Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
إِن
jika
تَنصُرُواْ
menolong
ٱللَّهَ
Allah
يَنصُرۡكُمۡ
Dia akan menolongmu
وَيُثَبِّتۡ
dan Dia akan meneguhkan
أَقۡدَامَكُمۡ
kedudukanmu
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
إِن
jika
تَنصُرُواْ
menolong
ٱللَّهَ
Allah
يَنصُرۡكُمۡ
Dia akan menolongmu
وَيُثَبِّتۡ
dan Dia akan meneguhkan
أَقۡدَامَكُمۡ
kedudukanmu
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong Allah) yakni agama-Nya dan Rasul-Nya (niscaya Dia menolong kalian) atas musuh-musuh kalian (dan meneguhkan telapak kaki kalian) di dalam medan perang.
Tafsir Surat Muhammad: 4-9
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka. tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
Allah akan memberi pinjaman kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur'an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.
Allah ﷻ memberikan petunjuk kepada orang-orang mukmin tentang apa yang harus mereka pegang dalam peperangan mereka menghadapi orang-orang musyrik. Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. (Muhammad: 4) Yakni apabila kamu berhadapan dengan mereka di medan perang, maka tunailah mereka dengan pedang, yakni babatlah leher mereka dengan pedang. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka. (Muhammad: 4) Maksudnya, kamu lumpuhkan mereka dan kamu bunuh sebagian dari mereka. maka tawanlah mereka. (Muhammad: 4) Yaitu jadikanlah mereka orang-orang yang kamu tawan sebagai tawanan perang. Kemudian sesudah,perang usai, kamu boleh memilih untuk menentukan nasib mereka.
Jika kamu suka, kamu boleh membebaskan mereka dengan cuma-cuma atau dengan tebusan yang kamu terima dari mereka sesuai dengan apa yang kamu persyaratkan terhadap mereka. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan sesudah Perang Badar. Karena sesungguhnya Allah ﷻ menegur sikap kaum mukmin yang lebih suka memperbanyak tawanan dengan tujuan agar mendapat tebusan yang banyak dari mereka dan mempersedikit hukuman mati. Sehubungan dengan peristiwa tersebut Allah ﷻ telah berfirman: Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.
Kamu menghendaki harta duniawiyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah berlalu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu terima. (Al-Anfal: 67-68) Tetapi ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa ayat yang mempersilakan Nabi ﷺ boleh memilih antara menerima tebusan dari tawanan atau membebaskan mereka dengan cuma-cuma, telah di-mansukh oleh firman Allah ﷻ yang menyebutkan: Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka. (At-Taubah: 5). hingga akhir ayat. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a., Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Ibnu Juraij, juga ulama lainnya mengatakan bahwa ayat ini tidak di-mansukh.
Kemudian sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya imam hanya dibolehkan memilih antara membebaskan tawanan dan menerima tebusannya, tidak diperbolehkan baginya menghukum mati tawanan. Sebagian yang lain dari mereka mengatakan bahwa bahkan diperbolehkan bagi imam membunuh tawanannya karena ada hadis yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ membunuh An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'it tawanan Perang Badar. Dan Sumamah ibnu Asal berkata kepada Rasulullah ﷺ saat beliau mengatakan kepadanya, "Apakah yang kamu punyai, hai Sumamah?" Maka Sumamah menjawab, "Jika engkau menghukum mati, berarti engkau membunuh orang yang masih ada ikatan keluarganya denganmu.
Dan jika engkau membebaskan, berarti engkau akan membebaskan orang yang akan berterima kasih kepadamu. Jika engkau menginginkan harta (tebusan), mintalah sesukamu, maka aku akan memberinya." Imam Syafii rahimahullah telah mengatakan bahwa imam boleh memilih antara menghukum mati, atau membebaskannya dengan cuma-cuma atau dengan tebusan atau dengan memperbudaknya. Masalah ini diterangkan di dalam kitab-kitab ftqih yang telah kami kemukakan keterangan mengenainya di dalam kitab kami Al-Ahkam.
Firman Allah ﷻ: sampai perang berhenti. (Muhammad: 4) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sampai Isa putra Maryam a.s. diturunkan, seakan-akan takwil ini disimpulkan dari sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan: Masih akan tetap ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan perkara yang hak hingga orang yang terakhir dari mereka memerangi Dajjal. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Ibrahim ibnu Sulaiman, dari Al-Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarasyi, dari Jubair ibnu Nafir yang mengatakan bahwa sesungguhnya Salamah ibnu Nufail pernah menceritakan kepada mereka bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah melepaskan kudaku dan kuletakkan senjataku serta perang telah berhenti." Dan aku mengatakan kepada beliau ﷺ, "Sekarang tidak ada perang lagi." Maka Nabi ﷺ bersabda: Sekarang peperangan akan datang, masih akan tetap ada segolongan dari umatku yang berjuang melawan orang lain; Allah menyesatkan hati banyak kaum, maka mereka memeranginya, dan Allah memberinya rezeki dari mereka, hingga datanglah perintah Allah (hari kiamat), sedangkan segolongan dari umatku itu tetap dalam keadaan berjuang.
