Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنۡ
dan diantara
ءَايَٰتِهِۦ
tanda-tanda-Nya
خَلۡقُ
ciptaan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
وَمَا
dan apa yang
بَثَّ
bertebaran
فِيهِمَا
pada keduanya
مِن
dari
دَآبَّةٖۚ
makhluk melata
وَهُوَ
dan Dia
عَلَىٰ
atas
جَمۡعِهِمۡ
mengumpulkan mereka
إِذَا
apabila
يَشَآءُ
Dia menghendaki
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
وَمِنۡ
dan diantara
ءَايَٰتِهِۦ
tanda-tanda-Nya
خَلۡقُ
ciptaan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
وَمَا
dan apa yang
بَثَّ
bertebaran
فِيهِمَا
pada keduanya
مِن
dari
دَآبَّةٖۚ
makhluk melata
وَهُوَ
dan Dia
عَلَىٰ
atas
جَمۡعِهِمۡ
mengumpulkan mereka
إِذَا
apabila
يَشَآءُ
Dia menghendaki
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
Terjemahan
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhluk melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia menghendaki.
Tafsir
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan) menciptakan (apa yang Dia sebarkan) Dia sebar ratakan (pada keduanya, yaitu berupa makhluk yang melata) pengertian Ad-Dabbah ialah makhluk yang menempati bumi, yaitu manusia dan lain-lainnya. (Dan Dia untuk mengumpulkan semuanya) mengumpulkan semua makhluk untuk dihadapkan kepada-Nya (Maha Kuasa jika dikehendaki-Nya) Dhamir Hum yang terdapat pada lafal Jam'ihim lebih memprioritaskan makhluk yang berakal daripada makhluk lainnya.
Tafsir Surat Asy-Syura: 29-31
[[Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak pula seorang penolong selain Allah.]]
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [[Dan di antara tanda-tanda-Nya …]] (Asy-Syura: 29) Yang menunjukkan akan kebesaran dan kekuasaan-Nya yang besar serta pengaruh-Nya yang mengalahkan segalanya.
[[… ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang Dia sebarkan pada keduanya.]] (Asy-Syura: 29) Yakni Dia penuhi langit dan bumi dengan makhluk-makhluk itu.
[[… berupa makhluk yang melata.]] (Asy-Syura: 29) Hal ini mencakup malaikat, manusia, jin, dan semua hewan yang beraneka ragam bentuk, warna kulit, bahasa, watak, dan jenisnya; Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebarkan mereka di seluruh kawasan langit dan bumi.
[[Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.]] (Asy-Syura: 29) Yaitu sekalipun semuanya tersebar di seantero langit dan bumi, Dia Mahakuasa mengumpulkan mereka kelak di hari kiamat mulai dari yang awal hingga yang terakhir dan semua makhluk dihimpunkan-Nya di suatu lapangan; suara penyeru terdengar oleh mereka dan semuanya dapat terlihat oleh mata, lalu Allah memutuskan hukum di kalangan mereka dengan hukum-Nya Yang Mahaadil lagi Mahabenar.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [[Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.]] (Asy-Syura: 30) Yakni betapapun kamu, hai manusia, tertimpa musibah, sesungguhnya itu hanyalah karena ulah keburukan kalian sendiri yang terdahulu.
[[Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).]] (Asy-Syura: 30) Maksudnya, keburukan-keburukanmu. Maka Dia tidak membalaskannya terhadap kalian, bahkan Dia memaafkannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun. (Fathir: 45) Di dalam sebuah hadis shahih disebutkan seperti berikut: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiada sesuatu pun yang menimpa seorang mukmin berupa kelelahan, kepayahan, kesusahan, dan tidak (pula) kesedihan melainkan Allah menghapuskan darinya berkat musibahnya itu sebagian dari kesalahan-kesalahan (dosa-dosa)nya, sehingga yang berupa duri yang menusuk (kaki)nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub yang mengatakan bahwa ia membaca di dalam kitab Abu Qilabah yang menyebutkan bahwa ayat berikut, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Az-Zalzalah: 7-8) diturunkan saat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sedang makan, lalu ia menghentikan makannya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku selalu mengetahui apa yang aku kerjakan berupa kebaikan atau keburukan." Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidakkah engkau melihat apa yang engkau lihat berupa perkara yang tidak kamu sukai (menimpa dirimu) itu merupakan beban dari sezarrah keburukan, kemudian dimasukkan ke dalam timbangan kebaikan, hingga engkau mendapatkannya di hari kiamat nanti.”
