Ayat
Terjemahan Per Kata
فَٱصۡفَحۡ
maka maafkanlah
عَنۡهُمۡ
dari mereka
وَقُلۡ
dan katakanlah
سَلَٰمٞۚ
selamat/sejahtera
فَسَوۡفَ
maka kelak
يَعۡلَمُونَ
mereka akan mengetahui
فَٱصۡفَحۡ
maka maafkanlah
عَنۡهُمۡ
dari mereka
وَقُلۡ
dan katakanlah
سَلَٰمٞۚ
selamat/sejahtera
فَسَوۡفَ
maka kelak
يَعۡلَمُونَ
mereka akan mengetahui
Terjemahan
Maka, berpalinglah dari mereka dan katakanlah, “Salam (selamat tinggal).” Kelak mereka akan mengetahui (nasibnya yang buruk).
Tafsir
Lalu Allah ﷻ berfirman: (Maka berpalinglah) artinya palingkanlah dirimu (dari mereka dan katakanlah, "Salam") selamat tinggal bagi kalian. Ayat ini diturunkan sebelum diperintah untuk memerangi mereka (Kelak mereka akan mengetahui) ayat ini mengandung ancaman buat mereka; dan dapat dibaca Ya'lamuuna atau Ta'lamuuna, kalau dibaca Ta'lamuuna artinya, kelak kalian akan mengetahui.
Tafsir Surat Az-Zukhruf: 81-89
Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). Mahasuci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan yang empunya 'Arasy, dari apa yang mereka sifatkan itu. Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka. Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Mahasuci Tuhan yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan.
apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat; tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka," niscaya mereka menjawab, 'Allah," maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman.
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah, "Salam (selamat tinggal). Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk). Firman Allah ﷻ: Katakanlah, (hai Muhammad), jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan anak itu. (Az-Zukhruf: 81) Yakni seandainya hal ini dihipotesiskan, tentulah aku akan menyembahnya karena hal tersebut, sebab aku adalah salah seorang dari hamba-Nya yang selalu taat kepada semua yang diperintahkan-Nya kepadaku. Dalam diriku sama sekali tidak ada rasa takabur, tidak ada pula rasa menolak untuk menyembahnya.
Hal ini diumpamakan seandainya hal tersebut benar ada, tetapi hal tersebut mustahil bagi hak Allah ﷻ Dan kalau yang namanya 'seandainya' bukan berarti merupakan suatu keharusan terjadinya subjek yang dimaksud, bukan pula merupakan suatu hal yang mungkin terjadi. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4) Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: maka akulah mula-mula orang yang memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang pertama paling menolak.
Di antara mereka yang mengatakan pendapat ini adalah Sufyan As-Sauri. Dan Imam Bukhari telah meriwayatkan hal tersebut. Untuk itu ia mengatakan bahwa Sufyan As-Sauri telah mengatakan, "Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah akulah orang yang mula-mula mengingkarinya, diambil dari kata 'abida ya'badu. Ibnu Jarir telah menuturkan pendapat ini berikut syawahid yang menguatkannya. Antara lain ialah apa yang telah diriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, telah mnceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abu Qasit, dari Ba'jah ibnu Badr Al-Juhani, bahwa pernah ada seorang wanita dari kalangan Al-Juhani bercampur dengan suaminya yang juga dari kalangan mereka.
Ternyata wanita itu melahirkan anak dalam masa enam bulan. Maka suaminya menceritakan hal itu kepada Usman ibnu Affan r.a. Kemudian Usman memerintahkan agar wanita itu di hukum rajam. Tetapi sebelum hukuman rajam dilaksanakan, sahabat Ali ibnu AbuTalib r.a. masuk menemui Klalifah Usman r.a, lalu mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15) Dan Allah ﷻ telah berfirman: dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14) Ba'jah ibnu Badr Al-Juhani mengatakan, "Demi Allah, tidaklah Khalifah Usman r.a. menolak untuk mengirimkan utusan agar wanita itu dipulangkan ke rumahnya." Yunus mengatakan, Ibnu Wahb telah mengatakan bahwa 'abida artinya menolak. Dan seorang penyair telah mengatakan dalam salah satu bait syairnya: ... Manakala seorang kekasih berkeinginan untuk memutuskan kekasihnya dan menolak berhubungan lagi dengannya, berarti dia adalah orang yang berbuat aniaya. Tetapi pendapat ini masih diragukan, karena maknanya tidak selaras dengan syarat, sehingga pengertian lengkapnya adalah seperti berikut, bahwa jika hal itu benar, maka akulah orang yang menolaknya.
