Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّقَدۡ
sesungguhnya
رَضِيَ
meridhai
ٱللَّهُ
Allah
عَنِ
dari
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
إِذۡ
ketika
يُبَايِعُونَكَ
mereka berjanji setia kepadamu
تَحۡتَ
di bawah
ٱلشَّجَرَةِ
pohon
فَعَلِمَ
maka Dia mengetahui
مَا
apa yang
فِي
di dalam
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
فَأَنزَلَ
lalu Dia menurunkan
ٱلسَّكِينَةَ
ketenteraman
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَأَثَٰبَهُمۡ
dan Dia memberi balasan kepada mereka
فَتۡحٗا
kemenangan
قَرِيبٗا
dekat
لَّقَدۡ
sesungguhnya
رَضِيَ
meridhai
ٱللَّهُ
Allah
عَنِ
dari
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
إِذۡ
ketika
يُبَايِعُونَكَ
mereka berjanji setia kepadamu
تَحۡتَ
di bawah
ٱلشَّجَرَةِ
pohon
فَعَلِمَ
maka Dia mengetahui
مَا
apa yang
فِي
di dalam
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
فَأَنزَلَ
lalu Dia menurunkan
ٱلسَّكِينَةَ
ketenteraman
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
وَأَثَٰبَهُمۡ
dan Dia memberi balasan kepada mereka
فَتۡحٗا
kemenangan
قَرِيبٗا
dekat
Terjemahan
Sungguh, Allah benar-benar telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad) di bawah sebuah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia menganugerahkan ketenangan kepada mereka dan memberi balasan berupa kemenangan yang dekat
Tafsir
(Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu) di Hudaibiyah (di bawah pohon) yaitu pohon Samurah, jumlah mereka yang menyatakan baiat itu ada seribu tiga ratus orang atau lebih. Kemudian mereka berbaiat kepada Nabi ﷺ yaitu hendaknya mereka saling bahu-membahu melawan orang-orang Quraisy dan janganlah mereka lari karena takut mati (maka Dia mengetahui) yakni Allah mengetahui (apa yang ada dalam hati mereka) yaitu kejujuran dan kesetiaan mereka (lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya) yaitu takluknya tanah Khaibar sesudah mereka kembali dari Hudaibiyah.
Tafsir Surat Al-Fath: 18-19
Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya), serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Allah ﷻ menceritakan tentang rida-Nya kepada kaum mukmin yang telah berjanji setia kepada Rasulullah ﷺ di bawah pohon Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan jumlah mereka, bahwa mereka semuanya terdiri dari seribu empat ratus orang; dan bahwa pohon tersebut adalah pohon Samurah yang terdapat di Hudaibiyah.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Tariq, bahwa Abdur Rahman r.a. pernah menceritakan bahwa ia berangkat untuk menunaikan haji dan bersua dengan suatu kaum yang sedang salat, lalu ia bertanya "Masj!d apakah ini?" Mereka menjawab, "Ini adalah pohon bekas tempat Rasulullah ﷺ melakukan baiat Ridwan di bawahnya." Maka aku (Abdur Rahman) menemui Sa'id ibnul Musayyab dan kuceritakan kepadanya hal tersebut. Sa'id menjawab, bahwa sesungguhnya ayahnya pernah bercerita kepadanya bahwa dia termasuk salah seorang yang berjanji setia kepada Rasulullah ﷺ di bawah pohon itu. Abdur Rahman r.a. melanjutkan kisahnya, "Kemudian di tahun berikutnya kami berangkat lagi (untuk menunaikan haji), tetapi kami lupa tempat pohon itu berada. Maka Sa'id mengatakan, 'Sesungguhnya sahabat-sahabat Muhammad ﷺ tidak mengetahui tempat pohon itu sedangkan kalian mengetahuinya. Berarti kalian lebih mengetahui'." Firman Allah ﷻ: maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka (Al-Fath: 18) Yakni kepercayaan, kejujuran, dan ketaatan mereka.
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Al-Fath: 18) melalui apa yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ untuk mereka berupa perjanjian damai antara mereka dan musuh-musuh mereka, dan kebaikan yang banyak yang mereka peroleh akibat ditandatanganinya perjanjian tersebut Hal ini berlanjut sampai dengan kemenangan atas Khaibar, kemenangan atas kota Mekah, kemudian kemenangan atas semua negeri dan kawasan. Ini merupakan anugerah Allah kepada mereka, juga apa yang diperoleh mereka berupa kemuliaan, pertolongan, dan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Fath: 19) Ibnu Abu hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa (yakni Ibnu Ubaidah), telah menceritakan kepadaku Iyas ibnu Salamah, dari ayahnya yang menceritakan, "Ketika kami sedang istirahat di siang hari, tiba-tiba terdengar juru seru Rasulullah ﷺ menyerukan, 'Hai manusia, marilah kita berbaiat, marilah kita berbaiat, Ruhul Quds (Malaikat Jibril) telah turun (membawa wahyu yang memerintahkan hal tersebut)!' Maka kami semua bangkit menuju kepada Rasulullah ﷺ yang saat itu berada di bawah sebuah pohon samurah, lalu kami semua berjanji setia kepadanya.
