Ayat
Terjemahan Per Kata
فَجَعَلۡنَٰهُمۡ
maka Kami jadikan mereka
سَلَفٗا
terdahulu
وَمَثَلٗا
dan perumpamaan
لِّلۡأٓخِرِينَ
bagi orang-orang yang kemudian
فَجَعَلۡنَٰهُمۡ
maka Kami jadikan mereka
سَلَفٗا
terdahulu
وَمَثَلٗا
dan perumpamaan
لِّلۡأٓخِرِينَ
bagi orang-orang yang kemudian
Terjemahan
Maka, Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.
Tafsir
(Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran) lafal Salafan merupakan bentuk jamak dari lafal salifun, wazannya sama dengan lafal Khadimun atau pelayan, yang jamaknya adalah Khadamun; yakni orang-orang terdahulu yang dijadikan sebagai pelajaran (dan contoh bagi orang-orang yang kemudian) sesudah mereka, di mana orang-orang yang sesudah mereka itu dapat mengambil contoh dari keadaan mereka, karena itu mereka tidak berani melakukan hal-hal serupa.
Tafsir Surat Az-Zukhruf: 51-56
Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat (nya) Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataanya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya? Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.
Allah ﷻ berfirman, menceritakan keadaan Fir'aun dan pembangkangan, keingkaran, kekafiran, dan kesewenang-wenangannya; bahwa dia mengumpulkan kaumnya, lalu berseru kepada mereka seraya memperagakan dan membangga-banggakan dirinya sebagai raja negeri Mesir yang tunduk di bawah pengaturannya: Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku. (Az-Zukhruf: 51) Qatadah mengatakan bahwa mereka memang mempunyai taman-taman dan sungai-sungai. maka apakah kamu tidak melihat (nya)? (Az-Zukhruf: 51) Yakni tidakkah kalian melihat kebesaran dan kerajaan yang kumiliki? sedangkan Musa dan para pengikutnya adalah orang-orang yang fakir lagi lemah. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: .
Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya), lalu berseru memanggil kaumnya, (seraya) berkata, "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. (An-Nazi'at: 23-25) Firman Allah ﷻ yang menyitir kata-kata Fir'aun: Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya) ? (Az-Zukhruf: 52) As-Saddi mengatakan bahwa Fir'aun mengatakan, "Tidak, aku lebih baik daripada orang ini yang tidak dapat menjelaskan perkataannya." Hal yang sama dikatakan oleh sebagian ulama Nahwu Basrah, bahwa am di sini mengandung makna bal. Dan pendapat ini dikuatkan dengan adanya apa yang diriwayatkan oleh Imam Farra dari sebagian ahli qira'at, bahwa dia membacanya: Ibnu Jarir menjawab bahwa seandainya qiraat ini benar, tentulah maknanya pun benar dan jelas, tetapi qiraat ini bertentangan dengan qiraat semua ulama yang ada di kota-kota besar Islam, karena sesungguhnya mereka membacanya seperti berikut: Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya). (Az-Zukhruf: 52) dengan memakai istifham, yaitu am.
Menurut hemat kami, berdasarkan hipotesis mana pun kesimpulannya menunjukkan bahwa sesungguhnya yang dimaksud oleh Fir'aun tiada lain suatu pernyataan bahwa dirinya lebih baik dari Musa a.s. padahal kenyataannya Fir'aun dusta secara terang-terangan. Semoga laknat Allah terus menimpanya sampai hari kiamat. Dan yang dimaksud dengan lafaz mahin, menurut Sufyan ialah rendah. Menurut Qatadah dan As-Saddi artinya lemah.
Menurut Ibnu Jarir artinya tidak memiliki kerajaan, tidak memiliki pengaruh, dan tidak pula memiliki harta. dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya). (Az-Zukhruf: 52) Yakni hampir tidak dapat berbicara dengan fasih, karena lisannya pelat. As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya). (Az-Zukhruf: 52) Maksudnya, hampir saja tidak dipahami perkataanya. Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa lisan Musa pelat. Sufyan mengatakan bahwa pada lisan Musa terdapat luka bekas bara api saat ia memakan bara api semasa kecilnya.
