Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَوۡ
dan jika
بَسَطَ
melapangkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرِّزۡقَ
rezeki
لِعِبَادِهِۦ
bagi hamba-hamba-Nya
لَبَغَوۡاْ
tentu mereka akan melampaui batas
فِي
di muka
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَٰكِن
tetapi
يُنَزِّلُ
Dia menurunkan
بِقَدَرٖ
dengan ketentuan/ukuran
مَّا
apa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
إِنَّهُۥ
sesungguhnya
بِعِبَادِهِۦ
terhadap hamba-hamba-Nya
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بَصِيرٞ
Maha Melihat
وَلَوۡ
dan jika
بَسَطَ
melapangkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرِّزۡقَ
rezeki
لِعِبَادِهِۦ
bagi hamba-hamba-Nya
لَبَغَوۡاْ
tentu mereka akan melampaui batas
فِي
di muka
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَٰكِن
tetapi
يُنَزِّلُ
Dia menurunkan
بِقَدَرٖ
dengan ketentuan/ukuran
مَّا
apa yang
يَشَآءُۚ
Dia kehendaki
إِنَّهُۥ
sesungguhnya
بِعِبَادِهِۦ
terhadap hamba-hamba-Nya
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بَصِيرٞ
Maha Melihat
Terjemahan
Seandainya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi. Akan tetapi, Dia menurunkan apa yang Dia kehendaki dengan ukuran (tertentu). Sesungguhnya Dia Mahateliti lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
Tafsir
(Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya) semuanya (tentulah mereka akan melampaui batas) semuanya akan melampaui batas; tentulah mereka akan berlaku sewenang-wenang (di muka bumi, tetapi Allah menurunkan) dapat dibaca Yunazzilu atau Yunzilu, yakni menurunkan rezeki-Nya (apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran) maka Dia melapangkan rezeki itu kepada sebagian hamba-hamba-Nya, sedangkan yang lainnya tidak; dan timbulnya sikap melampaui batas ini dari melimpahnya rezeki. (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.).
Tafsir Surat Asy-Syura: 25-28
[[Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras. Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.]]
Allah subhanahu wa ta’ala meyebutkan karunia yang telah Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia menerima tobat mereka jika mereka bertobat kepada-Nya dan kembali taat kepada-Nya. Sesungguhnya termasuk kemurahan dan sifat penyantun-Nya adalah Dia memaaf, menutupi, dan mengampuni dosa-dosa hamba-hamba-Nya (yang bertobat kepada-Nya). Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 110) Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabbah dan Zuhair bin Harb.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Abu Talhah, telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sungguh Allah lebih gembira dengan tobatnya seseorang hamba saat si hamba bertobat kepada-Nya daripada seseorang di antara kamu yang unta kendaraannya berada di padang pasir, lalu unta kendaraannya itu kabur darinya, sedangkan pada kendaraannya terdapat makanan dan minumannya.
Dia putus asa untuk dapat menangkap unta kendaraannya itu. Akhirnya ia mendatangi sebuah pohon dan membaringkan dirinya di bawah naungannya, karena tidak punya harapan lagi untuk dapat menangkap untanya. Ketika ia sedang dalam keadaan istirahat, tiba-tiba unta kendaraannya ia jumpai sedang berdiri di sisinya, lalu ia pegang tali kendalinya. Kemudian ia mengatakan karena kegembiraan yang sangat, "Ya Allah, Engkau adalah abdiku dan aku adalah tuan-Mu dia keliru dalam berbicara karena kegembiraan yang sangat.