Dan hal ini jelas tidak dapat diterima, harap direnungkan! Kecuali jika dikatakan bahwa huruf in di sini bukan in syartiyyah, melainkan in nafiyah. Seperti yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, tiadalah Tuhan Yang Maha Pemurah beranak. (Az-Zukhruf: 81) Yaitu bahwa tiadalah Tuhan Yang Maha Pemurah itu beranak, dan aku adalah orang yang mula-mula menyaksikannya. Qatadah mengatakan bahwa ungkapan ini biasa dipakai oleh orang-orang arab, yaitu: Jika Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakannya. (Az-Zukhruf: 81) Yakni hal itu tidak mungkin terjadi, dan tidak layak bagi-Nya beranak.
Abu Sakhr mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya). (Az-Zukhruf: 81) Yaitu akulah orang yang mula-mula menyembah Allah dengan keyakinan bahwa Dia tidak beranak, dan akulah orang yang mula-mula mengesakan-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya). (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang mula-mula menyembah-Nya, mengesakan-Nya, serta mendustakan kalian.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya. (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang mula-mula menolaknya, lafaz 'abidin mempunyai dua makna. Yang pertama bermakna menyembah, sedangkan yang kedua bermakna menolak. Makna yang pertamalah yang lebih dekat kepada kebenaran, yakni yang menganggapnya sebagai syarat dan jawab, tetapi pengertian ini tidak mungkin terjadi. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempuyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Seandainya Allah beranak, tentulah aku menjadi orang yang mula-mula meyakini bahwa Dia mempunyai anak, tetapi kenyataanya Dia tidak beranak.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan Ibnu Jarir menjawab pendapat orang yang menduga bahwa huruf in di sini bermakna nafi. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Mahasuci Tuhan yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya 'Arasy dari apa yang mereka sifatkan. (Az-Zukhruf: 82) Yakni Mahasuci, Mahatinggi, lagi Mahabersih Allah Pencipta segala sesuatu dari sifat beranak. Karena sesungguhnya Dia Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada tandingan dan tiada saingan bagi-Nya, maka tiada anak bagi-Nya.
Firman Allah ﷻ: Maka biarlah mereka tenggelam. (Az-Zukhruf: 83) Yaitu dalam kebodohan dan kesesatan mereka. dan bermain-main. (Az-Zukhruf: 83) dalam dunia mereka. sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka. (Az-Zukhruf: 83) Yaitu hari kiamat, kelak mereka akan mengetahui ke manakah tempat kembali mereka dan nasib yang akan mereka alami pada hari itu. Firman Allah ﷻ:. Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi. (Az-Zukhruf: 84) Dia adalah Tuhan yang disembah oleh makhluk di langit, dan Tuhan yang disembah oleh makhluk yang di bumi, semuanya tunduk dan merendahkan diri di hadapan-Nya.
dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Az-Zukhruf: 84) Ayat ini semakna dengan firman Allah ﷻ: Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (Al-An'am: 3) Yakni Dialah Tuhan yang disembah di langit dan di bumi. Dan Mahasuci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa saja yang ada di antara keduanya. (Az-Zukhruf: 85) Dialah Yang menciptakan, yang memiliki dan Yang mengatur keduanya tanpa ada yang menyaingi dan menentangnya.
