Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدِ
dan sesungguhnya
ٱخۡتَرۡنَٰهُمۡ
Kami telah memilih mereka
عَلَىٰ
dengan
عِلۡمٍ
pengetahuan
عَلَى
di atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
alam semesta
وَلَقَدِ
dan sesungguhnya
ٱخۡتَرۡنَٰهُمۡ
Kami telah memilih mereka
عَلَىٰ
dengan
عِلۡمٍ
pengetahuan
عَلَى
di atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
alam semesta
Terjemahan
Sungguh, dengan (dasar) pengetahuan, Kami pilih mereka di atas seluruh alam (semua bangsa pada masa itu).
Tafsir
(Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka) yaitu kaum Bani Israel (dengan pengetahuan) Kami yang mengetahui semua keadaan mereka (atas orang-orang yang pandai) di zamannya, yakni mereka dipilih menjadi orang-orang yang lebih pandai daripada orang-orang yang pandai di zamannya.
Tafsir Surat Ad-Dukhan: 17-33
Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji kaum Firaun dan telah datang kepada mereka seorang rasul yang mulia (dengan berkata).Serahkanlah hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak) kepadaku. Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari keinginanmu merajamku, dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil). Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya, "Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka)." (Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar, dan biarkanlah laut itu tetap terbelah.
Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan. Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang menghinakan, dari (azab) Firaun.
Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata. Allah ﷻ berfirman, bahwa sesungguhnya sebelum orang-orang musyrik itu Kami telah menguji kaum Fir'aun bangsa Egypt yang tinggal di negeri Mesir. Dan telah datang kepada mereka seseorang rasul yang mulia. (Ad-Dukhan: 17) yaitu Musa a.s. yang pernah diajak berbicara langsung oleh Allah ﷻ (dengan berkata) "Serahkanlah hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak) kepadaku. (Ad-Dukhan: 18) semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka.
Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk. (Thaha: 47) Adapun firman Allah ﷻ: Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu. (Ad-Dukhan: 18) Yakni dipercaya oleh-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kalian. Firman Allah ﷻ: dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. (Ad-Dukhan: 19) Maksudnya, janganlah kamu bersikap angkuh dari mengikuti petunjuk ayat-ayat-Nya, dan tunduk patuh kepada bukti-bukti-Nya, serta beriman kepada keterangan-keterangan-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mumin: 60) Firman Allah ﷻ menceritakan ucapan Musa a.s.: [] Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. (Ad-Dukhan: 19) Yaitu dengan bukti yang jelas dan gemblang, berupa mukjizat-mukjizat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya dan dalil-dalil yang pasti.
Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari keinginanmu merajamku (Ad-Dukhan: 20) Ibnu Abbas r.a. mengatakan demikian pula Abu Saleh bahwa yang dimaksud dengan rajam ialah rajam dengan lisan alias mencaci maki. Qatadah mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan rajam di sini adalah rajam dengan batu. Makna ayat ialah 'aku berlindung kepada Allah yang telah menciptakan diriku dan diri kalian agar jangan sampai kalian menyentuhku dengan perbuatan atau ucapan yang buruk.' dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil). (Ad-Dukhan: 21) Yakni janganlah kamu menghalang-halangiku lagi dan biarkanlah urusan ini damai antara aku dan kamu hingga Allah memutuskan di antara kita.
Dan setelah Musa a.s. tinggal dalam waktu yang cukup lama di kalangan mereka seraya menegakkan Hujah-hujah Allah terhadap mereka, maka usaha itu tidaklah menambahkan kepada mereka selain kekufuran dan keingkaran. Maka Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya untuk memberi pelajaran terhadap mereka, dan doanya itu dikabulkan langsung menimpa mereka. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: Musa berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun, dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau.
Ya Tuhan Kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.(Yunus: 88-89) Hal yang sama dikatakan pula dalam ayat ini melalui firman-Nya: Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya, "Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka). (Ad-Dukhan: 22) Maka pada saat itu Allah ﷻ memerintahkan kepada Musa agar keluar membawa kaum Bani Israil meninggalkan negeri Mesir tanpa pamit dahulu kepada Fir'aun, melainkan pergi dengan diam-diam.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: (Allah berfirman), "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, 'sesungguhnya kamu akan dikejar. (Ad-Dukhan: 23) sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam). (Thaha: 77) Adapun firman Allah ﷻ: dan biarkanlah laut itu tetap terbelah.
Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan. (Ad-Dukhan: 24) demikian itu karena ketika Musa telah membawa Bani Israil menyeberangi laut itu, maka ia bermaksud memukulkan tongkatnya lagi ke laut itu, agar laut kembali tertutup oleh airnya seperti semula, sehingga menjadi penghalang antara mereka dan Fir'aun beserta pasukannya, karenanya Fir'aun tidak dapat mengejar mereka. Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. agar membiarkan laut itu tetap kering, dan menyampaikan berita gembira kepada Musa bahwa mereka adalah pasukan yang akan ditenggelamkan di dalam laut itu (bila telah masuk semuanya).