Dan apa yang dikatakan oleh Fir'aun la 'natullah ini dusta dan buat-buatannya (rekayasanya) sendiri. Sesungguhnya yang mendorongnya berkata demikian hanyalah kekufuran dan keingkarannya, hal inilah yang menyebabkan dia memandang Musa a.s. dengan pandangan mata kekafiran dan kerendahan. Padahal sesungguhnya penampilan Musa a.s. sangat anggun dan mulia lagi berwibawa sehingga memukau pandangan orang-orang yang berakal sehat. Ucapannya terhadap Musa a.s. sebagai seorang yang hina adalah dusta, justru dia sendirilah yang hina lagi rendah, baik dari segi penampilan, akhlak, maupun agamanya.
Dan Musalah orang yang mulia, seorang pemimpin, benar, berbakti, lagi mendapat petunjuk. Dan ucapannya yang disitir oleh firman-Nya: dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52) merupakan buat-buatan dan rekayasa Fir'aun pula yang ia tuduhkan kepada Musa a.s. Karena sekalipun lisan Musa benar mengalami sesuatu akibat dari bara api yang dikunyahnya, maka sesungguhnya dia telah memohon kepada Allah ﷻ agar Dia melepaskan kesulitan lidahnya, supaya mereka dapat memahami perkataannya, Dan Allah ﷻ mengabulkan permintaannya itu, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (Thaha: 36) Seandainya masih ada sesuatu yang membekas pada lisannya yang tidak dimintakan olehnya agar dilenyapkan, seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, maka sesungguhnya dia telah memohon kepada Allah agar dirinya dibebaskan dari akibat kepelatan lisannya dalam tugas menyampaikan dan memberi pengertian.
Karena hal-hal yang timbul dari cacat kejadian yang merupakan hal yang di luar kekuasaan seorang hamba, maka ia tidak dicela dan tidak pula dicaci karenanya. Sedangkan Fir'aun sendiri sebagai seorang yang mempunyai pengertian dan akal, dia menyadari kenyataan ini. Dan sesungguhnya tujuannya ialah hendak mengelabui rakyatnya karena mereka terdiri dari orang-orang yang tidak mengerti. Demikian pula ucapan Fir'aun yang disitir oleh firman-Nya: Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas. (Az-Zukhruf: 53) Yang dimaksud dengan aswirah ialah perhiasan emas yang dikenakan di tangan alias gelang, demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya. (Az-Zukhruf: 53) Yakni para malaikat itu meluputinya, melayaninya, serta menjadi saksi akan kebenarannya. Fir'aun hanya memandang penampilan lahiriah saja dan tidak memahami rahasia maknawi yang seandainya dia mengerti jauh lebih jelas dan terang ketimbang pandangannya yang hanya sebatas lahiriah saja itu. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya. (Az-Zukhruf: 54) Akal dan pemikiran kaumnya dangkal.
Pada saat Fir'aun menyeru mereka kepada kesesatan, mereka langsung menaatinya dan menyambut seruannya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (Az-Zukhruf: 54) Firman Allah ﷻ: Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya, "Asafuna, mereka membuat Kami murka. Ad-Dahak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang di maksud ialah mereka membuat Kami marah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan mufassirin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah anak keponakanku, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Uqbah ibnu Muslim At-Tajibi, dari Uqbah ibnu Amir r.a, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila kamu melihat seorang hamba mendapatkan sesuatu yang dikehendakinya dari Allah ﷻ, sedangkan si hamba yang bersangkutan tetap tenggelam dalam kemaksiatannya, maka sesungguhnya hal itu semata-mata hanyalah istidraj dari Allah terhadapnya.
Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55) Telah menceritakan pula kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Hamid Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ketika ia sedang berada di rumah Abdullah ibnu Mas'ud r.a, lalu diceritakan kepadanya tentang kematian yang mendadak. Maka Ibnu Mas'ud berkata, "Itu merupakan keringanan bagi orang mukmin, dan merupakan kekecewaan bagi orang kafir." Lalu Abdullah ibnu Mas'ud r.a. membacakan firman-Nya: Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55) Umar ibnu Abdul Aziz r.a. telah mengatakan bahwa ia menemukan makna azab bersamaan dengan keadaan lalai.
