Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
shaleh/kebaikan
وَءَامَنُواْ
dan beriman
بِمَا
dengan apa
نُزِّلَ
diturunkan
عَلَىٰ
atas
مُحَمَّدٖ
Muhammad
وَهُوَ
dan ia
ٱلۡحَقُّ
benar
مِن
dari
رَّبِّهِمۡ
Tuhan mereka
كَفَّرَ
menghapus
عَنۡهُمۡ
dari mereka
سَيِّـَٔاتِهِمۡ
kesalahan-kesalahan mereka
وَأَصۡلَحَ
dan memperbaiki
بَالَهُمۡ
keadaan mereka
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
shaleh/kebaikan
وَءَامَنُواْ
dan beriman
بِمَا
dengan apa
نُزِّلَ
diturunkan
عَلَىٰ
atas
مُحَمَّدٖ
Muhammad
وَهُوَ
dan ia
ٱلۡحَقُّ
benar
مِن
dari
رَّبِّهِمۡ
Tuhan mereka
كَفَّرَ
menghapus
عَنۡهُمۡ
dari mereka
سَيِّـَٔاتِهِمۡ
kesalahan-kesalahan mereka
وَأَصۡلَحَ
dan memperbaiki
بَالَهُمۡ
keadaan mereka
Terjemahan
Orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan beriman pada apa yang diturunkan kepada (Nabi) Muhammad bahwa ia merupakan kebenaran dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaannya.
Tafsir
(Dan orang-orang yang beriman) yaitu para sahabat Anshar dan lainnya (dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad) yakni Al-Qur'an (dan itulah yang hak dari Rabb mereka, Allah menghapuskan daripada mereka) artinya, Dia mengampuni (kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka) karena itu mereka tidak lagi mendurhakai-Nya.
Tafsir Surat Muhammad: 1-3
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil, dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.
Firman Allah ﷻ: Orang-orang yang kafir. (Muhammad: 1) kepada ayat-ayat Allah ﷻ dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. (Muhammad: 1) Yaitu membatalkan dan meleyapkan amal-amal tersebut, tidak memberinya pahala dan tidak pula imbalan. Semakna dengan firman-Nya: Dan Kami hadapi amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (Al-Furqan: 23) Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh. (Muhammad: 2) Yakni hati mereka beriman dan jugajiwa mereka, tunduk patuh kepada syariat-syariat Allah semua anggota tubuh mereka; mereka beriman lahir dan batinnya. dan beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad. (Muhammad: 2) Hal ini merupakan 'ataf khas kepada 'am yang menunjukkan pengertian bahwa beriman kepada Al-Qur'an merupakan rukun iman lain sesudah beriman kepada Nabi Muhammad.
Firman Allah ﷻ: dan itulah yang hak dari Tuhan mereka. (Muhammad: 2) Kalimat sisipan yang baik. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. (Muhammad: 2) Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud dengan balahum ialah urusan mereka, menurut Mujahid perihal mereka, dan menurut Qatadah dan Ibnu Zaid keadaan mereka. Masing-masing pendapat tersebut berdekatan pengertiannya. Di dalam sebuah hadis mengenai jawaban terhadap orang yang bersin (yang mengucapkan Alhamdulillah) disebutkan: Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil. (Muhammad: 3) Sesungguhnya Kami hapuskan amal-amal mereka yang kafir dan Kami maafkan keburukan-keburukan orang-orang yang bertakwa serta Kami perbaiki keadaan mereka karena orang-orang kafir itu selalu mengikuti kebatilan.
