Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَوۡلَا
maka mengapa tidak
نَصَرَهُمُ
menolong mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
mereka jadikan
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
قُرۡبَانًا
pendekatan diri
ءَالِهَةَۢۖ
Tuhan
بَلۡ
tetapi
ضَلُّواْ
lenyap
عَنۡهُمۡۚ
dari mereka
وَذَٰلِكَ
dan itulah
إِفۡكُهُمۡ
kebohongan mereka
وَمَا
dan apa yang
كَانُواْ
mereka adalah
يَفۡتَرُونَ
mereka ada-adakan
فَلَوۡلَا
maka mengapa tidak
نَصَرَهُمُ
menolong mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
mereka jadikan
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
قُرۡبَانًا
pendekatan diri
ءَالِهَةَۢۖ
Tuhan
بَلۡ
tetapi
ضَلُّواْ
lenyap
عَنۡهُمۡۚ
dari mereka
وَذَٰلِكَ
dan itulah
إِفۡكُهُمۡ
kebohongan mereka
وَمَا
dan apa yang
كَانُواْ
mereka adalah
يَفۡتَرُونَ
mereka ada-adakan
Terjemahan
Maka, mengapa (tuhan-tuhan) yang mereka sembah selain Allah untuk mendekatkan diri (kepada-Nya) itu tidak menolong mereka? Bahkan, tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka. Itulah kebohongan mereka dan apa yang selalu mereka ada-adakan.
Tafsir
(Maka mengapa tidak) atau kenapa tidak (menolong mereka) dengan cara menolak azab dari diri mereka (sesembahan-sesembahan selain Allah yang mereka jadikan) selain dari Allah (sebagai taqarrub) untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah (dan sebagai tuhan-tuhan) di samping Allah, yaitu berupa berhala-berhala. Maf'ul pertama dari lafal Ittakhadza adalah Dhamir yang tidak disebutkan yang kembali kepada Isim Maushul, yaitu lafal Hum, sedangkan Maf'ul keduanya adalah lafal Qurbaanan, dan lafal Aalihatan sebagai Badal dari lafal Qurbaanan. (Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap) yakni pergi (dari mereka) sewaktu azab itu datang menimpa mereka. (Itulah) yakni pengambilan mereka terhadap berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah (akibat kebohongan mereka) kedustaan mereka (dan apa yang dahulu mereka ada-adakan) yang dahulu mereka buat-buat. Maa adalah Mashdariyah atau Maushulah, sedangkan Dhamir yang kembali kepadanya tidak disebutkan yaitu lafal Fiihi; lengkapnya: Wa Maa Kaanuu Fiihi Yaftaruuna.
Tafsir Surat Al-Ahqaf: 26-28
Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokannya.
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka, bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan. Allah ﷻ berfirman, bahwa Kami telah meneguhkan umat-umat terdahulu dalam kehidupan di dunia dalam hal harta benda dan anak-anak, dan Kami telah memberikan kepada mereka sebagian dari hal itu dalam jumlah yang belum pernah Kami berikan kepadamu hal yang semisal dengannya dan tidak pula mendekatinya.
dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna bagi mereka sedikit jua pun, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokannya. (Al-Ahqaf: 26) Yakni mereka telah diliputi oleh azab dan pembalasan yang dahulunya mereka dustakan dan mereka anggap mustahil kejadiannya.
Dengan kata lain, maksud ayat ini ialah memperingatkan kepada orang-orang yang diajak bicara olehnya untuk bersikap hati-hati dan waspada, jangan meniru mereka, karena berakibat akan tertimpa azab dan pembalasan seperti apa yang telah Allah timpakan kepada mereka, yaitu azab di dunia dan akhirat. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu. (Al-Ahqaf: 27) Yakni penduduk kota Mekah.