Yang demikian itulah maksud firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Al-Fath: 18) Rasulullah ﷺ berbaiat untuk Usman r.a. dengan salah satu tangannya yang beliau pukulkan ke tangan yang lain. Maka orang-orang (kaum muslim) berkata, "Alangkah enaknya Ibnu Affan, dia dapat tawaf di Baitullah, sedangkan kami disini." Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: Seandainya dia tinggal beberapa tahun (di Mekah), niscaya dia tidak berani tawaf sebelum aku bertawaf."
Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin, yaitu para sahabat Nabi ketika mereka berjanji setia kepadamu wahai Nabi Muhammad untuk meluhurkan agama Islam dan memerangi musuh-musuhnya. Janji setia itu berlangsung di di bawah pohon di tempat bernama Hudaibiyah, ketika Nabi dan para Sahabat dihalangi oleh kaum musyrik Mekah melaksanakan umrah. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka menyangkut keteguhan iman dan keikhlasan berbaiat, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan ketabahan dalam menghadapi musuh dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat, yaitu dalam peperangan di Khaibar, tidak lama sesudah mereka kembali dari Hudaibiyah. 19. Dan kepada mereka dianugerahkan harta rampasan perang yang banyak yang akan mereka peroleh dalam peperangan itu. Dan Allah Mahaperkasa, tidak ada yang dapat menghalangi kehendak-Nya Mahabijaksana dalam segala ketetapan-Nya.
Allah menyampaikan kepada Rasulullah ﷺ bahwa Dia telah meridai baiat yang telah dilakukan para sahabat kepada beliau pada waktu Bai'ah ar-Ridhwan. Para sahabat yang ikut baiat pada waktu itu lebih kurang 1.400 orang. Menurut riwayat, ada seorang yang ikut bersama Rasulullah saw, tetapi tidak ikut baiat, yaitu Jadd bin Qais al-Ansari. Dia adalah seorang munafik.
Para sahabat yang melakukan baiat itu telah berjanji akan menepati semua janji yang telah mereka ucapkan walaupun akan berakibat kematian diri mereka sendiri. Hal itu tersebut dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Salamah bin al-Akwa', bahwa ia berkata:
Aku telah melakukan baiat kepada Rasulullah ﷺ kemudian aku berjalan menuju bayangan pohon (Samurah). Ketika orang-orang mulai sedikit, Nabi ﷺ berkata, "Wahai Ibnu al-Akwa', tidakkah kamu ikut melakukan baiat." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku sudah melakukan baiat." Rasulullah berkata, "Yang ini juga." Maka aku melakukan baiat untuk kedua kalinya. Aku (Yazid bin Abu 'Ubaid, salah seorang sanad hadis ini) bertanya pada Salamah bin al-Akwa', "Wahai Abu Muslim (panggilan Salamah), untuk apa kalian melakukan baiat pada hari itu?" Ia menjawab, "Untuk mati." (Riwayat al-Bukhari dari Salamah bin al-Akwa')
Allah menjanjikan balasan berupa surga yang penuh kenikmatan kepada orang-orang yang ikut baiat itu. Hal ini ditegaskan pula dalam hadis Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidhi dari Jabir r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
Tidak seorang pun akan masuk neraka dari orang-orang yang ikut baiat di bawah pohon (Samurah) itu.
Menurut Nafi', ketika 'Umar bin al-Khaththab mendengar bahwa para sahabat sering berdatangan mengunjungi pohon itu untuk mengenang dan memperingati peristiwa Bai'ah ar-Ridhwan, maka beliau memerintahkan untuk menebang pohon itu. Umar memerintahkan agar pohon dan tempat itu tidak dikeramatkan dan dipuja oleh orang-orang yang datang kemudian sehingga menjadi tempat timbulnya syirik. Perbuatan Umar tersebut adalah sebagai saddu dhari'ah (menutupi celah atau kesempatan agar tidak terjadi syirik di kemudian hari).
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia mengetahui isi hati dan kebulatan tekad kaum Muslimin yang melakukan baiat itu. Oleh karena itu, Allah menanamkan dalam hati mereka ketenangan, kesabaran, dan ketaatan kepada keputusan Rasulullah ﷺ Allah menjanjikan pula kepada mereka kemenangan pada Perang Khaibar yang terjadi dalam waktu yang dekat. Dengan demikian, ayat ini termasuk ayat yang menerangkan peristiwa yang terjadi pada masa yang akan datang, yaitu kemenangan kaum Muslimin pada Perang Khaibar. Dan peristiwa itu benar-benar terjadi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 15
“Akan berkata orang-orang yang mengelak itu."