Yakni mereka lebih memilih kebatilan daripada kebenaran. dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhannya. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka. (Muhammad: 3) Allah menjelaskan kepada mereka akibat dari amal perbuatan mereka dan tempat kembali mereka di hari kemudian, hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
Setelah Allah menyebutkan balasan bagi orang-orang kafir, kemudian dilanjutkan dengan menerangkan pahala bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan membuktikan imannya itu dengan mengerjakan kebajikan serta ber-iman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad yaitu Kitab Suci Al-Qur'an; dan mereka beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya. Itulah kebenaran dari Tuhan mereka yang harus ditaati oleh manusia; Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dengan mengampuninya dan memperbaiki keadaan mereka dengan menganugerahkan pertolongan baik di dunia maupun di akhirat. 3. Kemudian Allah menyatakan sebab dihapusnya amal orang-orang kafir dan sebab diperbaikinya keadaan orang yang beriman. Allah berfirman, Yang demikian itu, yakni balasan yang adil berupa ganjaran bagi orang-orang yang beriman dan siksaan bagi orang-orang kafir, karena sesungguhnya orang-orang kafir secara bersungguh-sungguh mengikuti yang batil dan sesat, baik dalam kepercayaan maupun amal-amal mereka, dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti secara bersungguh-sungguh kebenaran yang diturunkan dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, agar mereka mengambil pelajaran.
Dalam ayat ini, Allah membagi manusia menjadi dua golongan: pertama, golongan kafir, yaitu orang-orang yang mengingkari kekuasaan dan keesaan Allah, menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Dia, menghalangi manusia beribadah kepada-Nya, membuat-buat cara beribadah kepada-Nya menurut pendapat dan keinginan sendiri, mencela dan menghalangi manusia beriman kepada Allah dan kepada Nabi Muhammad. Seluruh perbuatan golongan ini tidak mengikuti petunjuk-petunjuk Allah yang termuat di dalam Al-Qur'an dan hadis Rasul-Nya, tetapi mengikuti keinginan sendiri dan mengikuti petunjuk setan.
Semua perbuatan yang berdasarkan perbuatan setan tidak ada artinya di sisi Allah walaupun perbuatan itu baik bagi manusia dan kemanusiaan. Perbuatan itu seolah-olah buih yang timbul di permukaan air, kemudian hilang tanpa bekas sedikit pun. Oleh karena itu, semua amal dan perbuatan yang dikerjakan oleh orang-orang musyrik tidak ada arti dan pahalanya di sisi Allah di akhirat nanti. Mereka hanya mendapat balasan di dunia yang diperoleh dari manusia, walaupun bentuk amal dan perbuatan itu seperti budi pekerti yang mulia, berhubungan dengan orang lain (silaturrahim), memberi makan orang miskin, memelihara anak yatim, membuat usaha-usaha kemanusiaan, memelihara dan mendirikan masjid.
Pekerjaan seperti ini adalah pekerjaan yang pernah dikerjakan oleh orang-orang musyrik Mekah, seperti memakmurkan Masjidilharam, melindungi orang-orang yang memerlukan perlindungan, membantu orang-orang yang mengerjakan thawaf dan sebagainya.
Allah berfirman:
Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (al-Furqan/25: 23)
Kedua, golongan mukmin, yaitu orang-orang yang mengakui keesaan Allah, taat hanya kepada-Nya saja, beribadah sesuai dengan petunjuk Allah, tidak menurut kemauan sendiri dan menjauhi larangan-Nya, beriman kepada Al-Qur'an yang dibawa Nabi Muhammad, dan membantu manusia melaksanakan ibadah kepada-Nya. Ini adalah golongan yang diridai Allah. Amal dan perbuatan golongan mukmin diterima Allah, diampuni segala dosanya, mereka mendapat pahala di dunia sedang di akhirat akan mendapat kebahagiaan yang abadi.
