Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
dia berkata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
ٱلۡعِلۡمُ
pengetahuan
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
وَأُبَلِّغُكُم
dan aku menyampaikan kepadamu
مَّآ
apa yang
أُرۡسِلۡتُ
aku di utus
بِهِۦ
dengannya
وَلَٰكِنِّيٓ
akan tetapi aku
أَرَىٰكُمۡ
aku melihatmu
قَوۡمٗا
kaum
تَجۡهَلُونَ
orang-orang yang bodoh
قَالَ
dia berkata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
ٱلۡعِلۡمُ
pengetahuan
عِندَ
di sisi
ٱللَّهِ
Allah
وَأُبَلِّغُكُم
dan aku menyampaikan kepadamu
مَّآ
apa yang
أُرۡسِلۡتُ
aku di utus
بِهِۦ
dengannya
وَلَٰكِنِّيٓ
akan tetapi aku
أَرَىٰكُمۡ
aku melihatmu
قَوۡمٗا
kaum
تَجۡهَلُونَ
orang-orang yang bodoh
Terjemahan
Dia (Hud) berkata, “Sesungguhnya ilmu (kapan datangnya azab itu) hanya ada pada Allah. Aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang diwahyukan kepadaku, tetapi aku melihat kamu adalah kaum yang berlaku bodoh.”
Tafsir
(Ia berkata) Nabi Hud berkata, ("Sesungguhnya pengetahuan tentang itu hanya pada sisi Allah) artinya hanya Dialah yang mengetahui kapan azab itu menimpa kalian (dan aku hanya menyampaikan kepada kalian apa yang aku diutus dengan membawanya) untuk disampaikan kepada kalian (tetapi aku lihat kalian adalah kaum yang bodoh") karena kalian meminta supaya azab didatangkan dengan segera.
Tafsir Surat Al-Ahqaf: 21-25
Dan ingatlah (Hud) saudara kaum Ad, yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi, peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan), "Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar. Mereka menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.
Ia berkata, "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya, tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh. Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami. (Bukan), bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. Allah ﷻ berfirman, menghibur Nabi-Nya yang sedang menghadapi pendustaan dari sebagian kaumnya yang mendustakannya. Dan ingatlah (Hud) saudara kaum Ad. (Al-Ahqaf: 21) Dia adalah Nabi Hud a.s. yang diutus oleh Allah kepada kaum Ad yang pertama; mereka bertempat tinggal di bukit-bukit pasir, menurut Ibnu Zaid. Menurut Ikrimah, Al-Ahqaf artinya bukit-bukit dan gua-gua. Ali ibnu Abu Talib r.a. telah mengatakan bahwa Ahqaf adalah nama sebuah lembah yang terletak di Hadramaut, dikenal dengan sebutan Barhut; dilemparkan ke dalamnya ruh orang-orang kafir. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa 'Ad adalah suatu kaum di negeri Yaman, penduduk daerah pesisir di suatu daerah yang dikenal dengan sebutan Asy-Syahr.
Ibnu Majah mengatakan di dalam Bab "Apabila Seseorang Berdoa Hendaklah Memulai untuk Dirinya Sendiri" bahwa: telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ali Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Semoga Allah merahmati kita dan saudara kaum 'Ad (Nabi Hud a.s.). Adapun firman Allah ﷻ: dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya. (Al-Ahqaf: 21) Yakni Allah telah mengutus kepada orang-orang yang tinggal di sekeliling (di sekitar) negeri mereka, yakni di kota-kota rasul-rasul yang membawa peringatan kepada mereka.
Semakna dengan pengertian yang disebutkan oleh firman-Nya: Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang akan datang kemudian. (Al-Baqarah: 66) Dan firman Allah ﷻ: Jika mereka berpaling, maka katakanlah, "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Samud. Ketika rasul-rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang mereka (dengan menyerukan), "Janganlah kamu menyembah selain Allah. (Fushshilat: 13-14) Adapun firman Allah ﷻ: sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar. (Al-Ahqaf: 21) Nabi Hud a.s.
mengatakan hal itu kepada mereka, tetapi kaumnya menjawab seperti yang disitir oleh firman-Nya: Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? (Al-Ahqaf: 22) yakni untuk menghalang-halangi kami dari menyembah tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Al-Ahqaf: 22) Mereka meminta agar azab Allah disegerakan kepada mereka. Hal ini mereka katakan dengan nada menantang dan tidak percaya dengan peringatan dan ancaman tersebut.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain: Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan. (Asy-Syura: 18) Firman Allah ﷻ: Ia berkata, "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah. (Al-Ahqaf: 23) Yakni hanya Allah-lah yang mengetahui perihal kalian. Jika kalian memang berhak untuk disegerakan azab-Nya kepada kalian, tentulah Dia akan melakukannya terhadap kalian. Adapun mengenai diriku, maka tugasku hanyalah menyampaikan kepada kalian apa yang diutuskan kepadaku.
tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh. (Al-Ahqaf: 23) Yaitu tidak berakal dan tidak memahami. Firman Allah ﷻ: Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka. (Al-Ahqaf: 24) Yakni ketika mereka melihat azab itu datang kepada mereka, mereka mengira bahwa itu adalah awan yang menurunkan hujan kepada mereka, maka bergembiralah mereka dengan kedatangannya. Sebelum itu mereka memang sangat memerlukan hujan karena sudah lama tidak turun hujan kepada mereka.