Yaitu orang-orang yang takut akan turut berbuat baiat bersama Nabi ﷺ di bawah pohon kayu dan orang-orang yang mengatakan bahwa harta beridanya dan kaum keluarganya yang sedang diurusnya menyebabkan dia terlambat datang sehingga tidak turut berbaiat. Mereka berkata kepada Nabi,"Apabila kamu pergi kepada rampasan-rampasan perang itu karena hendak mengambilnya, biarkanlah kami mengikuti kamu." Artinya bahwa dengan tidak merasa malu, tidak merasa segan-segan, mereka meminta supaya mereka dibawa juga ikut serta kalau nanti mengambil harta rampasan peperangan kalau terjadi lagi peperangan sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu. Padahal ada di antara mereka yang mengelak dari baiat dan ada yang sembunyi ketika baiat berlangsung.
Di dalam sambungan ayat telah dijelaskan pendirian mereka yang buruk itu. Telah dikatakan Allah,"Mereka hendak mengubah firman Allah. Karena mereka tidak tahu diri, tidak ingat betapa besar kesalahan mereka karena loba tamaknya kepada harta. Dalam ayat 11 sampai ayat 13 di atas tadi telah diterangkan jiwa mereka yang tidak jujur dan alasan-alasannya yang mereka cari untuk mengelakkan diri. Sebab itu Allah menyuruh sampaikan kata tegas kepada mereka."Katakanlah, ‘Sekali-kali kamu tidak akan dapat menuruti kami."‘ Yaitu kalau kiranya terjadi segera peperangan lagi sesudah Perdamaian Hudaibiyah maka orang-orang yang tidak turut dengan alasan karena terganggu oleh urusan harta berida dan keluarga atau sebab-sebab yang lain yang dicari-cari sehingga tidak turut dalam berbaiat tidaklah pula akan ikut dalam perjuangan sesudah itu. Terutama tidak lama sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu telah terjadi peperangan dengan orang Yahudi di Khaibar. Maka yang dibawa oleh Rasulullah pergi berperang ke Khaibar itu terutama ialah orang-orang yang ikut dalam Perjuangan Hudaibiyah. Hati para pejuang itu mesti dipelihara dan perjalanannya mesti dihargai. Maka orang-orang yang menunjukkan keraguan hati dan kebimbangan di saat Hudaibiyah tidak boleh dibawa ikut serta untuk pergi ke Khaibar. Dan ini bukanlah kehendak Rasulullah pribadi melainkan kehendak Allah sendiri."Karena begitulah kehendak Allah sejak semula," dan orang-orang yang berjasa di saat-saat penting itu mesti diberikan penghargaan yang pantas. Tetapi,"Mereka akan berkata, ‘Bahkan kamu dengki kepada kami!'" Maka mereka tuduhlah keputusan yang demikian yang berlaku sebagai hukuman kepada keragu-raguan mereka bahwa itu timbul dari rasa dengki kalau-kalau mereka akan mendapat harta rampasan pula.
Maka di ujung ayat dijelaskan bahwa ini bukanlah soal dengki melainkan soal disiplin dan soal hukuman yang mesti dilakukan terhadap orang yang ragu-ragu dalam menghadapi peperangan. Karena mungkin saja de-ngan bebatnya pula perang yang akan ditempuh kelak, mereka sekali lagi lari meninggalkan barisan. Maka hal ini mesti dijaga jangan sampai berulang kali kejadian.
Kemenangan suatu perjuangan sangat bergantung kepada suatu disiplin. Sebab itu maka di ujung ayat dijelaskan,
“Bahkan adalah mereka tiada mengerti, kecuali sedikit."
Soal disiplin itu banyak yang tidak mengerti. Mereka hanya mengerti banyak keuntungan akan diperdapat, banyak harta rampasan akan dibawa pulang dan semua meminta supaya dia dilebihkan pembagiannya dari yang lain. Namun kesulitan yang akan ditempuh menghadapi musuh sebab musuh itu tidaklah akan menyerah saja, tidaklah mereka mengerti.
Sebab itu diteruskan lagi peringatan,
Ayat 16
“Katakanlah kepada orang-orang yang mengelak dari orang-orang Arab dusun itu, ‘Kamu akan diajak kepada suatu kaum yang sangat gagah perkasa.
Jika mereka telah berhadapan dengan kamu semuanya janganlah kamu sangka bahwa mereka akan menyerah kalah saja, janganlah kamu sangka mereka akan segera takluk dan menyerahkan diri. Menghadapi orang yang gagah perkasa bukanlah sama dengan menghadapi orang-orang yang pengecut yang sebelum bertempur mereka telah menyerah. Bahkan orang-orang yang gagah perkasa itu akan bertahan pula pada setiap jengkal tanah yang mereka bela dan pertahankan. Kamu tidaklah akan menang dan harta rampasan tidaklah akan berhasil kamu perdapat jika kurang kegagahperkasaan kamu dari mereka.
