Ayat
Terjemahan Per Kata
أَفَأَنتَ
apakah maka kamu
تُسۡمِعُ
dapat menjadikan mendengar
ٱلصُّمَّ
orang yang tuli
أَوۡ
atau
تَهۡدِي
kamu beri petunjuk
ٱلۡعُمۡيَ
orang yang buta
وَمَن
dan orang
كَانَ
adalah
فِي
dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٖ
nyata
أَفَأَنتَ
apakah maka kamu
تُسۡمِعُ
dapat menjadikan mendengar
ٱلصُّمَّ
orang yang tuli
أَوۡ
atau
تَهۡدِي
kamu beri petunjuk
ٱلۡعُمۡيَ
orang yang buta
وَمَن
dan orang
كَانَ
adalah
فِي
dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٖ
nyata
Terjemahan
Maka, apakah engkau (Nabi Muhammad) dapat menjadikan orang-orang yang tuli bisa mendengar (kebenaran) atau (dapatkah) engkau memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?
Tafsir
(Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak dapat mendengar, atau dapatkah kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta hatinya dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?) jelas sesatnya, maksudnya mereka tidak beriman.
Tafsir Surat Az-Zukhruf: 36-45
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar mengahalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat), dia berkata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan magrib, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia)." (Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri).
Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu. Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar, atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami (Allah) ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan dimintai pertanggung jawaban. Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah? Firman Allah ﷻ: Barang siapa yang berpaling. (Az-Zukhruf: 36) Yakni melalaikan dan berpaling serta pura-pura tidak tahu. dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah. (Az-Zukhruf: 36) Kata al-asya, bila dikaitkan dengan mata artinya lemah pandangannya alias rabun, sedangkan makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah lemah pandangan mata hati.
Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Dan barang siapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya. (An-Nisa: 115), hingga akhir ayat. Dan semakna dengan firman-Nya: Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran) Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5) Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. (Fushshilat: 25), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat). (Az-Zukhruf: 37-38) Yakni orang ini yang berpaling dari kebenaran, Kami adakan baginya setan-setan yang menyesatkan dirinya dan menunjukkan kepadanya jalan ke neraka Jahim. Dan apabila dia datang menghadap kepada Allah ﷻ kelak di hari kiamat, maka bencilah ia kepada setan-setan yang tadinya menemaninya.
dia bekata, 'Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak masyriq dan magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 38) Sebagian ulama tafsir membacanya seperti berikut: ", dengan memakai damir gaib tatsniyah untuk dua orang, yang artinya 'sehingga apabila keduanya datang kepada Kami (di hari kiamat)'. Makna yang dimaksud ialah setan dan manusia yang ditemaninya. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sa'id Al-Jariri yang mengatakan bahwa telah sampai kepada kami (suatu atsar) yang menyebutkan bahwa apabila orang kafir dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat nanti, maka tangannya digancetkan dengan setan (yang selalu menjadi temannya di dunia), maka setan itu tidak pernah berpisah lagi darinya hingga keduanya dijerumuskan oleh Allah ﷻ ke dalam neraka.
Yang demikian itu terjadi saat orang kafir itu mengatakan penyesalannya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: dia bekata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 8) Yang dimaksud dengan masyriqain ialah antara timur dan barat, dan disebutkan dengan istilah demikian hanyalah secara taglib (prioritas) sebagaimana disebutkan qamarani, 'Umarani, dan abawani (dua bulan, dua Umar, dan dua bapak, makna yang dimaksud ialah matahari dan bulan, Abu Bakar dan Umar, ibu dan bapak).
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir dan lain-lainnya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: (Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu. (Az-Zukhruf: 39) Yakni tiada gunanya lagi penyesalan kalian, kalian semua telah berada di dalam neraka dan kalian semua bersekutu dalam menerima azab yang sangat pedih. Firman Allah ﷻ: Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak dapat mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? (Az-Zukhruf: 40) Maksudnya, hal ini bukan terletak di tanganmu.
Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, bukan tugasmu memberi petunjuk kepada mereka, tetapi Allah-lah Yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Allah adalah Hakim Yang Mahaadil dalam hal tersebut. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum mencapai kemenagan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). (Az-Zukhruf: 41) Yaitu Kami harus mengazab mereka dan membalas perbuatan mereka, sekali pun engkau telah pergi. Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah kami (Allah) ancamkan kepada mereka.
Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. (Az-Zukhruf: 42) Yakni Kami berkuasa untuk melakukan yang itu dan yang ini. Dan Allah ﷻ tidak mewafatkan Nabi-Nya sebelum Dia menyenangkan hatinya dari musuh-musuhnya. Allah telah menjadikannya berkuasa atas nyawa mereka dan menjadikannya memiliki semua yang dimilki oleh perbendaharaan mereka. Demikianlah kesimpulan dari pendapat As-Saddi dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Abu Saur, dari Ma'mar yang mengatakan bahwa Qatadah membaca firman-Nya: Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). (Az-Zukhruf: 41) Lalu ia mengatakan bahwa Nabi ﷺ.
telah tiada, dan yang tertinggal adalah hukuman Allah. Tidak sekali-kali Allah ﷻ memperlihatkan kepada Nabi-Nya sesuatu yang tidak disukainya terjadi pada umatnya sebelum beliau wafat. Dan tidak sekali-kali ada seorang nabi pun melainkan ia telah melihat azab Allah yang menimpa umatnya, kecuali Nabi kalian. Qatadah melanjutkan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ telah diperlihatkan kepadanya sebagian dari musibah yang menimpa umatnya yang terjadi kemudian melalui mimpinya. Maka sejak itu beliau belum pernah kelihatan tertawa ceria hingga Allah ﷻ mewafatkannya. Telah disebutkan pula hal yang semisal melalui riwayat Sa'id ibnu Abu Arubah yang juga dari Qatadah. Kemudian ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan hal yang semisal.
Dan di dalam sebuah hadis disebutkan: Bintang-bintang itu adalah amanat (penjaga) bagi langit; dan apabila bintang-bintang itu telah lenyap, maka datanglah kepada langit apa yang di ancamkan baginya. Dan aku adalah amanat bagi para sahabatku; apabila aku telah tiada, maka datanglah kepada sahabat-sahabatku apa yang diancamkan kepada mereka. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah di wahyukan kepadamu.
Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (Az-Zukhruf: 43) Yakni peganglah Al-Qur'an yang diturunkan ke dalam hatimu ini, karena sesungguhnya ia adalah hak dan apa yang ditunjukkan olehnya adalah perkara yang hak yang menuntun ke jalan Allah yang lurus, yang menyampaikan kepada surga yang penuh dengan kenikmatan dan kebaikan yang kekal lagi tetap. Dalam firman berikutnya disebutkan: Dan sesungguhnya- Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu. (Az-Zukhruf: 44) Suatu pendapat mengatakan sehubungan dengan maknanya, bahwa Al-Qur'an itu benar-benar merupakan kemuliaan bagimu dan bagi kaummu.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir dan tiada seorang pun yang meriwayatkannya selain dia. Imam Al Baghawi dalam bab ini telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ". Sesungguhnya urusan ini berada di tangan orang-orang Quraisy, tiada seorang pun yang menyaingi mereka dalam urusan ini melainkan Allah ﷻ menjungkalkannya dengan muka di bawah, selama mereka menegakkan agama. Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini. Kesimpulannya ialah bahwa hal ini merupakan kemuliaan bagi mereka mengingat ia diturunkan dengan bahasa mereka, maka mereka adalah orang-orang yang paling memahaminya. Untuk itu, sudah seharusnya mereka menjadi orang-orang yang paling menegakkannya dan paling depan dalam mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya.
Dan memang demikianlah yang telah dilakukan oleh orang-orang terpilih dari kalangan mereka, yaitu dari kalangan kaum Muhajir pertama yang ikhlas dan orang-orang yang serupa dengan mereka serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu. (Az-Zukhruf: 44) Yakni benar-benar merupakan peringatan bagimu dan bagi kaummu.
Penyebutan mereka secara khusus dengan peringatan ini bukan berarti menafikan orang-orang yang selain mereka. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? (Al-Anbiya: 10) Semakna pula dengan firman-Nya: Da berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara:214) Firman Allah ﷻ: dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (Az-Zukhruf: 44) menyangkut Al-Qur'an ini, apakah kamu mengamalkannya dan bagaimanakah sambutan kalian kepadanya.