Firman Allah ﷻ: (Bukan), bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih. (Al-Ahqaf: 24) Itu adalah azab yang kalian inginkan melalui perkataan kalian, "Datangkanlah azab itu kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar." yang menghancurkan segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 25) Yakni azab tersebut akan menghancurkan segala sesuatu yang ada di negeri mereka yang berhak untuk dihancurkan. dengan perintah Tuhannya. (Al-Ahqaf: 25) yang dengan seizin Allah ﷻ untuk menghancurkan negeri mereka, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain: angin itu tidak membiarkan satu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (Adz-Dzariyat: 42) Yaitu seperti sesuatu yang lapuk.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. (Al-Ahqaf: 25) karena semuanya telah binasa, tanpa ada seorang pun dari mereka yang hidup. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (Al-Ahqaf: 25) Yakni demikianlah hukuman Kami terhadap orang yang mendustakan rasul-rasul Kami dan menentang perintah Kami. Dalam sebuah hadis disebutkan kisah mereka, hadisnya garib sekali dan termasuk salah satu hadis yang berpredikat garib lagi tersendiri.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Abul Munzir alias Salam ibnu Sulaiman An-Nahwi yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Abun Nujud, dari Abu Wa'il, dari Al-Haris Al-Bakri yang menceritakan bahwa ia pergi untuk mengadu kepada Rasulullah ﷺ tentang Al-Ala ibnul Hadrami. Dalam perjalanannya ia bersua dengan seorang nenek-nenek dan kalangan Bani Tamim, yaitu Rabzah. Nenek-nenek itu tidak mampu lagi meneruskan perjalanannya.
Maka ia berkata kepadaku (Al-Haris Al-Bakri), "Hai hamba Allah, sesungguhnya aku mempunyai suatu keperluan dengan Rasulullah Saw, maka sudikah engkau menyampaikannya kepada beliau ﷺ?" Maka aku menaikkannya ke unta kendaraanku dan kuantarkan ia ke Madinah, yang saat itu Masjid Nabawi kelihatan penuh dengan banyak orang. Tiba-tiba kelihatan sebuah panji berwarna hitam berkibar lalu kelihatan sahabat Bilal r.a. menyandang pedangnya berada di hadapan Rasulullah ﷺ Lalu aku bertanya, "Ada apa dengan orang-orang banyak ini?" Mereka menjawab, "Rasulullah ﷺ akan mengirimkan Amr ibnul As r.a. bersama pasukan kaum muslim ke suatu tujuan." Al-Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia masuk ke dalam rumah atau kemah Rasulullah ﷺ Sebelumnya ia meminta izin untuk bersua dengan beliau, kemudian diberi izin. Lalu masuklah ia dan mengucapkan salam. Maka Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah antara kamu dan Bani Tamim terdapat sesuatu (permusuhan)?" Aku (Al-Haris) menjawab, "Ya, dan kami beroleh kemenangan atas mereka. Dan di tengah jalan saya bersua dengan seorang nenek-nenek dari Bani Tamim yang tidak mampu meneruskan perjalanannya, lalu ia meminta kepadaku untuk membawanya ke hadapan engkau, sekarang dia berada di depan pintu." Lalu nenek-nenek itu diizinkan untuk masuk, maka masuklah nenek-nenek itu.
Lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, sudilah kiranya engkau membuatkan pembatas antara kami dan Bani Tamim. Jika engkau berkehendak, maka buatkanlah padang sahara sebagai pembatasnya." Maka dengan serta merta nenek-nenek itu emosi dan bangkit seraya berkata, "Wahai Rasulullah, apakah yang diinginkan oleh orang yang memintamu dengan mendesak ini?" Al-Haris melanjutkan kisahnya, maka aku menjawab, "Sesungguhnya nasibku sekarang adalah yang seperti dikatakan oleh pepatah masa dahulu, 'serigala berbulu domba.' Sesungguhnya aku membawa nenek-nenek ini tanpa menyadari bahwa dia adalah musuhku, kukira dia temanku, aku berlindung kepada Allah dan rasul-Nya bila nasibku menjadi seperti utusan kaum Ad." Rasulullah ﷺ bertanya kepadaku, "Bagaimanakah kisah utusan kaum 'Ad itu?" Padahal beliau ﷺ lebih mengetahui kisah tersebut daripada dia, tetapi beliau mendesaknya agar menceritakan kisah itu.