Yang ia maksudkan adalah firman Allah ﷻ: Maka tatkala mereka membuat Kami murka, kami menghukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). (Az-Zukhruf: 55) Adapun firman Allah ﷻ: dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian. (Az-Zukhruf: 56) Abu Mijlaz mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagai pelajaran dan contoh bagi orang yang melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh mereka. Abu Mijlaz dan Mujahid mengatakan bahwa matsalan artinya pelajaran bagi orang-orang yang sesudah mereka (agar tidak mengerjakan seperti apa yang telah dilakukan oleh mereka)."
Lalu Kami jadikan mereka yang menentang terhadap ajaran-ajaran Allah yang dibawa oleh Nabi Musa dan hukuman yang ditimpakan kepada mereka itu sebagai kaum terdahulu dan pelajaran bagi orang-orang yang datang kemudian. 57. Setelah menjelaskan bahwa kaum Nabi Musa yang menentang ajaran Allah dan hukuman yang ditimpakan kepada mereka adalah pelajaran bagi orang-orang datang kemudian, Allah lalu menjelaskan pelajaran yang dapat diambil oleh Nabi Muhammad dan umatnya dari kisah Nabi Isa. Dan ketika putra Maryam, yakni Nabi Isa, dijadikan oleh orang-orang musyrik perumpamaan untuk menentang kebenaran ayat-ayat Allah, tiba-tiba kaummu, suku Quraisy wahai Nabi Muhammad bersorak gembira karenanya.
Kasus Fir'aun itu merupakan contoh yang patut dijadikan pelajaran oleh generasi-generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Pelajarannya adalah agar siapa pun tidak meniru tingkah laku Fir'aun yang congkak dan durhaka. Dan bahwa siapa pun yang congkak dan durhaka akan mengalami nasib yang sama seperti Fir'aun itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TEBALNYA KESESATAN MANUSIA!
Orang-orang tuli telinganya dari kebenaran, tidaklah dia akan mendengar. Orang-orang yang telah buta mata hatinya, tidaklah bisa lagi dipimpin, demikian pun orang-orang yang telah nyata-nyata sesat. Maka ayat 40 berbunyi seperti pertanyaan,
Ayat 40
“Maka apakah engkau hendak membuat mendengar si tuli? Atau hendak membeli petunjuk si buta? Dan orang yang dalam kesesatan yang nyata?"
Ayat ini untuk menunjukkan betapa tebalnya kesesatan mereka.
Ayat 41
“Tetapi meskipun Kami hilangkan engkau."
Yaitu meninggal dunia.
“Namun Kami akan membalas juga kepada mereka"
Dosa mereka menolak kebenaran itu, pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah, tidak akan dibiarkan saja.
Ayat 42
“Ataupun Kami penlihatkan kepada engkau apa yang Kami ancamkan kepada mereka maka sesungguhnya Kami atas mereka berkuasa."
Kalau sekiranya Nabi Muhammad ﷺ meninggal dunia, namun sepeninggalnya, mereka akan dijatuhi siksa juga karena keingkaran. Ataupun sementara Nabi Muhammad ﷺ masih hidup, Allah pun mudah saja menjatuhkan adzab itu, sehingga dia dapat menyaksikan. Oleh sebab itu maka soal mengadzab mereka bagi Allah bukanlah hal yang sukar.
Ayat 43
“Sebab itu berpegang teguhlah kepada yang diwahyukan kepada engkau. Sesungguhnya engkau adalah atas jalan yang lurus."
Jangan peduli yang tuli telinga batinnya, yang buta mata hatinya dan yang sesat sangat nyata. Pegang teguh wahyu dan jalan terus!
Jalan terus! Engkau di pihak benar! Jalan terus! Engkau adalah di pihak yang lurus!
Ayat 44
“Dan sesungguhnya dia,"yaitu wahyu itu,"adalah peringatan untuk engkau dan untuk kaum engkau dan kamu akan diperiksa."