Menurut Ibnu 'Abbas, ayat pertama diturunkan berhubungan dengan orang-orang yang memberi makan tentara musyrik Mekah pada waktu Perang Badar. Mereka ada dua belas orang, yaitu Abu Jahal, al-harits bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Ubay bin Khalaf, Umayyah bin Khalaf, Munabbih bin al-hajjaj, Nubaih bin al-hajjaj, Abu al-Bukhturi bin Hisyam, Zam'ah bin al-Aswad, hakim bin hazam, dan al-harits bin 'Amir bin Naufal. Mereka semua mempunyai amal kebajikan pada masa Arab Jahiliah, seperti menyediakan minuman jemaah haji, memberi makan para tamu yang datang ke Masjidilharam, melindungi dan menjaga hak tetangga, dan sebagainya. Semua amal mereka dibatalkan pahalanya oleh Allah, seakan-akan mereka tidak pernah berbuat apa pun, karena dasar diterimanya suatu amal dan perbuatan adalah iman kepada Allah dan Nabi Muhammad.
Sedangkan ayat kedua diturunkan berhubungan dengan orang Ansar di Medinah. Mereka beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, membantu orang-orang Muhajirin yang baru datang dari Mekah hijrah bersama Nabi Muhammad, dan mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH MUHAMMAD
(NABI MUHAMMAD ﷺ)
SURAH KE-47, 38 AYAT, DITURUNKAN DI MADINAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih.
Ayat 1
“Orang-orang yang tidak pencaya dan menghalangi jalan Allah akan tersesatlah segala pekerjaan mereka."
Ini adalah tuntunan utama bagi seluruh manusia yang hidup di dunia ini dan terutama diingatkan kepada kaum Muslimin: janganlah
Ayat 2
“Dan orang-orang yang bertiman dan beriamal yang saleh dan pencaya mereka itu dengan apa yang ditmunkan kepada Muhammad."
“akan ditolak dari atas mereka kejahatan mereka dan akan dipenbaiki keadaan mereka."
Bagian kedua daripada ayat 2 ini pun penting untuk diperhatikan. Maksudnya ialah agar tiap-tiap kita menanamkan iman, kepercayaan kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam hati kita masing-masing. Iman saja tidaklah cukup kalau tidak disertai dengan amal. Amal itu adalah penetap dan penyubur iman tadi sehingga di antara iman dan amal tambah-menambah, tokok-menokok Karena beriman, kita didorongnya buat beramal. Karena beramal kita selalu memelihara dan menjaga iman. Pertemuan di antara iman dan amal itu, yang tidak pernah terpisah menyebabkan diri kita sendiri terpagar daripada bahaya kejahatan. Dalam ayat disebutkan bahwa iman itu menolak kejahatan yang mendekati diri. Bila kita pikirkan dengan halus, kejahatan itu selalu merayu kita, membujuk kita supaya terperosok ke dalamnya, namun iman dan amal dapat memberiteng kita. Sehingga beriteng diri sendiri itu dipersiakan oleh diri sendiri pula. Seumpama orang yang puasa dengan khusyunya, dengan iman dan amalnya. Sekira-kira pukul dua siang hari dia pulang dari pekerjaannya yang berat, di waktu dia sangat haus dan sangat lapar. Sesampai di rumahnya sudah tersedia kulkas atau peti es listrik yang penuh berisi air sejuk yang dapat melepaskan dahaga. Maka orang yang kuat iman dan amalnya, tidaklah akan mau meminum air itu, walaupun tidak ada istri dan anak-anaknya dalam rumah, dan tidak ada pula orang lain yang melihatnya. Dia yakin bahwa pada waktu itu Allah melihat dia. Manusia tempat dia malu tidak ada, namun Allah ada dan melihatnya dalam segala perbuatannya itu. Sebab bagaimana pun hausnya, tidaklah dia mau melanggar dan membatalkan puasa yang tengah dia kerjakan. Lain halnya dengan orang yang tidak beriman dan orang yang sengaja hendak menghalangi jalan Allah. Dia berpuasa hanya ketika kelihatan oleh orang lain. Sebab itu kalau orang lain tidak ada, dia tidak puasa lagi.
Ayat 3
“Yang demikian itu ialah karena orang-orang yang kafir itu menuruti yang batil."