Dan sesungguhnya Musa tidak usah takut tersusul dan tidak usah takut tenggelam. Ibnu Abbas r.a. mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. (Ad-Dukhan: 24) yakni seperti itu dan berjalanlah terus kamu. Mujahid mengatakan bahwa rahwan artinya jalan yang kering seperti keadaan saat dipukul oleh Musa dengan tongkatnya. Allah ﷻ berfirman, "Janganlah kamu perintahkan laut supaya menutup sebelum orang yang terakhir dari pasukan Fir'aun masuk ke dalamnya." Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ar-Rabi' ibnu Anas Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Zaid, Ka'bul Ahbar, Sammak ibnu Harb, serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Alangkah banyaknya taman-taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun. (Ad-Dukhan: 25-26) Yang dimaksud dengan jannat ialah kebun-kebun, dan yang dimaksud dengan mata air ialah sungai-sungai dan sumur-sumur. Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26) Yaitu tempat-tempat tinggal yang antik-antik dan tempat-tempat yang indah-indah. Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26) Maksudnya, mimbar-mimbar. Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Wahb ibnu Abdullah Al-Mu'afiri, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Sungai Nil Mesir adalah rajanya semua sungai.
Allah ﷻ telah menundukkan baginya semua sungai, baik yang ada dibelahan timur maupun yang ada di belahan barat, dan semuanya itu dijinakkan oleh Allah untuk Sungai Nil. Apabila Allah hendak menjadikan Sungai Nil pasang, maka Dia memerintahkan kepada semua sungai agar membantu Sungai Nil, lalu semua sungai membantunya, dan Allah memancarkan baginya mata air-mata air dari bumi. Dan apabila pasangnya telah habis menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt, maka Allah memerintahkan kepada setiap air untuk kembali kepada sumbernya masing-masing.
Abdullah ibnu Amr r.a. telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan: 25-27) Bahwa taman-taman itu berada di kedua sisi tepi Sungai Nil mulai dari hulu sampai hilirnya, yaitu mulai dari Aswan sampai ke Rasyid. Sungai Nil di negeri Mesir mempunyai sembilan danau (aliran sungai yang melebar membentuk danau), yaitu di Iskandaria, Dimyat, Firdaus, Manaf, Fayyum, Muntaha, dan semua daerah yang dapat dicapai oleh airnya ditanami dan dijadikan lahan pertanian, mulai dari hulu sampai ke hilirnya temasuk bukit-bukit yang ada di kedua sisinya.
Dahulu pengairan negeri Mesir diambil dari Sungai Nil yang dari permukaan tanah kedalaman permukaan airnya mencapai enam belas hasta, tetapi hal itu dapat dilakukan berkat keahlian penduduknya yang mengatur pengairan dari bendungan-bendungan dan danau-danaunya. Dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan: 27) Yakni kehidupan yang nikmat yang mereka bergelimangan di dalamnya. Mereka dapat memakan apa yang mereka kehendaki dan berpakaian menurut apa yang mereka senangi.
Selain itu mereka memiliki harta yang berlimpah, kedudukan dan kekuasaan di negeri Mesir. Maka semuanya itu dicabut dari mereka dalam satu saat saja. Mereka meninggal dunia, lalu tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali adalah Jahanam. Sedangkan negeri Mesir dan semua kekayaannya beralih ke tangan bangsa Bani Israil, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. (Asy-Syu'ara: 59) Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya.
Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Firaun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (Al-A'raf: 137) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: demikianlah, dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. (Ad-Dukhan: 28) Mereka adalah kaum Bani Israil, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Firman Allah ﷻ: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Yakni mereka tidak mempunyai amal saleh yang dinaikkan ke pintu-pintu langit, karena itu langit menangisi kehilangan mereka.
Dan mereka tidak mempunyai satu petak tanah pun di bumi ini yang padanya dilakukan pemyembahan kepada Allah ﷻ yang karenanya tanah tersebut menangisi kehilangan mereka. Karena itulah maka mereka berhak untuk tidak mendapat masa tangguh karena kekafiran mereka, kejahatan mereka, dan sikap mereka yang angkuh lagi pengingkar. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya: telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan keapdaku Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik r.a. dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai dua buah pintu di langit; sebuah pintu untuk jalan turun rezekinya, dan sebuah pintu lagi untuk masuk amal dan ucapannya.
Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia, maka kedua pintu itu merasa kehilangan dia dan menangisi kepergiannya. Lalu Nabi ﷺ membaca ayat ini: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Menurut suatu riwayat, mereka tidak pernah mengerjakan suatu amal saleh pun di muka bumi ini yang menyebabkan bumi menangisi kepergian mereka. Dan tiada ucapan dan amal perbuatan mereka yang dinaikkan ke langit, yaitu ucapan yang baik dan amal yang saleh, yang karenanya langit merasa kehilangan mereka, lalu menangisi kepergian mereka.
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini melalui Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi. ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Talhah, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Yunus, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu Ubaid Al-Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda: Sesungguhnya Islam itu asing permulaannya dan kelak akan kembali asing seperti semula.
Ingatlah, tiada keterasingan bagi orang mukmin. Tidak sekali-kali seorang mukmin meninggal dunia di pengasingan yang padanya tiada seorang pun yang menangisi kepergiannya, melainkan langit dan bumi menangisi kepergiannya. Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menangisi kematian orang kafir. Ibnu Abu Hatim mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (Yakni Az Zubairi), telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Saleh, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abbad ibnu Abdullah yang telah menceritakan, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali r.a, "Apakah langit dan bumi menangisi seseorang?" maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya engkau menanyakan kepadaku sesuatu hal yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu.
Sesungguhnya tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai tempat salat di bumi dan tempat naik amalnya di langit. Dan sesungguhnya Fir'aun dan kaumnya tidak mempunyai suatu amal saleh pun di bumi ini dan tidak pula mereka memiliki suatu amal pun yang dinaikkan ke langit." Kemudian Ali r.a. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (Ad-Dukhhan: 29) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas r.a, lalu bertanya, "Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah ﷻ: 'Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.' (Al-Dukhan: 29) Maka apakah langit dan bumi itu dapat menangisi kematian seseorang?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya, sesungguhnya tiada seorang makhluk pun melainkan mempunyai pintu di langit yang darinya turun rezekinya dan dengan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan.
Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia pintunya yang di langit tempat naik amalnya dan tempat turun rezekinya ditutup, lalu ia merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan tempat dia biasa mengerjakan salatnya di bumi dan tempat ia biasa berzikir kepada Allah ﷻ bila dia meninggal, merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir'aun itu tidak mempunyai jekak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah ﷻ Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka." Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. hal yang semisal dengan atsar di atas. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu 'Abbas r.a. yang menceritakan bahwa menurut suatu pendapat, bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari.
Mujahid mengatakan, bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah bumi dapat menangis?" Ibnu Abbas menjawab, "Apakah engkau merasa heran?" mengapa bumi tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk, dan sujud padanya? dan mengapa langit tidak menangisi kematian seseorang hamba yang takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?" Qatadah mengatakan bahwa kematian Fir'aun dan kaumnya dinilai sangat hina untuk ditangisi oleh langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ismail telah menceritakan kepada kami Al-Mustawrid ibnu Sabiq dari Ubaidul Maktab dari Ibrahim yang mengatakan bahwa langit sejak dunia ada belum pernah menangis kecuali karena kematian dua orang. Aku bertanya kepada Ubaid, "Bukankah langit dan bumi menangisi kematian orang mukmin?" Ubaid menjawab, "Yang menangisinya adalah tempat naik amalnya saja".
Ubaid bertanya, "Tahukah kamu, apakah pertanda langit menangis?" Aku menjawab "Tidak tahu". Ubaid mengatakan, "Pertanda langit menangis ialah kelihatan memerah bagaikan bunga mawar seperti kilapan minyak. Sesungguhnya ketika Nabi Yahya ibnu Zakaria dibunuh, langit tampak memerah dan meneteskan darah. Dan sesungguhnya ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh langit tampak memerah. Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Muhammad ibnu Amr Zanij, telah menceritakan kepada kami Jarir, Dari Yazid ibnu Abu Ziad yang mengatakan bahwa ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh, langit kelihatan memerah selama empat bulan.
Yazid mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila ia tampak memerah. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sadiyyul Kabir. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila semua ujungnya tampak memerah. Mereka (kaum Syi'ah) menyebutkan pula sehubungan dengan peristiwa terbunuhnya Husain ibnu Ali r.a, bahwa tiada suatu batu pun yang dibalikkan pada hari terbunuhnya Al-Husain, melainkan ditemukan di bawahnya darah berserakan.
Dan di hari itu matahari mengalami gerhana dan ufuk langit kelihatan memerah serta batu-batu banyak yang berjatuhan. Semua pendapat tentang ini masih diragukan dan perlu diteliti lagi kebenarannya, yang jelas semua riwayat di atas merupakan buatan golongan Syi'ah dan kedustaan mereka untuk membesar-besarkan peristiwa itu. Memang benar peristiwa terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali termasuk peristiwa yang besar, tetapi tidaklah terjadi apa yang dibuat-buat oleh mereka ini.