Bahkan kamu wajib mendesak mereka."Kamu perangi mereka atau mereka menyerah" Kamu perangi mereka biar bertemu gagah perkasa sama gagah perkasa. Dalam saat yang seperti itu yang dirilai adalah satu, yaitu tujuan peperangan. Mereka gagah perkasa karena mempertahankan kepercayaan mereka kepada yang selain Allah, mempertahankan keyakinan mereka bahwa menyembah berhala bisa menang dan berhala itu sendiri bisa menolong mereka. Kamu sendiri gagah perkasa karena kamu berkeyakinan bahwa peperangan yang kamu hadapi ini ialah karena menentang syirik, menentang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Dalam hal yang seperti ini yang diadu utama sekali ialah semangat Kamu perangi mereka sampai habis, habis semua, hancur semua. Kalau mereka karena gagah perkasanya masih tetap bertahan tidak mau menyerah maka hancurlah mereka dalam perlawanan. Atau mereka menyerah! Kalau mereka sudah menyerah maka wajiblah diterima penyerahan itu dan mereka semuanya ditawan, tidak boleh diperangi lagi."Kalau mereka itu tunduk niscaya akan diberikan Allah kepada kamu pahala yang baik," yaitu penghargaanyangtinggi daripada Allah kepada mujahid-mujahid Islam yang telah dapat menundukkan musuhnya dan telah dapat menerima penyerahan itu dengan sebaik-baiknya karena orang yang telah menyerah itu tidak boleh diperangi lagi."Tetapi kalau kamu berpaling lagi," yaitu kalau musuh yang tadinya sudah menyerah dan perjanjian ke-tundukan dari pihak mereka sudah diperbuat tetapi mereka mencoba lagi melawan kepada tentara Islam yang telah pernah menaklukkan mereka itu,"Sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya." Karena mereka telah tumbuh rasa dendam di hati mereka terhadap islam, di kala lemah mereka mengaku tunduk lalu diperlakukan dengan baik. Tetapi setelah mereka lepas dari perjanjian itu dan berkisar lagi ke tempat lain, mereka akan mengambil kesempatan lagi melawan, memerangi dan bertempur. Begitulah yang kejadian dengan kaum Yahudi itu dalam peperangan Bani Quraizhah.
Banyak di antara mereka yang sehabis Perjanjian Hudaibiyah itu menggabungkan diri ke Khaibar. Kemudian setelah Khaibar diperangi lagi oleh pihak kaum Muslimin, bertemu lagilah orang-orang yang telah mengakui tunduk dalam peperangan Bani Quraizhah itu. Di ujung ayat Allah memberikan ancaman,
“Niscaya akan Dia siksa kamu dengan siksaan yang pedih."
Ini pun harus jadi perhatian kepada kita sampai kepada zaman kita sekarang ini. Allah Yang Mahakuasa dan Mahatahu telah mengatakan tentang sifat perjanjian bagi orang yang kafir itu. bahwa bagi mereka nilai terhadap janji itu tidak ada dan tidak mulia. Kalau mereka telah merasa kuat, mudah saja bagi mereka memungkiri janji: itu adalah soal waktu saja. Kalau mereka masih merasa lemah, janji itu akan mereka jaga dengan baik. Tetapi kalau mereka telah merasa sangat kuat, dengan tidak peduli protes orang lain, mereka akan terus melanggarnya.
“Dan tidaklah kita dapati pada kebanyakan mereka dari hal perjanjian dan sungguh kami dapati kebanyakan mereka itu orang-orang yang fasik" (al-A'raaf: 102)
Oleh sebab itu menjadi perintah yang keras di dalam Al-Qur'an agar kaum Muslimin sendiri selalu siap dan waspada, siap dan siaga dengan kuda kendaraan perang dan senjata-senjata lain yang dengan demikian akan membuat pihak musuh itu takut terlebih dahulu akan melanggar janjinya. Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Anfaal ayat 60.
Ayat 17
“Tidaklah ada atas orang buta keberiatan dan tidak ada atas orang yang pincang keberiatan dan tidaklah ada atas orang yang sakit keberiatan."
Dalam pangkal ayat 17 ini dijelaskan bahwa ada tiga macam orang yang tidak diberi keberatan buat turut pergi berperang. Kalau kiranya mereka tidak pergi, adalah alasan yang kuat buat mereka tidak turut. Yaitu: orang buta, orang pincang, dan orang sakit!
Tetapi di dalam riwayat Islam adalah sangat berbeda di antara keringanan yang diberikan kepada orang-orang yang ada halangan yang tidak memberinya kesempatan buat pergi berperang itu karena pincang, karena buta, dan karena sakit itu. Karena ayat ini masih berujung, yaitu"Dan barangsiapayang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya akan dimasukkan-Nya dia ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai."
Oleh karena janji Allah yang demikian jelas, bahwasanya orang yang berjuang pada jalan Allah itu pasti akan diberikan tempat yang mulia, yaitu surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai yang sejuk airnya maka orang yang pincang ataupun buta itu masih saja mencari daya upaya agar mereka pun turut berperang dan orang yang sakit hendak segera agar lekas sembuh supaya dapat melanjutkan pula perjuangan mereka pada jalan Allah.