Ingatlah, sesungguhnya kekuasaan negeri kaum mukmin berada di negeri Syam. Dan kuda itu (yakni peralatan perang) pada ubun-ubunnya terikat kebaikan sampai hari kiamat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui dua jalur, dari Jubair ibnu Nafir, dari Salamah ibnu Nafil As-Sukuni dengan sanad yang sama. ". Abul Qasim Al-Bagawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari Jubair ibnu Muhammad ibnu Muhajir, dari Al-Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarasyi, dari Jubair ibnu Nafir, dari An-Nuwwas ibnu Sam'an r.a. yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ beroleh suatu kemenangan, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kuda-kuda perang telah dilepaskan, dan semua senjata telah diletakkan serta peperangan telah berhenti." Mereka mengatakan pula, "Tidak ada peperangan lagi." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Mereka dusta, sekarang peperangan akan datang lagi; Allah masih terus-menerus menyesatkan hati kaum, maka mereka memeranginya, dan Allah memberi rezeki kepada mereka darinya, hingga datanglah perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian (berjuang), dan kekuasaan negeri kaum muslim berada di Syam.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Daud ibnu Rasyid dengan sanad yang sama. Menurut riwayat yang terkenal, hadis ini diriwayatkan melalui Salamah ibnu Nufail seperti yang telah disebutkan di atas. Dan hadis ini memperkuat pendapat yang mengatakan tidak ada pe-nasikh-an. Seakan-akan ketentuan hukum ini disyariatkan dalam kondisi perang, hingga perang tiada lagi.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sampai perang berhenti. (Muhammad: 4) Yakni hingga tiada kemusyrikan lagi. Ayat ini semakna dengan firman-Nya: Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (Al-Anfal: 39) Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga para penyerang -yakni orang-orang musyrik itu- meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa mereka, yaitu bertobat kepada Allah ﷻ dan memeluk agama-Nya. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang terlibat dalam perang itu meletakkan senjatanya dan mengerahkan segala kemampuannya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah ﷻ Firman Allah ﷻ: Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka. (Muhammad: 4) Yakni hal itu seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia membalas orang-orang kafir dengan hukuman dan pembalasan dari sisi-Nya.
tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad: 4) Akan tetapi, Allah memerintahkan kepada kalian untuk berjihad dan memerangi musuh, untuk menguji dan agar Kami menyatakan baik buruknya hal ikhwal kalian. Seperti yang disebutkan di dalam surat Ali Imran dan At-Taubah perihal hikmah disyariatkan-Nya jihad, juga diterangkan dalam firman Allah ﷻ: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 142) Allah ﷻ telah berfirman di dalam surat At-Taubah: Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin.
Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 14-15) Mengingat peperangan itu memakan korban yang banyak, dan banyak dari kaum mukmin yang gugur di dalamnya, maka Allah ﷻ berfirman: Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (Muhammad: 4) Yakni tidak akan menghapusnya, bahkan memperbanyak dan mengembangkannya serta melipatgandakannya. Di antara mereka ada yang pahala amalnya terus mengalir kepadanya selama dalam alam kuburnya, sebagaimana yang telah diterangkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya yang menyebutkan bahwa: -: telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sauban, dari ayahnya, dari Mak-hul, dari Kasir ibnu Murrah, dari Qais Al-Juzami -seorang lelaki yang berpredikat sahabat- yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Orang yang mati syahid dianugerahi enam perkara, yaitu pada permulaan tetes darahnya diampuni semua dosanya, dan dapat melihat kedudukannya kelak di dalam surga dan akan dikawinkan dengan bidadari yang bermata jeli, dan diselamatkan dari kegemparan yang dahsyat (hari kiamat) serta diselamatkan dari azab kubur dan dihiasi dengan keimanan yang menyelimuti dirinya.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Iyasy, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba Al-Kindi r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya bagi orang yang mati syahid ada enam perkara di sisi Allah, yaitu mendapat ampunan pada permulaan tetesan darahnya, dan dapat melihat kedudukannya di surga, dan dianugerahi keimanan yang menyelimuti dirinya, dan dikawinkan dengan bidadari yang bermata jeli, dan diselamatkan dari azab kubur, dan diselamatkan dari kegemparan hari kiamat, dan dikenakan pada kepalanya mahkota keagungan yang dihiasi dengan intan dan yaqut, sebutir permata yaqut yang ada di mahkotanya lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan dikawinkan dengan dua orang wanita (penghuni bumi yang masuk surga) dan tujuh puluh bidadari yang bermata jeli, serta dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.
Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini, dan Ibnu Majah menilainya sahih. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Abdullah ibnu Amr, juga dari Abu Qatadah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Diampuni bagi seorang yang mati syahid segala sesuatunya kecuali masalah utang. Imam Muslim telah meriwayatkan pula melalui hadis sejumlah sahabat hal yang semisal. Abu Darda r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Orang yang mati syahid dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan ahli baitnya (keluarganya). Dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan hal yang semisal. Hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan orang yang mati syahid banyak sekali. Firman Allah Swt: Allah akan memberi pimpinan kepada mereka. (Muhammad: 5) Yakni akan membimbing mereka ke surga.
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. (Yunus: 9) Adapun firman Allah ﷻ: dan memperbaiki keadaan mereka. (Muhammad: 5) Yaitu akan memperbaiki urusan dan keadaan mereka. dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka. (Muhammad: 6) Allah telah memperkenalkannya kepada mereka dan membimbing mereka kepadanya.
Mujahid mengatakan bahwa penghuni surga mengetahui rumah dan tempat tinggalnya masing-masing, mengingat Allah telah membagi-bagikannya kepada mereka. Mereka tidak akan keliru atau salah masuk, seakan-akan mereka adalah penghuninya sejak mereka diciptakan, tidak seorang pun yang menunjukkan mereka kepadanya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Malik, dari zaid ibnu Aslam. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan, "Apabila mereka masuk surga, mereka mengetahui rumah-rumah mereka sebagaimana kalian mengetahui rumah-rumah kalian (sewaktu di dunia) bila pulang dari salat Jumat." Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa malaikat yang telah ditugaskan mencatat amal perbuatannya sewaktu di dunia berjalan di hadapannya di dalam surga, sedangkan Anak Adam yang bersangkutan mengikutinya hingga sampailah ke tempat tinggal yang telah disediakan untuknya.