Padahal telah terjadi peristiwa yang lebih besar dari terbunuhnya Al-Husain ibnu Ali r.a, tetapi tidak terjadi sesuatu pun yang disebutkan oleh mereka itu. Karena sesungguhnya ayah Al-Husain sendiri (yaitu Ali ibnu Abu Talib r.a.) yang jelas lebih utama daripadanya menurut kesepakatan semuanya, tetapi ternyata tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan ketika Usman ibnu Affan r.a. terbunuh secara aniaya dalam kepungan, ternyata tidak terjadi pula sesuatu dari hal tersebut. Begitu pula ketika Umar ibnul Khattab r.a. terbunuh di mihrab dalam salat subuhnya, yang kaum muslim belum pernah tertimpa musibah apa pun sebelum perisitwa tersebut, tetapi ternyata tidak terjadi sesuatu pun dari hal tersebut.
Berikut ini Rasulullah ﷺ penghulu manusia di dunia dan akhirat, di hari kewafatannya tiada sesuatu pun dari hal itu yang terjadi. Dan di hari kewafatan putranya (yaitu Sayyid Ibrahim) matahari mengalami gerhana. Maka orang-orang mengatakan, bahwa matahari gerhana karena kematian Ibrahim. Lalu Rasulullah ﷺ mengajak mereka Salat gerhana dan berkhotbah kepada mereka, antara lain beliau ﷺ menjelaskan bahwa sesungguhnya matahari dan rembulan tidaklah mengalami gerhana karena kematian seseorang atau kelahirannya. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang menghinakan, dari (azab) Firaun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas (Ad-Dukhan: 30-31) Allah ﷻ mengingatkan mereka kepada anugerah yang telah Dia berikan kepada mereka, karena Dia telah menyelamatkan mereka dari perlakuan Fir'aun atas diri mereka, yaitu memperbudak mereka, menjadikan mereka bangsa yang hina, dan mempekerjakan mereka untuk kerja-kerja kasar lagi berat.
Firman Allah ﷻ: dari azab Firaun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong. (Ad-Dukhan: 31) Yakni angkuh, sewenang-wenang, lagi pengingkar kebenaran. Semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi. (Al-Qashash: 4) Dan firman Allah ﷻ: maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong (Al-Mumimun: 46) yakni melampaui batas dalam urusannya dan lemah pendapatnya. Dalam firman selanjutnya disebutkan: Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32) Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami pilih mereka dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32) Yaitu di atas semua orang yang ada di zaman mereka.
Qatadah mengatakan bahwa mereka (Bani Israil) dipilih oleh Allah atas orang-orang yang semasa dengan mereka. Demikian itu karena dikatakan bahwa di setiap zaman terdapat orang yang 'alimnya tersendiri. Pengertian ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah berfirman, "Hai Musa, sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu)." (Al-A'raf: 144) Yakni atas orang-orang yang hidup di masanya. Semakna pula dengan apa yang disebutklan oleh firman-Nya tentang Maryam a.s.: dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yarig semasa dengan kamu). (Ali Imran: 42) Karena sesungguhnya Siti Khadijah r.a. adakalanya lebih utama daripada dia, paling tidak menyamainya dalam keutamaan, demikian pula Asiah binti Muzahim istri Fir'aun.
Dan keutamaan Siti Aisyah r.a. atas kaum wanita sama dengan keutamaan makanan Sarid atas makanan lainnya. Firman Allah ﷻ: Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami). (Ad-Dukhan: 33) Yakni hujah-hujah, keterangan-keterangan dan mukjizat-mukjizat yang berbeda dengan hukum alam, sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata. (Ad-Dukhan: 33) Maksudnya, ujian yang jelas bagi orang yang mendapat petunjuk tentang seluk-beluknya."
Dan dengan sungguh-sungguh, Kami telah memilih mereka, yakni Bani Israil, dengan dasar ilmu Kami untuk memiliki kelebihan di atas semua bangsa-bangsa yang lain pada masa itu. 33. Dan telah Kami berikan kepada mereka, melalui Nabi Musa yang Kami utus sebagai rasul Kami, di antara tanda-tanda kebesaran dan bukti ke kuasaan Kami sesuatu yang di dalamnya terdapat ujian serta nikmat yang nyata.
Allah menerangkan bahwa Dia telah memilih Bani Israil atas orang-orang pandai pada zaman mereka; menurunkan kepada mereka kitab-kitab Samawi, mengutus pada mereka rasul-rasul karena Dia Maha Mengetahui kesanggupan dan kemampuan mereka.