Allah telah membinasakan umat-umat yang telah mendustakan rasul-rasul Allah yang berada di sekitar Mekah, seperti kaum Ad. Kaum Ad tinggal di Al-Ahqaf di Hadramaut, yaitu negeri Yaman. Dan kaum Samud yang tempat tinggal mereka terletak antara Mekah dan negeri Syam. Demikian pula penduduk Saba yang terletak di negeri Yaman. Juga penduduk kota Madyan yang tempat tinggal mereka berada di tengah jalan yang biasa dilalui oleh penduduk Mekah menuju ke Gazzah (Palestina).
Juga kaum Lut yang tempat tinggal mereka telah diubah menjadi danau, mereka (penduduk Mekah) biasa melewatinya pula. Firman Allah ﷻ: dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang. (Al-Ahqaf: 27) Yakni Kami telah menerangkan dan menjelaskannya kepada mereka. supaya mereka kembali (bertobat). Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. (Al-Ahqaf: 27-28) Yaitu mengapa sembahan-sembahan mereka itu tidak dapat menolong mereka di saat mereka memerlukan pertolongannya? Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? (Al-Ahqaf: 28) Maksudnya, pergi dari mereka di saat mereka memerlukan pertolongannya.
Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan. (Al-Ahqaf: 28) Yakni apa yang mereka ada-adakan dari diri mereka sendiri, yaitu menyembah tuhan-tuhan selain Allah. Sesungguhnya mereka telah merugi dan teramat kecewa karena menyembah banyak tuhan dan berpegang kepada sembahan-sembahan itu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Maka mengapa berhala-berhala dan tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya tidak dapat menolong mereka' Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka ketika siksaan dijatuhkan kepada mereka' Itulah bukti bahwa berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah. Dan itulah akibat kebohongan mereka yang menganggap bahwa berhala-berhala adalah sekutu bagi Allah dan merupakan buah dari apa yang dahulu mereka ada-adakan yakni pendustaan terhadap Allah dan RasulNya. Ayat ini merupakan kecaman terhadap penduduk Mekah yang menyembah berhala-berhala sebagai sekutu Allah. Sekiranya berhala-berhala yang mereka sembah itu berguna bagi mereka, niscaya berguna pula bagi umat sebelum mereka yang telah dibinasakan. Tetapi berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun, bahkan mereka lenyap ketika azab Tuhan dijatuhkan. 29. Kelompok ayat yang lalu menjelaskan seruan Nabi Muhammad yang ditujukan kepada umat manusia, khususnya kepada penduduk negeri Mekah, dan menjelaskan bahwa di antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak hanya diutus kepada umat manusia saja, tetapi juga diutus kepada golongan jin. Di antara golongan jin itu ada yang beriman dan dengan tekun mendengarkan perkataan Nabi, Dan ingatlah ketika Kami hadapkan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, serombongan jin, yang berjumlah tujuh atau sembilan, yang mendengarkan dengan tekun bacaan Al-Qur'an, maka ketika mereka menghadiri pembacaannya mereka berkata, satu sama lain, 'Diamlah kamu untuk mendengarkannya!' Maka ketika telah selesai mendengar pembacaan itu dan memahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan.
Allah mengingatkan kaum musyrik Mekah agar mereka mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang telah dialami oleh orang-orang dahulu, yang telah mendustakan rasul yang diutus kepada mereka. Orang-orang dahulu itu bertempat tinggal tidak jauh dari Mekah seperti kaum 'Ad di Ahqaf, dan kaum Samud yang berdiam di daerah antara Mekah dan Syam. Kepada mereka telah diterangkan pula tanda-tanda keesaan, kekuasaan, dan kebesaran Allah dan telah disampaikan pula agama-Nya. Akan tetapi, mereka tidak mengacuhkannya, bahkan mengingkari dan memperolok-olokkan para rasul. Pada waktu azab menimpa mereka, tidak ada satu pun dari sembahan-sembahan itu yang dapat menolong mereka, bahkan sembahan-sembahan berupa patung yang tak bernyawa itu ikut hancur-lebur bersama mereka.