Maka ia menjawab, bahwa sesungguhnya kaum Ad mengalami musim paceklik yang berkepanjangan, lalu mereka mengirimkan seorang utusan yang dikenal dengan nama Qil. Qil dalam perjalanannya bersua dengan Mu'awiyah ibnu Bakar, lalu Qil tinggal padanya selama satu bulan. Mu'awiyah memberinya minuman Khamr dan menghiburnya dengan dua orang penyanyi yang dikenal dengan julukan Jarradatain. Setelah berlalu masa satu bulan, Qil berangkat menuju Bukit Mahrah, lalu berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku datang bukan kepada orang sakit yang memerlukan pengobatan dariku, tidak pula kepada tawanan yang perlu aku tebus.
Ya Allah, berilah kaum 'Ad hujan selama Engkau akan memberi mereka hujan." Maka berlalulah iringan awan hitam, lalu ada suara yang berseru dari dalam awan tersebut, "Pilihlah!" Maka Qil mengisyaratkan tangannya ke arah suatu kumpulan awan yang berwarna hitam pekat. Kemudian diseru dari arah awan, "Terimalah awan ini dalam rupa debu dan angin yang sangat kuat, yang tiada menyisakan seorang manusia pun dari kaum 'Ad dapat hidup." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa menurut berita yang sampai kepadaku tiadalah kadar angin yang dikirimkan kepada mereka melainkan sebesar lubang cincinku, dan mereka semuanya binasa.
Abu Wa'il mengatakan bahwa lalu Nabi ﷺ membenarkan kisah tersebut. Dan tersebutlah apabila mereka mengirimkan delegasi yang terdiri dari seorang wanita dan seorang laki-laki, mereka mengatakan, "Janganlah kamu seperti delegasi (utusan) kaum 'Ad." Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam ibnu Majah, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-A'raf. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr, bahwa Abun Nadr pernah menceritakan hadis berikut dari Sulaiman ibnu Yasar, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia belum pernah melihat Rasulullah ﷺ bilamana tertawa kelihatan langit-langitnya, sesungguhnya tertawa beliau hanyalah tersenyum.
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila melihat mendung atau angin yang besar, maka terlihat ada perubahan pada roman muka beliau. Lalu Siti Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang merasa gembira bila mereka melihat awan karena adanya harapan akan turun hujan. Tetapi aku amati apabila engkau melihatnya, ada perasaan kurang senang di wajahmu." Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Hai Aisyah, saya merasa khawatir bila di dalam awan itu terdapat azab, karena ada suatu kaum yang telah diazab melalui angin yang besar (awan), kaum itu melihat kedatangan azab tersebut, lalu mereka mengatakan, 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Ibnu Wahb., Jalur lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Al-Miqdam ibnu Syuraih, dan ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ apabila melihat awan muncul di cakrawala langit dan arah mana pun, beliau meninggalkan pekerjaannya. Dan jika beliau berada di dalam salatnya, mengucapkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari keburukan yang terkandung di dalam awan ini. Dan jika ternyata awan itu hilang, maka beliau memuji kepada Allah ﷻ Jika hujan turun, maka beliau membaca doa: Ya Allah, (jadikanlah hujan ini) hujan yang bermanfaat. Jalur lain. Imam Muslim di dalam kitab sahihnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar At-Tahir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Juraij menceritakan hadis berikut kepadanya dan Ata ibnu Abu Rabah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bila ada angin bertiup sangat kuat, beliau mengucapkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan yang ada padanya serta kebaikan dari apa yang Engkau kirimkan melaluinya.
Dan aku berlindung kepada Engkau dari keburukannya dan keburukan yang ada padanya serta keburukan dari apa yang Engkau kirimkan melaluinya. Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa apabila langit mendung, roman muka beliau berubah dan melangkah keluar dan masuk serta mondar-mandir. Dan apabila turun hujan, barulah beliau merasa tenang. Hal itu diketahui oleh Siti Aisyah r.a., lalu ia menanyakan kepada beliau tentang sikapnya itu. Maka beliau ﷺ menjawab: Hai Aisyah, barangkali hal itu seperti apa yang dikatakan oleh kaum 'Ad, "Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami' (Al-Ahqaf: 24) Kami telah menyebutkan kisah binasanya kaum 'Ad dalam tafsir surat Hud secara lengkap sehingga tidak perlu diulangi lagi.
[] Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdan Ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Zakaria Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Abu Malik ibnu Muslim Al-Mala'i, dari Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Allah tidak membukakan angin terhadap kaum Ad kecuali hanya semisal dengan lubang tempat cincin. Kemudian angin itu dikirimkan menuju daerah pedalaman mereka, lalu ke daerah perkotaan mereka. Dan ketika penduduk perkotaan melihat datangnya angin itu (yang berupa awan hitam), mereka mengatakan, "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami sedang menuju ke lembah-lembah kami." Sedangkan penduduk pedalaman telah berada di dalam angin itu (terbawa terbang), lalu mereka ditimpakan kepada penduduk perkotaan hingga semuanya binasa. Angin itu memporak-porandakan kantung-kantung tempat mereka berada sehingga keluarlah angin itu dari celah-celah pintu-pintu tempat mereka.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Mereka tidak mau menyembah Allah, bahkan meminta kepada Nabi agar Allah menjatuhkan siksa kepada mereka. Kemudian dia, Nabi Hud, berkata, 'Sesungguhnya ilmu tentang turunnya azab itu hanya pada Allah, hanya Allah yang mengetahui kapan datangnya siksaan itu dan aku hanya menyampaikan kepadamu apa yang diwahyukan kepadaku. Aku tidak diutus untuk menyampaikan kapan azab itu dijatuhkan kepadamu, tetapi aku melihat kamu adalah kaum yang berlaku bodoh, dengan meminta kepadaku sesuatu yang bukan urusanku yaitu menjatuhkan azab kepadamu. '24-25. Azab Allah yang dijanjikan kepada mereka itu benar terjadi. Maka ketika mereka melihat tanda-tanda azab itu datang kepada mereka yaitu berupa awan yang berjalan menuju ke lembah-lembah tempat tinggal mereka, lalu mereka berkata, 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita. "Mereka mengira awan itu menandakan turunnya hujan yang sangat mereka harapkan. Nabi Hud menjawab ucapan mereka," Bukan! Awan itu bukan tanda akan turun hujan, tetapi itulah azab yang kamu minta agar disegerakan datangnya, itulah angin yang sangat panas yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. Angin itu melanda seluruh negeri dan membinasakan segala sesuatu yang dilewatinya, baik jiwa maupun harta. Maka kaum 'Ad, hancur lebur terbakar oleh angin panas dan mereka menjadi tidak tampak lagi di muka bumi kecuali hanya bekas-bekas tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa, baik dahulu, sekarang maupun yang akan datang. Sebagaimana Kami memberi balasan berupa azab kepada kaum 'Ad, demikian pula Kami memberi memberi balasan serupa kepada mereka yang durhaka. '.
Pada ayat ini dijelaskan jawaban Nabi Hud atas tantangan orang kafir supaya segera didatangkan azab yang pernah dijanjikan kepada mereka jika mereka tidak beriman. Nabi Hud menjawab bahwa yang mengetahui kapan azab yang diancamkan itu datang hanyalah Allah. Nabi Hud sendiri juga tidak tahu kapan azab itu akan datang. Tugas nabi hanya menyampaikan risalah dari Allah.
Seharusnya kaum 'Ad bersyukur dengan diutusnya salah seorang dari kaum mereka menjadi nabi yang memberi peringatan, informasi tentang hukum, pokok-pokok akidah, dan cara-cara beribadah yang benar. Semua itu disampaikan karena perintah Allah, Tuhan Maha Pencipta segala sesuatu.
Tanpa adanya petunjuk dari Allah tak ada yang mengetahui hakikat agama yang benar. Manusia tidak tahu manakah Tuhan yang benar-benar berhak disembah dan siapa yang berhak menentukan bagaimana cara beribadah yang benar. Oleh karena itu, wajar jika ada manusia yang tidak memahami semua hal, karena pikiran manusia memang terbatas. Di sinilah perlunya Allah mengutus para nabi dan rasul, dan manusia harus berusaha untuk memahami dan meyakininya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERINGATAN TENTANG KAUM ‘AD!
Ayat 21
“Dan ingatlah saudara ‘Ad."