Kemudian malaikat itu memperkenalkan kepadanya segala sesuatu yang diberikan oleh Allah untuknya di dalam surga. Apabila telah sampai ke tempat tinggalnya, maka masuklah ia ke dalamnya dan menemui istri-istrinya, lalu malaikat itu pergi meninggalkannya. Demikianlah menurut apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama telah disebutkan di dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui hadis Qatadah, dari Abul Mutawakkil An-Naji, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila orang-orang mukmin telah dikeluarkan dari neraka, mereka ditahan di sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka dalam rangka saling melakukan hukum qisas (pembalasan) yang ada di antara mereka sewaktu di dunia; hingga manakala mereka telah dibersihkan dan disucikan, barulah diizinkan bagi mereka masuk surga.
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seseorang dari mereka lebih mengetahui tempat tinggalnya di surga ketimbang tempat tinggalnya di dunia dahulu. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Muhammad: 7) Semakna dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. (Al-Hajj: 40) Karena sesungguhnya imbalan itu disesuaikan dengan jenis perbuatan dan amalnya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: dan meneguhkan kedudukanmu. (Muhammad: 7) Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan: ". Barang siapa yang menyampaikan kepada sultan (penguasa) keperluan orang yang tidak mampu menyampaikannya, maka Allah akan meneguhkan kedua telapak kakinya di atas sirat kelak pada hari kiamat.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka. (Muhammad: 8) Kebalikan dari nasib yang dialami oleh kaum mukmin yang diteguhkan kedudukan mereka karena telah menolong agama Allah dan membantu rasul-Nya. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: -[ Celakalah pengabdi dinar, celakalah pengabdi dirham, celakalah pengabdi kebendaan, sungguh celaka dan binasalah dia; dan apabila diberi sakit, semoga Allah tidak menyembuhkannya. Firman Allah ﷻ: dan Allah menghapus amal-amal mereka. (Muhammad: 8) Yakni melenyapkannya dan membatalkannya.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur'an). (Muhammad: 9) Maksudnya, tidak menghendakinya dan tidak pula menyukainya. lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. (Muhammad: 9)"
7-9. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapat kemenangan terhadap musuh-musuhnya apabila mereka benar-benar menolong agama Allah. Janji Allah ini dinyatakan dalam ayat-Nya, Wahai orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya dan mengamalkan tuntunan-Nya! Jika kamu menolong agama Allah dengan berjihad memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan dan meneguhkan kedudukanmu sehingga kamu dapat mengalahkan musuh-musuhmu. Itulah janji Allah untuk mendorong mereka orang yang beriman agar tidak segan dalam berjihad di jalan Allah. Dan orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mengingkari tuntunan agama-Nya maka celakalah mereka baik di dunia maupun di akhirat dan Allah menghapus segala amalnya sehingga amal mereka itu sia-sia. Yang demikian itu merupakan ketetapan Allah karena mereka membenci apa yang diturunkan Allah, yakni Al-Qur'an, maka Allah menghapus segala amal mereka, yakni tidak memberikan pahala kepada amal perbuatannya. 7-9. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapat kemenangan terhadap musuh-musuhnya apabila mereka benar-benar menolong agama Allah. Janji Allah ini dinyatakan dalam ayat-Nya, Wahai orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya dan mengamalkan tuntunan-Nya! Jika kamu menolong agama Allah dengan berjihad memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan dan meneguhkan kedudukanmu sehingga kamu dapat mengalahkan musuh-musuhmu. Itulah janji Allah untuk mendorong mereka orang yang beriman agar tidak segan dalam berjihad di jalan Allah. Dan orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mengingkari tuntunan agama-Nya maka celakalah mereka baik di dunia maupun di akhirat dan Allah menghapus segala amalnya sehingga amal mereka itu sia-sia. Yang demikian itu merupakan ketetapan Allah karena mereka membenci apa yang diturunkan Allah, yakni Al-Qur'an, maka Allah menghapus segala amal mereka, yakni tidak memberikan pahala kepada amal perbuatannya.
Allah menyeru orang mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YANG MENOLONG ALLAH, ALLAH MENOLONGNYA
Ayat 7
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolong kamu dan akan meneguhkan perlangkahan kamu."
Dalam ayat ini ada jaminan bahwa orang yang menolong Allah dijamin akan ditolong pula oleh Allah. Ayat ini adalah sambungan daripada ayat yang sebelumnya. Ayat yang mengatakan bahwa dalam tiap-tiap peperangan semua pihak ingin keluar dengan kemenangan tetapi datangnya kemenangan adalah sesudah menempuh ujian. Ujian utama ialah tentang tujuan peperangan itu sendiri. Perhatikanlah isi dari ayat 3 di atas.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa tujuan mesti jelas, yaitu menolong Allah.
Kita insaf dan tahu siapa kita dan siapa Allah yang ditolong. Kita adalah hamba Allah yang kecil. Tetapi kita harus mempunyai semangat yang besar. Walaupun kecil, kita ingin hendak menolong Allah, artinya hendak menolong menegakkan dan menggerakkan agama Allah. Maksudnya menolong Allah ialah menjadikan Allah itu jadikan ingatan selalu.