Lalu disebutkan Abu Idris pernah mengatakan, bahwa ia melihat hal yang semakna yang menguatkannya di dalam Kitabullah, yaitu melalui firman-Nya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Asy-Syura: 30) Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Abu Qilabah, dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu Ia mengatakan bahwa hadis yang pertama adalah yang paling shahih. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa ibnut Tabba', telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Al-Azhar bin Rasyid Al-Kahili, dari Al-Khadir ibnul Qawwas Al-Bajali, dari Abu Sakhilah, dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, "Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang suatu ayat dalam Kitabullah yang paling afdal yang telah diceritakan kepada kami oleh Rasulullah ﷺ, yaitu firman-Nya: 'Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)' (Asy-Syura: 30) Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, 'Hai Ali, aku akan menafsirkannya kepadamu: Apa saja yang menimpa kamu berupa sakit atau siksaan atau musibah di dunia, maka dikarenakan ulah tanganmu sendiri, dan Allah subhanahu wa ta’ala Maha Penyantun dari menduakalikan siksaan-Nya di akhirat nanti. Dan apa yang dimaafkan oleh Allah di dunia, maka Allah subhanahu wa ta’ala Mahamulia dari mengulanginya sesudah memaafkannya'.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Marwan bin Mu'awiyah dan Abdah, dari Sakhilah yang menceritakan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, lalu disebutkan hal yang semisal secara marfu'. Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari jalur lain secara mauquf. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur bin Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id bin Abul Waddah, dari Abul Hasan, dari Abu Juhaifah yang menceritakan bahwa ia masuk menemui sahabat Ali bin Abu Talib radhiyallahu ‘anhuma, lalu Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, "Maukah aku ketengahkan kepada kamu sekalian suatu hadis yang dianjurkan bagi orang mukmin untuk menghafalnya?" Kemudian mereka memintanya untuk mengetengahkannya, maka Ali membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Asy-Syura: 30) Lalu Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa apa saja yang telah dijatuhkan oleh Allah sebagai hukuman di dunia, maka Allah Maha Penyantun dari menduakalikan hukuman-Nya kelak di hari kiamat.
Dan apa saja yang telah dimaafkan oleh Allah di dunia, maka Allah Mahamulia dari mengulangi pemaafan-Nya di hari kiamat nanti. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la bin Ubaid, telah menceritakan kepada kami Talhah (yakni Ibnu Yahya), dari Abu Burdah, dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tiada sesuatu pun yang menimpa diri seorang mukmin pada jasadnya yang membuatnya kesakitan, melainkan Allah menghapuskan karenanya sebagian dari keburukan-keburukannya. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hasan, dari Zaidah, dari Laits, dari Mujahid, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila dosa seorang hamba banyak, sedangkan dia tidak memiliki sesuatu sebagai penghapusnya (kifaratnya), maka Allah mengujinya dengan kesedihan untuk menghapuskan dosa-dosanya itu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr bin Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ismail bin Muslim, dari Al-Hasan Al Basri yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Asy-Syura: 30) Bahwa ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman)-Nya, tiada suatu lecet pun karena kayu dan tiada pula terkilirnya urat dan tiada pula tersandungnya telapak kaki melainkan karena perbuatan dosa, dan apa yang dimaafkan oleh Allah dari (penderita) nya adalah lebih banyak.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari mansur, dari Al-Hasan, dari Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa salah seorang muridnya menemuinya, sedangkan Imran bin Husain saat itu sedang terkena cobaan penyakit pada tubuhnya. Lalu sebagian dari murid-muridnya mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya kami merasa sedih dengan apa yang kami lihat menimpa dirimu." Maka Imran bin Husain menjawab, "Janganlah kamu bersedih hati melihat diriku seperti ini, karena sesungguhnya apa yang kamu lihat ini karena suatu dosa, sedangkan apa yang dimaafkan oleh Allah jauh lebih banyak (daripada dosa itu)." Kemudian Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu membaca firman-Nya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (Asy-Syura: 30) Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdul Hamid Al-Hamami, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abul Bilad yang mengatakan bahwa ia pernah membacakan firman berikut kepada Al-Ala bin Badr, yaitu: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (Asy-Syura: 30) Dan ia mengatakan bahwa matanya telah buta sejak ia masih kanak-kanak.