‘Ad itu adalah nama dari suatu kaum, termasuk bangsa Arab zaman purbakala di tanah Hadhramaut. Saudara mereka itu yang diutus menyampaikan petunjuk dan peringatan Allah kepada mereka ialah Nabi Hud. Dimasukkan dalam ayat ini dan juga dalam ayat-ayat yang lain bahwa Nabi Hud itu adalah saudara, adalah keluarga, bukan orang lain, daripada kaum ‘Ad itu."Ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di bukit pasir." Negeri tempat Nabi Hud itu diutus, sebagaimana yang telah kita jelaskan tadi ialah di negeri Hadhramaut Sebagaimana juga d i tanah-tanah Arab yang lain, lebih banyaklah di sana padang-padang dan bukit-bukit yang umumnya terdiri daripada pasir belaka. Pasir yang dikumpulkan oleh perkisaran angin, mes-kipun Hadhramaut itu tanah yang ada sedikit air di sana, jika dibandingkan dengan daerah lain."Dan sesungguhnya telah terdahulu peringatan-peringatan di hadapan mereka dan di belakang mereka." Artinya bahwasanya Nabi yang datang kepada kaum itu bukanlah Nabi Hud itu. Sebelum Hud dalam masa yang dekat ada juga yang memberi peringatan. Agar mereka jangan berlaku sewenang-wenang, berlaku zalim, curang, penipuan, dan mengambil harta orang lain dengan jalan tipu, dan yang pokok dan segala kesalahan dalam hidup itu ialah karena tidak ada pegangan yang teguh, yaitu tidak ada kepercayaan yang teguh bulat kepada Allah."Bahwa janganlah mereka menyembah kecuali kepada Allah." Inilah yang menjadi pokok ajaran yaitu menyembah kepada Allah yang Maha Esa.
“Sesungguhnya aku adalah takut akan jatuh atas kamu adzab yang besar."
Yaitu selama kamu masih memperturutkan hawa nafsu kamu, kehendak selera yang tidak berbatas, lupa akan kekuasaan Allah atas alam sekalian dan terutama atas dirimu sendiri, akan hilanglah pedoman hidup dan kucar-kacirlah hidupmu, hilang pegangan dan jatuhlah kamu hancur karena siksaan batin di dunia dan neraka di akhirat.
Begitulah seruan saudara mereka yang bernama Hud itu ke atas mereka. Seruan dari saudara kandung sendiri sebagaimana Nabi Muhammad pun adalah saudara kandung dari orang Quraisy dan saudara sebangsa dan sekaum dengan Arab seluruhnya dan manusia seumumnya. Namun mereka tidak mau terima, atau mereka tidak peduli.
Ayat 22
“Mereka berkata, ‘Apakah engkau datang kepada kami karena hendak memutar kami daripada tuhan-tuhan kami.'"
Mereka bertanya, tetapi pertanyaan berisi bantahan. Mereka menafsirkan lain! Nabi menyeru mereka agar kembali mengakui bahwa Allah itu hanya Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Lalu mereka salah terima dan bertanya, apakah maksudmu menyuruh kami bertuhan kepada Allah yang kamu katakan Esa atau Satu itu supaya kami tidak percaya lagi kepada tuhan-tuhan kami yang banyak itu? Mereka bertanya, tetapi pertanyaan sudah berisi sanggahan. Mereka tidak mau tuhan-tuhan mereka diputar-putar dan dibelok-belok. Lalu dengan pongahnya mereka berkata, “Maka datangkanlah kepada kami apa yang engkau ancamkan itu." Cobalah kepada kami kalau memang engkau berkuasa untuk memutar-mutar pendirian kami.
“Jika adalah engkau daripada orang yang berlari"
Ini adalah suatu tantangan yang benar-benar timbul daripada kesombongan. Namun sebagai seorang Rasul yang memang benar-benar tahu akan tugasnya, Nabi Hud tidak lupa, dan tidak marah. Dia sendiri tidaklah berkuasa buat menjawab tantangan mereka itu. Dia pun insaf bahwa dia pun manusia seperti mereka. Sebab itu,
Ayat 23
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang itu adalah di sisi Allah.
Aku sendiri tidaklah kuasa menjawab tantanganmu dan bukan itu pula tugasku. Lalu dia jelaskan tugasnya."Dan aku menyampaikan kepada kamu apa yang aku disuruh menyampaikannya." Aku menyampaikan bahwa Allah itu adalah Esa. Jangan kamu persekutukan dengan yang lain. Tidak sedikit jua pun kekuasaan pada yang lain itu buat menambah atau mengurangi kekuasaan mutlak yang datang dari Allah.
“Tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh."