Di dalam Peperangan Uhud yang hebat itu, seorang yang bernama Amir bin al-jamuh ingin pula turut dibawa serta pergi berperang padahal kaki beliau sangat pincang dan empat orang anak laki-lakinya telah pergi berperang semuanya. Dia minta kepada anak-anaknya itu agar dia jangan ditinggalkan di rumah, dia pun hendak ikut ke medan perang. Anaknya menjawabm"Cukuplah kami saja yang pergi berjihad, wahai Ayah! Duduk sajalah Ayah di rumah karena Ayah pun tidak diwajibkan lagi oleh agama buat pergi berjihad// sabilillah Amir bin al-Jamuh tidak merasa puas dengan tolakan anaknya lalu dia datang menghadap Rasulullah ﷺ Kepada beliau dia berkata,"Keempat anakku tidak mau membawaku turut berjuang ke medan perang, ya Rasulullah! Demi Allah! Sungguh-sungguh aku ingin sekali hendak turut berperang biar aku mencapai syahidku di medan perang sehingga dengan kakiku yang pincang ini pun aku menginjak bumi surga yang indah itu!"
Lalu Rasulullah menyambut perAllahonannya yang sangat itu,"Engkau sendiri tahu bahwa bagi orang yang seperti engkau ini tidak diwajibkan lagi turut berperang pada jalan Allah!" Mendengar ucapan Rasulullah itu kelihatan muram durja wajahnya karena dia ingin juga hendak pergi. Lalu Rasulullah memanggil keempat orang anaknya lalu beliau berkata kepada mereka,"Tidaklah layak ayah kalian kau tinggalkan di rumah, mana tahu keinginannya akan disampaikan oleh Allah sehingga dia mendapat rezeki syahid di jalan Allah!"
Mendengar ucapan Rasulullah itu, anak-anaknya itu pun memberi izin ayahnya dan si ayah yang pincang dengan gembira berjalan mengiringkan Rasulullah ﷺ ke medan Perang Uhud yang terkenal. Sampai di medan perang terjadilah perkelahian yang hebat dan tidaklah Amir bin al-Jamuh mengecewakan tentang sikapnya dan tidaklah kurang gagah beraninya sampai tercapai maksud dan citanya yang mulia, yaitu mati syahid di medang perang.
Orang buta pun demikian pula. Terkenallah nama Ibnu Ummi Maktum, salah seorang tukang adzan Rasulullah ﷺ yang meskipun beliau tidak dapat turut pergi berperang, namun beliau dalam segi usaha yang lain tidak mau kekurangan daripada saudara-saudaranya bahkan sampai dalam satu peperangan besar kepadanya diserahkan Rasulullah menjadi wakil untuk menjadi walikota negeri Madinah selama perang itu berlangsung.
Adapun orang yang sakit, memang ada yang sakit tetapi setelah sembuh mereka tampil
kembali ke medan perjuangan mengejarkan ketinggalannya selama sakit. Sebabnya ialah karena ujung ayat yang tegas tadi, yaitu surga yang mulia menjadi tempat yang kekal bagi barangsiapa yang setia melaksanakan perintah.
“Akan tetapi barangsiapa yang berpaling, niscaya akan disiksa-Nya dengan siksaan yang pedih."
Ujung ayat ini adalah ancaman yang jelas dan berlaku terus sampai untuk selama-lamanya. Yaitu kalau orang telah berpaling dari seruan jihad, berpaling dari keberanian mati karena mempertahankan aqidah, pastilah bahwa dia akan diadzab. Ada adzab dunia dan ada adzab akhirat Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang meninggal dunia padahal dia belum pernah pergi berperang dan tidak pernah jadi sebutan dalam dirinya …
adalah dalam, bagian … munafik." (HR Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Sebuah hadits pula dari Abu Bakar, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Tidaklah meninggalkan suatu kaum akan Jihad, melainkan diumumkan Allah-lah pada kaum itu siksaan-nya.' (HR ath-Thabarani dengan isnad yang hasan)
Meskipun banyak bilangan kaum ini, berpuluh dan beratus juta, kalau semangat jihad itu tidak ada lagi bahkan telah bertukar dengan penyakit hubbud dunya (cinta kepada dunia) dan karahiatul maut (takut menghadapi maut) maka mudahlah menghancurkan kaum itu dan hilanglah gengsinya sehingga mudah saja mengalahkannya dan menghancurkannya. Itulah adzab siksaan dunia, apatah lagi adzab siksaan akhirat.
Ayat 18
“Sesungguhnya Allah telah meridhai kepada orang-orang yang beriman ketika mereka berbaiat dengan engkau di bawah pohon itu."
Telah kita maklumi dalam cerita-cerita yang kita uraikan di atas tadi bahwasanya kaum Muslimin yang 1,400 orang hendak pergi ke Mekah melakukan ziarah karena sudah enam tahun negeri itu mereka tinggalkan, apatah lagi karena mimpi Rasulullah ﷺ Tetapi mereka dihalangi dan datang pula berita bahwa utusan yang diutus Rasulullah hendak membuat musyawarah dengan Quraisy, Utsman bin Affan telah ditangkap dan dibunuh. Berita yang sangat buruk ini telah menyebabkan mereka membuat baiat, yaitu kalau benar Utsman bin Affan mati dibunuh, mereka bersiap menghadapi segala kemungkinan, walaupun perang dan mereka berjanji tidak akan lari! Bahkan sedia menghadapi maut.