Beberapa fakta sejarah dan fakta kekinian telah membuktikan pernyataan Allah swt, seperti tercantum dalam Al-Qur'an, Surah al-Jatsiyah/45: 16 di bawah ini.
Dan sungguh, kepada Bani Israil telah Kami berikan Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian, Kami anugerahkan kepada mereka rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masa itu).
Fakta sejarah memperlihatkan kepada kita bahwa sebagian besar para Nabi dan rasul berasal dari kalangan Bani Israil. Nama-nama para nabi/rasul dari kalangan Bani Israil, yang tercantum di dalam Al-Qur'an, diawali dari Nabi Yakub. Nabi-nabi yang bergelar Israil, adalah: (1) Yakub [Jacob], (2) Yusuf [Joseph], (3) Musa,[Moses] (4) Harun [Aron], (5) Daud [David], (6) Sulaiman [Solomon], (7) Ilyas [Eliah], (8) Ilyasa [Elisha], (9) Uzair [Ezra], (10) Zulkifli [Ezekiel], (11) Junus [Jonah] (12) Ayyub [Job], (13) Zakariyya [Zeccharia], (14) Yahya [John], dan (15) Isa [Jesus]. Jika moyang Israil seperti Nabi Ibrahim [Abraham], Nabi Lut [Lot], dan Nabi Ishak,[Isaac] dimasukkan, maka jumlah nabi/rasul dari kalangan Israil yang tercantum dalam Al-Qur'an adalah 18 orang. Dari fakta sejarah ini jelas, bahwa bangsa Israil telah dikaruniai banyak rasul/nabi melebihi bangsa-bangsa lainnya. Sebagai pelengkap dari anugerah derajat kenabian/kerasulan itu, Allah ﷻ menurunkan Kitab Suci Taurat kepada Nabi Musa dan Kitab Suci Zabur kepada Nabi Daud, yang menjadi pegangan hukum bagi kalangan Israil. Kemudian diturunkan pula Kitab Suci Injil kepada Nabi Isa, yang mestinya menjadi pegangan hukum pula bagi kalangan Bani Israil, namun kemudian ditolak oleh Bani Israil. Dalam agama Kristiani, kitab Taurat, Zabur dan Injil, dijadikan pegangan, dan ketiga Kitab Suci itu dikompilasikan kedalam Perjanjian Lama (untuk Taurat dan Zabur) dan Perjanjian Baru (untuk Injil). Ketiga Kitab Suci itulah yang telah membangkitkan atau melahirkan peradaban Yahudi-Kristiani yang ada di dunia sampai saat ini. Fakta sejarah juga menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Daud dan Nabi Sulaiman adalah seorang raja yang sangat adil, dan kekuasaannya membentang sangat luas. Pada masa Raja Sulaiman, kekuasaannya membentang dari Palestina di barat sampai perbatasan India di sebelah timur. Ke selatan sampai dengan Yaman dan di utara sampai ke perbatasan Siria.
Fakta kekinian juga memperlihatkan bahwa banyak pionir ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu kealaman, teknologi atau ilmu-ilmu sosial, muncul dari kalangan Bani Israil. Para Pemenang Nobel (Nobel Laurreates) adalah dari kalangan Bani Israil. Mereka adalah: Albert Einstein (ahli Fisika, dan Kosmologi), Enrico Fermi (ahli Fisika-nuklir), Erwin Schrodinger (ahli Fisika Kuantum), Max Born (ahli Fisika Kuantum), Raould Hoffman (ahli Kimia Fisika Organik), Richard Feynmann (ahli Fisika Kuantum). Disamping itu, para ahli filsafat, seperti Karl Marx (penemu teori ekonomi Marxian), Charles Darwin (penemu Teori Evolusi) dan Sigmund Freud (ahli Psikoanalisis), juga berasal dari kalangan Bani Israil. Pionir-pionir diatas telah mempengaruhi jalannya sejarah ummat manusia sekarang ini.