Mempersekutukan Allah dengan yang lain adalah suatu kebodohan. Inilah yang telah mulai dijelaskari dalam ayat ini. Kaum yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, seumpama orang Hindu Brahma di India, yang sangat banyak yang mereka anggap suci, yang mereka anggap dewa, sehingga sampai kepada sapi, sampai kepada kera yang mereka beri nama Hanoman sampai kepada kayu-kayuan dan tempat-tempat yang mereka anggap sakti dan angker, namun dalam inti sari agama yang mendalam mengakui bahwa sumber kekuasaan itu adalah Esa jua yang mereka namai Brahma. Demikian pun orang Persia yang mempunyai dua tuhan, Ahura Mazda dan Ahriman, Tuhan dari sinar terang dan kegelapan, tuhan dari siang dan malam, tuhan dari buruk dan baik, namun pada hakikat sejati, mereka pun mengakui bahwa akhirnya yang menang ialah Tuhan sinar terang juga. Sampai kepada masa kita kini, orang yang menganut agama Hindu di Pulau Bali Indonesia yang menyembah berbagai dewa, mambang dan peri, namun mereka pun mengetahui bahwa Tuhan yang jadi sumber dari segala kekuatan ialah Sang Hyang Widhi, artinya ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka pikiran mereka menjalar, kadang-kadang berkhayat dan kadang-kadang berfilsafat sehingga sampai kepada berpuluh dan beratus tuhan-tuhan padahal mereka pun mengakui akan adanya Yang Maha Esa! Oleh sebab itu menambah dan memperbanyak Tuhan itu adalah dari sebab kebodohan saja, memperturutkan khayat pikiran yang tidak berujung, lama-lama diakui sebagai suatu kenyataan.
Mereka menantang Nabi Hud minta diturunkan adzab itu sekarang juga, kalau memang adzab itu ada. Nabi Hud dengan segala kerendahan hati mengakui bahwa kekuasaan untuk itu hanya ada di tangan Allah, dia sendiri tidak kuasa berbuat kuasa sebesar itu. Inilah keyakinan dan kesabaran dari seorang Nabi yang harus menjadi perbandingan bagi tiap-tiap pejuang menegakkan kebenaran.
Ayat 24
“Maka tatkala telah mereka lihat akan dia terbentang di langit di hadapan lembah-lembah mereka, mereka pun berkata, inilah awan akan menghujani kita!'"
Nabi Hud dengan kerendahan hati telah mengatakan bahwa beliau tidaklah ada kuasa apa-apa akan menurunkan adzab sebagaimana yang mereka minta dan mereka menentang kepada seruan Allah. Mendengar jawaban Nabi Hud yang demikian, tentu saja mereka bertambah sombong dan mempertahankan pendirian mereka memperbuat tuhan-tuhan, atau dewa-dewa dengan tangan sendiri itu. Tiba-tiba kelihatan awan mendung di langit amat tebal sekali. Mereka telah bergembira karena menyangka bila awan telah kelihatan tebal dan mendung telah menghitam, mereka sangka itulah tanda hari akan hujan. Melihat mendung telah menebal, mereka gembira sekati tanda hari akan hujan, tanda tanah akan subur, lalu mereka berkata,"Inilah awan akan menghujani kita!" Mereka sangat gembira. Sudah lama hujan tidak turun.
Tetapi apa yang kelihatan itu? Hujan memang hujan! Tetapi bukan hujan rahmat menyuburkan bumi, melainkan hujan laknat menghancurkan bumi. Inilah dia permintaan mereka telah terkabul, sebagai yang tersebut dalam ayat 22 di atas tadi,"Datangkan kepada kami apa yang engkau ancamkan itu!" Sekarang adzab itu telah datang. Tersebut pada lanjutan ayat, “Tetapi inilah dia apa yang kamu minta percepat akan dia." Hujan lebat disertai taufan halilintar, kilat sambung-menyambung, guntur dan guruh yang dahsyat lagi menakutkan.
“Angin yang padanya ada adzab yang amat pedih."
Badai pun tiba, angin menderu, hujan tidak berhenti-henti. Lamanya tujuh malam dan delapan hari, berturut-turut tidak berhenti-henti. Sedangkan hujan satu hari saja lagi membawa bericana besar, apatah lagi kalau sampai tujuh malam delapan hari.
Ayat 25
“Yang merusak-binasakan tiap-tiap sesuatu dengan perintah Tuhannya maka dengan cepat sekati tidak ada yang dilihat melainkan bekas-bekas rumah kediaman mereka."
Sehingga habislah punah kaum ‘Ad itu mati tenggelam, mati hanyut, mati dilanda air, mati terhimpit batu runtuh, dan mati karena bericana yang begitu dahsyatnya selama tujuh hari sebagai tersebut dalam surah al-Haqqah ayat 6 dan 7.
Tidak ada lagi yang dilihat melainkan bekas rumah-rumah mereka yang telah runtuh. Orangnya yang masih hidup tidak ada lagi, semua sudah berserak jadi bangkai.
Di akhir ayat berfirman Allah,
“Demikianlah Kami memberikan ganjaran kepada kaum yang durhaka."
