Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
atau
ءَاتَيۡنَٰهُمۡ
Kami berikan pada mereka
كِتَٰبٗا
sebuah kitab
مِّن
dari
قَبۡلِهِۦ
sebelumnya
فَهُم
lalu mereka
بِهِۦ
dengannya
مُسۡتَمۡسِكُونَ
mereka berpegang
أَمۡ
atau
ءَاتَيۡنَٰهُمۡ
Kami berikan pada mereka
كِتَٰبٗا
sebuah kitab
مِّن
dari
قَبۡلِهِۦ
sebelumnya
فَهُم
lalu mereka
بِهِۦ
dengannya
مُسۡتَمۡسِكُونَ
mereka berpegang
Terjemahan
Apakah kami pernah memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelumnya (Al-Qur’an), lalu mereka berpegang teguh (pada kitab itu)?
Tafsir
(Atau adakah Kami memberikan sebuah Kitab kepada mereka sebelumnya) sebelum Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat anjuran untuk menyembah selain Allah (lalu mereka berpegang dengan kitab itu?) hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi.
Tafsir Surat Az-Zukhruf: 21-25
Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al-Qur'an, lalu mereka berpegang dengan kitab itu? Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. Dan demikianlah Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. (Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikuti juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya? Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.
Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. Allah ﷻ mengingkari perbuatan orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah tanpa keterangan, tanpa dalil, tanpa alasan. Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelumnya. (Az-Zukhruf: 21) Yaitu sebelum mereka mempersekutukan Allah. lalu mereka berpegang dengan kitab itu? (Az-Zukhruf: 21) Yakni untuk menjadi dasar dari perbuatan yang mereka lakukan itu. sebagai jawabannya ialah tentu saja duduk perkaranya tidaklah seperti itu. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, lalu keterangan itu menunjukkan (kebenaran) apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan Tuhan? (Ar-Rum: 35) Maksudnya, duduk perkaranya tidaklah demikian.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. (Az-Zukhruf: 22) Sebenarnya mereka dalam kemusyrikannya itu tidak mempunyai dasar selain dari mengikuti jejak bapak-bapak dan nenek moyang pendahulu mereka. Bahwa mereka berada pada suatu agama yang dianuti oleh mereka. Lafaz ummah dalam ayat ini juga dalam ayat berikut berarti agama, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu. (Al Anbiya: 92, Al-Muminun: 52) Adapun firman Allah ﷻ: dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. (Az-Zukhruf: 22) Ini merupakan pengakuan dari mereka tanpa dalil (bukti).
Kemudian Allah ﷻ menjelaskan melalui ayat yang lainnya, bahwa ucapan mereka yang demikian itu telah didahului oleh orang-orang yang serupa dan setara dengan mereka dari kalangan umat-umat terdahulu yang mendustakan rasul-rasul Allah. Hati mereka semua sama, maka perkataan mereka pun sama. Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan orang-orang itu mengatakan, "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu.
Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (Adz-Dzariyat: 52-53) Hal yang sama disebutkan pula dalam surat ini melalui firman-Nya: Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. (Az-Zukhruf: 23) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Berkatalah. (Az-Zukhruf: 24) Rasul itu kepada orang-orang musyrik yang ada di masanya.
Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya? Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya. (Az-Zukhruf: 24) Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa seandainya mereka mengetahui dengan yakin kebenaran dari apa yang disampaikan oleh rasul itu kepada mereka, niscaya mereka tetap tidak mau mengikutinya, karena sejak semula niat mereka sudah jelek dan sifat mereka yang takabur terhadap perkara yang hak dan para penganutnya.
Firman Allah ﷻ: Maka Kami binasakan mereka. (Az-Zukhruf: 25) Yakni umat-umat yang mendustakan itu dengan berbagai macam azab. Sebagaimana kisah-kisahya dijelaskan oleh Allah ﷻ maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (Az-Zukhruf: 25) Yaitu bagaimana mereka dilenyapkan dan dibinasakan, dan bagaimana Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman."
Atau kalau mereka tidak pernah menyaksikan penciptaan para malaikat dan menyaksikan wujudnya, apakah pernah Kami berikan informasi atau pengetahuan yang menjelaskan mengenai hal itu melalui sebuah kitab yang diturunkan kepada mereka sebelumnya, yaitu sebelum Al-Qur'an diturunkan, lalu mereka berpegang teguh dengannya, yaitu dengan informasi di dalam kitab itu' Sama sekali tidak. Mereka tidak pernah memiliki informasi mengenai hal itu.
22. Bahkan setelah kehabisan alasan dan dalih atas kesesatan mereka, mereka berkata, 'Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang dan leluhur kami menganut suatu agama, yakni suatu keyakinan dan kepercayaan yang patut kami ikuti dan teladani, dan sesungguhnya kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka. '.