Maka Al-Ala bin Badr menjawab, "Itu karena dosa-dosa kedua orang tuamu." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abdul Aziz bin Abu Daud, dari Ad-Dahhak yang mengatakan bahwa tiadalah yang kami ketahui bila ada seseorang telah hafal Al-Qur'an, kemudian ia lupa melainkan karena suatu dosa yang dilakukannya.
Kemudian ia membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu) (Asy-Syura: 30) Kemudian Ad-Dahhak mengatakan bahwa maka adakah musibah yang lebih besar lagi daripada melupakan Al-Qur'an?"
Dan ketahuilah wahai seluruh manusia bahwa di antara tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dengan segala perhiasannya dan bumi yang terhampar dengan aneka macam isinya, yang kesemuanya di ciptakan dengan bentuk dan sistem yang sangat teliti. Dan juga menjadi tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Mahakuasa untuk mengumpulkan mereka semuanya apabila Dia kehendaki, di mana pun atau kapan pun. 30. Pada ayat yang lalu, Allah telah menunjukkan beberapa kebaikan sebagai anugerah yang bersumber dari-Nya. Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa musibah yang kamu peroleh adalah akibat perbuatanmu sendiri. Allah berfirman, 'Dan musibah apa pun yang menimpa kamu, kapan dan di manapun, adalah di sebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Itu semua karena kecerobohan, kesalahan, dan kemaksiatan yang kamu lakukan sendiri, dan walaupun begitu, Allah tetap memaafkan banyak dari kesalahan-kesalahanmu itu.
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa sebagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya ialah diciptakan-Nya langit dan bumi serta apa yang tersebar pada keduanya seperti binatang yang melata dan bergerak termasuk manusia, jin, dan semua hewan dengan berbagai bentuk dan corak serta warnanya.
Allah kuasa mengumpulkan manusia di hari kemudian, baik yang datang lebih dulu maupun yang datang kemudian, begitu juga makhluk yang lain; di Padang Mahsyar kemudian Dia akan memberikan balasan kepada mereka dengan seadil-adilnya. Sebagaimana firman Allah:
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. (al-Kahf/18: 47)
Apabila diperhatikan ayat di atas, kita merasa bahwa Allah sedang menjelaskan mengenai adanya makhluk hidup lain di luar angkasa. Sebelum membahas ayat di atas, perlu disimak terlebih dahulu ayat terkait di bawah:
Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang bepikir. (al-Jatsiyah/45: 13)
Ayat di atas menyebutkan kata "menundukkan". Kata tersebut dapat diinterpretasikan bahwa manusia dapat memanfaatkan benda-benda langit, seperti planet dan bintang. Contohnya adalah bulan dan matahari yang mempunyai orbit yang teratur. Keteraturan orbit ini digunakan manusia untuk membuat penanda waktu atau penanggalan dan hal-hal lain untuk keperluan hidupnya. Contoh lain adalah mengenai datangnya besi dari luar angkasa yang secara jelas dinyatakan pada Surah al-hadid/57: 25.