Firman Allah ﷻ: Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah? (Az-Zukhruf: 45) Semua rasul menyeru manusia kepada apa yang juga diserukan olehmu, yaitu menyembah Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan melarang menyembah berhala dan sekutu-sekutu yang oleh mereka dijadikan sebagai tandingan-tandingan-Nya. Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut. (An-Nahl: 36) Mujahid telah mengatakan dalam qiraat Abdullah ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: "Tanyakanlah kepada orang-orang yang telah Kami utus kepada mereka sebelummu, yaitu rasul-rasul Kami." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dari Ibnu Mas'ud r.a. Dan hal ini seakan-akan tafsir, bukan tilawah (padahal Ibnu Mas'ud terkenal dengan tilawahnya); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: Tanyakanlah kepada mereka (para utusan) di malam Isra, karena sesungguhnya para nabi dikumpulkan untuk menyambut Nabi ﷺ Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Maka apakah engkau, wahai Nabi Muhammad, dapat menjadikan orang yang tuli, yaitu yang enggan mendengar ajakan kepada kebaikan, bisa mendengar ajakan itu, atau dapatkah engkau memberi petunjuk kepada orang yang buta hatinya untuk berpikir dan memahami petunjuk yang disampaikan kepada mereka dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata'41-42. Maka sungguh, sekiranya Kami membawamu pergi dengan mewafatkanmu atau dengan cara yang lain sebelum engkau mencapai kemenangan, maka sesungguhnya Kami akan tetap memberikan azab kepada mereka di akhirat nanti, atau Kami perlihatkan kepadamu azab yang telah Kami ancamkan atau sampaikan kepada mereka. Maka sungguh, Kami Maha berkuasa untuk menurunkan siksaan atas mereka. '.
Pada ayat ini Allah bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ yang selalu ingin agar orang-orang kafir itu beriman, apakah ia mampu membuat orang yang tuli mendengar ajakan untuk beriman dan berbuat baik, dan apakah ia mampu membuka hati orang yang telah tertutup mata hatinya. Tentu saja Nabi ﷺ tidak akan mampu, karena yang mampu melakukannya hanyalah Allah, sedangkan Allah tidak akan mengembalikan mereka yang sesat itu bila mereka sendiri tidak bersedia kembali kepada jalan yang benar.
Pertanyaan Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ itu bukanlah untuk maksud bertanya, tetapi justru untuk menegaskan bahwa telinga dan mata batin mereka sebenarnya sudah tuli dan buta, karena itu kebenaran apa pun yang disampaikan kepada mereka tidak akan mereka terima. Oleh karena itu tugas beliau sebagai seorang rasul hanya menyampaikan. Dalam menyampaikan firman-firman Allah kepada kaum kafir Mekah itu, Nabi ﷺ telah melaksanakannya dengan segenap tenaga dan upaya, namun sebagian mereka menentangnya. Nabi ﷺ dan umatnya diboikot, bahkan diancam akan dibunuh. Untuk menyelamatkan diri Nabi ﷺ memerintahkan pengikut-pengikutnya untuk berhijrah, pertama ke Abessinia, dan kedua ke Medinah. Penentangan dan ancaman itu kadang-kadang membuat hati Nabi ﷺ kecewa dan hampir-hampir putus asa. Namun dengan turunnya ayat-ayat seperti ayat ini, hati beliau terhibur kembali. Beliau sadar bahwa ia tidak bersalah, tetapi merekalah yang tertutup hatinya. Yang mampu membukanya hanyalah Allah, karena itu beliau tidak lagi berputus asa, tetapi terus berdakwah, dengan harapan pada suatu saat Allah akan menurunkan hidayah-Nya kepada mereka.
Di dalam ayat lain Allah berfirman mengenai pemberian hidayah yang merupakan wewenang Allah itu:
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TEBALNYA KESESATAN MANUSIA!
Orang-orang tuli telinganya dari kebenaran, tidaklah dia akan mendengar. Orang-orang yang telah buta mata hatinya, tidaklah bisa lagi dipimpin, demikian pun orang-orang yang telah nyata-nyata sesat. Maka ayat 40 berbunyi seperti pertanyaan,
Ayat 40
“Maka apakah engkau hendak membuat mendengar si tuli? Atau hendak membeli petunjuk si buta? Dan orang yang dalam kesesatan yang nyata?"
Ayat ini untuk menunjukkan betapa tebalnya kesesatan mereka.
Ayat 41
“Tetapi meskipun Kami hilangkan engkau."
Yaitu meninggal dunia.
“Namun Kami akan membalas juga kepada mereka"
Dosa mereka menolak kebenaran itu, pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah, tidak akan dibiarkan saja.
Ayat 42
“Ataupun Kami penlihatkan kepada engkau apa yang Kami ancamkan kepada mereka maka sesungguhnya Kami atas mereka berkuasa."