Di dalam kitab shahih telah disebutkan pula melalui riwayat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu hal yang semisal. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Az-Zuhri sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya. (Asy-Syura: 25) Sesungguhnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sungguh Allah lebih gembira dengan tobatnya seorang hamba ketimbang seseorang dari kamu yang menjumpai barangnya di tempat yang dikhawatirkan dia akan mati padanya karena kehausan. Hammam ibnul Haris telah mengatakan bahwa sahabat Abdullah bin Mas'ud pernah ditanya tentang seorang lelaki yang berbuat mesum dengan seorang wanita, lalu ia mengawininya. Maka Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu menjawab, "Tidak mengapa." kemudian membaca firman-Nya: Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya. (Asy-Syura: 25), hingga akhir ayat. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Syuraih Al-Qadi, dari Ibrahim bin Muhajir, dari Ibrahim An-Nakha'i, dari Hammam, lalu disebutkan hal yang semisal.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan memaafkan kesalahan-kesalahan. (Asy-Syura: 25) Yakni menerima tobat di masa mendatang dan memaafkan kesalahan-kesalahan di masa lampau. dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Asy-Syura: 25) Dia mengetahui semua apa yang kalian kerjakan dan yang kalian katakan. Tetapi sekalipun demikian, Dia menerima tobat orang yang mau bertobat kepada-Nya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh. (Asy-Syura: 26) As-Suddi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menerima doa mereka.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Jarir, yakni maknanya ialah Allah subhanahu wa ta’ala memperkenankan doa mereka, baik untuk diri mereka sendiri, untuk teman-teman mereka, ataupun saudara-saudara mereka. Ibnu Jarir meriwayatkan pendapat ini dari sebagian ahli Nahwu yang menjadikannya semakna dengan firman-Nya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya. (Ali-Imran: 195) kemudian Ibnu Jarir dan juga Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Al-A'masy, dari Syaqiq bin Salamah, dari Salamah bin Sabrah yang mengatakan bahwa Mu'az radhiyallahu ‘anhu berkhotbah kepada kami di negeri Syam; antara lain ia mengatakan, "Kalian adalah orang-orang mukmin dan kalian adalah ahli surga.
Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan ke dalam surga orang-orang yang kalian caci maki dari kalangan bangsa Persia dan bangsa Romawi." Demikian itu karena bilamana seseorang dari kamu beramal karena Allah, yakni seseorang dari mereka mengerjakan suatu amal kebaikan, maka saudaranya mengatakan, "Engkau telah berbuat baik, semoga Allah merahmatimu. Engkau telah berbuat baik, semoga Allah memberkatimu." Kemudian Mu'adz radhiyallahu ‘anhu membaca firman-Nya: dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. (Asy-Syura: 26) Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian ahli bahasa Arab yang menganggap firman-Nya: yang mendengarkan perkataan. (Az-Zumar: 18) Yakni mereka adalah orang-orang yang memperkenankan perkara yang hak dan mengikutinya.
Semakna dengan firman-Nya: Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah. (Al-An'am: 36) Akan tetapi, makna yang terdapat pada pendapat yang pertama lebih jelas, karena dalam firman berikutnya disebutkan: dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. (Asy-Syura: 26) Yaitu memperkenankan doa mereka lebih dari yang mereka minta. Karena itulah Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abdullah Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq, dari Abdullah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. (Asy-Syura: 26) Bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Syafaat itu diberikan kepada orang yang telah ditetapkan baginya neraka dari kalangan orang yang pernah berbuat kebajikan kepada mereka (orang-orang yang beriman dan beramal saleh) ketika di dunia.
Qatadah telah meriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha'i sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang. bariman serta mengerjakan amal yang saleh. (Asy-Syura: 26) Yakni dapat memberikan syafaat kepada saudara-saudara mereka. dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. (Asy-Syura: 26) dan mereka dapat memberikan syafaat kepada teman-teman dari saudara-saudara mereka. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras. (Asy-Syura: 26) Setelah menyebutkan perihal orang-orang mukmin dan pahala yang mereka terima, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan perihal orang-orang kafir dan azab yang keras, menyakitkan, lagi pedih yang akan diterima oleh mereka di sisi-Nya kelak di hari kiamat saat mereka dikembalikan kepada-Nya dan menjalani hisab.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi. (Asy-Syura: 27) Yakni seandainya Allah memberi mereka lebih dari apa yang diperlukan oleh mereka berupa rezeki, niscaya hal itu akan mendorong mereka untuk bersikap melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang; sebagian dari mereka akan berlaku demikian terhadap sebagian yang lainnya dengan penuh keangkuhan dan kejahatan.