Secara jelas disebutkan bahwa Allah telah menciptakan galaksi, planet dan bintang dan benda langit lainnya, dan menyebarkan padanya, di antaranya, makhluk hidup sebagai hasil ciptaan-Nya. Artinya, sangatlah memungkinkan bahwa Dia mengirimkan ciptaan dari satu planet ke planet lainnya. Demikian pula halnya dengan dua ayat lain yang membahas mengenai binatang ternak yang diturunkan dari ruang angkasa (al-An'am/6:143 dan az-Zumar/39: 6)
Dari sudut ilmu pengetahuan, banyak pembuktian mengarah pada apa yang dijelaskan Al-Qur'an. Pada tanggal 7 Agustus 1996, para peneliti NASA (badan antariksa Amerika Serikat) mengumumkan akan adanya temuan kehidupan mikroskopis di planet Mars tiga miliar tahun yang lalu. Walaupun banyak yang menentang teori ini, namun temuan pesawat ruang angkasa Galileo akan adanya laut yang berwarna merah di bawah lapisan es di satelit planet Jupiter, Europe, sangat menjanjikan. Dalam waktu dekat akan terjawab pertanyaan tertua yang selalu tertanam dalam benak manusia: "Apakah ada makhluk hidup di atas sana? Ataukah kita yang ada di dunia ini adalah satu-satunya makhluk hidup di alam raya?"
Apabila memang ada kehidupan di atas sana, maka di manakah mereka dapat ditemukan. Tebakan kita pertama adalah di planet-planet yang ada di sana. Di "bumi-bumi" yang ada pada galaksi-galaksi yang ada di alam semesta. Ini dicerminkan secara Al-Qur'anik pada Surah ath-thalaq/65: 12 yang menyatakan, "Allah yang menciptakan tujuh langit dan bumi seperti mereka ......" Dengan demikian, karena terdapat jutaan galaksi, maka Allah juga menciptakan miliaran bumi, tersebar di alam semesta. Sedangkan kata "bumi" yang digunakan di sini menunjukkan planet yang mempunyai kehidupan. Dengan berpegang pada pernyataan Al-Qur'an dan sedikit bukti yang diperoleh ilmu pengetahuan, kita sampai pada satu kesimpulan bahwa makhluk di luar angkasa memang ada.
Pertanyaan selanjutnya, apakah kita akan dapat menemukannya? Allah memberikan indikasinya pada Surah Fussilat/41: 53 "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (ayat-ayat) Kami di segenap ufuk ....". Indikasi ini memberikan harapan bahwa pada suatu waktu kita akan dapat bertemu dengan kehidupan extraterestrial, termasuk di dalamnya makhluk yang cerdas.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Atau adakah bagi mereka sekutu-sekutu, (yaitu berhala-berhala yang mereka sembah itu) yang menggantikan untuk mereka dari satu agama, sesuatu yang tidak diizinkan Allah?"
Yang ditanyakan demikian itu karena memang tidak ada. Kemusyrikan bukanlah agama, dia hanya kumpulan dari khayat-khayat kebodohan manusia."Dan kalau tidaklah karena kalimat yang telah digariskan, niscaya telah diberi keputusan di antara mereka." Tegasnya, telah lama mereka dimusnahkan, tetapi karena sudah ditakdirkan bahwa Nabi akhir zaman dimenangkan terhadap musuh-musuh Allah dengan tidak ada pemusnahan. Itulah sebab dari dahulu-dahulu mereka belum dihukum.
“Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, bagi mereka adalah adzab yang pedih."
Yaitu di akhirat kelak.
Ayat 22
“Akan engkau lihat kelak (di akhirat) orang-orang yang zalim itu ketakutan, tontonan apa yang pernah mereka usahakan."
Tatkala hidup di dunia. Menghambat jalannya agama Allah menolak kebenaran, “sedang dianya yaitu segala dosa itu, “akan menimpa mereka," adzab siksanya akan mereka terima tunai. Itulah yang menimbulkan ketakutan."Dan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh," yang mengerjakan usaha-usaha yang mulia-mulia lantaran iman mereka, mereka “akan berada di taman-taman yang amat subur di surga. Untuk mereka apa jua pun yang mereka kehendaki di sisi Allah mereka," semua tersedia untuk mereka.
“Itulah karunia yang besar."
Mengapa kaum musyrikin itu masih saja bertahan pada kekufuran mereka?
Ayat 23
“Yang demikianlah warta gembira Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh."