Kalau sekiranya Nabi Muhammad ﷺ meninggal dunia, namun sepeninggalnya, mereka akan dijatuhi siksa juga karena keingkaran. Ataupun sementara Nabi Muhammad ﷺ masih hidup, Allah pun mudah saja menjatuhkan adzab itu, sehingga dia dapat menyaksikan. Oleh sebab itu maka soal mengadzab mereka bagi Allah bukanlah hal yang sukar.
Ayat 43
“Sebab itu berpegang teguhlah kepada yang diwahyukan kepada engkau. Sesungguhnya engkau adalah atas jalan yang lurus."
Jangan peduli yang tuli telinga batinnya, yang buta mata hatinya dan yang sesat sangat nyata. Pegang teguh wahyu dan jalan terus!
Jalan terus! Engkau di pihak benar! Jalan terus! Engkau adalah di pihak yang lurus!
Ayat 44
“Dan sesungguhnya dia,"yaitu wahyu itu,"adalah peringatan untuk engkau dan untuk kaum engkau dan kamu akan diperiksa."
Diperingatkan hal ini supaya mana wahyu yangtelah turun terus dijalankan terlebih dahulu oleh beliau sendiri dan kaumnya yang sudah percaya. Di hari Kiamat kelak akan diperiksa sudahkah dijalankan sebagaimana mestinya. Dijalankan terus dengan tidak menghiraukan orang yang belum percaya. Dan orang yang percaya niscaya kian lama akan bertambah luas pengaruhnya,
Ayat 45
“Dan tanyakanlah kepada orang-orang yang Kami utus sebelum engkau dari utusan-utusan Kami, adakah Kami jadikan selain Tuhan Yang Mahamurah, tuhan-tuhan yang lain, yang akan mereka sembah ?"
Maksud bertanya di sini ialah dengan menilik wahyu-wahyu Allah yang mereka tinggalkan. Tidak seorang pun dari utusan-utusan itu, yang misalnya karena hendak mencari jalan damai, lalu memperbolehkan dan membiarkan kaum mereka menyembah"tuhan-tuhan buatan" itu. Dalam pendirian yang pokok ini tidak boleh tolak-angsur, walaupun seberiang.
Dalam pada itu wahyu-wahyu Allah pun selalu turun mengisahkan perjuangan rasul-rasul itu menegakkan tauhid, sehingga walaupun Nabi Muhammad ﷺ disuruh menanyakan kepada mereka, namun Allah sendiri telah memberikan jawaban-Nya selalu dan tegas. Dalam rangkaian ini Allah mewahyukan lagi tentang perjuangan Musa.
Ayat 46
“Dan sungguh telah Kami utus Musa dengan ayat-ayat Kami kepada Firaun dan golongannya maka dia telah berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan sanwa sekalian alam.
Ayat 47
“Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan ayat-ayat Kami, tiba-tiba mereka tertawakan dia."
Apakah sebab mereka tertawakan?
Dari kecil Musa itu dibesarkan dalam istana dan hidup cara istana. Memakai pakaian anak-anak raja, sampai umur 30 tahun. Dia lari ke luar negeri karena tertuduh membunuh. Sekarang setelah 10 tahun, dia pulang, datang membawa suara yang mereka anggap lucu. Dia mengatakan bahwa dia telah diangkat Allah menjadi rasul. Dia mengatakan bahwa Fir'aun bukan Allah.
Dia mengatakan bahwa dia adalah pemimpin Bani israil, yaitu rakyat yang hina dina dan jadi budak selama ini dari golongan Fir aun yang memerintah. Mereka mula-mula mendengar segala perkataan Musa itu memandangnya suatu hal lucu saja. Lucu mereka pandang semuanya itu; orang rendah tak tahu diri, lalu bercakap besar. Bagai si cebol merindukan bulan.
Tetapi lama-lama tertawa itu menjadi hilang. Sebab Musa lalu memperlihatkan ayat-ayat Allah, yaitu mukjizat-mukjizat, di antaranya tongkat menjadi ular, tangan memancarkan sinar terang, dan lain-lain.
Ayat 48
“Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu tanda, melainkan dia lebih besar dari saudaranya."
Artinya, yang kemudian lebih hebat dan lebih menakjubkan dari yang dahulu,
“Dan Kami timpakan kepada mereka adzab supaya mereka kembali."