Arti yang batil ialah yang salah! Yang tidak betul, yang tidak menuruti jalan yang wajar.
Oleh sebab hakikat dari yang batil itu tidak ada, laksana angka, meskipun dia bulat (0), namun artinya ialah zero atau kosong, maka walaupun dia ditulis berturut-turut sampai sembilan atau sebelas nol. kalau di mukanya tidak ada angka sama sekali, nyatalah kosong selalu harganya."Sedang orang-orang yang beriman adalah menuruti yang benar dari Tuhan mereka." Maka orangyang beriman, bertemulah yang dicarinya. Dia tidak bertemu zero atau kosong. Bahkan dia bertemu angka walaupun angka satu! Dia yakin bahwasanya angka satu adalah permulaan angka. Dia beriman bahwa angka satu itu akan naik jadi dua, jadi tiga dan jadi seribu dan sejuta. Sebesar-besar angka, walaupun hitungan jutaan dimulai adalah dari angka satu juga.
“Demikianlah Allah membuat bagi manusia akan perumpamaan mereka."
Dikatakanlah dalam ujung ayat ini bahwa kata-kata di atas adalah suatu perumpamaan dari Allah untuk mencakupkan dan membanding lain-lain kejadian. Allah banyak sekali membuat perumpamaan seperti demikian dalam Al-Qur'an karena manusia kadang-kadang lebih mendapat yang jelas karena ada perumpamaan. Itulah pepatah"runding yang bermisal, kata yang berkias", dan manusia yang arif bijaksana suka akan yang demikian itu.
Ayat 4
“Maka jika bertemu kamu dengan orang-orang yang kafir maka pukullah di kuduk."
Tiga ayat di atas adalah menanamkan disiplin dalam jiwa seorang Muslim. Karena Muslim artinya ialah orangyangtelah menyerah sebulat-bulatnya kepada Allah. Orang-orang yang setengah-setengah menyerah, orang-orang yang ragu-ragu di antara maju dengan mundur adalah orang yang bertujuan ragu pula. Orang yang tidak terang untuk apa dia berjuang. Tetapi orang yang telah yakin bahwa yang diperjuangkannya itu nyata dan jelas yaitu menuju ridha Allah Yang Mahakuasa Mahasuci, tujuan hidupnya tidak pecah. Sebab jalannya ialah jalan raya, titiannya adalah titian batu! Ungkapannya lurus dan tegas. Dia telah dapat membedakan di antara yang hak dengan yang batil. Apabila keyakinan hidup itu telah ada dia pun berani berjuang untuk itu, berani mati untuk itu. Kalau sudah demikian dia pun tidak takut lagi menghadapi segala rintangan. Dia tidak mencari peperangan. Tetapi kalau perang tidak dapat dielakkan lagi, dia akan menerkam musuhnya dan memegang kuduk mereka.
“Sehingga apabila kamu telah dapat menundukkan mereka maka tangkaplah mereka jadi tawanan." Di sini jelas sekali bagaimana peraturan perang yang beradab. Yaitu bahwa musuh itu didesak terus, perangi terus, kalau mereka melawan hendaklah dibunuh. Tetapi kalau mereka telah tunduk hendaklah ditangkap dan dijadikan tawanan."Sesudah itu, adakalanya kamu bebaskan sebagal karunia atau dengan tebusan sampai perang itu berhenti." Maka di dalam masa perang berkecamuk itu terjadilah bahwa musuh yang takut akan dibunuh lalu menyerah dan tandanya menyerah ialah meletakkan senjatanya. Ketika senjatanya telah diletakkannya, dia tidak bebas lagi. Dia telah jadi tawanan. Orang yang menawan berhak membebaskannya sebagai karunia kepadanya dan berhak juga meminta tebusan. Rasulullah ﷺ telah menawan tujuh puluh orang musyrikin ketika Peperangan Badar dan mereka telah dibebaskan semuanya, termasuk paman beliau sendiri Abbas bin Abdul Muthalib dengan membayar uang tertentu bersama-sama dengan beberapa orang lain. Mana yang tidak sanggup menebus dirinya, digantinya penebusan itu dengan mengajar kaum Muslimin yang menawannya menulis dan membaca. Karena pada waktu itu masih banyak orang yang buta huruf. Tetapi ada juga yang dibebaskan saja karena kemiskinannya dan tidak ada kesanggupannya buat menebus diri.