Itulah sinar pengharapan di hari depan untuk Mukmin dan pejuang menegakkan amal, yang kerapkali kecewa di dunia ini. Jangan di sini mengharap upah. Yang banyak mengalir di dunia ini hanyalah air mata. Di akhiratlah terima upahmu. Sebab akan ke sanalah kita semua."Katakanlah." Demikian sambungan firman Allah selanjutnya kepada Rasul-Nya."Tidaklah aku meminta upah kepada kamu atasnya," yaitu usahaku menyebarkan berita yang benar ini; “hanyalah kasih sayang lantaran kekeluargaan belaka." Kasih sayang, iba kasihan, kalau kau tidak menyampaikan kepadamu terlebih dahulu, kamu akan jadi alas neraka semua, sedang orang lain akan menerimanya. Upahku kelak ada dari Allah, yaitu kebesaran hatiku bila kamu dapat dengan patuh menuruti kehendak Allah."Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan, akan Kami tambah baginya kebajikan itu." Tegasnya, kalau mereka akui kebenaran itu, mereka telah menempuh jalan yang baik. Maka Allah akan menggandakan kebaikan itu bagi mereka. Mereka tidak akan rugi, melainkan beruntung. Kalau selama ini mereka banyak dosa, di saat mereka menyatakan iman itu, segala dosa mereka diampuni."Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun," dan kedatangan mereka disambut Allah dengan terima kasih. Sebab Allah amat kasih kepada hamba-hamba-Nya yang memilih jalan yang benar. Dan Dia “penerima kasih"
Alangkah gembiranya Allah menerima hamba-hamba-Nya, yang sesudah tersesat, lalu pulang kembali ke jalan-Nya yang benar.
Ayat 24
“Atau akan berkatalah mereka: ‘Dia itu berbuat-buat dusta atas nama Allah.'"
Itu adalah satu tuduhan yang amat nista daripada orang-orang yang mendurhakai Allah, kepada utusan Allah pembawa wahyu Ilahi untuk kebahagiaan mereka, mereka tuduh berbuat dusta di atas nama Allah."Sebab itu, jika Allah menghendaki, niscaya akan dicap-Nya hatimu," dengan kesabaran dan keteguhan, “dan akan dihapuskan-Nya yang batil dan akan dibuktikan-Nya kebenaran dengan firman-firman-Nya." Sehingga dengan jalan demikian kepalsuan mereka bertambah jelas dan kebenaran utusan Allah bertambah tampak.
“Sesungguhnya Dia Mengetahui akan isi sekalian dada."
Ayat 25
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan diberi-Nya maaf kejahatan-kejahatan dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Betapa pun besarnya kesalahan, berapa pun banyaknya kejahatan telah diperbuat karena dorongan hawa nafsu, dunia dan setan, Allah bersedia memberi tobat dan memberi maaf, asal hamba-hamba-Nya datang dengan sungguh-sungguh memohon ampunan-Nya. Apatah lagi, Dia menjadikan kita, Dia tahu akan serba kelemahan kita. Maka jika tumbuh menyesal sementara hidup ini atas langkah yang tersesat, janganlah ditangguhkan lama-lama, di saat itu juga segera tobat dan mulailah hidup baru. Yakni hidup yang diridhai Allah, niscaya kesalahan yang lama itu dihapuskan Allah dari daftar. Inilah yang diserukan Rasulullah ﷺ kepada musyrikin, ketika mengajak mereka kepada jalan yang mulia dan ini pula pegangan kita terus-menerus.
Ayat 26
“Dan diperkenankan-Nya," apa yang dimohonkan oleh “orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh."
Sebab dengan iman dan amal salehnya itu, dia selalu telah mengadakan hubungan dengan Allah. Hubungan mereka dengan Allah, bukanlah hubungan ketika hendak meminta apa saja."Dan ditambahkan untuk mereka dari karunia-Nya." Karunia cahaya dari iman, karunia makrifat terhadap Allah, karunia pendekatan dari Allah dan karunia ridha kedua pihak, antara dia ke Allah, antara Allah kepada dia."Dan orang-orang yang kafir." Yang sesat tidak mau surut, yang terlanjur tidak mau kembali, yang hanya diperhambakan kepada hawa nafsu, yang tersumbat telinganya oleh sesuatu yang berat, sehingga kebenaran tak mau masuk ke dalam maka
“bagi mereka adalah adzab yang sangat."