Maka kebesaran, kesombongan karena kekayaan yang diberikan Allah selama ini sampai juga mereka disebut kaum Iram, yaitu iram dzatil ‘immad. Iram yang mempunyai tonggak yang tinggi-tinggi, tonggak kemegahan baik karena rumah-rumah dan gedung-gedung yang mereka dirikan menjulang langit kata orang sekarang dan kata setengah ahli riwayat, orang ‘Ad itu sendiri orangnya tinggi semampai, gagah perkasa. Apalah artinya tinggi semampai, gagah perkasa jika berhadapan dengan Allah. Tidak beribu orang yang tinggi semampai, gagah perkasa yang sanggup menghentikan hujan tujuh malam delapan hari tidak berhenti-henti siang dan malam.
Kemudian itu Allah memberi ingat kepada umat yang didatangi Nabi Muhammad,
Ayat 26
“Sesungguhnya telah Kami teguhkan kedudukan mereka pada barang yang tidak Kami teguhkan kamu padanya."
Di pangkal ayat ini Rasulullah ﷺ disuruh menjelaskan lagi kepada kaum Quraisy untuk membandingkan hal mereka dan perlawanan mereka dengan kaum ‘Ad yang telah kena adzab Allah itu. Dikatakan bahwasanya kaum ‘Ad tersebut masih jauh tinggi kedudukan mereka, peradaban dan kebudayaan mereka dari kaum Quraisy."Kedudukan mereka diteguhkan," baik karena bagusnya edaran ekonomi atau karena tingginya mutu pembangunan, sehingga terkenallah mereka dengan berbagai keahlian membangun rumah-rumah yang indah sebagai tempat tinggal, yang orang Quraisy belum mencapai peradaban setinggi itu."Dan telah Kami jadikan bagi mereka itu pendengaran dan penglihatan dan hati."
Ayat ini menjelaskan bahwasanya kaum ‘Ad itu telah mencapai kecerdasan yang tinggi sekali. Karena kecerdasan manusia itu terbayang pada ketinggian tingkat pendengaran, penglihatan, dan hati. Karena dari keduanya itulah, pendengaran dan penglihatan, sebagai penyambung di hati manusia dengan alam yang di kelilingnya. Penglihatan melihat keindahan dalam alam, campuran warna pada langit, pada gunung yang menghijau, pada langit yang membiru, pada bunga yang berkembang. Dengan pendengaran kita mendengarkan bunyi yang indah, yang merdu. Kedua pancaindra inilah yang mengangkut dan mengangkat segala keindahan warna dan bunyi itu ke dalam hati dan oleh hati supaya dirasakan, diresapkan sehingga manusia pun berusaha menyesuaikan penglihatan dan pendengarannya dengan perasaan yang tumbuh, kesan yang tinggal dalam hati. Tetapi sayang sekali kaum ‘Ad itu. Mereka telah mempunyai kecerdasan pikiran karena tajamnya penglihatan dan halusnya pendengaran dan dibawa ke hati."Maka tidaklah mencukupi bagi mereka itu pendengaran mereka dan tidak penglihatan mereka dan tidak pula hati mereka sesuatu pun."
Itulah malang yang sebesar-besarnya! Mengapa? Dengan cerdasnya pendengaran dan penglihatan, terasalah oleh hati keindahan alam di keliling kita. Keindahan atau estetika itu akhirnya akan menimbulkan seni, yaitu usaha manusia menyatakan kesan dalam hatinya itu melihat dan mendengar alam. Maka seni itulah yang dinamai oleh orang Inggris reflection atau kesanmu melihat dan mendengar yang indah? Kesan utama ialah bahwa sesuatu yang indah adalah ciptaan dari Yang Mahaindah. Ada tiga unsur yang berbeda sebutan bersatu hakikat, yaitu keindahan, keadiian, dan kebenaran. Orang yang kesannya telah sampai akan merasakan bahwa indah, adil, dan benar adalah sifat belaka daripada satu Zat, yaitu Yang Mahakuasa: itulah Allah!
Ini tidak dipahami oleh kaum ‘Ad. Memang mereka merasakan ada kekuasaan Mahatinggi, Mahakuasa mutlak, tetapi sayangnya mereka beranggapan bahwa dia itu adalah banyak, menjadi tuhan-tuhan. Sedang nabi-nabi dan di sini Nabi Hud membawa ajaran bahwasanya Yang Mahaindah, Mahaadil, dan Mahabenar hanya satu jua: Allah! Maka oleh karena mereka tidak sampai kepada kesimpulan begini tersesatlah mereka dan timbullah kesombongan karena merasa diri telah pintar. Kesombongan adalah cacat utama dan ilmu pengetahuan dan kesenian sejati! Sebab itu maka ditegaskan bahwa penglihatan dan pendengaran dan hati mereka tidak memberi faedah sesuatu jua pun dan dijelaskan apa sebabnya, yaitu"Tatkala mereka menyangkal terhadap ayat-ayat Allah." Lantaran itu berlakulah pada kehidupan mereka pepatah yang terkenal;"Karena tali telah kusut sejak dari pangkal, niscaya sampai ke ujung pun akan kusut terus dan susah menyelesaikannya." Maka yang kusut di sini ialah pikiran mereka sendiri!