Fakta di atas, telah dapat menjelaskan kepada kita tentang pernyataan Allah swt, yang tercantum dalam Al-Qur'an, surah 44: 32 dan 45: 16. Faktor genetik merupakan kunci dari keunggulan manusia, sebagaimana keunggulan dalam dunia Botani (Tumbuhan) maupun Zoologi (Hewan). Faktor genetik manusia juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika suatu populasi kelompok manusia (Kelompok-A) bermigrasi ke suatu tempat kelompok manusia yang lain (kelompok-B), dan apabila terjadi perkawinan diantara anggota kedua populasi itu, maka akan terjadi gene flow baik dari gena kelompok-A ke kelompok-B maupun sebaliknya (lihat The New Encyclopaedia Brittanica, Vol. 19, Macropaedia, 2005, Gene in Populations, hal. 719-720)
Gene flow ini mampu memperkaya faktor genetik. Lebih kurang 4000 tahun yang lalu, keluarga Nabi Ibrahim, yang terdiri dari istri Beliau: Sarah, keponakan beliau: Nabi Lut, bermigrasi dari wilayah Ur (Babilonia, atau Iraq sekarang ini), ke utara sampai di wilayah Harran (Sekarang masuk wilayah tenggara Turki). Kemudian bermigrasi lagi ke selatan, yaitu ke Siria, Palestina; dan terus ke Mesir, dimana Beliau menikahi Hajar. Keluarga Ibrahim ini kemudian bermigrasi ke Arabia dan balik ke Palestina. Beliau bermukim di sana sampai wafatnya. Karena seringnya berpindah-pindah tempat inilah, maka kelompok kecil keluarga Ibrahim ini, dikenal sebagai suku Ibrani, artinya yang berpindah-pindah tempat. Dalam migrasinya ini, kelompok keluarga Ibrahim 'berhubungan dengan banyak peradaban-peradaban maju waktu itu, seperti peradaban Babilonia, Assiria, Kanaan, dan Mesir. Gen flow tentu akan terjadi pada era migrasi Ibrahim ini, sehingga suku Ibrani mengalami pengayaan genetik (genetic enrichment). Yang unik adalah, suku Ibrani ini tetap mampu menjaga ciri khasnya sebagai suku yang menganut Tauhid; berbeda dengan ummat-ummat sekitarnya. Kebiasaan suku Ibrani ini, yang kemudian diteruskan oleh generasi yang lebih muda: Bani Israil, diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya, baik dengan perluasan wilayah, seperti pada era Raja Sulaiman, maupun pada saat Bani Israil mengalami 'pembuangan selama hampir 2000 tahun di Eropa, mulai dari tahun 70 M sampai mereka kembali ke Palestina tahun 1948 M. Gene enrichment selama hampir 4000 tahun peradaban Israil terjadi; ini mungkin kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah ﷻ kepada umat Israil itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEBENARAN TETAP MENANG
Ayat 17
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan percobaan sebelum mereka." (Yaitu kaum Quraisy)."Terhadap kaum Fir'aun dan telah datang kepada mereka seorang utusan yang mulia."
Yaitu Nabi Musa a.s.
Maksud kedatangannya kepada Fir'aun dan kaumnya itu ialah
Ayat 18
“Bahwa hendaklah kamu serahkan kepadaku hamba-hamba Allah. Sesungguhnya aku kepada kamu adalah utusan yang dipercaya."
Dengan ayat 18 ini teranglah bahwa maksud yang pertama dan terutama Allah Allah mengutus Musa a.s. ke Mesir itu ialah meminta kepada Fir'aun supaya Bani Israil dibebaskan dari perbudakan dan penindasan; jalannya ialah dengan menyerahkan pimpinan mereka kepada beliau. Oleh sebab Bani Israil itu menganut agama yang lain dari agama Fir'aun dan kaumnya, yaitu agama tauhid yang mereka terima dari nenek moyang mereka: Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, dan Yusuf maka supaya mereka bebas mengerjakan agama itu menurut keyakinan mereka, supaya Fir'aun izinkan mereka meninggalkan Mesir dan pulang kembali ke tanah pusaka nenek moyang mereka. Yang akan memimpin mereka ialah Musa sendiri. Untuk itu dia telah diangkat Allah jadi utusan yang dipercaya.
Maksud kedatangannya yang kedua ialah memberi ingat kepada Fir'aun sendiri.
Ayat 19
“Dan bahwa janganlah kamu meninggi diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku membawa kepada kamu keterangan yang nyata."
Dengan ini Musa a.s. hendak menjelaskan bahwa Fir'aun sebagai raja besar, tetap diakuinya. Tetapi meskipun dia raja janganlah demikian sombong tersebab berkuasa, sehingga menyangka bahwa diri sendiri telah jadi Allah pula di samping Allah. Musa a.s. sebagai utusan yang telah diberi kemuliaan dan kepercayaan setinggi itu oleh Allah sanggup menunjukkan keterangan yang nyata, untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah, supaya Fir'aun insaf dan membatasi diri dalam kedudukan sebagai makhluk Allah, meskipun raja. Karena kerajaan itu hanyalah semata-mata karunia jua dan Allah.
Hal ini mesti dibukanya karena Allah yang menyuruh menyampaikan. Walaupun lantaran itu Fir'aun akan murka dan dia akan dihukum. Kalau ini yang akan terjadi atas dirinya, kepada siapa dia akan berlindung, kalau bukan kepada Tuhannya dan Tuhan Fir'aun juga. Sebab itu, terang-terang dia berkata,
Ayat 20
“Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kamu, daripada kamu ‘rajam aku."
