Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِنَّهُمۡ
dan sesungguhnya mereka
لَيَصُدُّونَهُمۡ
benar-benar menghalangi mereka
عَنِ
dari
ٱلسَّبِيلِ
jalan
وَيَحۡسَبُونَ
dan mereka mengira
أَنَّهُم
bahwa sesungguhnya mereka
مُّهۡتَدُونَ
mendapat petunjuk
وَإِنَّهُمۡ
dan sesungguhnya mereka
لَيَصُدُّونَهُمۡ
benar-benar menghalangi mereka
عَنِ
dari
ٱلسَّبِيلِ
jalan
وَيَحۡسَبُونَ
dan mereka mengira
أَنَّهُم
bahwa sesungguhnya mereka
مُّهۡتَدُونَ
mendapat petunjuk
Terjemahan
Sesungguhnya mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalangi mereka (manusia) dari jalan (yang benar), sedangkan mereka (manusia yang sesat itu) mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Tafsir
(Dan sesungguhnya mereka) setan-setan itu (benar-benar menghalangi mereka) menghalangi orang-orang yang berpaling itu (dari jalan yang benar) atau jalan petunjuk (dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk) disebutkannya Dhamir dengan memakai kata jamak karena memandang segi makna yang dikandung lafal Man.
Tafsir Surat Az-Zukhruf: 36-45
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar mengahalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat), dia berkata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan magrib, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia)." (Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri).
Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu. Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar, atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami (Allah) ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan dimintai pertanggung jawaban. Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah? Firman Allah ﷻ: Barang siapa yang berpaling. (Az-Zukhruf: 36) Yakni melalaikan dan berpaling serta pura-pura tidak tahu. dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah. (Az-Zukhruf: 36) Kata al-asya, bila dikaitkan dengan mata artinya lemah pandangannya alias rabun, sedangkan makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah lemah pandangan mata hati.
Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Dan barang siapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya. (An-Nisa: 115), hingga akhir ayat. Dan semakna dengan firman-Nya: Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran) Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5) Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. (Fushshilat: 25), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat). (Az-Zukhruf: 37-38) Yakni orang ini yang berpaling dari kebenaran, Kami adakan baginya setan-setan yang menyesatkan dirinya dan menunjukkan kepadanya jalan ke neraka Jahim. Dan apabila dia datang menghadap kepada Allah ﷻ kelak di hari kiamat, maka bencilah ia kepada setan-setan yang tadinya menemaninya.
dia bekata, 'Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak masyriq dan magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 38) Sebagian ulama tafsir membacanya seperti berikut: ", dengan memakai damir gaib tatsniyah untuk dua orang, yang artinya 'sehingga apabila keduanya datang kepada Kami (di hari kiamat)'. Makna yang dimaksud ialah setan dan manusia yang ditemaninya. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sa'id Al-Jariri yang mengatakan bahwa telah sampai kepada kami (suatu atsar) yang menyebutkan bahwa apabila orang kafir dibangkitkan dari kuburnya di hari kiamat nanti, maka tangannya digancetkan dengan setan (yang selalu menjadi temannya di dunia), maka setan itu tidak pernah berpisah lagi darinya hingga keduanya dijerumuskan oleh Allah ﷻ ke dalam neraka.
Yang demikian itu terjadi saat orang kafir itu mengatakan penyesalannya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: dia bekata, "Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyriq dan magrib (timur dan barat), maka setan-setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia). (Az-Zukhruf: 8) Yang dimaksud dengan masyriqain ialah antara timur dan barat, dan disebutkan dengan istilah demikian hanyalah secara taglib (prioritas) sebagaimana disebutkan qamarani, 'Umarani, dan abawani (dua bulan, dua Umar, dan dua bapak, makna yang dimaksud ialah matahari dan bulan, Abu Bakar dan Umar, ibu dan bapak).