Meskipun di dalam ayatiniyangdisebutkan ialah dua perkara, pertama membebaskan tawanan dengan tidak bersyarat, hanya karena karunia saja atau dengan membayar uang tebusan ataupun yang disuruh mengajarkan menulis dan membaca, ada juga yang dibunuh!
Rasulullah ﷺ pun melakukan juga membunuh orang tawanan. Di dalam Peperangan Badar itu dibunuh juga beberapa orang tawanan, yaitu an-Nadhr bin al-Harits dan Uqbah bin Abi Mu'aith. Mereka dibunuh karena dalam peperangan itu mereka telah melakukan kesalahan yang melanggar aturan peperangan. Ketika selesai Peperangan Khandaq, beliau pun menghukum bunuh tidak kurang dari 800 orang Yahudi Bani Quraizhah karena mereka mengkhianati janji yaitu cukup bukti bahwa mereka menyatakan sokongan kepada kaum Quraisy yang hendak menyerbu ke negeri Madinah. Kalau kiranya Qurasiy itu berhasil maksudnya, niscayatah Bani Quraizhah telah terlebih dahulu melakukan khianatnya. Mereka dibunuh adalah atas nasihat yang diberikan oleh Sa'ad bin Mu'az, sahabat dari Bani Quraizhah sendiri dan atas usul dan mereka juga. Demikian juga ketika Rasulullah ﷺ telah menaklukkan negeri Mekah pada tahun kedelapan Hijrah, beliau masuk dengan siasat yang halus dan cerdik sekali sehingga Mekah tunduk Musuh-musuh beliau selama ini karena telah tunduk dan mengakui kalah, beliau maafkan. Di antaranya ialah Abu Sufyan sendiri. Tetapi ada beberapa orang lain yang dikecualikan dari pemaafan dan mesti dihukum bunuh.
Semua perbuatan Rasulullah membunuhi tawanan setelah penaklukan ini adalah sebagai yang dilakukan zaman sekarang juga, yaitu penangkapan kepada"penjahat-penjahat perang".
Sebab itu maka Imam asy-Syafi'i menyatakan pendapat bahwa boleh memilih mana yang akan dilakukannya, baik membebaskan dari tawanan dengan semata-mata karunia atau membebaskan dari tawanan dengan meminta uang tebusan atau terus menjadikan si tawanan menjadi budak atau pun membunuhnya, jika pada pertimbangan al-Imam bahwa orang itu patut dibunuh. Hal ini semuanya tersebut dengan terperinci di dalam kitab-kitab fiqih pada Bab Jihad dan Perang!
Ingatlah sekali lagi bahwasanya surah ini diturunkan di Madinah, yakni setelah agama Islam dengan sendirinya telah mempunyai kekuasaan. Telah mempunyai suatu pemerintah yang Nabi ﷺ sendiri menjadi kepala pemerintahannya dan hukum yang beliau jatuhkan berlaku kuat kuasanya, dipertahankan dengan kekuatan kalau perlu dengan senjata daripada serangan musuh-musuhnya. Adalah dua surah yang isinya lebih banyak perkara perjuangan sebagai ini, yaitu surah at-Taubah atau Baraah, yang isinya hampir sama dengan surah Muhammad atau al-Qitaal ini.