Coba baca ayat ini dengan tenang dan khusyu. Apa yang Saudara rasakan? Saudara tentu akan merasakan betapa tawakalnya Nabi Musa a.s. kepada Allah pada waktu itu dan dirasainya pula betapa gawatnya keadaan yang dihadapi. Dia insaf bahwa tubuh kasar ini akan sangsai kalau sekiranya dirajam oleh Fir'aun atau oleh polisi keamanan Fir'aun. Dia tidak akan dapat bertahan lama, betapa pun kuat badannya. Tetapi karena yang dikatakan ini adalah al-Qaulu! Haq, kata yang benar, dan Allah yang memerintahkan maka apalah arti tubuh kasar. Sebab itu dikatakannyalah kata itu di hadapan Fir'aun, lalu dilindungkannya tubuh kasarnya kepada Allah, Tuhannya dan Tuhan Fir'aun itu sendiri. Terserahlah kepada Tuhan apakah sesudah mengatakan itu dia akan mulai dirajam atau akan hidup dahulu untuk melaksanakan perintah Allah lagi.
Ayat 21
“Dan jika kamu tidak mau percaya kepadaku, tinggalkanlah aku."
Tinggalkan atau biarkanlah aku melanjutkan tugasku yang pertama, mendidik kaumku Bani Israil, dan izinkanlah kami untuk meninggalkan negeri ini selama-lamanya, supaya di tempat kediaman kami yang akan kami datangi itu, kami dapat mengerjakan agama kami lebih bebas.
Memanglah rencana menegakkan cita amat indah dan tidak hendak merugikan orang lain. Mudah saja di dalam cita jika Fir'aun izinkan mereka berangkat. Dan mudah saja kalau Fir'aun insaf bahwa dia hamba Allah, bukan Tuhan di samping Allah. Dan mudah saja pula kalau kaum Quraisy menghapuskan berhala-berhala itu dari Ka'bah dan kembali kepada agama Ibrahim a.s. yang asli, yaitu agama harif. Bukankah ketika ditinggalkan Ibrahim dan Isma'il a.s. tidak satu jua pun berhala, baik di luar atau di dalam Ka'bah? Tetapi tidak! Kenyataan yang dihadapi oleh satu cita-cita tidak mau begitu. Dia mesti mendapat tantangan. Perjuangan cita mulia pribadi pun demikian. Bertambah mulia dan suci suatu cita, bertambah hebat tantangannya. Inilah yang pernah dikatakan Imam al-Ghazali di dalam ihya-nya,
“Tiap-tiap sukar yang dituntut lagi mulia, sukarlah jalannya, panjang labuhnya (jalan) dan banyak rintangannya."
Demikianlah yang ditempuh Nabi Allah Musa a.s. Sedang Fir'aun sama sekali tidak mau menyerahkan Bani Israil kepada Nabi Musa a.s. buat dibawanya menyeberang.
Fir'aun tidak mau menerima buat dikatakan bahwa dia bukan Tuhan. Musa berjuang dan telah memperlihatkan segala mukjizat yang diizinkan Tuhan kepada Fir'aun. Tambah diperlihatkan mukjizat, tambah Fir'aun menunjukkan durhakanya kepada Allah. Sampai dia memerintahkan menterinya, Haman, membuat menara tinggi karena katanya dia hendak naik ke langit mencari Tuhan yang dikatakan oleh Musa itu. Karena menurut pendiriannya, mengatakan ada Tuhan di langit itu adalah bohong belaka. Yang Tuhan itu adalah dia; Fir'aun. Dan orang-orang besarnya pun berpendirian demikian.
Akhirnya menghadapi perjuangan yang demikian hebat, puncak perjuangan sekalian Nabi dan Rasul, menghamparkan perasaan Musa a.s. kepada Allah.
Ayat 22
“Maka dia pun berserulah kepada Tuhannya bahwa sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka."
Tidak dapat menerima kebenaran, congkak dan sombong, zalim dan menindas kepada yang lemah. Segala usaha yang dalam batas kemampuan manusia, ditambah dengan mukjizat-mukjizat pemberian Allah telah diperlihatkan, namun Fir'aun sedikit pun tidak ada padanya tanda-tanda keinsafannya kepada Allah. Musa a,s. menyampaikan hal itu kepada Allah, yang mengutusnya. Apa lagi yang mesti dikerjakannya. Maka datanglah titah Ilahi,
Ayat 23
“Maka bawalah berjalan hamba -hamba-Ku itu pada malam hari
Dan diberi peringatan lagi,
“Sesungguhnya kamu akan diikuti."
Dengan peringatan Allah ini disuruhlah supaya dia memimpin perjalanan malam itu supaya Musa a.s. cermat dan hati-hati benar. Sebab yang akan berangkat ini beribu-ribu orang banyaknya.