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir dan lain-lainnya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: (Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu. (Az-Zukhruf: 39) Yakni tiada gunanya lagi penyesalan kalian, kalian semua telah berada di dalam neraka dan kalian semua bersekutu dalam menerima azab yang sangat pedih. Firman Allah ﷻ: Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak dapat mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? (Az-Zukhruf: 40) Maksudnya, hal ini bukan terletak di tanganmu.
Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, bukan tugasmu memberi petunjuk kepada mereka, tetapi Allah-lah Yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Allah adalah Hakim Yang Mahaadil dalam hal tersebut. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum mencapai kemenagan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). (Az-Zukhruf: 41) Yaitu Kami harus mengazab mereka dan membalas perbuatan mereka, sekali pun engkau telah pergi. Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah kami (Allah) ancamkan kepada mereka.
Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. (Az-Zukhruf: 42) Yakni Kami berkuasa untuk melakukan yang itu dan yang ini. Dan Allah ﷻ tidak mewafatkan Nabi-Nya sebelum Dia menyenangkan hatinya dari musuh-musuhnya. Allah telah menjadikannya berkuasa atas nyawa mereka dan menjadikannya memiliki semua yang dimilki oleh perbendaharaan mereka. Demikianlah kesimpulan dari pendapat As-Saddi dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Abu Saur, dari Ma'mar yang mengatakan bahwa Qatadah membaca firman-Nya: Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan), maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). (Az-Zukhruf: 41) Lalu ia mengatakan bahwa Nabi ﷺ.
telah tiada, dan yang tertinggal adalah hukuman Allah. Tidak sekali-kali Allah ﷻ memperlihatkan kepada Nabi-Nya sesuatu yang tidak disukainya terjadi pada umatnya sebelum beliau wafat. Dan tidak sekali-kali ada seorang nabi pun melainkan ia telah melihat azab Allah yang menimpa umatnya, kecuali Nabi kalian. Qatadah melanjutkan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ telah diperlihatkan kepadanya sebagian dari musibah yang menimpa umatnya yang terjadi kemudian melalui mimpinya. Maka sejak itu beliau belum pernah kelihatan tertawa ceria hingga Allah ﷻ mewafatkannya. Telah disebutkan pula hal yang semisal melalui riwayat Sa'id ibnu Abu Arubah yang juga dari Qatadah. Kemudian ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan hal yang semisal.
Dan di dalam sebuah hadis disebutkan: Bintang-bintang itu adalah amanat (penjaga) bagi langit; dan apabila bintang-bintang itu telah lenyap, maka datanglah kepada langit apa yang di ancamkan baginya. Dan aku adalah amanat bagi para sahabatku; apabila aku telah tiada, maka datanglah kepada sahabat-sahabatku apa yang diancamkan kepada mereka. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah di wahyukan kepadamu.
Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (Az-Zukhruf: 43) Yakni peganglah Al-Qur'an yang diturunkan ke dalam hatimu ini, karena sesungguhnya ia adalah hak dan apa yang ditunjukkan olehnya adalah perkara yang hak yang menuntun ke jalan Allah yang lurus, yang menyampaikan kepada surga yang penuh dengan kenikmatan dan kebaikan yang kekal lagi tetap. Dalam firman berikutnya disebutkan: Dan sesungguhnya- Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu. (Az-Zukhruf: 44) Suatu pendapat mengatakan sehubungan dengan maknanya, bahwa Al-Qur'an itu benar-benar merupakan kemuliaan bagimu dan bagi kaummu.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir dan tiada seorang pun yang meriwayatkannya selain dia. Imam Al Baghawi dalam bab ini telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ". Sesungguhnya urusan ini berada di tangan orang-orang Quraisy, tiada seorang pun yang menyaingi mereka dalam urusan ini melainkan Allah ﷻ menjungkalkannya dengan muka di bawah, selama mereka menegakkan agama. Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini. Kesimpulannya ialah bahwa hal ini merupakan kemuliaan bagi mereka mengingat ia diturunkan dengan bahasa mereka, maka mereka adalah orang-orang yang paling memahaminya. Untuk itu, sudah seharusnya mereka menjadi orang-orang yang paling menegakkannya dan paling depan dalam mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya.