Pada lanjutan ayat dikatakan,",Sampai perang itu berhenti." Artinya ialah dua. Pertama, bahwasanya peraturan di kala perang lain hanya dengan peperangan di kala damai. Di kala perang permusuhanlah yang berlaku, dinyatakan sikap tegas terhadap musuh sampai musuh itu mengaku kalah. Kemudian peperangan yang satu itu dapat berhenti dengan menandatangani perdamaian. Apabila perdamaian telah diakui oleh kedua belah peraturan ialah secara damai, tidak ada lagi orang yang ditangkapi. Keadaan sudah kembali damai. Tetapi bukan berarti bahwa persiapan perang telah berhenti lantaran terhentinya suatu peperangan. Pihak Islam diwajibkan selalu siap siaga. Sebab meskipun perang berhenti, namun bisa saja terjadi karena kelalaian karena kekurang-waspadaan, musuh menyerang dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu jika perang bersosok berhadapan dengan musuh sudah berhenti, namun Jihad. Perjuangan, ke-sungguh-sungguhan, kewaspadaan, keawasan, sekali-kali tidaklah berhenti-henti. Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“jihad, itu akan berlaku terus sampai hari Kiamat." (HR Abu Dawud dan Anas bin Malik)
Dipandang dari segi itu, perang yang lebih umum atau jihad tidaklah akan boleh berhenti buat selama-lamanya. Karena kalau semangat jihad sudah kendur, tanda agama itu sendiri pun akan kehilangan semangatnya.
“Begitulah adanya." Begitulah peraturan yang berlaku dalam peperangan, ada sikap-sikap kekerasan yang tidak bertemu waktu dalam damai,"Dan jika Allah menghendaki niscaya akan menanglah kamu dari mereka." Artinya, segala pihak yang sedang bertempur dan berhadapan untuk berperang, semuanya mengharapkan menang. Tidak ada yang ingin kalah. Baik dia pihak Islam atau dia pihak kafir sekalipun."Tetapi Dia akan menguji sebagian kamu dengan yang sebagian." Artinya, meskipun kedua pihak mengharapkan bahwa pihak dialah yang menang dalam peperangan, belumlah tentu kemenangan itu akan tercapai saja dengan mudah. Banyak sebab-sebab kemenangan selain daripada perlengkapan senjata dan lebih banyak bilangan orang. Kadang-kadang bilangan yang lebih banyak dapat dikalahkan oleh bilangan yang sedikit. Yang perlu di dalam peperangan ialah pertama sekali semangat yang tinggi, kedua ilmu taktik berperang, ketiga kepandaian mengatur siasat perang, keempat adalah keteguhan disiplin dan kelima kesatuan komando.
Kaum Muslimin sendiri mendapat kemenangan gilang-gemilang dalam Peperangan Badar yang terkenal, padahal kaum Muslimin hanya berbilang tiga ratus orang sedang orang Quraisy lebih dari tiga ratus orang. Tetapi dalam Peperangan Uhud, sebagai lanjutan balas dendam pihak musyrikin karena kekalahan mereka di Perang Badar, kaum Muslimin tujuh ratus orang berhadapan dengan lebih tiga ribu orang musyrikin. Dalam peperangan ini boleh dikatakan bahwa pihak Muslimin di bawah pimpinan Nabi sendiri mendapat kekalahan. Sebabnya ialah karena tentara di pihak Islam tidak teguh memegang disiplin. Tetapi pada peperangan yang berikutnya kaum Muslimin berturut-turut beroleh kemenangan terus-menerus, sebab pihak Islam telah memegang teguh disiplin. Sebab itu maka kekalahan di Perang Uhud jadi pelajaran pahit untuk mencapai kemenangan-kemenangan selanjutnya. Kemudian itu dalam Peperangan Hunain, tentara Muslimin yang sudah mulai banyak, sudah lebih dari 12.000 orang nyaris mendapat kekalahan besar. Sebabnya ialah karena telah masuk unsur tentara baru yang belum mengenal disiplin, yang hanya berbangga karena bilangan kaum Muslimin telah banyak. Rupanya banyak bilangan saja tidaklah jadi jaminan atas menangnya peperangan. Karena setelah mengambil sikap perlawanan yang hebat untuk menebus kekalahan dan mencapai kembali kemenangan gemilang, yang mengambil sikap ialah tentara inti telah biasa berjuang di waktu di Madinah dahulu. Setelah nyata kembali keteguhan hati mereka bertahan dan menyerbu, barulah tentara yang tadinya nyaris kocar-kacir bangkit kembali, dan kemenangan gemilang dapat dicapai dan Hunain takluk seluruhnya.