Ayat 27
“Dan jika dilapangkan Allah rezeki bagi hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat semau-maunya di bumi."
Inilah satu ayat pokok dalil ilmu jiwa manusia yang telah direkam Allah menjadi wahyu. Kalau hidup manusia sudah mewah, kekayaan sudah melimpah-limpah, atau kekuasaan sudah sampai ke puncak, dengan sendirinya sudah tidak dapat ditahan-tahan lagi, dia menjadi baghaa, dia hendak berbuat semau-maunya, sewenang-wenang, segala kesempatan yang ada akan dipakainya untuk mencapai keinginan-keinginan yang tidak mau puas.
“dengan ukuran apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia terhadap hamba-hamba-Nya Mahateliti, Maha Melihat."
Maka setiap si manusia sudah mulai lupa dan mulai berbuat semau-maunya, akhirnya pasti dia tertumbuk kepada batas yang tak dapat dilampauinya lagi. Seakan-akan datang suara Allah, “Berhenti! Cukup sekian. Jangan ditempuh lagi, nanti engkau hancur. Yang luas tidak bertepi dan panjang tidak berbatas kekuasaan atau kesempatan, hanya aku!" Laksana kata sakti penduduk pulau-pulau Lautan Teduh, yaitu tabu. Pantangan! Jangan dilampaui pantangan itu, supaya engkau jangan celaka.
Manusia tetap manusia. Yang datang kemudian sudah sepatutnya mengambil pengajaran orang yang jatuh dahulu darinya. Dia ambil pengajaran itu ketika kesempatan belum ada.
Demi bila ada kesempatan maka setiap dia melangkah ke muka, setiap dia lupa pengajaran itu; dia melangkah terus, dan mundur tak bisa lagi, sampai terbentur kepada tanda bahaya peringatan Allah. Dia tidak dapat mundur lagi, dia mesti terus ke jurang kehancuran, untuk jadi pengajaran pula bagi yang datang di belakang, yang belum mendapat kesempatan.
Allah itu Mahateliti, jangan main-main dengan Dia. Dan Dia Maha Melihat, tak perlu bersembunyi dari Dia.
Ayat 28
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka putus harapan, ditebarkan-Nya rahmat-Nya. Dan Dia adalah Pelindung, Yang Media Terpuji."
Ayat ini luas maksudnya. Dilukiskan kepu-tusasaan karena hujan tidak juga turun. Segala ikhtiar sudah dicoba, namun hasilnya tidak ada. Dengan kehendak Allah tiba-tiba mendung tebal dan hujan pun turun. Dalam beberapa menit saja harapan yang hampir putus berhari-hari, berminggu-minggu pulih kembali. Rahmat tercurah di mana-mana. Kerap kali pertolongan Allah datang, di luar dari dugaan dan perhitungan kita. Sebab itu kalimat putus harapan, tidak boleh ada dalam kamus seorang Mukmin, Yang perlu dalam kamus Mukmin ialah sabar dan tawakal. Sabar dan tawakal akan menimbulkan ilham. Dia adalah Maha Pelindung. Dia tidak akan mengecewakan hamba-Nya. Dia adalah Maha Terpuji; setelah rahmat-Nya itu turun di luar dugaan dan kemampuan kita, baru akan terasa apa artinya sifat al-Hamid, Maha Terpuji itu.
Ayat 29
“Dan setengah daripada ayat-ayat-Nya ialah kejadian semua langit dan bumi dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya dari makhluk melata. Dan Dia, atas mengumpulkan mereka, jika dikehendaki-Nya, adalah Mahakuasa."
