saja pindah kepada musyrik dengan tidak disadari."Maka telah tahulah Allah apa yang ada dalam hati mereka," yaitu setelah selesai baiat bersama dikerjakan mereka pun bersedia menghadapi segala kemungkinan, sekali-kali tidak akan mundur dalam menghadapi musuh, bahkan mati pun mereka bersedia menghadapi.
“Maka Allah telah menunaikan rasa tenteram atas mereka dan Dia ganjari mereka itu dengan kemenangan yang telah dekat."
Rasa sakinah atau tenteram setelah selesai melakukan baiat itu adalah amat penting artinya. Sebab dengan adanya rasa sakinah atau tenteram maka rasa ragu, guncang, bimbang, takut mati, gentar menghadapi musuh karena mereka merasa diri sedikit dan musuh lebih banyak, semuanya itu habis, berganti dengan ketetapan dan keteguhan hati. Dan ini sangat diperlukan dalam menghadapi peperangan. Maka lantaran rasa tenteram atau sakinah itu telah ada dan telah timbul semangat yang bulat, sangatlah penting artinya buat menghadapi zaman depan dan inilah pertanda yang baik sekali bagi kemenangan-kemenangan zaman yang akan datang. Tegasnya, meskipun pada waktu itu tidak terjadi peperangan namun semangat tenteram dan sakinah yang telah didapat di hari itu masih saja kuat dan kukuh buat dilancarkan pada perjuangan yang akan datang yang sesudah Hudaibiyah.
Ayat 19
“Dan harta-harta rampasan yang banyak sekali yang akan mereka ambil akan dia."
Meskipun pada tahun itu kamu belum jadi menziarahi negeri Mekah namun ini adalah pangkal dari kemenangan yang gilang-gemilang yang akan terus-menerus kamu rasakan. Yang terutama sekali ialah setelah selesai Perjanjian Hudaibiyah itu sebagian besar orang Arab di luar persukuan Quraisy sudah terpaksa mengakui bahwa kekuasaan Muhammad itu telah ada. Meskipun Quraisy belum mengakui bahwa dia adalah Rasulullah tetapi mereka telah membuat perjanjian hitam di atas putih dengan Muhammad bin Abdullah, yang dahulu mereka anggap orang pelarian dari kampung halamannya di Madinah. Di samping itu dibuat janji sepuluh tahun tidak akan berperang, kedua belah pihak tidak akan ganggu-mengganggu. Masa yang sepuluh tahun ini pun suatu kemenangan yang baik bagi Islam buat berkembang. Sebab berita Perdamaian Hudaibiyah telah tersebar ke seluruh Tanah Arab. Sebab itu kabilah-kabtlah dan masyarakat negeri-negeri Arab sejak dari utara sampai ke selatan, dari kota sampai ke dusun-dusun Badwi tidak merasa segan lagi buat mengirim utusan datang ke Madinah menemui Nabi ﷺ buat bertukar pikiran, buat berdialog, buat mendengarkan tentang Islam dari"tangan pertama"; suatu hal yang tidak dapat lagi kaum Quraisy buat menghalanginya. Sedang kaum Quraisy tidak mempunyai kekuatan dan keahlian buat menandingi propaganda dan dakwah yang diadakan oleh Nabi ﷺ itu. Tahun sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu dinamai Tahun Wufuud. Artinya, tahun ramainya utusan-utusan datang ke Madinah.
“Dan adalah Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana.
Dengan kebijaksanaan Allah, yang Dia limpahkan kepada Rasul-Nya, kenalah kaum Quraisy yang keras kepala itu oleh kebijaksanaan ketika membuat janji. Mereka bertahan pada masalah ranting yang bukan pokok, masalah Bismihaahir-Rahmaanir-Rahiim dengan Bismika Allahumma, dengan masalah Muhammad Rasulullah ﷺ yang mesti ditukar dengan Muhammad bin Abdullah, maka dengan amat bijaksananya Rasulullah menuruti kehendak mereka karena dengan Nabi telah mendapat kemenangan yang besar dengan sebab mereka telah mau mengikat perjanjian yang sangat pokok dengan Nabi. Tegasnya mereka sudah mengakui bahwa Nabi adalah kepala dari suatu masyarakat yang meskipun mereka belum mengakui bahwa masyarakat itu adalah masyarakat Islam namun mereka telah bersedia mengakui"apakah akan namanya", namun jelas masyarakat itu terdiri di Madinah, berpengikut orang-orang yang telah bersama pindah dengan Nabi ke sana, bernama Muhajirin dan masyarakat yang menunggu dan menyambut mereka di Madinah bernama Anshar. Mereka belum mau mengakui nama-nama yang resmi dalam Islam itu namun mereka telah mengakui bahwa Muhammad ﷺ adalah kepala dari masyarakat itu dan mereka membuat perjanjian dengan dia.
Ayat 20
“Telah menjanjikan Allah untuk kamu harta-harta rampasan yang banyak yang akan kamu ambil akan dia, maka Dia akan cepatkan itu untuk kamu."
Tegasnya ialah bahwa sesudah terjadinya baiat itu dan terjadinya perjanjian yang penting di Hudaibiyah itu kemenangan akan berturut-turut datang. Dalam strategi peperangan ditunjukkan suatu siasat strategi yang penting sekali yaitu memperbuat perjanjian dengan suatu musuh yang besar, menghentikan perang buat berapa lamanya, jangan ganggu-mengganggu sehingga dengan demikian peperangan dengan musuh yang lebih kecil dapat diselesaikan dengan baik. Dalam strategi modern disebut supaya front perlawanan se-dapat-dapat diperkecil.