Kemudian Allah meletakkan kunci atau inti dari perjuangan dengan firman-Nya di ujung ayat,
“Dan orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah maka tidaklah Allah akan menyesatkan amalan memeka."
Atau tidaklah terbuang percuma amalan mereka.
Sebab untuk mencapai kemenangan gemilang, harus ada yang berani mati. Kalau tidak ada yang berani mati, tidaklah akan tercapai bagi suatu bangsa hidup yang sejati. Hidup yang tidak disertai oleh keyakinan dan kesanggupan mati, sama juga artinya dengan mati karena hidup yang berarti ialah hidup diperjuangkan dengan nyawa.
Dalam sejarah Islam sendiri bertemulah orang yang seperti demikian. Terutama ialah paman Rasulullah sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib yang gagah perkasa. Dia mati syahid dalam Peperangan Uhud. Dadanya dibedah oleh musykirin dan jantungnya dikerat lalu dihisap oleh Hindun, istri Abu Sufyan untuk membalaskan dendamnya. Namun kemudian, pada tahun kedelapan Hijrah, kota Mekah dikepung dan ditaklukkan dan Muslimin mencapai kemenangannya dan kedaulatan berhala habis dimusnahkan dan Bilal, muadzin Rasul, memanjat ke atas puncak atap Ka'bah, di sana dia membacakan suara adzan dengan suara yang merdu. Untuk itu semuanya, Hamzah tidak menyaksikan lagi. Tetapi kalau tidak ada keberanian Hamzah dalam Peperangan Uhud, tidaklah akan begitu tinggi nilainya Futuh Mekah. Dia tidak ada lagi, tetapi dia seakan-akan ada, sehingga Al-Qur'an dengan tegas menjelaskan bahwasanya orang yang mati dalam perjuangan menegakkan jalan Allah itu janganlah disangka mati. Dia itu adalah hidup terus, mendapat rezeki terus, sehingga lebih panjang umurnya dalam sebutan daripada umurnya ketika nyawanya masih dikandung badannya.
Ayat 5
“Dia akan memberikan petunjuk kepada memeka."
Perjuangan hidupnya memberikan inspirasi, memberikan keberanian bagi yang datang kemudian buat maju terus, memberikan petunjuk agar jangan mundur, pantang menyerah.
“Dan Dia akan mempembaiki keadaan mereka."
Sebab itu maka bagi bangsa yang mengenal anti jihad fi sabilillah, kematian seorang pejuang adalah menambahkan semangat. Menambahkan berbagai petunjuk dari Allah untuk melipat gandakan perjuangan, membuatnya lebih cerdik dan lebih teratur.
Ayat 6
“Dan Dia akan memasukkan memeka ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka."
Menurut keterangan dan tafsiran dari Mujahid, orang-orang yang meninggal karena syahid fi sabilillah itu telah diperkenalkan sendiri kepadanya tempat yang telah disediakan buat dia dalam surga tempat yang disediakan dia itu sehingga sampai seakan-akan orang yang pulang ke rumahnya sendiri.
Rasulullah ﷺ sendiri menyebutkan menurut hadits yang dirawikan oleh Abu Said al-Khudri bahwa mereka mengenal tempatnya di surga yang akan ditempuhnya itu lebih kenal daripada rumahnya yang ada di dunia ini.