Kita tajarrud, artinya menelanjangi diri daripada pengaruh yang lain dan menujukan diri kepada Yang Satu saja, kepada Allah. Kita tidak mempersekutukannya dengan yang lain, baik lahir ataupun batin. Dan dalam menguasai sepenuhnya kekuasaan Allah, mengakui pula sepenuhnya bahwa cinta kita pun telah satu berpadu kepada Allah. Apabila cinta telah bersatu dan berpadu ke dalam Allah maka segala suruhannya adalah benar lalu kita kerjakan. Larangannya adalah benar dan kita tinggalkan sama sekali. Lalu bertambah lagi, yaitu peraturan yang benar hanyalah peraturan yang datang dari Allah. Manusia boleh membuat peraturan tetapi yang sesuai dengan perintah Allah. Boleh mengadakan larangan, tetapi larangan yang sesuai pula dengan larangan Allah. Kita tidak menerima kalau ada peraturan manusia yang menghalalkan yang diharamkan Allah, atau sebaliknya. Kita tidak menerima kalau ada orang yang mengatakan bahwa ada satu peraturan lain, yang lebih sesuai dengan kehidupan kita, sedang peraturan Allah itu sendiri mesti disesuaikan dengan kehendak peraturan yang diperbuat oleh manusia itu.
Maka kalau ada percobaan manusia hendak menukar peraturan Allah dengan peraturan manusia, atau"mempeti-eskan" peraturan Allah lalu menggantinya dengan peraturan manusia, yang sangat berjauhan dengan kehendak Allah, wajiblah kita membela Allah, menolong Allah. Maksud perkataan Allah menolong Allah di sini, bukanlah karena Allah itu lemah. Akhirnya dari surah ini kelak akan menjelaskan bahwa Allah tidak lemah. Melainkan untuk memberikan kepada manusia kepercayaan kepada diri sendiri, agar manusia jangan berpangku tangan. Dia mesti beramal bukan menunggu. Berjuang bukan berpeluk tangan. Yakin dan bukan ragu-ragu.
Pertolongan dari Allah akan datang kepada orang yang memperjuangkan agama Allah. Dan agama Allah itu bukanlah semata-mata shalat, puasa, dan zakat. Setiap orang Islam yang mempelajari agamanya dengan saksama dan teliti akan tahu bahwa Islam itu bukan semata-mata ibadah, tetapi mengandung juga akan ajaran ekonomi, politik, sosial, dan kenegaraan. Meskipun belum semua dapat dijalankan karena kondisi dan situasi, karena telah 350 tahun tidak ada penyelidikan saksama secara modern tentang Islam, bukanlah berarti bahwa Islam itu hanya semata-mata mendoa-doa saja, berbondong -bondong pergi naik haji tiap-tiap tahun, padahal jiwa mati dan pergaulan yang begitu luas tidak mempunyai jiwa kritis untuk menyelidiki siapa kita dan apa nilai ajaran yang kita anut.
Maka dalam kedua hal-ihwal itu, baik ketika berperang lalu mati sebagai kurban dari perjuangan atau karena membela keyakinan dan menolong Allah, menjadi syarat utamalah bahwa segalanya dikerjakan karena Allah. Jangan sampai menolong Allah atau berperang pada jalan Allah menyukai hanya pada manisnya saja, pada menangnya saja. Padahal meskipun jalan Allah yang kita perjuangkan dan Allah yang kita tolong bukan saja kemenangan yang akan kita tempuh, bahkan kalah pun akan berjumpa. Kekalahan bukan berarti karena salahnya yang kita perjuangkan, melainkan sebagai ujian dari kekuatan iman dan keteguhan hati. Berapa kali telah kita saksikan dengan mata kepala sendiri, apatah lagi kita sebagai bangsa pun telah merasakan perjuangan Indonesia Merdeka. Perjuangan yang demikian pun dengan sendirinya akan menemui pasang naik dan pasang turun, kemenangan dan kekalahan, membunuh dan dibunuh. Bertambah hebat perjuangan bertambah hebat pula tapisan di antara yang ikhlas dengan yang culas.
Tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan an-Nasa'i, yang beliau-beliau rawikan dari Abu Musa al-Asy'ari, bahwa datang seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengemukakan suatu pertanyaan,
“Dari hal seorang laki-laki yang berperang karena gagah berani dan berperang karena mem-pertahankan hak dan berperang karena riya yang manakah yang termasuk Sabilillah? (Pada jalan Allah?) Lalu Rasulullah menjawab,"Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tetap tinggi, itulah orang yang berperang pada jalan Allah." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa' i)
Sebab itu jelas sekali bahwa menolong Allah yang dimaksudkan dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini ialah supaya kalimat Allah, suara Allah, kehendak Allah tetap di atas dari segala kalimat, dari segala suara dan dari segala kehendak. Untuk itu kita bersedia membunuh dan bersedia terbunuh. Tidak ada artinya hidup ini kalau kalimat Allah dan suara Allah dan kehendak Allah hendak dipandang orang enteng saja atau hendak dipermain-mainkan orang saja. Sebab itu tidak ada yang lain yang kita perjuangkan melainkan itulah. Kalau ada Allah yang kita tolong, ya itulah! Tidak ada perjuangan kalau bukan untuk mengangkat kalimat Allah setinggi-tingginya. Tinggi dalam jiwa dan perasaan, tinggi dalam sikap hidup dan pandangan, tinggi dalam akhlak dan budi dan sikap, tinggi dalam letak dan kedudukan, tinggi dalam perhubungan ke mana saja dan di mana saja. Selain dari itu tidaklah ada kalimat Allah bahkan kebanyakan adalah kalimat setan, kalimat hawa nafsu yang pantang kerendahan, kalimat prestise"! Sebab itu orang yang berjuang dalam lapangan itu dan mati dalam lapangan itu belum tentu mati syahid! Oleh sebab itu, apa pun namanya perjuangan pada lahirnya, namun pada batinnya wajib dicocok dan disesuaikan dengan"kalimat Allah yang tetap yang paling tinggi dan paling benar!" Ragu akan hal ini menyebabkan kacaunya hidup.