Dan memang demikianlah yang telah dilakukan oleh orang-orang terpilih dari kalangan mereka, yaitu dari kalangan kaum Muhajir pertama yang ikhlas dan orang-orang yang serupa dengan mereka serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu. (Az-Zukhruf: 44) Yakni benar-benar merupakan peringatan bagimu dan bagi kaummu.
Penyebutan mereka secara khusus dengan peringatan ini bukan berarti menafikan orang-orang yang selain mereka. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? (Al-Anbiya: 10) Semakna pula dengan firman-Nya: Da berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara:214) Firman Allah ﷻ: dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (Az-Zukhruf: 44) menyangkut Al-Qur'an ini, apakah kamu mengamalkannya dan bagaimanakah sambutan kalian kepadanya.
Firman Allah ﷻ: Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah? (Az-Zukhruf: 45) Semua rasul menyeru manusia kepada apa yang juga diserukan olehmu, yaitu menyembah Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan melarang menyembah berhala dan sekutu-sekutu yang oleh mereka dijadikan sebagai tandingan-tandingan-Nya. Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut. (An-Nahl: 36) Mujahid telah mengatakan dalam qiraat Abdullah ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: "Tanyakanlah kepada orang-orang yang telah Kami utus kepada mereka sebelummu, yaitu rasul-rasul Kami." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dari Ibnu Mas'ud r.a. Dan hal ini seakan-akan tafsir, bukan tilawah (padahal Ibnu Mas'ud terkenal dengan tilawahnya); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: Tanyakanlah kepada mereka (para utusan) di malam Isra, karena sesungguhnya para nabi dikumpulkan untuk menyambut Nabi ﷺ Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Dan sesungguhnya mereka, yakni setan-setan yang menjadi temannya itu benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar sehingga mereka tidak mampu melakukan kebaikan, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk dari apa yang ditunjukkan setan itu. 38. Sehingga apabila dia yang berpaling itu, yakni orang yang tidak mau mengikuti petunjuk Al-Qur'an itu, datang kepada Kami pada hari Kiamat nanti, dia berkata dengan menyesali apa yang pernah dilakukannya di dunia ini, 'Wahai! Sekiranya dapat dilakukan, maka jarak antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat! Memang, teman yang paling jahat bagi manusia adalah setan yang menjadi qarin itu. '.
Dalam ayat ini diterangkan konsekuensi menjadikan setan sebagai teman, yaitu bahwa setan itu akan selalu berupaya menghalangi mereka untuk menemukan jalan yang benar, yaitu mengimani ajaran-ajaran Allah yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Mereka akhirnya memang tidak menemukan jalan yang benar itu, tetapi merasa bahwa jalan sesat yang mereka tempuh adalah benar, dan kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka adalah salah. Begitulah hebatnya kekuasaan setan atas diri orang itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Untuk menjadi perbandingan maka disuruhlah Nabi Muhammad ﷺ mengingat kembali, perjuangan Nabi Ibrahim,
Ayat 26
“Dan (ingatlah) tatkala berikata Ibrahim kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku berilepas diri daripada apa yang kamu sembah.'"
Sebab yang kamu sembah ini tidak lain daripada batu-batu, kayu-kayu, yang tidak memberi manfaat kalau diminta pertolongan kepadanya dan tidak memberi mudharat kalau dia tidak dipedulikan. Saya berlepas diri dari yang bodoh dan tidak berdasar kebenaran ini.
Ayat 27
“Kecuali yang telah menjadikan daku."
Yaitu Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa, yang saya yakin, meskipun saya berlepas diri dari perbuatan bapakku dan kaumku,
“Dialah yang akan memberi petunjukku."