Itulah kebohongan dan pengingkaran umat-umat dahulu dan itu pula balasan dan azab yang mereka terima. Dari ayat ini, terkandung suatu ancaman Allah kepada orang-orang musyrik Mekah bahwa mereka pasti ditimpa azab, seperti yang dialami kaum 'Ad, Samud, dan umat yang lain apabila mereka tetap tidak mengindahkan seruan Muhammad ﷺ sebagai rasul Allah yang diutus kepada mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERINGATAN TENTANG KAUM ‘AD!
Ayat 21
“Dan ingatlah saudara ‘Ad."
‘Ad itu adalah nama dari suatu kaum, termasuk bangsa Arab zaman purbakala di tanah Hadhramaut. Saudara mereka itu yang diutus menyampaikan petunjuk dan peringatan Allah kepada mereka ialah Nabi Hud. Dimasukkan dalam ayat ini dan juga dalam ayat-ayat yang lain bahwa Nabi Hud itu adalah saudara, adalah keluarga, bukan orang lain, daripada kaum ‘Ad itu."Ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di bukit pasir." Negeri tempat Nabi Hud itu diutus, sebagaimana yang telah kita jelaskan tadi ialah di negeri Hadhramaut Sebagaimana juga d i tanah-tanah Arab yang lain, lebih banyaklah di sana padang-padang dan bukit-bukit yang umumnya terdiri daripada pasir belaka. Pasir yang dikumpulkan oleh perkisaran angin, mes-kipun Hadhramaut itu tanah yang ada sedikit air di sana, jika dibandingkan dengan daerah lain."Dan sesungguhnya telah terdahulu peringatan-peringatan di hadapan mereka dan di belakang mereka." Artinya bahwasanya Nabi yang datang kepada kaum itu bukanlah Nabi Hud itu. Sebelum Hud dalam masa yang dekat ada juga yang memberi peringatan. Agar mereka jangan berlaku sewenang-wenang, berlaku zalim, curang, penipuan, dan mengambil harta orang lain dengan jalan tipu, dan yang pokok dan segala kesalahan dalam hidup itu ialah karena tidak ada pegangan yang teguh, yaitu tidak ada kepercayaan yang teguh bulat kepada Allah."Bahwa janganlah mereka menyembah kecuali kepada Allah." Inilah yang menjadi pokok ajaran yaitu menyembah kepada Allah yang Maha Esa.
“Sesungguhnya aku adalah takut akan jatuh atas kamu adzab yang besar."
Yaitu selama kamu masih memperturutkan hawa nafsu kamu, kehendak selera yang tidak berbatas, lupa akan kekuasaan Allah atas alam sekalian dan terutama atas dirimu sendiri, akan hilanglah pedoman hidup dan kucar-kacirlah hidupmu, hilang pegangan dan jatuhlah kamu hancur karena siksaan batin di dunia dan neraka di akhirat.
Begitulah seruan saudara mereka yang bernama Hud itu ke atas mereka. Seruan dari saudara kandung sendiri sebagaimana Nabi Muhammad pun adalah saudara kandung dari orang Quraisy dan saudara sebangsa dan sekaum dengan Arab seluruhnya dan manusia seumumnya. Namun mereka tidak mau terima, atau mereka tidak peduli.
Ayat 22
“Mereka berkata, ‘Apakah engkau datang kepada kami karena hendak memutar kami daripada tuhan-tuhan kami.'"
Mereka bertanya, tetapi pertanyaan berisi bantahan. Mereka menafsirkan lain! Nabi menyeru mereka agar kembali mengakui bahwa Allah itu hanya Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Lalu mereka salah terima dan bertanya, apakah maksudmu menyuruh kami bertuhan kepada Allah yang kamu katakan Esa atau Satu itu supaya kami tidak percaya lagi kepada tuhan-tuhan kami yang banyak itu? Mereka bertanya, tetapi pertanyaan sudah berisi sanggahan. Mereka tidak mau tuhan-tuhan mereka diputar-putar dan dibelok-belok. Lalu dengan pongahnya mereka berkata, “Maka datangkanlah kepada kami apa yang engkau ancamkan itu." Cobalah kepada kami kalau memang engkau berkuasa untuk memutar-mutar pendirian kami.