Adzab itu bermacam-macam, pernah air Sungai Nil berubah menjadi darah, hingga penduduk Mesir tidak bisa minum, sedang yang diminum Bani Israil tidak berubah. Pernah pertanian diserang belalang, sehingga habis dan tidak bisa mengambil hasil apa-apa. Terpaksalah akhirnya mereka tidak tertawa lagi. Terpaksalah mereka mengakui bahwa Musa memang orang
luar biasa, tetapi belum mereka akui bahwa dia memang rasul Allah. Hanya seorang dukun sakti, tukang sihir yang sekas. Maka bahaya-bahaya dan malapetaka yang menimpa negeri itu adalah karena oleh tukang sihir itu. Akhirnya mereka datang kepada Musa agar dia menghilangkan malapetaka itu. Dan kalau malapetaka itu hilang, mereka berjanji akan taat kepada apa yang diajarkan oleh Musa. Tetapi Musa masih mereka bahasakan tukang sihir.
Ayat 49
“Dan mereka berkata, Wahai ahli sihir! Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu itu apa yang telah dijanjikan-Nya kepada engkau."
Yaitu kalau mereka tunduk kepada kebenaran Allah segala bahaya akan hilang. Dan kata mereka selanjutnya.
“Sesungguhnya kami akan diberi petunjuk."
Tegasnya mereka berjanji akan insaf! Kalau malapetaka itu telah hilang.
‘Tetapi setelah Kami angkatkan dari mereka adzab itu, tiba-tiba mereka memungkiri
Ayat 50
janji."
Malapetaka telah hilang tetapi untuk tunduk kepada kehendak Musa, mereka amat merasa keberatan. Yang amat merasa keberatan itu ialah Fir'aun sendiri. Seorang Seri Maharaja Diraja yang besar, dewa dari lembah Sungai Nil, akan tunduk kepada seorang pemuka dari rakyat jelata. Bani Israil? Itu tidak mungkin.
Padahal yang menjadi permintaan Musa bukanlah supaya Fir'aun meninggalkan kera-jaannya, lalu datang kepadanya menjadi pengikut Permintaannya hanyalah supaya kaumnya, Bani Israil dibebaskan keluar dari negeri Mesir. Pulang ke tanah asal mereka, bumi Kana'an, negeri datuk mereka Nabi Ya'qub sebelum berpindah ke Mesir. Mengabulkan itu, Fir'aun pun keberatan. Sebab kalau Bani Israil tidak ada lagi di negeri Mesir, porak-porandalah segala urusan kerajaan. Sebab mereka selama ini dipandang sebagai rakyat pemikul yang berat. Kuli, budak, orang suruhan, penjaga, pemelihara ternak, dan pekerja tani. Kalau mereka tak ada lagi, siapa yang akan menggantikan? Padahal yang selebihnya adalah"tuan-tuan" semua? Sebab mereka orang Qubthi, keluarga Fir'aun.
Sebab itu permintaan itu sekali-kali tak dapat dipenuhi dan janji orang besarnya dengan Musa bahwa mereka hendak insaf, dipandang oleh Fir'aun sebagai janji yang terlanjur saja. Sebab yang berkuasa mutlak di negeri Mesir hanyalah dia seorang.
Ayat 51
“Dan memanggil Fir'aun kepada kaumnya, dia berkata, Wahai kaumku! Bukankah kepunyaanku kekuasaan di Mesir ini dan ini sungai-sungai mengalir di bawahku. Tidakkah kamu lihat."
Aku yang dipertuan di sini. Aku yang mengatur kekuasaan dan mutlak. Segala kepu-tusan hanya dariku. Kalau aku tidak setuju, tidak jadi dan hidupmu sendiri aku yang mengatur. Kekuasaanku tidak boleh dipengaruhi oleh siapa pun, apatah lagi oleh seorangyangdisebut Musa itu.
Ayat 52
“Atau bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak boleh membeli ketenangan?"
Diperbandingkanlah kemegahan dan kekuasaan dengan seorang Nabi Allah. Musa dikatakannya orang hina, sebab tidak raja, tidak kaya, dan dari kaum hina dina, Bani Israil. Apatah lagi di antara sekalian nabi-nabi, Nabi Musa itu tidak begitu ahli berpidato. Percakapannya pendek-pendek dan jitu saja. Sebab lidahnya agak kaku, sebab di waktu dia masih kecil di dalam asuhan Fir'aun, dia pernah berbuat nakal, merusak tahta kedudukan Fir'aun, hingga Fir'aun murka, sehingga hendak dibunuhnya.