Bebas daripada pengaruh yang lain dan hanya kepada Allah Yang Tunggal menghadapkan segala persembahan, pemujaan dan pengabdian.
“Dan dijadikannyalah," oleh Ibrahim pendirian yang demikian"itu kalimat yang tetap" yang tidak berubah-ubah sampai
Ayat 28
“pada keturunannya, supaya mereka kembali"
Itulah titik tolak pendirian hidup. Sejauh-jauh perjalanan anak-cucunya, namun tempat kembali ialah pendirian demikian, tetap selama-lamanya. Sebagai pepatah Minang:
“Kusut di ujung tali, kembali ke pangkal tali."
Maka berkembangbiaklah keturunan Ibrahim dari anak laki-lakinya yang berdua, Isma'il dan Ishaq. Ishaq beranak Ya'qub, yaitu Israil. Keturun Israil tetap memegang teguh waris Ibrahim. Isma'il membantu ayahnya mendirikan Ka'bah sebagai pusat peribadahan umat tauhid. Dan agama ajaran Ibrahim itu dikenal pada keturunan Isma'il dengan agama harif. Maka hiduplah keturunan Isma'il Bani Adnan di keliling Ka'bah itu, tetapi lama-lama agama harif Nabi Ibrahim telah terberiam dalam 360 buah berhala yang disandarkan di dalam dan di luar dinding Ka'bah. Maka diutus Allah-lah Nabi Muhammad ﷺ di negeri Mekah itu, mengajak kaum Quraisy, kaumnya sendiri, keturunan Nabi Ibrahim dan Isma'il supaya kembali kepada “millatu Ibrahima Hanifan", agama Ibrahim yang menundukkan diri kepada Allah Yang Tunggal dan supaya dihentikan mempersekutukan yang lain dengan Dia. Maka diberitakan Allah-lah keadaan mereka di kala Nabi Muhammad ﷺ diutus itu.
Ayat 29
“Bahkan Aku beri kesempatan mereka itu dan bapak-bapak mereka berisenang-senang hingga datang kepada mereka keberianan dan seorang Rasul yang menenangkan."
Ayat 30
“Dan tatkala datang kepada mereka kebenaran itu, mereka berkata, ‘Ini adalah sihir. Sesungguhnya kami terhadapnya tidak memercayai."
Kebenaran yang mereka tolak itu ialah Al-Qur'an bahkan mereka katakan sihir. Mengapa mereka tuduh Al-Qur'an itu sihir? Ialah karena mereka tidak dapat membantah apa yang diwahyukan. Rahasia-rahasia perasaan hati yang hanya dikeluarkan kepada teman sepaham, tidak didengar oleh Rasulullah ﷺ atau orang-orang yang telah beriman, tidak lama kemudian sudah keluar saja dalam wahyu yang diucapkan oleh Nabi dan mereka tidak dapat membantah. Padahal bukan sihir, melainkan kebenaran yang hati kecil tidak dapat membantah, tetapi hawa nafsu tidak mau menerima. Lalu dikatakan saja sihir, dan menyatakan saja tidak mau mempercayainya.
Demikian terhadap Al-Qur'an. Tetapi ada lagi yang menilai tentang Rasul sendiri,
Ayat 31
“Dan mereka berkata,'Mengapa tidak ditununkan Al-Qur'an ini kepada seorang besar dari dua negeri ini.'"
Yang berkata begini sudah lain dari yang mengatakan Al-Qur'an itu sihir. Mereka sudah mengakui memang suara-suara yang dibawa Al-Qur'an itu amat penting diperhatikan. Sayang, Al-Qur'an yang penting itu tidak diturunkan kepada orang penting pula, yaitu orang-orang besar, yang tidak kurang di kedua negeri,
Mekah dan Thaif. Mereka itu berpengaruh, berharta, sebab itu disegani orang banyak. Kalau kepada mereka diturunkan, seberitar saja akan berduyun-duyunlah pengikutnya.