Dalam ayat ini bertemu satu wahyu yang patut menjadi perhatian ahli-ahli pengetahuan. Kalau orang Mukmin dia telah percaya bulat jangan bertanya lagi. Yaitu “dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya (langitdan bumi) dari makhluk melata." Makhluk melata, kalimat Arabnya dalam ayat ialah daabbatin. Tegasnya, segala yang hidup, merangkak, merayap dan berjalan dengan kaki. Yang artinya secara umum, daabbatin ialah binatang; termasuk manusia, jadi di ayat ini ditegaskan bahwa binatang melata itu bukan di bumi saja, tetapi ada juga di langit. Tegasnya di bintang-bintang lain. Kalau menurut ilmu pengetahuan kurang lebih seabad yang lalu, kemungkinan ada hidup hanya di bumi kita ini saja, tetapi hati belum puas menerima teori itu. Masakan berjuta-juta dan berjuta-juta bintang di langit dan bumi hanya satu di antaranya, hanya di bumi saja ada hidup. Tetapi orang tidak berhenti menyelidiki. Di zaman sekarang penyelidik-penyelidik mulai mengeluarkan pendapat bahwa di bintang Mars (Marikh) ada terdapat tanda-tanda hidup. Dan mulai menyusul pula kemungkinan ada hidup di bintang-bintang yang lain.
Ayat 30
“Dan apa jua pun yang menimpa kepada dirimu dari sesuatu malapetaka maka itu adalah dari usaha tanganmu sendiri. Padahal dimaafkan-Nya sebagian yang banyak"
Ayat ini adalah satu peringatan bahwa apabila suatu malapetaka datang menimpa, janganlah segera menyalahkan orang lain, apatah lagi menyalahkan Allah. Periksalah diri sendiri. Manusia memang selalu lalai memperhitungkan bahwa dia bersalah. Setelah datang malapetaka dengan tiba-tiba dia jadi bingung lalu menyalahkan orang lain. Atau menyalahkan takdir. Kadang-kadang kesalahan yang paling besar ialah lupa kepada Allah, sehingga malapetaka yang tadinya bisa menjadi cobaan peneguh iman, menjadi satu sengsara yang amat berat: tidak terpikul oleh jiwa, karena jiwa tidak ada pegangan. Oleh sebab itu maka percaya kepada takdir buruk dan baik, bahagia dan bahaya, gembira dan sengsara, beruntung dan rugi, dijadikan rukun yang keenam dari iman. Apa yang tertulis mesti terjadi. Maka jika tiba giliran dapat musibah, periksailah diri. Kadang-kadang musibah itu didatangkan Allah dengan memakai tangan manusia dan kita yakin benar bahwa kita tidak bersalah. Mungkin engkau tidak bersalah dalam hal yang dituduhkan manusia lain kepadamu. Tetapi kalau kita mengoreksi diri, barangkali kita bersalah kepada Allah dalam hal lain, misalnya takabur, riya dalam mengerjakan ibadah, lalu kita ditimpa malapetaka dari jalan lain, supaya kita bertobat. Bukankah Nabi kita sendiri menyuruh kita setelah habis selesai shalat lima waktu supaya memohon ampun dan tobat? Bukankah bahkan dalam shalat itu sendiri, dalam rukuk, dalam sujud, dan dalam duduk di antara dua sujud kita disuruh meAllahon ampun?
Ayat 31
“Dan tidaklah dapat kamu melepaskan diri di bumi dan tidak ada bagi kamu selain dari Allah, yang menjadi pelindung dan tidak ada penolong."
Ke bumi yang mana kita akan melepaskan diri kalau bahaya akan datang? Padahal seluruhnya di bawah kuasa Allah? Kita keluar dari rumah, menyangka tidak ada bahaya, tiba-tiba di tabrak mobil: mati! Kita keluar seberitar dari dalam rumah di waktu malam, tiba-tiba masuk angin, lalu sakit: mati! Kita berjalan di tempat ramai dengan merasa aman, tiba-tiba ada orang mengamuk gelap mata. Belatinya singgah di perut kita, usus terburai dan mati! Maka mobil, angin malam, pisau belati, orang mengamuk, semuanya ini hanya alat Allah belaka buat menepati janji kita. Ke mana kita hendak melepaskan diri dari kekuasaan Allah di bumi ini? Siapa yang akan melindungi dan menolong kita, selain Allah sendiri?