Masa sepuluh tahun bukanlah masa yang pendek. Ini adalah kesempatan yang paling baik buat menyusun diri bagi suatu angkatan yang masih muda dan bersemangat dan mempunyai ideologi yang jelas. Apabila Quraisy sudah berhenti perang sementara, yang dinamai cease fire, perhentian tembak menembak maka bagi Quraisy tidak ada program tertentu lain daripada menebar rasa berici dan marah, sedang bagi Nabi ﷺ itulah masa yang sebaik-baiknya buat memperluas pengaruh. Selain dari beliau menerima Wufuud, atau utusan-utusan yang datang dari seluruh Tanah Arab bahkan juga utusan dari kaum Nasrani di Najran, beliau pun waktu itu pula mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan orang-orang besar pada negeri-negeri yang berkeliling. Raja Kisra di Persia, Muqauqis Onder Koning di negeri Mesir dan Heraclius Kaisar Roma Timur yang memimpin negaranya di Suria (Syam) dan raja-raja kecil di bawah naungan Kerajaan Roma itu. Meskipun dalam Perjanjian Hudaibiyah beliau hanya diakui Muhammad anak Abdullah, namun dalam surat-surat kepada raja-raja itu beliau sebut dirinya Muhammad Rasulullah. Maka bertemulah sebagaimana dikatakan dalam ayat ini bahwasanya perjalanan waktu itu cepat sekali, kekuasaan yang telah diakui Quraisy di Perjanjian Hudaibiyah itu tidak dapat dihambat-hambat lagi. Benar-benar sebagai yang pernah Nabi katakan sesudah Perang Uhud bahwasanya masa bertahan telah lampau dan sekarang akan mulai masa menyerbu ofensif."Dan Dia halangi tangan-tangan manusia dan kamu." Artinya, meskipun musuh-musuh itu berusaha juga hendak menggagalkan usaha-usaha Nabi itu namun penghalangan mereka tidaklah akan berhasil lagi sebab halangan yang mereka lalukan tidak lagi teratur secara strategis bahkan boleh dikatakan"ngawur"."Supaya adalah dia itu menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman," yaitu menjadi tanda bukti yang menambah kuatnya iman orang-orang yang beriman bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu memang utusan Allah yang tidak akan dibiarkan Allah amal dan usahanya tersia-sia dan gagal tidak berhasil.
“Dan diberi-Nya petunjuk kamu kepada jalan yang lurus."
Meskipun bilangan kaum Muslimin sedikit dan bilangan musuhnya berlipat ganda banyaknya, namun musuh itu sudah kehilangan pedoman siasat buat melawan Rasul dan pengikutnya dan kaum Muslimin sendiri diberi petunjuk jalan yang lurus dan tujuan yang jitu.
Ayat 21
“Dan yang lain-lain pula yang tidak dapat kamu kira-kirakan atasnya."
Yang lain-lain yang di luar dari perhitungan datang berlipat ganda, di luar dari rencana semula dan semuanya mendatangkan keuntungan, yaitu kemenangan dalam perjuangan, harta rampasan yang tidak teper-manai, semuanya telah dimudahkan oleh Allah karena Allah memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang bertakwa dengan tidak diketahui atau tidak disangka-sangka di mana pintu masuknya.
Macam-macam tafsir yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli tentang hal yang lain-lain yang kamu tidak dapat kira-kirakan atasnya itu. Ibnu Abbas menerangkan bahwa hal itu dengan terjadinya peperangan besar dengan orang Yahudi di Khaibar. Qatadah dan Ibnu Jarir mengatakan kejadian itu ialah pada penaklukan Mekah yang terjadi tahun kedelapan. Ibnu Abu Laila mengatakan bahwa itu ialah peperangan dengan bangsa Persi dan Rum. Mujahid mengatakan tiap-tiap peperangan yang terjadi sesudah itu, sampai hari Kiamat.
Mungkin keterangan Mujahid inilah yang lebih tepat dengan kenyataan. Meskipun dalam peperangan yang sesudah itu ada juga yang kalah, seibarat pasang naik dan pasang surut namun perkembangan penaklukan Islam itu tidak berhenti walaupun sudah sampai empat belas abad sampai kepada zaman kita sekarang ini. Senantiasa ada saja kita mendengar penaklukan dan perkembangan Islam yang baru.
“Yang sesungguhnya kamu telah dikurung Allah dengan dia." Kata-kata ini dapatlah diartikan kedua paham. Pertama bahwasanya kemenangan kemenangan yang dicapai oleh kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ telah meliputi dari segala jurusan, artinya dengan tidak disangka-sangka. Arti yang kedua ialah bahwasanya segala siasat per
tahanan yang diatur oleh kaum Quraisy atau musyrikin, semuanya telah gagal, kian diatur kian membawa kepada kekalahan mereka sendiri. Sejak mati beberapa orang ahli siasat dalam Peperangan Badar, mereka tidak lagi mempunyai orang-orang besar yang patut dibanggakan.
“Dan adalah Allah itu atas tiap-tiap sesuatu Mahakuasa."
Dengan ujung ayat ini maka tiap-tiap orang yang beriman disuruh mengingat bahwasanya di samping siasat dan usaha mereka sendiri ada lagi siasat tersembunyi yang terang dan nyata kuasanya melebihi kuasa manusia. Tetapi orang-orang yang tidak beriman mengabaikan kekuasaan yang mutlak ini sehingga dia tidak mempunyai penghargaan di dalam perjuangan. Di sinilah terkenal pepatah Arab,
“Alangkah sempitnya hidup ini kalau tidak ada kelapangan cita-cita."
Maka kelapangan cita-cita yang utama ialah nashrullah, pertolongan Allah dengan tidak pula melupakan ikhtiar dan usaha kita sebagai manusia.
***