Ketika membaca ayat ini, teringatlah penafsir kepada nasib seorang mubaligh Islam di Medan Deli sebelum perang. Ketika dia berpidato menerangkan agama di muka umum, sangat menarik perhatian. Maka datanglah seorang pegawai Belanda bergaji besar bertanya dengan berbisik,"Apa kerja orang itu? Berapa gajinya sebulan? Kayakah dia? Tengkukah dia? Setelah dapat jawaban bahwa semuanya itu tidak ada pada mubaligh itu, orang yang bertanya itu tidak memandangnya dengan hormat lagi. Ditegurnya pun tidak!
Sanggahan ini dipukul oleh wahyu,
Ayat 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?"
Merekakah yang menentukan atau Allah? Rahmat, risalah, dan nubuwah adalah yang lain dari yang mereka pikirkan itu. Soal ini bukan soal kebesaran dan pengaruh karena harta."Kamilah yang telah membagi-bagi di antara mereka akan penghidupan mereka dalam hidup di dunia dan telah Kami tinggikan derajat yang sebagian dari yang sebagian, supaya yang sebagian mempergunakan yang sebagian."
Ini semua memang telah dibagi-bagikan Allah kepada mereka. Ada yang kaya raya, berniaga ke Syam, ada yang mempunyai beratus-ratus binatang ternak. Dan ada pula yang miskin, ada pula yang menjadi hambasahaya, menjadi suruh-suruhan, memikul beban, diperas keringatnya. Ada yang kerjanya mencari keuntungan dengan membungakan uang, dan ada yang nasibnya demikian malang, karena payah melepaskan diri dari utang. Begitulah nasib yang telah ditakdirkan Allah, hidup di dunia ini terbagi-bagi dan berbagal-bagai wajah hidup dihadapi. Dan memang telah ada orang-orang besar dan orang penting dalam lapangan itu. Yaitu lapangan kehidupan dunia sematamata. Mereka berpengaruh karena urusan-urusan dunia, tetapi soalnya sekarang ini bukan itu. Ini adalah urusan iman, urusan budi, urusan hubungan di antara makhluk dengan Allah. Allah yang tentukan untuk mencurahkan rahmat-Nya memelopori urusan itu, bukan karena hartanya. Orang itu ialah Muhammad ﷺ.
“Dan rahmat Tuhanmu itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
Ayat ini meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa orang yang Mukmin. Bahwa pimpinan iman kepada Allah, bukanlah soal hidup mewah. Kalau sekiranya tujuan hidup telah beralih kepada kemewahan, dunia fanalah yang akan memesona manusia, dan setanlah kelak yang akan menjadi teman mereka. Ini dijelaskan lagi oleh ayat-ayat selanjutnya,
Ayat 33
“Dan kalau sekiranya tidaklah lantaran manusia akan menjadi satu umat saja."
Yaitu umat yang terpesona oleh kemewahan dunia, sehingga tidak ingat lagi tujuan hidupnya yang sebenarnya.
“Sesungguhnya telah Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan Mahamurah itu, untuk rumah-rumah mereka sambungkan dari perak, demikian juga tangga tempat mereka naik."
“Dan bagi rumah-rumah mereka itu pintu-pintunya" pun dari perak,
Ayat 34
“Demikian juga dipan-dipan tempat mereka bersandar-sandar."
Ayat 35
“Dan hiasan-hiasan"
Semua akan dihiasi dengan perak.
“Karena semuanya itu tidak lain hanyalah benda-benda kesenangan hidup dunia. Dan akhirat di sisi Tuhanmu adalah untuk orang-orang yang bertakwa."