Satu hal yang amat penting kita perhatikan dalam ayat ini ialah tentang tempat sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ itu membuat baiat itu. Dalam ayat ini dijelaskan tempatnya, yaitu di bawah pohon. Di sana rupanya ada pohon kayu tumbuh, lantaran itu ada naungan yang menyebabkan panas tidak terlalu terik mereka rasakan. Namun meskipun tempat itu menjadi sangat penting dipandang dari segi sejarah, tidaklah tempat itu dijadikan tempat peringatan yang istimewa.
Bukhari meriwayatkan bahwa beliau menerima berita dari Mahmud, dan Mahmud ini menerima berita dari Ubaidillah dan dia ini menerima dari Israil, dan dia ini menerima dari Thariq, bahwasanya Abdurrahman berkata,"Saya pergi mengerjakan haji. Di tengah jalan akan pergi ke Mekah itu bertemulah saya orang-orang sedang shaiat. Lalu saya bertanya kepada teman-teman seperjalanan, ‘Ini bukan masjid mengapa orang shaiat di sini?' Teman-teman itu menjawab. ‘Di sini adalah tempat bekas pohon yang tersebut dalam Al-Qur'an bahwa Nabi ﷺ
membuat baiat dengan sahabat-sahabatnya di sini.' Maka datanglah saya menemui Sa'id bin al-Musayyab menceritakan hal itu kepada beliau. Maka berkatalah Sa'id ibn al-Musayyab, ‘Ayahku sendiri adalah salah seorang yang turut melakukan baiat itu dengan Rasulullah. Tetapi setahun kemudiannya kami pun lewat pula di tempat itu tetapi kami sudah tidak ingat lagi tepatnya tempat itu dan lama-lama kami pun tidak tahu lagi di mana tepat tempatnya.' Lalu Sa'id berkata selanjutnya, ‘Sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ tidak ada yang ingat lagi di mana tepatnya tempat itu sedangkan kalian yang datang di belakang mengatakan lebih tahu.'"
Sekianlah berita itu sebagaimana yang kita salinkan dari dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Ini pun dapatlah jadi perbandingan bagi kita yang datang di belakang ini. Dalam pandangan hidup seorang Muslim, yang diperingati dan yang dirilai ialah kejadian bukan tempat di mana hal itu kejadian. Telah kejadian mengadakan baiat di suatu tempat di bawah pohon kayu di Hudaibiyah. Tetapi tidaklah diperhitungkan di mana tepatnya tempat kejadian itu. Sebagai juga Rasulullah ﷺ sendiri, semua kita telah tahu bahwa beliau telah dilahirkan di Mekah. Tetapi tidaklah dipentingkan sangat di manakah tempat kelahiran itu. Sebab yang penting dirilai dan diperhatikan ialah ajaran yang dibawa oleh Muhammad, bukan tempat lahirnya Nabi Muhammad itu sendiri. Sebab umat Islam yang ajaran agamanya berpangkal pada tauhid, yang terpenting ialah inti ajaran dan bekasnya bagi perkembangan jiwa manusia, bukan memperingati tempat kejadian, yang kalau tidak disadari bisa saja membawa manusia kepada mementingkan tempat itu sendiri, bukan mementingkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Perbedaan ini sepintas lalu kelihatan tipis dan kecil saja padahal kalau hal ini tidak diperhatikan dengan saksama, dari tauhid orang bisa saja pindah kepada musyrik dengan tidak disadari."Maka telah tahulah Allah apa yang ada dalam hati mereka," yaitu setelah selesai baiat bersama dikerjakan mereka pun bersedia menghadapi segala kemungkinan, sekali-kali tidak akan mundur dalam menghadapi musuh, bahkan mati pun mereka bersedia menghadapi.
“Maka Allah telah menunaikan rasa tenteram atas mereka dan Dia ganjari mereka itu dengan kemenangan yang telah dekat."
Rasa sakinah atau tenteram setelah selesai melakukan baiat itu adalah amat penting artinya. Sebab dengan adanya rasa sakinah atau tenteram maka rasa ragu, guncang, bimbang, takut mati, gentar menghadapi musuh karena mereka merasa diri sedikit dan musuh lebih banyak, semuanya itu habis, berganti dengan ketetapan dan keteguhan hati. Dan ini sangat diperlukan dalam menghadapi peperangan. Maka lantaran rasa tenteram atau sakinah itu telah ada dan telah timbul semangat yang bulat, sangatlah penting artinya buat menghadapi zaman depan dan inilah pertanda yang baik sekali bagi kemenangan-kemenangan zaman yang akan datang. Tegasnya, meskipun pada waktu itu tidak terjadi peperangan namun semangat tenteram dan sakinah yang telah didapat di hari itu masih saja kuat dan kukuh buat dilancarkan pada perjuangan yang akan datang yang sesudah Hudaibiyah.