Di ujung ayat dijelaskan pula,
“Dan akan meneguhkan perlangkahan kamu"
Ujung ayat ini perlu dijaga sejak dari pangkal sampai kepada ujung. Karena dalam perjuangan bangsa-bangsa dalam dunia ini, perjuangan kemerdekaan, revolusi memperjuangkan kebebasan dari penjajahan, kerap kali revolusi itu menang dan jaya, sebab niat dari semula memang ada hendak menolong Allah. Sebab itu, Allah pun menolong mereka pula. Tetapi setelah kemerdekaan tercapai, keadaan jadi stabil, kaki sendiri tidak stabil lagi, langkah sudah mulai goyang. Orang berduyun pada mulanya membebaskan diri daripada perbudakan sesama manusia untuk berangsur diperbudak oleh hawa nafsunya, oleh keinginan kaya raya, oleh kegilaan kepada pangkat dan kedudukan dan oleh kemewahan. Oleh sebab itu kemenangan barulah permulaan! Belum kesudahan. Misalnya, permulaan berhasil dan kemerdekaan tercapai. Pekerjaan selanjutnya ialah membangun di mana-mana, supaya kemerdekaan berisi. Tetapi berapa banyak manusia bukan mereka membangun tanah air melainkan membangun untuk dirinya sendiri. Mereka tidak lagi menolong Allah, melainkan menolong diri. Mereka mencari kekayaan berlipat ganda biar orang lain menderita miskin dan kelaparan. Kemudian itu kentara sekali apa yang pernah diisyaratkan Allah dalam Al-Qur'an,
“Dan kalau diluaskan Allah rezeki kepada hamba-hamba-Nya mereka pun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi." (asy-Syuuraa: 27)
Sebab itu maka ayat 7 itu disambut lagi oleh ayat 8,
Ayat 8
“Dan orang-orang yang kafir maka kerasakanlah bagi mereka dan akan sesatlah sekalian amalan mereka."
Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya orang yang kafir dan kafir di sini ialah orang yang tidak percaya bahwa hidup di dunia ini ada mempunyai cita-cita ada mempunyai ideologi dan yang mereka tuju dalam peperangan hanya mendapat keuntungan harta berida rampasan perang, gharimah, maka orang-orang seperti itu jika perang selesai dengan kemenangan, mereka berbesar hati tersebab menang. Maka dengan kemenangan itu mereka akan mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Mereka akan mengumpul kekayaan sebanyak-banyaknya. Maka kalau misalnya bukan kemenangan yang didapat, sebab perang itu berkadang kala juga, kadang kala ada menang dan tidak pula mustahil kalau kalah, maka yang mereka cari lebih dahulu adalah keuntungan untuk diri sendiri. Jika terang orang yang mereka sebelahi selama ini telah kalah mereka akan berpihak kepada musuh. Mereka tidak keberatan menjadi orang munafik. Atau membela diri mengatakan bahwa dia berpihak kepada musuh itu hanya siasat saja.
Ayat 9
“Demikian karena bahwasanya mereka memberici apa yang ditununkan Allah."
“Maka jadi pencumalah amalan-amalan mereka."
Orang-orang seperti inilah yang mudah belit, mudah mengkhianati dan memutar balik pendirian. Orang-orang seperti inilah pula yang gagah berani menyandang pedang kepunyaan induk semang atau majikannya, buat menikam kawannya sendiri. Tetapi apabila perjuangan umat berhasil dengan baik, orang-orang seperti ini menjadi hilang tak tentu entah ke mana ter-campaknya. Dalam sejarah Islam bertemu orang seperti ini di zaman Nabi Musa, yaitu seorang yang bernama Samiri yang menganjurkan kepada kaumnya yang bodoh agar menyembah anak sapi yang diperbuat daripada emas lalu disembah-sembah, mulutnya diberi alat sehingga patung anak sapi itu pun seperti pandai bercakap. Mereka tipu orang bodoh dengan mengatakan bahwa itulah Tuhan! Akhirnya Nabi Musa datang dan rahasia busuk si Samiri terbuka: patung itu dihancurkan dan si Samiri sendiri dibuang dari pergaulan bersama, tidak bertemu dengan manusia lagi, hilang tidak ada yang mencari, cuma tersebut dalam sejarah untuk jadi perbandingan bagi orang yang datang di belakang. Namun begitu, meskipun banyak orang yang tahu akan adanya Samiri dalam riwayat, namun karena manisnya uang, beratus bahkan beribu juga manusia yang datang di belakang menjadi Samiri. Untuk hilang, untuk penggenapkan sejarah.
Ayat 10
“Apakah mereka tidak hendak mengembana di muka bumi maka mereka perhatikanlah adanya akibat dari orang-orang yang sebelum mereka."