“Dan menimpalah kepada mereka apa yang telah mereka permain-main lain itu."
Ini adalah suatu kewajaran. Kusut di ujung tali ini terjadi karena telah kusut sejak dari pangkal. Mereka sangka ayat Allah main-main, mereka tantang kekuasaan Allah, akhirnya mereka sendiri rasakan akibat yang pahit sekal i. Mereka jadi kurban untuk jadi pengajaran bagi yang lain, terutama bagi anak cucu yang datang kemudian hari.
Ayat 27
“Dan sesungguhnya telah Kami birasakan apa yang ada di sekeliling kamu dari negeri-negeri."
Di ayat ini Allah mengulangi peringatan-Nya bahwasanya di sekeliling negeri tempat mereka tinggal, yaitu tempat berdiam orang Quraisy, tegasnya negeri Mekah, telah banyak negeri yang telah dibirasakan Allah selain dari kaum ‘Ad itu telah dibirasakan juga kaum al-Ahqaaf di Hadhramaut Yaman Selatan, kaum Tsamud yang bertempat tinggal di antara negeri Hejaz dengan Syam dan pernah dilalui Nabi bersama sahabat-sahabat beliau ketika pergi ke suatu peperangan dan beliau larang sahabat-sahabat itu minum dari air yang terdapat di sana meskipun mereka sangat haus dan meskipun telah lama jarak masa kaum itu dengan zaman Nabi, demikian juga kaum Saba' di Shan'aa Yaman dan di negeri Madyan yang terletak dekat tempat jalan mereka menuju negeri Ghizzah, demikian juga sebuah danau kecil yang kemudiannya telah terkenal dengan danau kecil Luth, sebab di sana kaum Luth itu dihancurkan oleh Allah.
“Dan telah Kami bertikan penjelasan tentang ayat-ayat supaya mereka kembali."
Artinya bahwasanya adzab itu tidaklah langsung saja datang, melainkan terlebih dahulu telah diberikan penjelasan, keterangan, bukti-bukti dan hujjah dan alasan sehingga tidak ada lagi yang dapat mereka pertahankan. Terang bahwa mereka yang telah berkeras kepala menolak kebenaran itu, malahan sebagaimana tersebut tadi, ada mereka yang berani menentang Allah dan meminta kalau adzab itu memang ada, datangkan sekarang juga. Namun Nabi Hud memberikan penjelasan agar mereka kembali kepada jalan yang benar, jangan sombong, dan jangan mencoba main-main dan memandang enteng kepada Allah.
Ayat 28
“Mengapa tidak menolong kepada mereka apa yang hteneka ambit selain dari Allah itu menjadi tuhan-tuhan untuk mendekatkan mereka?"
Siang malam mereka tunggang-tungging memuja, membakar kemenyan, bersimpuh-simpuh meletakkan segala kepercayaannya dan pengharapannya kepada yang selain Allah itu. Sekarang mereka telah kena murka dari Allah Ta'aala sendiri, telah dihancurkan, dihanyutkan, dibirasakan dengan badai dan berbagai adzab siksaan. Mana dia yang kamu sembah selain Allah itu? Mana dia? Mengapa dia tidak datang menolong dan membela? Mereka membisu?"Bahkan mereka telah menyesatkan mereka!" Berhala-berhala dan segala macamyang mereka sembah selain Allah itu telah diam dalam seribu bahasa karena mereka tidak mempunyai kuasa apa-apa, bahkan yang menyembah dan memuja mereka itulah yang lebih berkuasa, yang lebih bisa bergerak.
“Begitulah kebohongan mereka dan apa yang mereka karang-karangkan itu."
Begitulah dalam ayat-ayat ini dijelaskan sebab-sebab datangnya adzab dan siksa sehingga sampai hancur, hanya tinggal bekasnya, hanya tinggal rumah-rumah yang telah kosong dan orangnya habis disapu siksaan. Sebab utama dan semuanya ini ialah karena lupanya manusia akan kondisi dirinya, akan kelemahannya, akan masanya yang sangat terbatas di dunia. Yang tidak benar, yang khayat itulah yang mereka percayai. Takhayul dan khurafat, pikiran kacau mereka berebut memegang, tetapi kebenaran sejati mereka singkirkan. Maka datanglah kebinasaan dan bila kebinasaan datang, tidaklah dapat diperbaiki lagi. Cuma orang yang datang di belakanglah yang mestinya tidak menempuh jalan yang salah itu lagi.