Qatadah telah mengatakan bahwa ada orang yang mengatakan bahwa sebaik-baik penghidupan ialah yang tidak melalaikan dirimu dan tidak pula membuatmu berlaku sewenang-wenang. Lalu Qatadah menyebutkan sebuah hadis yang mengatakan: Sesungguhnya yang aku khawatirkan terhadap kalian ialah apa yang akan dikeluarkan oleh Allah untuk kalian berupa bunga kehidupan dunia. Dan pertanyaan seseorang yang mengatakan, "Apakah kebaikan (harta) itu dapat mendatangkan keburukan?", hingga akhir hadis.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (Asy-Syura: 27) Yakni tetapi Allah memberi mereka sebagian dari rezeki yang dikehendaki-Nya untuk kebaikan mereka sendiri, Dia Maha Mengetahui tentang hal tersebut. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang berhak menjadi kaya, dan menjadikan fakir orang yang berhak menjadi fakir, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi ﷺ dari Tuhannya (hadis Qudsi), yaitu: Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kekayaan; dan seandainya kujadikan dia fakir, niscaya kefakirannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kefakiran; seandainya Kujadikan dia kaya, tentulah kekayaan itu akan merusak agamanya.
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa. (Asy-Syura: 28) Yaitu sesudah manusia putus harapan dari turunnya hujan, maka hujan diturunkan kepada mereka di saat mereka sangat memerlukannya. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (Ar-Rum: 49)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan menyebarkan rahmat-Nya. (Asy-Syura: 28) Artinya meluberkan rahmat-Nya kepada semua penduduk negeri yang disiraminya segala sesuatu yang ada di kawasan itu melalui hujan tersebut.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki berkata kepada Khalifah Umar ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhuma, "Hai Amirul Muminin, hujan telah lama tidak turun dan manusia berputus asa dari turunnya hujan." Maka Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab, "Kalian sebentar lagi akan diberi hujan," lalu ia membaca firman-Nya: Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syura: 28) Dialah Yang Mengatur makhluk-Nya terhadap apa yang bermanfaat bagi mereka untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat mereka, dan Dia Maha Terpuji akibatnya dalam semua apa yang telah ditetapkan dan dilakukan-Nya."
Selain itu, kemurahan Allah adalah di bentangkannya rezeki bagi hamba-hamba-Nya. Allah menyatakan bahwa sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai kenikmatan dan anugerah, baik yang bersifat materi maupun non-materi niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di muka bumi dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Ini sudah menjadi tabiat manusia pada umumnya. Dan tetapi Dia menurunkan rezeki-rezeki-Nya dengan ukuran tertentu yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti tentang hal-hal yang mendetail terhadap semua keadaan hamba-hamba-Nya, Maha Melihat terhadap apa yang mereka lakukan dan terima. 28. Hal lain yang menunjukkan kemurahan Allah adalah Dialah yang menurunkan hujan dari langit setelah mereka berputus asa untuk mendapatkan air bagi kebutuhan mereka dan untuk menghadapi ke keringan yang berkepanjangan, dan Dia juga menyebarkan rahmat-Nya itu kepada semua makhluk-Nya sehingga semuanya dapat menikmati dan memperoleh manfaatnya. Dan Dialah Maha Pelindung bagi semua makhluk-Nya dari segala yang membahayakan mereka, Maha Terpuji atas segala rahmat, tindakan, dan kebijaksanaan-Nya.