Orang-orang seperti ini tidaklah mempunyai program yang jelas di dalam hidup. Itu sebabnya maka Allah memberi ingat kepada orang lain untuk menjadikan mereka itu jadi perbandingan. Janganlah sampai kita terperosok berbuat demikian: melompat ke muka turut bersorak-sorai kalau kemenangan jelas akan dicapai, tetapi lari sipat kuping dan berpihak kepada musuh, kalau pihak kita tampak jadi kalah. Janganlah hal demikian ditiru, sebab orang yang begitu tidak mempunyai rencana yang jelas selain dari rencana mencari keuntungan berida. Heranlah kita memerhatikan, tidakkah orang-orang yang seperti itu sudi memerhatikan di mana tempatnya orang-orang yang demikian? Apa akibat yang mereka rasakan?
“Allah telah membinasakan mereka dan bagi orang-orang yang kafin pun seumpama itu pula."
Dalam ayat ini dianjurkan mereka melihat akibat yang diderita oleh orang yang semacam itu, yaitu yang tampil ke muka karena mengharapkan keuntungan bagi diri sendiri dan jika mereka memandang bahwa keuntungan itu tidak cepat datangnya, maka daripada tenaga mereka habis percuma saja, lekas-lekas mereka menukar haluan, daripada menjadi teman mereka jadi musuh. Daripada bersungguh-sungguh mereka sengaja bermain-main. Daripada menampakkan diri dengan nyata, mereka pun bersembunyi, akhirnya Allah menjatuhkan hukuman kepada orang yang seperti itu. Sebab perjuangannya bukanlah karena cita, melainkan karena harta. Cita-cita mereka tidak tercapai melainkan kebinasaanlah yang tercapai. Kehancuranlah yang tercapai sebab tujuan tidak terang. Dan orang-orang yang kafir, yang tidak mempunyai kepercayaan dan keyakinan akan samalah nasibnya dengan si pengadu untung tersebut; sama dalam kegagalan, sama dalam kecewanya pengharapan.
Kemudian itu datanglah penjelasan dari hai sebab-sebab sejati, atau latar belakang dari kejadian seperti itu.
Ayat 11
“Yang demikian karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman."
Tandanya dan buktinya bahwa Allah melindungi orang yang beriman ialah cita-cita mereka yang senantiasa hidup! Kalau mereka beroleh kemenangan dalam perjuangan, me-reka bersyukur karena percaya bahwa kepada diri mereka akan dipikulkan Allah tanggung jawab maha besar bagi membangun iman dan takwa kepada Ilahi dalam negeri yang telah mereka taklukkan. Sebaliknya jika mereka kalah, mereka terima kekalahan itu dengan tidak kehilangan akal. Sebab yakin hanya jasmani yang kalah karena terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan kalah dan dipandangnya kekalahan itu sebagai ujian untuk meneguhkan iman kepada Allah, lalu mereka berusaha untuk membuat amalan yang lebih baik sehingga pada perjuangan yang selanjutnya tidak akan kalah lagi. Mereka tidak mengenal putus asa melainkan bertambah dekat kepada Allah. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Allah adalah pelindung dari orang-orang yang beriman.
Sebaliknya orang yang tidak beriman. Karena iman tidak ada maka cita-cita pun tidak ada. Mereka hanya menampak harta rampasan. Jika dilihatnya orang-orang yang mempunyai cita-cita tinggi berjuang pada jalan Allah, rasa-rasanya mungkin akan menang, dia pun menyerbu turut berperang. Tetapi setelah ternyata bahwa peperangan itu sangat hebat dan pihak orang yang beriman di hari itu tidak diharap akan menang, mereka lekas tukar haluan, mundur atau lari, ialah karena citanya itu hanya sehingga kekayaan, harta rampasan. Sebab itu maka ditegaskanlah di ujung ayat,
“Dan sesungguhnya orang-orang yang kafir tidak ada pelindung atas mereka."
Oleh karena mereka kafir, oleh karena mereka tidak percaya akan kebenaran bahkan menolak akan nilal-nilai kebenaran dan kepercayaan mereka hanyalah kepada berida yang terberitang di hadapan mata mereka, tidaklah ada nilai hidup mereka dan tidaklah pernah orang yang semacam ini menentukan corak dari kehidupan. Ketika terjadi revolusi di kampung halaman saya dalam rangkaian revolusi seluruh Indonesia dari tahun 1945 sampai tahun 1949 saya umpamakan orang seperti ini dengan kayu-kayu yang turut hanyut ketika air bah yang besar dan gelora yang dahsyat, hujan lebat dan angin badai, sehingga air bah itu meliputi seluruh lapangan, rumah-rumah terendam masuk air dan kayu-kayu besar dihanyutkan air. Sehingga dari sangat besar air yang mengalir pernahlah sebatang pohon kelapa hanyut tersangkut pada puncak sebuah masjid. Pagi-pagi hujan itu pun mulai reda dan air tidak mengalir lagi. Sudah banyak rumah rusak, hanyut dan hancur bahkan ada orang yang meninggal dihanyutkan air. Setelah hari siang air bah itu telah berhenti sama sekali. Benarlah pepatah Melayu yang terkenal,"Sekali air besar sekali tepian berubah!" Di antara 1001 macam perubahan itu ialah pohon kelapa terletak di puncak mesjid!