Diperingatkan hal ini supaya mana wahyu yangtelah turun terus dijalankan terlebih dahulu oleh beliau sendiri dan kaumnya yang sudah percaya. Di hari Kiamat kelak akan diperiksa sudahkah dijalankan sebagaimana mestinya. Dijalankan terus dengan tidak menghiraukan orang yang belum percaya. Dan orang yang percaya niscaya kian lama akan bertambah luas pengaruhnya,
Ayat 45
“Dan tanyakanlah kepada orang-orang yang Kami utus sebelum engkau dari utusan-utusan Kami, adakah Kami jadikan selain Tuhan Yang Mahamurah, tuhan-tuhan yang lain, yang akan mereka sembah ?"
Maksud bertanya di sini ialah dengan menilik wahyu-wahyu Allah yang mereka tinggalkan. Tidak seorang pun dari utusan-utusan itu, yang misalnya karena hendak mencari jalan damai, lalu memperbolehkan dan membiarkan kaum mereka menyembah"tuhan-tuhan buatan" itu. Dalam pendirian yang pokok ini tidak boleh tolak-angsur, walaupun seberiang.
Dalam pada itu wahyu-wahyu Allah pun selalu turun mengisahkan perjuangan rasul-rasul itu menegakkan tauhid, sehingga walaupun Nabi Muhammad ﷺ disuruh menanyakan kepada mereka, namun Allah sendiri telah memberikan jawaban-Nya selalu dan tegas. Dalam rangkaian ini Allah mewahyukan lagi tentang perjuangan Musa.
Ayat 46
“Dan sungguh telah Kami utus Musa dengan ayat-ayat Kami kepada Firaun dan golongannya maka dia telah berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan sanwa sekalian alam.
Ayat 47
“Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan ayat-ayat Kami, tiba-tiba mereka tertawakan dia."
Apakah sebab mereka tertawakan?
Dari kecil Musa itu dibesarkan dalam istana dan hidup cara istana. Memakai pakaian anak-anak raja, sampai umur 30 tahun. Dia lari ke luar negeri karena tertuduh membunuh. Sekarang setelah 10 tahun, dia pulang, datang membawa suara yang mereka anggap lucu. Dia mengatakan bahwa dia telah diangkat Allah menjadi rasul. Dia mengatakan bahwa Fir'aun bukan Allah.
Dia mengatakan bahwa dia adalah pemimpin Bani israil, yaitu rakyat yang hina dina dan jadi budak selama ini dari golongan Fir aun yang memerintah. Mereka mula-mula mendengar segala perkataan Musa itu memandangnya suatu hal lucu saja. Lucu mereka pandang semuanya itu; orang rendah tak tahu diri, lalu bercakap besar. Bagai si cebol merindukan bulan.
Tetapi lama-lama tertawa itu menjadi hilang. Sebab Musa lalu memperlihatkan ayat-ayat Allah, yaitu mukjizat-mukjizat, di antaranya tongkat menjadi ular, tangan memancarkan sinar terang, dan lain-lain.
Ayat 48
“Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu tanda, melainkan dia lebih besar dari saudaranya."
Artinya, yang kemudian lebih hebat dan lebih menakjubkan dari yang dahulu,
“Dan Kami timpakan kepada mereka adzab supaya mereka kembali."
Adzab itu bermacam-macam, pernah air Sungai Nil berubah menjadi darah, hingga penduduk Mesir tidak bisa minum, sedang yang diminum Bani Israil tidak berubah. Pernah pertanian diserang belalang, sehingga habis dan tidak bisa mengambil hasil apa-apa. Terpaksalah akhirnya mereka tidak tertawa lagi. Terpaksalah mereka mengakui bahwa Musa memang orang
luar biasa, tetapi belum mereka akui bahwa dia memang rasul Allah. Hanya seorang dukun sakti, tukang sihir yang sekas. Maka bahaya-bahaya dan malapetaka yang menimpa negeri itu adalah karena oleh tukang sihir itu. Akhirnya mereka datang kepada Musa agar dia menghilangkan malapetaka itu. Dan kalau malapetaka itu hilang, mereka berjanji akan taat kepada apa yang diajarkan oleh Musa. Tetapi Musa masih mereka bahasakan tukang sihir.