Tetapi permaisurinya, Asiah, menghalangi dan mengatakan bahwa anak ini belum berakal. Dia merusak singgasana itu tidaklah karena sengaja jahat. Untuk menguji kebenaran permaisuri, Fir'aun memerintahkan mengambil dua buah piring. Yang satu berisi bara berapi, yang satu lagi berisi karma. Tetapi sebaik tangannya akan menjamah buah karma itu, ada saja tangan yang tidak kelihatan, yaitu tangan malaikat menarik tangan Musa dengan keras, diambilnya bara api itu, lalu dibawanya ke mulutnya dan terbakar lidahnya. Bekas lidah meletur itu berkesan sampai dia besar. Ketika dia diangkat menjadi rasul, cacatnya itu dikemukakannya kepada Allah. Sebab itu diadakan pembantunya, yaitu saudaranya Harun, Cacat tidak mahir berpidato panjang memberi keterangan itulah yang diolok-olokkan oleh Fir'aun,"Danyang hanya tidak bisa memberi keterangan."
Fir'aun mengejek lagi soal pakaian.
Ayat 53
“Dan mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang-gelang dari emas atau datang malaikat besertanya sebagai pengawal?"
Tanda kebesaran raja-raja di zaman itu ialah memakai perhiasan-perhiasan dari emas, bergelang emas, berkalung emas, dengan batu-batu permata yang mahal-mahal, sebagaimana dapat dilihat di Gedung Museum Mesir pada masa ini. Pakaian begitu dahulu pun semasa jadi orang istana, dipakai oleh Musa. Tetapi setelah datang dan menyatakan diri sebagai rasul Allah ini, Musa hanya memakai jubah dari bulu kambing dengan tongkat bermukjizat yang tidak lepas dari tangannya.
Soal pakaian ini disinggung oleh Fir'aun. Kalau Musa itu benar, mengapa dia tidak memakai pakaian seperti raja-raja? Menurut adat yang terpakai pada masa itu? Dan mengatakan dirinya utusan Allah. Kalau benar dia itu utusan Allah, mengapa tidak ada malaikat sebagai pengawalnya? Memang orang yang diperhamba oleh berida, hanya melihat dan menilai kulit.
Dia tidak memerhatikan nilai isi. Musa baginya tidak berharga karena tidak ada tanda-tanda pangkat dan kebesaran. Rupanya penyakit itu sudah ada sejak adanya manusia di dunia.
Jadi tepat apa yang dikatakan di ujung ayat,"Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka." Terutama pembesar-pembesar yang takut terancam kedudukan lalu memuja Fir'aun dijadikan Tuhan.
Ayat 54
“Maka ditindasnyalah kaumnya sehingga tunduklah mereka kepadanya. Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang durhaka."
Seperti tadi telah diketahui, telah ada juga kaum Fir'aun yang berjanji tunduk kepada ajaran Musa. Dan keluarganya sendiri pun ada yang menyatakan terus terang pendiriannya, sebagai tersebut dalam surah al-Mu'min. Dan tukang-tukang sihir yang kalah sihir mereka oleh mukjizat tongkat Musa pun, terus sujud dan mengaku iman kepada Musa, sampai kaki dan tangan mereka dipotong dan mereka disalib. Sebab itu tidak ada jalan lagi bagi Fir'aun, hanya menindas kaumnya sendiri, jangan sampai ada yang mengatakan setuju atau beriman kepada Musa. Barangsiapa yang menyatakan persetujuan sedikit saja pun, akan dihukum seberat-beratnya, sampai mati. Seperti terjadi dengan Masyithah tukang hias putrinya. Terlanjur mulutnya menyebut Musa dan menyebut Allah, Tuhan Musa, dia dihukum, digoreng ke dalam kuali dengan api yang sangat panas bersama suami dan anak-anaknya. Dengan menindas itulah Fir'aun mencoba menutup mulut, sampai semua tunduk, patuh, setia, dan mengakui bahwa Fir'aun bukan saja raja, tetapi dia sendiri pun Tuhan. Maka orang-
Ayat 55
“Maka tatkala mereka telah membuat Kami murka, Kami pun membalas kepada mereka. Maka Kami tenggelamkan mereka semua."
Hancur leburlah Fir'aun dan orang-orang besarnya dan tentara-tentaranya dalam Lautan Qulzum ketika mengejar Nabi Musa dan Bani Isaril yang telah diselamatkan Allah sampai ke seberang.
Ayat 56
“Maka Kami jadikanlah mereka orang-orang yang terdahulu dan jadi teladan bagi orang-orang yang di belakang."