Adakah pantas pohon kelapa di puncak mesjid? Di sanakah tempat yang pantas buat dia? Karena air telah tenang dan ribut sudah hening dan alam sudah jernih, semua orang yang melihat sepakat menyatakan tidaklah patut pohon kelapa terletak di puncak mesjid. Di waktu itu barulah orang berpikir secara rasional, yaitu mengemukakan pikiran yang sehat hendak meletakkan sesuatu pada tempatnya. Jelaslah pohon kelapa tidaklah pantas, tidaklah layak enak-enak tidur di puncak mesjid. Semua orang berpikir sehat ingin agar segera dia hindar dari sana. Tetapi semua orang pun tahu bahwa orang yang semacam pohon kelapa itu hanyalah ketika hari rebut, air bah dan angin gelora besar itu saja dapat sampai kepada kedudukannya yang sekarang. Kalau keadaan sudah normal kembali, orang mesti berusaha menghindarkannya dari sana. Meskipun susah dan harus bekerja bergotong-royong menghindarkannya dari sana, akan bisa jugalah pohon kelapa itu dihindarkan dengan bekerja bersama-sama. Tetapi kalau manusia yang jadi pohon kelapa itu akan amat susahlah mengembalikannya ke tempatnya yang semula karena dia telah merasa enak duduk di tempat yang bukan tempatnya itu. Namun demikian orang-orang yang tidak tahu diri, susahlah untuk menerima keinsafan. Sampai Allah mengatakan, “Dan sesungguhnya orang-orang yang kafir tidaklah ada pelindung atas mereka."
Sekampungnya orang akan berusaha menghindarkan pohon kelapa itu dari puncak mesjid karena buruk tampak oleh penglihatan orang yang berakal dan sampainya ke sana tadi bukanlah dengan wajar.
Ayat 12
“Sesungguhnya Allah akan memasukkan orang-orang yang beriiman dan yang beriamalyang saleh ke dalam sungayang mengaili di dalamnya sungal-sungai"
Di ayat 11 tadi Allah berfirman bahwa orang yang beriman itu Allah-lah yang jadi pelindungnya tatkala dia hidup di dunia. Dan pelindung ini akan tetap bersikap melakukan perlindungannya sampai di akhirat Orang yang beriman dan beramal saleh selalu berjuang dalam menegakkan iman dan amal salehnya. Dia menghadapi berbagai penderitaan, sebagaimana yang diderita oieh nabi-nabi dan rasul-rasul. Orang seperti ini sudah sewajarnya mendapat ganjaran, mendapat obat jerih. Ganjaran itu diterimanya langsung dari Allah, karunia dari Allah sebagai obat dari kepayahannya."Tetapi orang-orang yang kafir bersuka-sukaanlah mereka dan makan makanlah mereka sebagai makan-makan binatang ternak'' Binatang ternak hanya memikirkan sekitar makan. Kerbau dan sapi mengunyah terus, baik sedang duduk atau sedang berhenti bertugas, namun mereka mengunyah terus. Kerjanya hanya makan belaka. Orang yang tidak mempunyai cita-cita yang tertentu dalam hidupnya, apabila makannya sudah cukup hatinya sudah senang. Pada hakikatnya kalau binatang memikirkan makan siang dan malam, tidaklah ada orang yang menyalahkan. Sebagaimana kambing, jika dia tidak
memakai pakaian, bertelanjang seluruh badannya tidaklah ada orang yang mengomel. Tetapi kalau manusia berpikir hanya sekadar dan sekitar makan, jadilah dia tumpuan penghinaan dan pandangan rendah. Dalam ayat ini dijelaskan,
“Dan neraka adalah tempat diam mereka."
Ayat 13
“Dan berapa banyaknya negeri, yang dianya lebih kuat dari negeri engkau yang telah mengusk engkau."
Negeri Mekah tempat Nabi Muhammad ﷺ dilahirkan sangatlah lemah jika dibandingkan dengan negeri-negeri yang lain yang telah disebutkan namanya dalam Al-Qur'an yang penduduknya begitu pongah melawan dan menentang akan seruan Allah. Seumpama negeri kaum ‘Ad yang ahli membangun, kaum Tsamud yang dapat mempertautkan dengan teknik dl antara bukit dengan lurah, mendirikan rumah-rumah indah di puncak-puncak bukit: bekas-bekas negeri itu masih dapat dilihat sampai kepada zaman Nabi Muhammad ﷺ Demikian juga kaum-kaum yang lain dengan negeri-negeri yang lain: bukan saja bekas itu terdapat di zaman Rasulullah ﷺ bahkan sudah empat belas abad berlalu sampai sekarang, seumpama Parsepolis di Iran, Athena di Yunani, Allahenjodaro di Pakistan. Semuanya adalah negeri-negeri besar dan hebat, berkebudayaan tinggi, menunjukkan bahwa rasa seni dan rasa budaya pada penduduknya memang sudah teramat tinggi. Maka kebudayaan negeri-negeri itu baik negeri-negeri yang telah disebut namanya banyak sekali di dalam Al-Qur'an ataupun negeri yang namanya tidak disebutkan tetapi Al-Qur'an sendiri menganjurkan orang agar meninjau seluruh permukaan bumi ini agar pengetahuan pun bertambah melihat lagi negeri-negeri lain yang sama nasibnya dengan negeri-negeri yang tersebut itu karena sama sikap mereka melawan kebenaran yang diserukan Allah, baik yang dibawa rasul atau dibawa Nabi atau dibawa oleh ahli-ahli pikir yang berpikir lanjut,
“Telah Kami birasakan mereka maka tidaklah ada pelindung bagi mereka."
Dalam hal yang demikian bagaimanapun besarnya bangunan, bagaimanapun halusnya kebudayaan yang telah timbul, bagaimanapun pesat dan majunya cara membangun itu, semua tidaklah ada daya untuk mempertahankan diri jika Allah menghendaki buat hancur.
Kemudian itu datanglah ayat Allah yang berujud sebagai pertanyaan, tetapi hakikatnya ialah memperteguh suatu pendirian.