Ayat 49
“Dan mereka berkata, Wahai ahli sihir! Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu itu apa yang telah dijanjikan-Nya kepada engkau."
Yaitu kalau mereka tunduk kepada kebenaran Allah segala bahaya akan hilang. Dan kata mereka selanjutnya.
“Sesungguhnya kami akan diberi petunjuk."
Tegasnya mereka berjanji akan insaf! Kalau malapetaka itu telah hilang.
‘Tetapi setelah Kami angkatkan dari mereka adzab itu, tiba-tiba mereka memungkiri
Ayat 50
janji."
Malapetaka telah hilang tetapi untuk tunduk kepada kehendak Musa, mereka amat merasa keberatan. Yang amat merasa keberatan itu ialah Fir'aun sendiri. Seorang Seri Maharaja Diraja yang besar, dewa dari lembah Sungai Nil, akan tunduk kepada seorang pemuka dari rakyat jelata. Bani Israil? Itu tidak mungkin.
Padahal yang menjadi permintaan Musa bukanlah supaya Fir'aun meninggalkan kera-jaannya, lalu datang kepadanya menjadi pengikut Permintaannya hanyalah supaya kaumnya, Bani Israil dibebaskan keluar dari negeri Mesir. Pulang ke tanah asal mereka, bumi Kana'an, negeri datuk mereka Nabi Ya'qub sebelum berpindah ke Mesir. Mengabulkan itu, Fir'aun pun keberatan. Sebab kalau Bani Israil tidak ada lagi di negeri Mesir, porak-porandalah segala urusan kerajaan. Sebab mereka selama ini dipandang sebagai rakyat pemikul yang berat. Kuli, budak, orang suruhan, penjaga, pemelihara ternak, dan pekerja tani. Kalau mereka tak ada lagi, siapa yang akan menggantikan? Padahal yang selebihnya adalah"tuan-tuan" semua? Sebab mereka orang Qubthi, keluarga Fir'aun.
Sebab itu permintaan itu sekali-kali tak dapat dipenuhi dan janji orang besarnya dengan Musa bahwa mereka hendak insaf, dipandang oleh Fir'aun sebagai janji yang terlanjur saja. Sebab yang berkuasa mutlak di negeri Mesir hanyalah dia seorang.
Ayat 51
“Dan memanggil Fir'aun kepada kaumnya, dia berkata, Wahai kaumku! Bukankah kepunyaanku kekuasaan di Mesir ini dan ini sungai-sungai mengalir di bawahku. Tidakkah kamu lihat."
Aku yang dipertuan di sini. Aku yang mengatur kekuasaan dan mutlak. Segala kepu-tusan hanya dariku. Kalau aku tidak setuju, tidak jadi dan hidupmu sendiri aku yang mengatur. Kekuasaanku tidak boleh dipengaruhi oleh siapa pun, apatah lagi oleh seorangyangdisebut Musa itu.
Ayat 52
“Atau bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak boleh membeli ketenangan?"
Diperbandingkanlah kemegahan dan kekuasaan dengan seorang Nabi Allah. Musa dikatakannya orang hina, sebab tidak raja, tidak kaya, dan dari kaum hina dina, Bani Israil. Apatah lagi di antara sekalian nabi-nabi, Nabi Musa itu tidak begitu ahli berpidato. Percakapannya pendek-pendek dan jitu saja. Sebab lidahnya agak kaku, sebab di waktu dia masih kecil di dalam asuhan Fir'aun, dia pernah berbuat nakal, merusak tahta kedudukan Fir'aun, hingga Fir'aun murka, sehingga hendak dibunuhnya.