“Jika adalah engkau daripada orang yang berlari"
Ini adalah suatu tantangan yang benar-benar timbul daripada kesombongan. Namun sebagai seorang Rasul yang memang benar-benar tahu akan tugasnya, Nabi Hud tidak lupa, dan tidak marah. Dia sendiri tidaklah berkuasa buat menjawab tantangan mereka itu. Dia pun insaf bahwa dia pun manusia seperti mereka. Sebab itu,
Ayat 23
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang itu adalah di sisi Allah.
Aku sendiri tidaklah kuasa menjawab tantanganmu dan bukan itu pula tugasku. Lalu dia jelaskan tugasnya."Dan aku menyampaikan kepada kamu apa yang aku disuruh menyampaikannya." Aku menyampaikan bahwa Allah itu adalah Esa. Jangan kamu persekutukan dengan yang lain. Tidak sedikit jua pun kekuasaan pada yang lain itu buat menambah atau mengurangi kekuasaan mutlak yang datang dari Allah.
“Tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh."
Mempersekutukan Allah dengan yang lain adalah suatu kebodohan. Inilah yang telah mulai dijelaskari dalam ayat ini. Kaum yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, seumpama orang Hindu Brahma di India, yang sangat banyak yang mereka anggap suci, yang mereka anggap dewa, sehingga sampai kepada sapi, sampai kepada kera yang mereka beri nama Hanoman sampai kepada kayu-kayuan dan tempat-tempat yang mereka anggap sakti dan angker, namun dalam inti sari agama yang mendalam mengakui bahwa sumber kekuasaan itu adalah Esa jua yang mereka namai Brahma. Demikian pun orang Persia yang mempunyai dua tuhan, Ahura Mazda dan Ahriman, Tuhan dari sinar terang dan kegelapan, tuhan dari siang dan malam, tuhan dari buruk dan baik, namun pada hakikat sejati, mereka pun mengakui bahwa akhirnya yang menang ialah Tuhan sinar terang juga. Sampai kepada masa kita kini, orang yang menganut agama Hindu di Pulau Bali Indonesia yang menyembah berbagai dewa, mambang dan peri, namun mereka pun mengetahui bahwa Tuhan yang jadi sumber dari segala kekuatan ialah Sang Hyang Widhi, artinya ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka pikiran mereka menjalar, kadang-kadang berkhayat dan kadang-kadang berfilsafat sehingga sampai kepada berpuluh dan beratus tuhan-tuhan padahal mereka pun mengakui akan adanya Yang Maha Esa! Oleh sebab itu menambah dan memperbanyak Tuhan itu adalah dari sebab kebodohan saja, memperturutkan khayat pikiran yang tidak berujung, lama-lama diakui sebagai suatu kenyataan.
Mereka menantang Nabi Hud minta diturunkan adzab itu sekarang juga, kalau memang adzab itu ada. Nabi Hud dengan segala kerendahan hati mengakui bahwa kekuasaan untuk itu hanya ada di tangan Allah, dia sendiri tidak kuasa berbuat kuasa sebesar itu. Inilah keyakinan dan kesabaran dari seorang Nabi yang harus menjadi perbandingan bagi tiap-tiap pejuang menegakkan kebenaran.
Ayat 24
“Maka tatkala telah mereka lihat akan dia terbentang di langit di hadapan lembah-lembah mereka, mereka pun berkata, inilah awan akan menghujani kita!'"
Nabi Hud dengan kerendahan hati telah mengatakan bahwa beliau tidaklah ada kuasa apa-apa akan menurunkan adzab sebagaimana yang mereka minta dan mereka menentang kepada seruan Allah. Mendengar jawaban Nabi Hud yang demikian, tentu saja mereka bertambah sombong dan mempertahankan pendirian mereka memperbuat tuhan-tuhan, atau dewa-dewa dengan tangan sendiri itu. Tiba-tiba kelihatan awan mendung di langit amat tebal sekali. Mereka telah bergembira karena menyangka bila awan telah kelihatan tebal dan mendung telah menghitam, mereka sangka itulah tanda hari akan hujan. Melihat mendung telah menebal, mereka gembira sekati tanda hari akan hujan, tanda tanah akan subur, lalu mereka berkata,"Inilah awan akan menghujani kita!" Mereka sangat gembira. Sudah lama hujan tidak turun.