Maka Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari beranak. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sudah merupakan suatu ketetapan bagi-Nya bersih dari semua cela dan sifat kekurangan, karena Dia adalah Tuhan Yang Mahatinggi, Mahabesar, Yang memiliki segala sesuatu, Yang di tangan kekuasaan-Nyalah kendali semua urusan dipegang, terlaksana atau tidaknya. dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 85) Yakni tiada yang mengetahui waktunya kecuali hanya Dia.
dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Az-Zukhruf: 85) Maka Dia akan memberikan pembalasan kepada setiap orang sesuai., dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat. (Az-Zukhruf: 86) Artinya, berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu tidak mampu memberikan syafaat kepada mereka yang menyembahnya, tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). (Az-Zukhruf: 86) Istisna atau pengecualian dalam ayat ini bersifat munqati' yang artinya 'tetapi orang yang meyakini perkara yang hak dengan penuh kesadaran dan pengetahuan, maka syafaat yang diberikannya itu dapat memberi manfaat dengan seizin dari Allah ﷻ'.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, 'Allah.' Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87) Yakni seandainya kamu tanyakan kepada mereka yang mempersekutukan Allah, yang menyembah selain-Nya di samping Dia. Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, 'Allah.' (Az-Zukhruf: 87) Mereka mengakui bahwa Dialah Allah Yang menciptakan segala sesuatu keseluruhannya, hanya Dia semata tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ini.
Tetapi sekalipun dengan pengakuan ini, mereka masih tetap menyembah selain-Nya di samping Dia, yaitu menyembah makhluk yang tidak memiliki sesuatu pun dan tidak mampu berbuat sesuatu pun. Dengan demikian, berarti mereka dengan perbuatannya itu adalah orang-orang yang sangat bodoh, pandir dan sangat lemah akalnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87) Adapun firman Allah ﷻ: dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman. (Az-Zukhruf: 88) Yakni Nabi Muhammad ﷺ mengadu kepada Tuhannya tentang perbuatan kaumnya yang mendustakannya.
Untuk itu dia mengatakan: Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman. (Az-Zukhruf: 88) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman'-Nya: Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan. (Al-Furqan: 30) Apa yang telah kami kemukakan merupakan pendapat Ibnu Mas'ud r.a. Mujahid, serta Qatadah, dan berdasarkan pendapat inilah Ibnu Jarir menafsirkannya. Imam Bukhari mengatakan bahwa Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud r.a.) membaca ayat ini dengan bacaan: waqalar rasulu, ya Rabbi (dan rasul berkata, "Ya Tuhanku"). Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman. Bahwa Allah mendengar ucapan Muhammad ﷺ itu. Qatadah mengatakan bahwa dia adalah nabi kalian yang mengadu kepada Tuhannya tentang kaumnya yang tidak mau beriman.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku (Az-Zukhruf: 88) Bahwa ada dua qiraat mengenainya; salah satunya membacanya dengan bacaan nasab, yakni waqilahu. Bacaan ini mempunyai dua alasan yang salah satunya ialah di- ataf-kan kepada firman Allah ﷻ: bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka. (Az-Zukhruf: 80) Alasan kedua ialah diperkirakan adanya fi'il (kata kerja) yang ada sebelumnya. Bentuk lengkapnya ialah Waqala qilahu (dan Muhammad mengucapkan pengaduannya). Bacaan yang kedua ialah membacanya dengan kasrah, yakni qilihi, yang menurut suatu pendapat karena di-ataf-kan kepada firman-Nya: dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 85) Bentuk lengkapnya ialah 'dan pengetahuan tentang ucapannya.' Firman Allah ﷻ: Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka. (Az-Zukhruf: 89) Maksudnya, dari orang-orang musyrik itu.