Sampailah para pengungsi itu di tepi laut. Dan Fir'aun mengejar dari belakang. Allah memerintahkan Musa memukulkan tongkatnya kepada laut. Dengan qudrat iradah Allah, terbelahlah laut dan dapatlah Bani Israil menyeberang dengan selamat Lalu datang pula firman Allah,
Ayat 24
“Dan biarkanlah lautan itu tetap (terbelah). Sesungguhnya mereka itu adalah tentara yang akan ditenggelamkan"
Dengan gagah perkasa, hanya memperhitungkan bahwa lautan telah terbelah, terbuka kesempatan buat menghalau Bani Israil pulang ke Mesir buat kembali menjadi budak, dikerahkanlah oleh Fir'aun tentaranya yang besar itu mengejar mereka, melalui jalan laut itu, dengan tidak juga memperhitungkan siapa yang empunya laut itu, mengapa dia terbelah dan buat siapa dia dibelah. Maka masuklah Fir'aun dengan seluruh tentaranya ke tengah-tengah belahan itu. Setelah masuk semuanya, tidak ada yang tinggal lagi, belahan laut itu pun berkatup kembali dan tenggelamlah Fir'aun dengan seluruh tentaranya di dasar laut. Hilanglah Fir'aun, hilanglah pah-lawan-pahlawan perangnya dan seluruh orang-orang besarnya.
Ayat 25
“Berapa banyaknya mereka meninggalkan dari kebun-kebun dan mata air-mata air."
Ayat 26
“Dan tanam-tanaman dan tempat-tempat kediaman yang indah."
Ayat 27
“Dan nikmat tempat mereka bersenang-senang."
Demikianlah seorang raja besar dengan seluruh alat kerajaan, alat senjata, bala tentara pilihan, kekayaan, emas dan perak, kuda-kuda peperangan, terberiam semuanya masuk lautan, sehingga rumah-rumah indah, taman-taman, tempat-tempat bercengkerama dalam negeri Mesir menjadi kosong dan sepi dari laki-laki, beribu laki-laki hilang malahan istana sendiri pun.
Ayat 28
“Demikianlah jadinya dan Kami waniskan semuanya kepada kaum yang lain."
Dan dengan warisan yang diterima oleh kaum yang lain itu, lama pula dahulu baru Mesir bangkit kembali. Di zaman Nabi Sulaiman menjadi Raja Bani Israil di Jerusalem, pernahlah pula Fir'aun-Fir'aun Mesir membayar upeti kepada Raja Bani Israil itu.
Dan setelah Raja Fir'aun yang besar dan sombong itu tenggelam ke dasar laut dan hilang, Al-Qur'an menggambarkan kehilangan itu.
Ayat 29
“Dan tidaklah ditangisi mereka oleh langit dan bumi dan tidak mereka diberi kesempatan."
Alangkah terharunya kita membaca ayat itu. Sebab dapatlah dibayangkan arti yang mendalam dari ayat ini. Hilangnya Fir'aun yang menganggap dirinya penting, diiringkan oleh beribu-ribu bala tentaranya, tidak sedikit juga ada kesannya kepada alam ini. Malahan dapatlah dibayangkan bahwa setelah laut yang belah itu bertaut kembali dan Fir'aun bersama bala tentaranya telah tenggelam, laut itu tenang saja, seperti tidak pernah ada kejadian apa-apa.
Kemudian Allah menjelaskan lagi.
Ayat 30
“Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari adzab yang menghina."
Ayat 31
Yaitu adzab siksa penindasan beratus tahun, yang benar-benar menghina, yang tidak layak diterima oleh keturunan Nabi Ibrahim a.s.."Daripada Fir'aun. Sesungguhnya dia itu adalah sombong dari orang-orang yang melanggar batas."
Lepas dari tindasan Fir'aun itu, Bani Israil di bawah pimpinan Musa a.s. dan Harun a.s. dituntun dengan wahyu, diberi kitab Taurat.
Ayat 32
“Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka atas pengetahuan, di atas sekalian manusia."
Mereka telah dipilih Allah dengan pengetahuan, artinya dengan rencana yang tertentu buat menerima dan menjalankan ajaran tauhid, untuk menjadi teladan bagi bangsa-bangsa dan kaum yang lain. Sehingga diutus kepada mereka nabi dan rasul berganti-ganti.
Untuk mencapai martabat sebagai kaum yang akan jadi teladan itu, banyak percobaan yang mereka lalui, yang dibayangkan dengan ayat,
Ayat 33
“Dan telah Kami datangkan kepada mereka daripada ayat-ayat yang di dalamnya ada percobaan yang nyata."