Ayat 19
“Dan harta-harta rampasan yang banyak sekali yang akan mereka ambil akan dia."
Meskipun pada tahun itu kamu belum jadi menziarahi negeri Mekah namun ini adalah pangkal dari kemenangan yang gilang-gemilang yang akan terus-menerus kamu rasakan. Yang terutama sekali ialah setelah selesai Perjanjian Hudaibiyah itu sebagian besar orang Arab di luar persukuan Quraisy sudah terpaksa mengakui bahwa kekuasaan Muhammad itu telah ada. Meskipun Quraisy belum mengakui bahwa dia adalah Rasulullah tetapi mereka telah membuat perjanjian hitam di atas putih dengan Muhammad bin Abdullah, yang dahulu mereka anggap orang pelarian dari kampung halamannya di Madinah. Di samping itu dibuat janji sepuluh tahun tidak akan berperang, kedua belah pihak tidak akan ganggu-mengganggu. Masa yang sepuluh tahun ini pun suatu kemenangan yang baik bagi Islam buat berkembang. Sebab berita Perdamaian Hudaibiyah telah tersebar ke seluruh Tanah Arab. Sebab itu kabilah-kabtlah dan masyarakat negeri-negeri Arab sejak dari utara sampai ke selatan, dari kota sampai ke dusun-dusun Badwi tidak merasa segan lagi buat mengirim utusan datang ke Madinah menemui Nabi ﷺ buat bertukar pikiran, buat berdialog, buat mendengarkan tentang Islam dari"tangan pertama"; suatu hal yang tidak dapat lagi kaum Quraisy buat menghalanginya. Sedang kaum Quraisy tidak mempunyai kekuatan dan keahlian buat menandingi propaganda dan dakwah yang diadakan oleh Nabi ﷺ itu. Tahun sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu dinamai Tahun Wufuud. Artinya, tahun ramainya utusan-utusan datang ke Madinah.
“Dan adalah Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana.
Dengan kebijaksanaan Allah, yang Dia limpahkan kepada Rasul-Nya, kenalah kaum Quraisy yang keras kepala itu oleh kebijaksanaan ketika membuat janji. Mereka bertahan pada masalah ranting yang bukan pokok, masalah Bismihaahir-Rahmaanir-Rahiim dengan Bismika Allahumma, dengan masalah Muhammad Rasulullah ﷺ yang mesti ditukar dengan Muhammad bin Abdullah, maka dengan amat bijaksananya Rasulullah menuruti kehendak mereka karena dengan Nabi telah mendapat kemenangan yang besar dengan sebab mereka telah mau mengikat perjanjian yang sangat pokok dengan Nabi. Tegasnya mereka sudah mengakui bahwa Nabi adalah kepala dari suatu masyarakat yang meskipun mereka belum mengakui bahwa masyarakat itu adalah masyarakat Islam namun mereka telah bersedia mengakui"apakah akan namanya", namun jelas masyarakat itu terdiri di Madinah, berpengikut orang-orang yang telah bersama pindah dengan Nabi ke sana, bernama Muhajirin dan masyarakat yang menunggu dan menyambut mereka di Madinah bernama Anshar. Mereka belum mau mengakui nama-nama yang resmi dalam Islam itu namun mereka telah mengakui bahwa Muhammad ﷺ adalah kepala dari masyarakat itu dan mereka membuat perjanjian dengan dia.
Ayat 20
“Telah menjanjikan Allah untuk kamu harta-harta rampasan yang banyak yang akan kamu ambil akan dia, maka Dia akan cepatkan itu untuk kamu."
Tegasnya ialah bahwa sesudah terjadinya baiat itu dan terjadinya perjanjian yang penting di Hudaibiyah itu kemenangan akan berturut-turut datang. Dalam strategi peperangan ditunjukkan suatu siasat strategi yang penting sekali yaitu memperbuat perjanjian dengan suatu musuh yang besar, menghentikan perang buat berapa lamanya, jangan ganggu-mengganggu sehingga dengan demikian peperangan dengan musuh yang lebih kecil dapat diselesaikan dengan baik. Dalam strategi modern disebut supaya front perlawanan se-dapat-dapat diperkecil.