dan katakanlah, "Salam (selamat tinggal)." (Az-Zukhruf: 89) Yakni janganlah engkau menjawab perkataan mereka yang ditujukan kepadamu, berupa ucapan yang buruk. Tetapi bujuklah mereka dan maafkanlah mereka melalui sikap dan ucapan. Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk). (Az-Zukhruf: 89) Ini merupakan ancaman dari Allah ﷻ ditujukan kepada orang-orang musyrik itu. Karena itu, maka mereka ditimpa oleh azab-Nya yang tidak dapat ditolak lagi. Dan Allah meninggikan agama dan kalimah-Nya, juga memerintahkan sesudah itu (kepada Nabi-Nya) untuk berjihad dan berperang melawan mereka, hingga akhirnya manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah, dan Islam tersebar dibelahan timur dan belahan barat. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Allah menyambut pengaduan Nabi Muhammad dengan berfirman, 'Maka berpalinglah dari mereka, wahai Nabi Muhammad, dan katakanlah kepada mereka, 'Salam (selamat tinggal). ' Kelak di dunia ini atau di akhirat nanti, mereka akan mengetahui nasib mereka yang buruk, berupa azab yang amat pedih. 1. H' M'm.
Setelah Allah mendengar ucapan Rasulullah ﷺ itu, Dia berfirman, "Hai Muhammad, berpalinglah engkau dari mereka, janganlah engkau berputus asa karena keangkuhan mereka untuk beriman, janganlah engkau melayani perkataan-perkataan mereka yang buruk itu, dan tindakan-tindakan yang menghinakanmu dan pengikutmu, maafkanlah mereka, kelak mereka akan mengakui kesalahannya dan merasakan akibat kekafiran mereka."
Ayat ini merupakan janji Allah kepada kaum Muslimin, dan janji itu ditepati-Nya, dengan penaklukan kota Mekah. Peristiwa tersebut menyebabkan manusia masuk Islam secara berbondong-bondong. Maka tersebarlah agama Islam ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang singkat.
Allah berfirman:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat. (an-Nasr/110: 1-3).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 74
“Sesungguhnya orang-orang yang durhaka di dalam adzab Jahannamlah mereka akan kembali."
Ayat 75
Adzab yang akan mereka terima di sana. ‘Tidak akan diringankan daripada mereka dan mereka di dalamnya berputus asa."
Putus asa dan pengharapan, sebab dari selagi hidup tak sedikit juga memedulikan jalan lurus yang telah digariskan Allah,
Lalu Allah menjelaskan,
Ayat 76
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka."
Sebagai adzab yang mereka terima dan derita itu, sekali-kali bukanlah karena aniaya Allah. Rasul datang, berbagai ragam wahyu turun memberi peringatan, tidak satu pun mereka acuhkan. Maka bukan Allah yang aniaya,
“Tetapi mereka sendirilah aniaya."
Yaitu, aniaya kepada diri mereka sendiri.
Dalam penderitaan adzab yang sangat itu,
Ayat 77
“Dan mereka memanggil."
Kepada Malaikat Malik yang menjadi penjaga neraka."Wahai Malik! Biarlah Tuhanmu menghukum mati." Tidak tahan lagi kami menderita siksa seberat ini. Sebagai menjawab per-Allahonan yang tidak mungkin itu,
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya kamu akan tetap begitu.
Karena mati itu hanya sekali, yakni ketika kamu meninggal dunia. Sesudah itu baik di surga atau di neraka mati tidak ada lagi.
Lalu Allah memperingatkan lagi pokok pangkal kesalahan sehingga sampai menerima adzab demikian rupa.
Ayat 78
“Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada kamu kebenaran, tetapi kebanyakan kamu kepada kebenaran itu benci."
Keberician mereka kepada kebenaran itu sewaktu-waktu menimbulkan maksud-maksud yang jahat. Sampai mereka bermusyawarah dan memutuskan hendak membunuh Rasul Allah. Inilah yang diperingatkan Allah.
Ayat 79
“Ataukah mereka telah memutuskan suatu hal; maka Kami pun akan memutuskan."