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia tidak akan memberi hamba-Nya rezeki yang berlimpah-limpah, jika pemberian itu bisa membawa mereka kepada keangkuhan dan ketakaburan, sebagaimana firman Allah:
Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup. (al-'Alaq/96: 6-7)
Allah memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya dengan kadar tertentu, sesuai dengan kehendak dan selaras dengan kebijaksanaan-Nya. Dengan sifat rahman Allah, Dia tetap memberikan rezeki meskipun orang itu tidak beriman bahkan ketika manusia melupakan Tuhannya, saat itulah Allah melimpahkan lebih banyak lagi rezekinya. Apabila mereka tetap tidak bersyukur, dan larut dalam kesenangan, barulah Allah menjatuhkan azabnya sebagaimana firman Allah:
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa. (al-An'am/6: 44)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kekayaan seseorang bukan indikator bahwa Allah sayang kepadanya, tetapi kekayaan justru menjadi batu ujian bagi keimanan seseorang. Contoh bagaimana sikap seseorang terhadap kekayaannya, dapat dilihat apakah dia menggunakannya untuk memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain, karena keterlibatan hak orang lain pada kekayaannya dan sebagai tanda bersyukur kepada sang pemberi kekayaan, atau dia menggunakan kekayaan itu hanya untuk kesenangan dirinya dan mengklaim bahwa kekayaannya diperoleh melalui usahanya sendiri, sehingga lupa kepada Allah yang memberi kekayaan. Allah berfirman:
Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (al-Anfal/8: 28)
Dalam hal ini, Karun dan Fir'aun menjadi contoh nyata, karena kekayaan dan kejayaannya menyebabkan keduanya sombong kepada Allah.
Abu Hani' al-Khaulani berkata, "Saya mendengar 'Amr bin Khurait dan lainnya mengatakan bahwasanya ayat ini (ayat 27 ini) diturunkan kepada ahlusuffah (penghuni beranda masjid Nabi di Medinah); mereka berangan-angan memiliki harta benda (yang bertumpuk-tumpuk), mereka mengangankan kemegahan dunia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Atau adakah bagi mereka sekutu-sekutu, (yaitu berhala-berhala yang mereka sembah itu) yang menggantikan untuk mereka dari satu agama, sesuatu yang tidak diizinkan Allah?"
Yang ditanyakan demikian itu karena memang tidak ada. Kemusyrikan bukanlah agama, dia hanya kumpulan dari khayat-khayat kebodohan manusia."Dan kalau tidaklah karena kalimat yang telah digariskan, niscaya telah diberi keputusan di antara mereka." Tegasnya, telah lama mereka dimusnahkan, tetapi karena sudah ditakdirkan bahwa Nabi akhir zaman dimenangkan terhadap musuh-musuh Allah dengan tidak ada pemusnahan. Itulah sebab dari dahulu-dahulu mereka belum dihukum.
“Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, bagi mereka adalah adzab yang pedih."
Yaitu di akhirat kelak.
Ayat 22
“Akan engkau lihat kelak (di akhirat) orang-orang yang zalim itu ketakutan, tontonan apa yang pernah mereka usahakan."
Tatkala hidup di dunia. Menghambat jalannya agama Allah menolak kebenaran, “sedang dianya yaitu segala dosa itu, “akan menimpa mereka," adzab siksanya akan mereka terima tunai. Itulah yang menimbulkan ketakutan."Dan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh," yang mengerjakan usaha-usaha yang mulia-mulia lantaran iman mereka, mereka “akan berada di taman-taman yang amat subur di surga. Untuk mereka apa jua pun yang mereka kehendaki di sisi Allah mereka," semua tersedia untuk mereka.
“Itulah karunia yang besar."
Mengapa kaum musyrikin itu masih saja bertahan pada kekufuran mereka?
Ayat 23
“Yang demikianlah warta gembira Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh."