Tetapi apa yang kelihatan itu? Hujan memang hujan! Tetapi bukan hujan rahmat menyuburkan bumi, melainkan hujan laknat menghancurkan bumi. Inilah dia permintaan mereka telah terkabul, sebagai yang tersebut dalam ayat 22 di atas tadi,"Datangkan kepada kami apa yang engkau ancamkan itu!" Sekarang adzab itu telah datang. Tersebut pada lanjutan ayat, “Tetapi inilah dia apa yang kamu minta percepat akan dia." Hujan lebat disertai taufan halilintar, kilat sambung-menyambung, guntur dan guruh yang dahsyat lagi menakutkan.
“Angin yang padanya ada adzab yang amat pedih."
Badai pun tiba, angin menderu, hujan tidak berhenti-henti. Lamanya tujuh malam dan delapan hari, berturut-turut tidak berhenti-henti. Sedangkan hujan satu hari saja lagi membawa bericana besar, apatah lagi kalau sampai tujuh malam delapan hari.
Ayat 25
“Yang merusak-binasakan tiap-tiap sesuatu dengan perintah Tuhannya maka dengan cepat sekati tidak ada yang dilihat melainkan bekas-bekas rumah kediaman mereka."
Sehingga habislah punah kaum ‘Ad itu mati tenggelam, mati hanyut, mati dilanda air, mati terhimpit batu runtuh, dan mati karena bericana yang begitu dahsyatnya selama tujuh hari sebagai tersebut dalam surah al-Haqqah ayat 6 dan 7.
Tidak ada lagi yang dilihat melainkan bekas rumah-rumah mereka yang telah runtuh. Orangnya yang masih hidup tidak ada lagi, semua sudah berserak jadi bangkai.
Di akhir ayat berfirman Allah,
“Demikianlah Kami memberikan ganjaran kepada kaum yang durhaka."
Maka kebesaran, kesombongan karena kekayaan yang diberikan Allah selama ini sampai juga mereka disebut kaum Iram, yaitu iram dzatil ‘immad. Iram yang mempunyai tonggak yang tinggi-tinggi, tonggak kemegahan baik karena rumah-rumah dan gedung-gedung yang mereka dirikan menjulang langit kata orang sekarang dan kata setengah ahli riwayat, orang ‘Ad itu sendiri orangnya tinggi semampai, gagah perkasa. Apalah artinya tinggi semampai, gagah perkasa jika berhadapan dengan Allah. Tidak beribu orang yang tinggi semampai, gagah perkasa yang sanggup menghentikan hujan tujuh malam delapan hari tidak berhenti-henti siang dan malam.
Kemudian itu Allah memberi ingat kepada umat yang didatangi Nabi Muhammad,
Ayat 26
“Sesungguhnya telah Kami teguhkan kedudukan mereka pada barang yang tidak Kami teguhkan kamu padanya."
Di pangkal ayat ini Rasulullah ﷺ disuruh menjelaskan lagi kepada kaum Quraisy untuk membandingkan hal mereka dan perlawanan mereka dengan kaum ‘Ad yang telah kena adzab Allah itu. Dikatakan bahwasanya kaum ‘Ad tersebut masih jauh tinggi kedudukan mereka, peradaban dan kebudayaan mereka dari kaum Quraisy."Kedudukan mereka diteguhkan," baik karena bagusnya edaran ekonomi atau karena tingginya mutu pembangunan, sehingga terkenallah mereka dengan berbagai keahlian membangun rumah-rumah yang indah sebagai tempat tinggal, yang orang Quraisy belum mencapai peradaban setinggi itu."Dan telah Kami jadikan bagi mereka itu pendengaran dan penglihatan dan hati."