Masa sepuluh tahun bukanlah masa yang pendek. Ini adalah kesempatan yang paling baik buat menyusun diri bagi suatu angkatan yang masih muda dan bersemangat dan mempunyai ideologi yang jelas. Apabila Quraisy sudah berhenti perang sementara, yang dinamai cease fire, perhentian tembak menembak maka bagi Quraisy tidak ada program tertentu lain daripada menebar rasa berici dan marah, sedang bagi Nabi ﷺ itulah masa yang sebaik-baiknya buat memperluas pengaruh. Selain dari beliau menerima Wufuud, atau utusan-utusan yang datang dari seluruh Tanah Arab bahkan juga utusan dari kaum Nasrani di Najran, beliau pun waktu itu pula mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan orang-orang besar pada negeri-negeri yang berkeliling. Raja Kisra di Persia, Muqauqis Onder Koning di negeri Mesir dan Heraclius Kaisar Roma Timur yang memimpin negaranya di Suria (Syam) dan raja-raja kecil di bawah naungan Kerajaan Roma itu. Meskipun dalam Perjanjian Hudaibiyah beliau hanya diakui Muhammad anak Abdullah, namun dalam surat-surat kepada raja-raja itu beliau sebut dirinya Muhammad Rasulullah. Maka bertemulah sebagaimana dikatakan dalam ayat ini bahwasanya perjalanan waktu itu cepat sekali, kekuasaan yang telah diakui Quraisy di Perjanjian Hudaibiyah itu tidak dapat dihambat-hambat lagi. Benar-benar sebagai yang pernah Nabi katakan sesudah Perang Uhud bahwasanya masa bertahan telah lampau dan sekarang akan mulai masa menyerbu ofensif."Dan Dia halangi tangan-tangan manusia dan kamu." Artinya, meskipun musuh-musuh itu berusaha juga hendak menggagalkan usaha-usaha Nabi itu namun penghalangan mereka tidaklah akan berhasil lagi sebab halangan yang mereka lalukan tidak lagi teratur secara strategis bahkan boleh dikatakan"ngawur"."Supaya adalah dia itu menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman," yaitu menjadi tanda bukti yang menambah kuatnya iman orang-orang yang beriman bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu memang utusan Allah yang tidak akan dibiarkan Allah amal dan usahanya tersia-sia dan gagal tidak berhasil.
“Dan diberi-Nya petunjuk kamu kepada jalan yang lurus."
Meskipun bilangan kaum Muslimin sedikit dan bilangan musuhnya berlipat ganda banyaknya, namun musuh itu sudah kehilangan pedoman siasat buat melawan Rasul dan pengikutnya dan kaum Muslimin sendiri diberi petunjuk jalan yang lurus dan tujuan yang jitu.
Ayat 21
“Dan yang lain-lain pula yang tidak dapat kamu kira-kirakan atasnya."
Yang lain-lain yang di luar dari perhitungan datang berlipat ganda, di luar dari rencana semula dan semuanya mendatangkan keuntungan, yaitu kemenangan dalam perjuangan, harta rampasan yang tidak teper-manai, semuanya telah dimudahkan oleh Allah karena Allah memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang bertakwa dengan tidak diketahui atau tidak disangka-sangka di mana pintu masuknya.
Macam-macam tafsir yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli tentang hal yang lain-lain yang kamu tidak dapat kira-kirakan atasnya itu. Ibnu Abbas menerangkan bahwa hal itu dengan terjadinya peperangan besar dengan orang Yahudi di Khaibar. Qatadah dan Ibnu Jarir mengatakan kejadian itu ialah pada penaklukan Mekah yang terjadi tahun kedelapan. Ibnu Abu Laila mengatakan bahwa itu ialah peperangan dengan bangsa Persi dan Rum. Mujahid mengatakan tiap-tiap peperangan yang terjadi sesudah itu, sampai hari Kiamat.
Mungkin keterangan Mujahid inilah yang lebih tepat dengan kenyataan. Meskipun dalam peperangan yang sesudah itu ada juga yang kalah, seibarat pasang naik dan pasang surut namun perkembangan penaklukan Islam itu tidak berhenti walaupun sudah sampai empat belas abad sampai kepada zaman kita sekarang ini. Senantiasa ada saja kita mendengar penaklukan dan perkembangan Islam yang baru.
“Yang sesungguhnya kamu telah dikurung Allah dengan dia." Kata-kata ini dapatlah diartikan kedua paham. Pertama bahwasanya kemenangan kemenangan yang dicapai oleh kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ telah meliputi dari segala jurusan, artinya dengan tidak disangka-sangka. Arti yang kedua ialah bahwasanya segala siasat per
tahanan yang diatur oleh kaum Quraisy atau musyrikin, semuanya telah gagal, kian diatur kian membawa kepada kekalahan mereka sendiri. Sejak mati beberapa orang ahli siasat dalam Peperangan Badar, mereka tidak lagi mempunyai orang-orang besar yang patut dibanggakan.
“Dan adalah Allah itu atas tiap-tiap sesuatu Mahakuasa."
Dengan ujung ayat ini maka tiap-tiap orang yang beriman disuruh mengingat bahwasanya di samping siasat dan usaha mereka sendiri ada lagi siasat tersembunyi yang terang dan nyata kuasanya melebihi kuasa manusia. Tetapi orang-orang yang tidak beriman mengabaikan kekuasaan yang mutlak ini sehingga dia tidak mempunyai penghargaan di dalam perjuangan. Di sinilah terkenal pepatah Arab,
“Alangkah sempitnya hidup ini kalau tidak ada kelapangan cita-cita."
Maka kelapangan cita-cita yang utama ialah nashrullah, pertolongan Allah dengan tidak pula melupakan ikhtiar dan usaha kita sebagai manusia.
***