Allah menambahkan penjelasan dalam rangka penolakan-Nya terhadap anggapan orang-orang musyrik bahwa mereka menyembah malaikat karena kehendak Allah, dengan firman-Nya, "Apakah memang pernah kami memberikan kepada mereka sebuah kitab sebelum Al-Qur'an, lalu mereka berpegang teguh kepada kitab itu? Tidak, sama sekali tidak. Pendirian mereka hanya didasarkan atas dugaan dan sangkaan yang mengandung dusta, firman Allah:
Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan. (al-An'am/6: 116).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEPERCAYAAN YANG KACAU
Ayat 15
“Dan mereka jadikan sandaran kepada-Nya sebagian dari hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya manusia itu penolak budi yang nyata."
Maksud ayat ini ialah menjelaskan kekacauan kepercayaan kaum musyrikin yang buruk sekali, yaitu mengatakan Allah beranak. Itu namanya menjadi sebagian dari hamba-hamba Allah menjadi disandarkan atau dihubungkan kekeluargaannya dengan Allah. Dan itu adalah satu kekufuran yang timbul dari menolak budi Ilahi karena kelak makhluk yang dikatakan anak Allah itu akan dipuja dan disembah pula sebagai Allah. Orang Quraisy mengatakan anak Allah ialah perempuan.
Sebab itu maka di ayat 16 dijelaskan lagi,
Ayat 16
“Ataukah Dia mempunyai anak-anak perempuan dari makhluk yang dijadikan-Nya?"
Adakah pantas sebagian dari makhluk yang Dia jadikan, yaitu anak-anak perempuan ditentukan oleh manusia menjadi anak Allah?
“Dan untuk kamu dipilihkan-Nya anak-anak laki-laki?"
Ayat 17
“Dan apabila seorang mereka diberi berita yang dijadikan sekutu dengan Tuhan Maha Pemunah itu, jadilah mukanya hitam dan dia sangat berduka cita."
Alangkah buruk dan kacau cara mereka berpikir. Mereka mengatakan Allah ada beranak, anak-Nya itu ialah perempuan. Tetapi kalau mereka diberi tahu bahwa istri mereka baru saja melahirkan anak dan anak itu ialah perempuan, muka mereka hitam karena malu dan karena susah. Tentunya jika kepercayaan itu mau dipegang teguh, kalau dikatakan Allah beranak perempuan dan dia memperoleh anak perempuan pula, besar hendaknya hatinya, sebab anaknya sejenis dengan apa yang dikatakannya anak Allah itu.
Ayat 18
“Atau orang yang dibesarkan di dalam perhiasan, dan dia dalam pertengkaran tak dapat memberi ketenangan."
Anak perempuan dari kecil dibesarkan dalam perhiasan, dengan subang dan gelang. Nanti kalau terjadi pertengkaran di antara dia sama dia, berbantah, bertengkar, bertambah tidak tahu dia lagi apa yang akan dibicarakan, sehingga tidak dapat lagi dipertimbangkan mana yang benar di antara mereka dan mana yang salah, sebab tidak dengar mendengarkan. Itukah yang kamu angkat menjadi anak Allah?
Ayat 19
“Dan mereka jadikan malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba dari Tuhan Pemunah, menjadi perempuan?"
Maka yang diangkat mereka jadi anak Allah itu ialah malaikat-malaikat, tetapi mereka tetapkan lebih dahulu bahwa malaikat itu jenis kelaminnya ialah perempuan."Apakah mereka menyaksikan kejadian mereka?" (Malaikat-malaikat itu). Melihat seketika malaikat dijadikan Allah? Atau pernahkah mereka melihat malaikat, sehingga dapat mereka katakan bahwa malaikat itu perempuan?
“Akan dituliskan kesaksian mereka dan mereka akan diperiksa."
Dongeng-dongeng yang tidak berujung pangkal itulah yang dijadikan kepercayaan selama ini oleh mereka. Diancam mereka bahwa kalau memang ada kesaksian mereka tentang mengatakan malaikat itu ialah perempuan, kesaksian itu akan ditulis, dan kelak di hari Kiamat, mereka akan diperiksa. Mesti sanggup mempertanggungjawabkan.
Ayat 20
“Dan mereka berikata, ‘Jika Tuhan Pemunah itu menghendaki, niscaya tidaklah kami akan menyembah mereka.'"
Untuk mengelakkan diri dari seruan menyembah Allah Yang Tunggal dan supaya dapat bertahan menyembah berhala, atau malaikat yang mereka katakan anak perempuan Allah, mulailah mereka berdalih kepada takdir,"Kami menyembah berhala ini sudah ditakdirkan Allah, Allah Yang Pemurah itu jua. jika Allah Yang Murah itu menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah berhala-berhala itu." itu adalah dalih yang tidak beralasan sama sekali. Sebab,"Tidaklah mereka mempunyai pengetahuan tentang itu."
Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang takdir itu. Kalau memang mereka hendak membawanya kepada soal takdir, mengapa mereka tidak langsung pula mengakui bahwa Allah mengirim Rasul untuk menyeru mereka menyembah Allah Yang Satu, tidak mereka masukkan dalam rangka takdir juga? Mengapa Al-Qur'an dalam bahasa Arab, yang berisi keterangan-keterangan yang jelas menunjukkan jalan untuk bahagia mereka di dunia dan akhirat, tidak mereka masukkan dalam takdir juga? Mereka menyebut takdir untuk mempertahankan pendirian yang salah, bukanlah dari maksud yang jujur.
“Mereka tidak lain hanya berdusta."
Yaitu menyalahgunakan kata yang baik untuk maksud yang jahat.
Ayat 21
“Ataukah pernah Kami beriikan kepada mereka suatu kitab dari sebelum ini, lalu mereka berpegang dengan dia?"
Kalau memang ada kitab itu, cobalah tunjukkan!
Kitab yang menyuruh menyembah berhala, terang tidak ada. Sebab itu dari mana kepercayaan-kepercayaan yang karut ini mereka dapat?
Ayat 22
“Bahkan mereka berikata, ‘Sesungguhnya lelah kami dapati bapak-bapak kami atas satu cara dan kami atas jejak-jejak mereka itulah mengambil petunjuk.
Sekarang bukan takdir lagi yang jadi alasan, sebab nyata bahwa itu hanyalah alasan dusta. Kitab pegangan kepercayaan pun tidak dapat mereka tunjukkan karena kitab itu memang tidak pernah ada. Sekarang terbukalah hal yang sebenarnya, yaitu adat pusaka nenek moyang, yang tidak lapuk di hujan, dan tidak lekang di panas. Begitu cara-cara mereka dapati, begitu jejak yang mereka tinggalkan, tentu itu pula yang kami ikuti.
Maka memberi peringatanlah Allah kepada Rasul-Nya,
Ayat 23
“Dan demikianlah. Tidaklah Kami mengutus sebelum engkau pada suatu negeri, melainkan berikalatah pemuka-pemukanya, ‘Sesungguhnya kami dapati bapak-bapak kami atas satu cana dan kami atas jejak-jejak mereka jadi pengikut.
Maka suara ini bukanlah suara baru, melainkan suara yang sudah lama terdengar, dijadikan bantahan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul yang diutus Allah.
Lalu apa sambutan nabi-nabi itu dan apa mestinya sambutan Nabi Muhammad ﷺ atas perdalihan pusaka turun-temurun dari bapak-bapak yang dahulu-dahulu itu?
Ayat 24
“Berikata dia (yaitu Rasul yang diutus Tuhan ke suatu negeri itu),'Apakah (begitu juga) kalau aku datangkan kepada kamu sesuatu (seruan) yang tebih dari apa yang kamu dapati atasnya bapak-bapak kamu itu?'"
Yang lebih masuk akal? Yang benar-benar datang dari Allah? Apakah akan kamu pegang juga pusaka yang tidak berujung berpangkal itu?
“Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami terhadap apa yang kamu (diutus) menyampaikannya itu, tidaklah mau pencaya.'"
Dengan segala cara pertukaran yang baik, dakwah sudah disampaikan kepada mereka. Alasan atau hujjah mereka tidak satu juga yang dapat mereka tegakkan karena memang tidak sebuah pun yang benar. Kemudian mereka jadikan “jejak bapak-bapak yang dahulu"
Kemudian ditanya,"Bagaimana kalau se-ruan yang aku bawa ini lebih menjamin kebahagiaanmu dunia dan akhirat? Sebab ini benar-benar dari Allah?"
jawab mereka pendek saja dan kasar,"Kami tidak mau percaya." Tentu Allah bertindak,
Ayat 25
“Lalu Kami pun membatasi mereka. Maka lihatlah betapa kesudahannya orang-orang yang mendustakan."
Allah telah bertindak. Umat nabi-nabi itu telah dibirasakan. Dan ayat ini turun di Mekah semasa kedaulatan mereka masih kuat. Kemudian Nabi Muhammad ﷺ telah dapat memberi pukulan pertama kepada mereka dalam Perang Badar. Dan berhala-berhala yang mereka puja itu telah disapu bersih ketika Mekah ditaklukkan pada tahun delapan Hijriyah.
Namun alasan menuruti jejak nenek moyang ini sampai ke zaman kita ini masih dipakai orang. Sehingga jika ada perbuatan-perbuatan bid'ah dalam agama mengenai aqidah atau ibadah, yang ditambah-tambahkan kepada agama, tidak dari ajaran Allah dan Rasul-Nya, jika ada yang menegur, dia pun akan mendapat jawaban ."Sesungguhnya telah kami dapati bapak-bapak kami atas satu cara dan kami atas jejak-jejak mereka jadi pengikut" Dan kalau yang menegur itu berkata,"Bagaimana kalau seruan ini lebih benar, berdasar Al-Qur'an dan sunnah?"
Dia pun akan menjawab,"Kami tidak mau ikut ajakan-ajakanmu itu. Kamu mau apa???"