Itulah sinar pengharapan di hari depan untuk Mukmin dan pejuang menegakkan amal, yang kerapkali kecewa di dunia ini. Jangan di sini mengharap upah. Yang banyak mengalir di dunia ini hanyalah air mata. Di akhiratlah terima upahmu. Sebab akan ke sanalah kita semua."Katakanlah." Demikian sambungan firman Allah selanjutnya kepada Rasul-Nya."Tidaklah aku meminta upah kepada kamu atasnya," yaitu usahaku menyebarkan berita yang benar ini; “hanyalah kasih sayang lantaran kekeluargaan belaka." Kasih sayang, iba kasihan, kalau kau tidak menyampaikan kepadamu terlebih dahulu, kamu akan jadi alas neraka semua, sedang orang lain akan menerimanya. Upahku kelak ada dari Allah, yaitu kebesaran hatiku bila kamu dapat dengan patuh menuruti kehendak Allah."Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan, akan Kami tambah baginya kebajikan itu." Tegasnya, kalau mereka akui kebenaran itu, mereka telah menempuh jalan yang baik. Maka Allah akan menggandakan kebaikan itu bagi mereka. Mereka tidak akan rugi, melainkan beruntung. Kalau selama ini mereka banyak dosa, di saat mereka menyatakan iman itu, segala dosa mereka diampuni."Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun," dan kedatangan mereka disambut Allah dengan terima kasih. Sebab Allah amat kasih kepada hamba-hamba-Nya yang memilih jalan yang benar. Dan Dia “penerima kasih"
Alangkah gembiranya Allah menerima hamba-hamba-Nya, yang sesudah tersesat, lalu pulang kembali ke jalan-Nya yang benar.
Ayat 24
“Atau akan berkatalah mereka: ‘Dia itu berbuat-buat dusta atas nama Allah.'"
Itu adalah satu tuduhan yang amat nista daripada orang-orang yang mendurhakai Allah, kepada utusan Allah pembawa wahyu Ilahi untuk kebahagiaan mereka, mereka tuduh berbuat dusta di atas nama Allah."Sebab itu, jika Allah menghendaki, niscaya akan dicap-Nya hatimu," dengan kesabaran dan keteguhan, “dan akan dihapuskan-Nya yang batil dan akan dibuktikan-Nya kebenaran dengan firman-firman-Nya." Sehingga dengan jalan demikian kepalsuan mereka bertambah jelas dan kebenaran utusan Allah bertambah tampak.
“Sesungguhnya Dia Mengetahui akan isi sekalian dada."
Ayat 25
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan diberi-Nya maaf kejahatan-kejahatan dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Betapa pun besarnya kesalahan, berapa pun banyaknya kejahatan telah diperbuat karena dorongan hawa nafsu, dunia dan setan, Allah bersedia memberi tobat dan memberi maaf, asal hamba-hamba-Nya datang dengan sungguh-sungguh memohon ampunan-Nya. Apatah lagi, Dia menjadikan kita, Dia tahu akan serba kelemahan kita. Maka jika tumbuh menyesal sementara hidup ini atas langkah yang tersesat, janganlah ditangguhkan lama-lama, di saat itu juga segera tobat dan mulailah hidup baru. Yakni hidup yang diridhai Allah, niscaya kesalahan yang lama itu dihapuskan Allah dari daftar. Inilah yang diserukan Rasulullah ﷺ kepada musyrikin, ketika mengajak mereka kepada jalan yang mulia dan ini pula pegangan kita terus-menerus.
Ayat 26
“Dan diperkenankan-Nya," apa yang dimohonkan oleh “orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh."