Ayat ini menjelaskan bahwasanya kaum ‘Ad itu telah mencapai kecerdasan yang tinggi sekali. Karena kecerdasan manusia itu terbayang pada ketinggian tingkat pendengaran, penglihatan, dan hati. Karena dari keduanya itulah, pendengaran dan penglihatan, sebagai penyambung di hati manusia dengan alam yang di kelilingnya. Penglihatan melihat keindahan dalam alam, campuran warna pada langit, pada gunung yang menghijau, pada langit yang membiru, pada bunga yang berkembang. Dengan pendengaran kita mendengarkan bunyi yang indah, yang merdu. Kedua pancaindra inilah yang mengangkut dan mengangkat segala keindahan warna dan bunyi itu ke dalam hati dan oleh hati supaya dirasakan, diresapkan sehingga manusia pun berusaha menyesuaikan penglihatan dan pendengarannya dengan perasaan yang tumbuh, kesan yang tinggal dalam hati. Tetapi sayang sekali kaum ‘Ad itu. Mereka telah mempunyai kecerdasan pikiran karena tajamnya penglihatan dan halusnya pendengaran dan dibawa ke hati."Maka tidaklah mencukupi bagi mereka itu pendengaran mereka dan tidak penglihatan mereka dan tidak pula hati mereka sesuatu pun."
Itulah malang yang sebesar-besarnya! Mengapa? Dengan cerdasnya pendengaran dan penglihatan, terasalah oleh hati keindahan alam di keliling kita. Keindahan atau estetika itu akhirnya akan menimbulkan seni, yaitu usaha manusia menyatakan kesan dalam hatinya itu melihat dan mendengar alam. Maka seni itulah yang dinamai oleh orang Inggris reflection atau kesanmu melihat dan mendengar yang indah? Kesan utama ialah bahwa sesuatu yang indah adalah ciptaan dari Yang Mahaindah. Ada tiga unsur yang berbeda sebutan bersatu hakikat, yaitu keindahan, keadiian, dan kebenaran. Orang yang kesannya telah sampai akan merasakan bahwa indah, adil, dan benar adalah sifat belaka daripada satu Zat, yaitu Yang Mahakuasa: itulah Allah!
Ini tidak dipahami oleh kaum ‘Ad. Memang mereka merasakan ada kekuasaan Mahatinggi, Mahakuasa mutlak, tetapi sayangnya mereka beranggapan bahwa dia itu adalah banyak, menjadi tuhan-tuhan. Sedang nabi-nabi dan di sini Nabi Hud membawa ajaran bahwasanya Yang Mahaindah, Mahaadil, dan Mahabenar hanya satu jua: Allah! Maka oleh karena mereka tidak sampai kepada kesimpulan begini tersesatlah mereka dan timbullah kesombongan karena merasa diri telah pintar. Kesombongan adalah cacat utama dan ilmu pengetahuan dan kesenian sejati! Sebab itu maka ditegaskan bahwa penglihatan dan pendengaran dan hati mereka tidak memberi faedah sesuatu jua pun dan dijelaskan apa sebabnya, yaitu"Tatkala mereka menyangkal terhadap ayat-ayat Allah." Lantaran itu berlakulah pada kehidupan mereka pepatah yang terkenal;"Karena tali telah kusut sejak dari pangkal, niscaya sampai ke ujung pun akan kusut terus dan susah menyelesaikannya." Maka yang kusut di sini ialah pikiran mereka sendiri!
“Dan menimpalah kepada mereka apa yang telah mereka permain-main lain itu."
Ini adalah suatu kewajaran. Kusut di ujung tali ini terjadi karena telah kusut sejak dari pangkal. Mereka sangka ayat Allah main-main, mereka tantang kekuasaan Allah, akhirnya mereka sendiri rasakan akibat yang pahit sekal i. Mereka jadi kurban untuk jadi pengajaran bagi yang lain, terutama bagi anak cucu yang datang kemudian hari.