Tetapi permaisurinya, Asiah, menghalangi dan mengatakan bahwa anak ini belum berakal. Dia merusak singgasana itu tidaklah karena sengaja jahat. Untuk menguji kebenaran permaisuri, Fir'aun memerintahkan mengambil dua buah piring. Yang satu berisi bara berapi, yang satu lagi berisi karma. Tetapi sebaik tangannya akan menjamah buah karma itu, ada saja tangan yang tidak kelihatan, yaitu tangan malaikat menarik tangan Musa dengan keras, diambilnya bara api itu, lalu dibawanya ke mulutnya dan terbakar lidahnya. Bekas lidah meletur itu berkesan sampai dia besar. Ketika dia diangkat menjadi rasul, cacatnya itu dikemukakannya kepada Allah. Sebab itu diadakan pembantunya, yaitu saudaranya Harun, Cacat tidak mahir berpidato panjang memberi keterangan itulah yang diolok-olokkan oleh Fir'aun,"Danyang hanya tidak bisa memberi keterangan."
Fir'aun mengejek lagi soal pakaian.
Ayat 53
“Dan mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang-gelang dari emas atau datang malaikat besertanya sebagai pengawal?"
Tanda kebesaran raja-raja di zaman itu ialah memakai perhiasan-perhiasan dari emas, bergelang emas, berkalung emas, dengan batu-batu permata yang mahal-mahal, sebagaimana dapat dilihat di Gedung Museum Mesir pada masa ini. Pakaian begitu dahulu pun semasa jadi orang istana, dipakai oleh Musa. Tetapi setelah datang dan menyatakan diri sebagai rasul Allah ini, Musa hanya memakai jubah dari bulu kambing dengan tongkat bermukjizat yang tidak lepas dari tangannya.
Soal pakaian ini disinggung oleh Fir'aun. Kalau Musa itu benar, mengapa dia tidak memakai pakaian seperti raja-raja? Menurut adat yang terpakai pada masa itu? Dan mengatakan dirinya utusan Allah. Kalau benar dia itu utusan Allah, mengapa tidak ada malaikat sebagai pengawalnya? Memang orang yang diperhamba oleh berida, hanya melihat dan menilai kulit.
Dia tidak memerhatikan nilai isi. Musa baginya tidak berharga karena tidak ada tanda-tanda pangkat dan kebesaran. Rupanya penyakit itu sudah ada sejak adanya manusia di dunia.
Jadi tepat apa yang dikatakan di ujung ayat,"Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka." Terutama pembesar-pembesar yang takut terancam kedudukan lalu memuja Fir'aun dijadikan Tuhan.
Ayat 54
“Maka ditindasnyalah kaumnya sehingga tunduklah mereka kepadanya. Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka."
Seperti tadi telah diketahui, telah ada juga kaum Fir'aun yang berjanji tunduk kepada ajaran Musa. Dan keluarganya sendiri pun ada yang menyatakan terus terang pendiriannya, sebagai tersebut dalam surah al-Mu'min. Dan tukang-tukang sihir yang kalah sihir mereka oleh mukjizat tongkat Musa pun, terus sujud dan mengaku iman kepada Musa, sampai kaki dan tangan mereka dipotong dan mereka disalib. Sebab itu tidak ada jalan lagi bagi Fir'aun, hanya menindas kaumnya sendiri, jangan sampai ada yang mengatakan setuju atau beriman kepada Musa. Barangsiapa yang menyatakan persetujuan sedikit saja pun, akan dihukum seberat-beratnya, sampai mati. Seperti terjadi dengan Masyithah tukang hias putrinya. Terlanjur mulutnya menyebut Musa dan menyebut Allah, Tuhan Musa, dia dihukum, digoreng ke dalam kuali dengan api yang sangat panas bersama suami dan anak-anaknya. Dengan menindas itulah Fir'aun mencoba menutup mulut, sampai semua tunduk, patuh, setia, dan mengakui bahwa Fir'aun bukan saja raja, tetapi dia sendiri pun Tuhan. Maka orang-
Ayat 55
“Maka tatkala mereka telah membuat Kami murka, Kami pun membalas kepada mereka. Maka Kami tenggelamkan mereka semua."
Hancur leburlah Fir'aun dan orang-orang besarnya dan tentara-tentaranya dalam Lautan Qulzum ketika mengejar Nabi Musa dan Bani Isaril yang telah diselamatkan Allah sampai ke seberang.
Ayat 56
“Maka Kami jadikanlah mereka orang-orang yang terdahulu dan jadi teladan bagi orang-orang yang di belakang."