Pernah Nabi ﷺ sedang shalat mereka sangkut dengan kulit unta yang masih basah. Dan berbagal-bagai perbuatan keji yang lain yang mereka lakukan kepada beliau. Yang akhir sekali ialah dikerahkan para pemuda dari setiap kabilah untuk membunuhnya beramal-ramai, sehingga kalau dia mati, darahnya telah terbagi kepada setiap kabilah maka kabilahnya sendiri, Bani Hasyim, tidak dapat lagi menuntut bela darahnya. Tetapi Allah pun mengambil keputusan. Rasul-Nya disuruh-Nya pindah ke Madinah. Dan Nabi ﷺ keluar dari dalam rumahnya ketika rumahnya mulai dikepung. Ketika Nabi keluar itu, semua mereka tertidur pula.
Keputusan siapa yang berlaku?
Ayat 80
“Ataukah mereka menyangka bahwa Kami tidak mendengari nahasia mereka dan bisik-desus mereka? Bukan begitu! Dan utusan-utusan Kami di dekat mereka pada menulis."
Utusan-utusan itu ialah malaikat yang telah ditugaskan Allah buat mencatat segala perkataan manusia dan gerak langkahnya. Terkenallah malaikat-malaikat sebagai Raqib dan Atid, Kiraman Katibin dan Hafazhah, yang telah mencatat perkataan atau perbuatan baik dan buruk manusia. Sebab itu, tidak ada yang dapat dirahasiakan oleh manusia dari Allah. Dan kelak di hari Mahsyar, segala catatan itu akan dibuka kembali.
Demikianlah niat-niat jahat kaum kafir, baik yang baru dalam niat hati, atau yang telah dibisik-bisikkan kerapkali dibuka terus terang dengan wahyu, sehingga kaum kafir itu jadi terdesak.
Ayat 81
“Katakanlah, ‘jika ada bagi Tuhan Yang Mahammah itu anak, niscaya akulah orang-orang yang mula-mula menyembah."
Sebagai diketahui, orang Quraisy mempunyai kepercayaan bahwa Allah beranak, Anak-Nya itu adalah perempuan, itulah malaikat-malaikat Nabi ﷺ diperintahkan membantahnya. Aku lebih tahu daripada kamu tentang Allah. Aku ini utusan-Nya. Allah tidak beranak, Malaikat-malaikat itu bukan anak-Nya, melainkan makhluk-Nya. Kalau memang Allah beranak, sedang aku utusan-Nya, tentu aku yang akan terlebih dahulu menyembah anak Allah itu. Tidak! Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Ayat 82
“Mahasuci Tuhan yang empunya semua langit dan bumi. Tuhan dari Ansy daripada apa yang mereka sifatkan itu."
Dengan kata yang disuruhkan Allah, Nabi ﷺ menyebutkan ini, dibayangkanlah kebesaran Ilahi, pencipta berlapis-lapis langit dan bumi dan Allah dari Arsy, yang kebesaran Arsy itu pun berlipat ganda berpuluh kali dari kumpulan semua langit beserta bumi. Sungguhlah bahwa mengatakan Allah beranak itu memperkecil jadinya terhadap kebesaran, bukan membesarkan.
Ayat 83
“Maka biarkanlah mereka menyelami dan berimain-main."
Menyelam sedalam-dalamnya di dalam lautan kesesatan dan khayat yang tidak berketentuan.
“Sampai mereka bertemu dengan hari yang dijanjikan kepada mereka itu."
Pada hari yang telah dijanjikan itulah kelak baru mereka insaf, menyesal, dan mengeluh karena salahnya pendirian mereka mengenai ketuhanan.
Ayat 84
“Dan Dialah yang di langit (menjadi) Tuhan dan di bumi pun Tuhan. Dan Dia adalah Mahabijaksana Maha Mengetahui."
Kalau kita baca ayat ini dengan penuh perasaan khusyu, akan terasalah betapa besar kekuasaan Ilahi. Di langit Dia Yang Tuhan. Di bumi pun Dia. Ingatlah bahwa keluar dari daerah bumi ini, sudahlah langit semua. Dan ada berjuta-juta bintang! Tidak akan ada seorang sarjana ilmu bintang pun yang tahu berapa sebenarnya jumlah bintang-bintang itu. Dan ada berjuta bintang yang lebih besar dari bumi. Semua bintang-bintang itu, Dia juga Tuhannya.