Ayat 27
“Dan sesungguhnya telah Kami birasakan apa yang ada di sekeliling kamu dari negeri-negeri."
Di ayat ini Allah mengulangi peringatan-Nya bahwasanya di sekeliling negeri tempat mereka tinggal, yaitu tempat berdiam orang Quraisy, tegasnya negeri Mekah, telah banyak negeri yang telah dibirasakan Allah selain dari kaum ‘Ad itu telah dibirasakan juga kaum al-Ahqaaf di Hadhramaut Yaman Selatan, kaum Tsamud yang bertempat tinggal di antara negeri Hejaz dengan Syam dan pernah dilalui Nabi bersama sahabat-sahabat beliau ketika pergi ke suatu peperangan dan beliau larang sahabat-sahabat itu minum dari air yang terdapat di sana meskipun mereka sangat haus dan meskipun telah lama jarak masa kaum itu dengan zaman Nabi, demikian juga kaum Saba' di Shan'aa Yaman dan di negeri Madyan yang terletak dekat tempat jalan mereka menuju negeri Ghizzah, demikian juga sebuah danau kecil yang kemudiannya telah terkenal dengan danau kecil Luth, sebab di sana kaum Luth itu dihancurkan oleh Allah.
“Dan telah Kami bertikan penjelasan tentang ayat-ayat supaya mereka kembali."
Artinya bahwasanya adzab itu tidaklah langsung saja datang, melainkan terlebih dahulu telah diberikan penjelasan, keterangan, bukti-bukti dan hujjah dan alasan sehingga tidak ada lagi yang dapat mereka pertahankan. Terang bahwa mereka yang telah berkeras kepala menolak kebenaran itu, malahan sebagaimana tersebut tadi, ada mereka yang berani menentang Allah dan meminta kalau adzab itu memang ada, datangkan sekarang juga. Namun Nabi Hud memberikan penjelasan agar mereka kembali kepada jalan yang benar, jangan sombong, dan jangan mencoba main-main dan memandang enteng kepada Allah.
Ayat 28
“Mengapa tidak menolong kepada mereka apa yang hteneka ambit selain dari Allah itu menjadi tuhan-tuhan untuk mendekatkan mereka?"
Siang malam mereka tunggang-tungging memuja, membakar kemenyan, bersimpuh-simpuh meletakkan segala kepercayaannya dan pengharapannya kepada yang selain Allah itu. Sekarang mereka telah kena murka dari Allah Ta'aala sendiri, telah dihancurkan, dihanyutkan, dibirasakan dengan badai dan berbagai adzab siksaan. Mana dia yang kamu sembah selain Allah itu? Mana dia? Mengapa dia tidak datang menolong dan membela? Mereka membisu?"Bahkan mereka telah menyesatkan mereka!" Berhala-berhala dan segala macamyang mereka sembah selain Allah itu telah diam dalam seribu bahasa karena mereka tidak mempunyai kuasa apa-apa, bahkan yang menyembah dan memuja mereka itulah yang lebih berkuasa, yang lebih bisa bergerak.
“Begitulah kebohongan mereka dan apa yang mereka karang-karangkan itu."
Begitulah dalam ayat-ayat ini dijelaskan sebab-sebab datangnya adzab dan siksa sehingga sampai hancur, hanya tinggal bekasnya, hanya tinggal rumah-rumah yang telah kosong dan orangnya habis disapu siksaan. Sebab utama dan semuanya ini ialah karena lupanya manusia akan kondisi dirinya, akan kelemahannya, akan masanya yang sangat terbatas di dunia. Yang tidak benar, yang khayat itulah yang mereka percayai. Takhayul dan khurafat, pikiran kacau mereka berebut memegang, tetapi kebenaran sejati mereka singkirkan. Maka datanglah kebinasaan dan bila kebinasaan datang, tidaklah dapat diperbaiki lagi. Cuma orang yang datang di belakanglah yang mestinya tidak menempuh jalan yang salah itu lagi.