Tegasnya ayat ini ialah bahwa orang-orang yang tidak memedulikan hubungan iman kepada Allah Yang Mahamurah itu, tidak pulalah semuanya dimewahkan Allah hidupnya, sehingga bumbungan rumahnya, pintu rumahnya, dipan tempat mereka bersandar-sandar disaluti perak. Atau kalau di zaman modern kita sekarang ini, tidaklah semua orang yang tidak peduli kepada agama itu mewah hidupnya, misalnya si tuan ber-Chevrolet Impala, si Nyonya ber-Mercedes Beriz, si anak-anak lain lagi dan rumah bertingkat tiga, tiap kamar ada radio dan televisi sendiri, ada bungalow di tanah dingin, ada uang sekian ratus juta di bank, yang dengan enak-enak mereka hidup dari bunganya. Tidak semua diberi hidup demikian, malah jumlah yang demikian sangat sedikit sekali. Allah Yang Mahamurah, Maha Mengerti bahwa orang-orang yang lemah imannya akan silau matanya melihat itu sehingga akhirnya"menjadi umat yang satu" tujuan mengejar dunia. Padahal karena tujuan satu, tetapi niat ialah kepentingan dan kemegahan diri sendiri, terjadilah perebutan keuntungan dan habis masa pada perkara-perkara yang tidak perlu."Dan akhirat di sisi Tuhanmu adalah untuk orang-orang yang bertakwa."
Tepat benar ayat ini mengorek rahasia hati manusia. Di dalam surah al-Qashash, ayat 76 sampai ayat 83, dikisahkan tentang halnya seorang yang kaya dan mewah, yaitu Qarun, melihat kekayaannya itu sudah banyak orang yang terpesona dan ingin hidup seperti Qarun. Tetapi setelah Qarun dan harta beridanya tenggelam ditelan bumi, orang-orang yang tadinya yang ingin itu bersyukur, untung dia tidak seperti Qarun.
Ayat 36
“Dan barangsiapa yang melengah dari mengingat Tuhan Yang Mahamurah, niscaya akan Kami dampingkan baginya setan maka dialah teman yang tidak berpisah dengan dia."
Apa kerja setan yang jadi teman (qarin) itu?
Ayat 37
“Dan mereka itu menghalangi mereka dari jalan yang lurus sedang mereka menyangka bahwa mereka dari orang-orang yang dapat petunjuk."
Apa saja jalan lurus untuk keselamatan diri dunia dan akhirat yang hendak ditempuh, ada-ada saja alasan dikemukakan setan itu buat menghalanginya, sehingga tidak jadi. Setelah tidak jadi, diri merasa bahwa petunjuk setan itulah yang benar. Demikianlah terus-menerus selama manusia tidak berkeras hati lalu mendekat kepada Allah. Kalau betul-betul telah mendekat kepada Allah dengan istighfar dan tobat, setan itu pun tidak berani datang lagi dan malaikat pun datang pula. Sayanglah manusia yang pengaruh setan itu sudah amat mendalam dan jiwanya lemah. Lalu dia mati dalam su'ul khotimah (penutupan hidup yang sengsara).
Ayat 38
“Hingga apabila dia datang kepada Kami, dia berkata,"
Kepada setan yang menjadi teman tidak pernah berpisah itu."Alangkah baiknya sekiranya di antara aku dan engkau" selama hidup di dunia dahulu itu
“sejauh Timur dan Barat kmena engkau adalah sejahat-jahat teman."
Itu hanyalah penyesalan belaka, pada hari yang penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Sebab itu Allah berfirman,
Ayat 39
“Dan sekali-kali tidak memberi manfaat bagi kamu hari ini lagi."
Percuma sekarang membuka soal itu,"karena kamu telah menzaliminya." Yang kamu zalimi ialah dirimu sendiri. Kezaliman itu telah berlaku sejak engkau lengah daripada mengingat Tuhanmu. Sejak itu malaikat men-jauh, setanlah yang mendekat. Kamu bertambah menganiaya dirimu sendiri, sebab sejak itu setanlah penasihatmu. Dirimu sendirilah salahkan. Bagi setan, memang sudah itulah pekerjaannya. Oleh sebab itu,
“Sesungguhnya kamu di dalam menderita adzab bersama-sama."