Dengan sifat-Nya al-Hakim Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, diatur-Nya segala makhluk-Nya itu. Apabila dipercikkan-Nya agak sedikit sifat bijaksana-Nya itu kepada manusia maka dengan kebijaksanaan yang diberikan-Nya itu, manusia dapat meyakini kebijaksanaan Allah. Dan manusia yang dibe-ri-Nya percikan ilmu pula yang dapat meyakini Mahailmu Allah.
Ayat 85
“Dan Mahatinggilah, yang bagi-Nya kerajaan semua langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang Sa'at dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan."
Demikian tinggi dan besarnya kekuasaan dan kerajaan Allah meliputi semesta alam. Dalam ke-Mahatinggian itulah Dia menentukan bila Kiamat akan terjadi. Dan oleh karena kepada-Nya jua kita akan kembali maka diisilah jiwa kita dengan iman kepada-Nya.
Ayat 86
“Dan tidaklah siapa-siapa yang mereka seru selain Dia mempunyai syafa'at, kecuali mereka yang menyaksikan kebenaran dan mereka tahu."
Syafa'at artinya pertolongan yang akan diberikan Allah di akhirat dari yang lebih tinggi
kedudukannya di sisi Allah kepada yang di bawahnya. Maka dalam ayat ini ditegaskan bahwa segala yang diseru dan dipuja selain Allah, yangdiperserikatkan dengan Allah itu sekali-kali tidak akan dapat memberi syafa'at itu di akhirat. Yang dapat memberi syafa'at hanyalah orang yang diizinkan Allah. Yang diizinkan itu ialah makhluk-Nya yang menyaksikan kebenaran, yang beriman, yang tidak suka kalau dirinya disembah orang pula selain Allah. Seumpama Nabi Isa a.s. hanya akan memberi syafa'at kepada yang percaya kepadanya, tetapi tidak mempertuhan dia. Sebab beliau menyaksikan kebenaran dan mengetahuinya.
Ayat 87
“Dan sekiranya engkau tanya mereka, siapa yang menjadikan mereka, niscaya mereka akan beikata,"Allah!"
Memang, kalau ditanya tidak ada yang akan menjawab bahwa yang menjadikannya itu Laata, ‘Uzza, dan Manaata (berhala-berhala orang Quraisy). Orang Nasrani pun tidak akan menjawab bahwa Isa al-Masih yang menjadikannya. Semua menjawab bahwa yang menjadikannya: Allah!
“Maka ke mana lagi mereka dipalingkan?"
Mereka dipalingkan oleh hawa nafsu atau pusaka nenek moyang, atau oleh setan, sehingga terpesong dari tujuan jiwa semula.
Kemudian Allah menceritakan keluhan Rasul-Nya, kepada Rasul itu sendiri.
Ayat 88
“Demi perkataannya."
Yaitu keluhan Nabi Muhammad ﷺ sendiri kepada Allah.
“Ya Tuhan, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman."
Keluhan Rasul-Nya itu diperhatikan, sehingga dimulal-Nya dengan sumpah (wawasan), memakai demi, Allah menyambut apa yang dikeluhkan Rasul-Nya itu.
Ayat 89
“Oleh sebab itu, ampunilah mereka dan katakanlah, ‘Salami'Karena mereka kelak akan tahu.
Artinya, kalau bertemu dengan orang-orang yang tidak mau beriman itu, tenangkan sajalah pikiran, ampuni kebodohan mereka, dan tinggalkan sajalah mereka dengan ucapan, salam, selamat tinggal karena mereka kelaknya akan tahu juga mau atau tidak mau, bahwa kebenaran agama Allah pasti memang.
Selesai tafsir surah az-Zukhruf.