Ayat 14
“Apakah orang-oiang yang tegak di atas ketenangan dari Tuhannya akan senupa dengan orang yang dihiaskan baginya amalannya yang jahat dan mereka mengikuti hawa nafsunya?"
Sebagian orang bekerja dan berusaha menurut pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan, menurut keyakinan yang teguh terhadap kepada Allah, bergantung kepada tauhid dan makrifat, sedang sebagiannya lagi hanya menuruti angan-angan, meraba-raba dan berkhayat yang tidak-tidak sehingga yang buruk disangka baik, yang jauh disangka dekat, ukuran ilmu tidak ada hanya menurutkan emosi, kebodohannya diliputi oleh angan-angannya. Kalau datang nasihat supaya dia menuruti jalan yang benar, dia tidak mau menerima, melainkan yang diperturutkannya hanyalah kehendak hawa nafsunya, yang benar ialah yang benar kata hawa nafsunya, dunia dan setannya. Pertanyaan-pertanyaan dalam ayat ini."Adakah kedua macam manusia itu serupa?" Niscaya akan dijawab yang pasti bagi orang yang berhitung dengan akal sehat bahwa keduanya itu tidak serupa. Yang akan selamat sampai kepada yang dituju hanyalah yang pertama. Yang kedua ialah yang gagal di tengah jalan.
Kemudian itu dijelaskan suatu perumpamaan dari hal surga.
Ayat 15
“Pewmpamaan smgayang dijanjikan bagi orang-orang yang beritakwa padanya ada sungal-sungai dari ain, yang ainnya itu tidak pennah payau."
Maka di dalam surga itu terdapat semacam sungai, yang mengalir di dalamnya ialah air biasa namun air itu selalu enak dan sejuk diminum, tidak pernah payau. Karena air menjadi payau kalau kiranya dia lama tergenang baja."Dan sungal-sungai dari air susu yang tidak pernah berubah rasanya dan sungal-sungai dari khamar yang sangat enak buat orang-orang yang minum." Inilah keistimewaan surga yang kedua, yaitu mengalirnya sungai deras namun yang mengalir bukan air lagi. Sebab yang mengalirkan ada, memang sudah ada lebih dahulu dengan airnya yang selalu enak diminum yang tersebut sebagai yang pertama tadi. Sungai yang kedua adalah susu. Tetapi enak dan tidak membosankan meminumnya,"dan sungal-sungai dari air madu yang telah dibersihkan." Kita telah maklum kalau di dunia ini, Allah menakdirkan bahwasanya susu berasal dari binatang seumpama kerbau, sapi, dan unta. Madu berasal dari lebah. Tetapi tidaklah kita ketahui dari manakah pula Allah menciptakan susu dan manisan lebah atau madu yang di akhirat."Dan untuk mereka di dalamnya disediakan berbagai macam buah-buahanDi dalam ayat 25 dari surah al-Baqarah ada tersebut bahwa kepada ahli surga itu dihidangkan buah-buahan, makan-makanan yang serupa, yaitu serupa dengan makanan dunia ini. Serupa durian, serupa nangka, serupa mangga, dan sebagainya. Tetapi setelah mereka rasakan makanan-makanan itu, barulah mereka tahu betapa jauh bedanya dengan makanan yang serupa itu di dunia ini. Namun yang lebih penting dari segala nikmat yang diterima ini, sungai air jernih, sungai susu dan sungai air madu, dan buah-buahan yang lezat cita rasanya ialah"Dan ampunan dari Tuhannya." Ini perlu diikut serta menyebutkan oleh Allah agar ahli surga jangan lagi merasakan was-was, kalau-kalau kemurkaan Allah masih ada bagi mereka di waktu itu. Akhirnya di ujung ayat datanglah pertanyaan Allah,"Akan samakah orang-orang itu," yaitu orang-orang yang telah menerima nikmat Allah itu di dalam surga,"dengan orang-orang yang akan kekal dalam neraka?" Dan yang diberi minum dengan air yang menggelegak?
“Lalu diberi minum dengan air yang mendidik, sehingga terpotong-potong isi perutnya."
Di dalam ayat ini selain disebut tiga macam sungal-sungai, sungai dengan air yang jernih, sungai dengan susu yang enak dan sungai dengan madu yang bersih maka di pangkal ayat telah disebutkan perumpamaan. Dengan kata perumpamaan itu dimaksudkan ialah supaya kita lekas paham akan isinya. Dalam isi dapatlah kita memahamkan bahwa dalam surga akan merasakan sejuk dan jernihnya air, enaknya susu dan manisnya madu. Namun keadaan tidaklah sebagaimana yang terkhayat atau image (imej) dari terawang angan-angan kita sendiri, bahkan lebih dari itu. Sebagaimana tadi telah kita jelaskan sedikit isi ayat 25 daripada surah al-Baqarah, bahwa kita diberi di sana makanan yang enak-enak, tetapi diberikan dengan serupa-serupa. Serupa mangga, hanya rupanya yang mangga tetapi lebih enak daripada mangga, serupa air madu namun lebih manis dari air madu, disertai pula dengan istri-istri yang suci, lebih suci dari istri-istri yang ada di dunia ini. Maka Rasulullah ﷺ sendiri telah menghimpun perkataan itu dalam kata pendek tetapi mencakupi tentang nikmat surga,
“Hal-ihwal yang mata belum pernah melihat, telinga belum pernah mendengar dan belum pernah terhhatir di dalam hati manusia." (HR al-Imam Ahmad bin Hambal dan al-Mawardi)
Sebab itu bagaimanapun kita mengkha-yalkannya namun nikmat surga akan lebih daripada apa yang kita khayatkan.