Sebab dengan iman dan amal salehnya itu, dia selalu telah mengadakan hubungan dengan Allah. Hubungan mereka dengan Allah, bukanlah hubungan ketika hendak meminta apa saja."Dan ditambahkan untuk mereka dari karunia-Nya." Karunia cahaya dari iman, karunia makrifat terhadap Allah, karunia pendekatan dari Allah dan karunia ridha kedua pihak, antara dia ke Allah, antara Allah kepada dia."Dan orang-orang yang kafir." Yang sesat tidak mau surut, yang terlanjur tidak mau kembali, yang hanya diperhambakan kepada hawa nafsu, yang tersumbat telinganya oleh sesuatu yang berat, sehingga kebenaran tak mau masuk ke dalam maka
“bagi mereka adalah adzab yang sangat."
Ayat 27
“Dan jika dilapangkan Allah rezeki bagi hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat semau-maunya di bumi."
Inilah satu ayat pokok dalil ilmu jiwa manusia yang telah direkam Allah menjadi wahyu. Kalau hidup manusia sudah mewah, kekayaan sudah melimpah-limpah, atau kekuasaan sudah sampai ke puncak, dengan sendirinya sudah tidak dapat ditahan-tahan lagi, dia menjadi baghaa, dia hendak berbuat semau-maunya, sewenang-wenang, segala kesempatan yang ada akan dipakainya untuk mencapai keinginan-keinginan yang tidak mau puas.
“dengan ukuran apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia terhadap hamba-hamba-Nya Mahateliti, Maha Melihat."
Maka setiap si manusia sudah mulai lupa dan mulai berbuat semau-maunya, akhirnya pasti dia tertumbuk kepada batas yang tak dapat dilampauinya lagi. Seakan-akan datang suara Allah, “Berhenti! Cukup sekian. Jangan ditempuh lagi, nanti engkau hancur. Yang luas tidak bertepi dan panjang tidak berbatas kekuasaan atau kesempatan, hanya aku!" Laksana kata sakti penduduk pulau-pulau Lautan Teduh, yaitu tabu. Pantangan! Jangan dilampaui pantangan itu, supaya engkau jangan celaka.
Manusia tetap manusia. Yang datang kemudian sudah sepatutnya mengambil pengajaran orang yang jatuh dahulu darinya. Dia ambil pengajaran itu ketika kesempatan belum ada.
Demi bila ada kesempatan maka setiap dia melangkah ke muka, setiap dia lupa pengajaran itu; dia melangkah terus, dan mundur tak bisa lagi, sampai terbentur kepada tanda bahaya peringatan Allah. Dia tidak dapat mundur lagi, dia mesti terus ke jurang kehancuran, untuk jadi pengajaran pula bagi yang datang di belakang, yang belum mendapat kesempatan.
Allah itu Mahateliti, jangan main-main dengan Dia. Dan Dia Maha Melihat, tak perlu bersembunyi dari Dia.
Ayat 28
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka putus harapan, ditebarkan-Nya rahmat-Nya. Dan Dia adalah Pelindung, Yang Media Terpuji."
Ayat ini luas maksudnya. Dilukiskan kepu-tusasaan karena hujan tidak juga turun. Segala ikhtiar sudah dicoba, namun hasilnya tidak ada. Dengan kehendak Allah tiba-tiba mendung tebal dan hujan pun turun. Dalam beberapa menit saja harapan yang hampir putus berhari-hari, berminggu-minggu pulih kembali. Rahmat tercurah di mana-mana. Kerap kali pertolongan Allah datang, di luar dari dugaan dan perhitungan kita. Sebab itu kalimat putus harapan, tidak boleh ada dalam kamus seorang Mukmin, Yang perlu dalam kamus Mukmin ialah sabar dan tawakal. Sabar dan tawakal akan menimbulkan ilham. Dia adalah Maha Pelindung. Dia tidak akan mengecewakan hamba-Nya. Dia adalah Maha Terpuji; setelah rahmat-Nya itu turun di luar dugaan dan kemampuan kita, baru akan terasa apa artinya sifat al-Hamid, Maha Terpuji itu.
Ayat 29
“Dan setengah daripada ayat-ayat-Nya ialah kejadian semua langit dan bumi dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya dari makhluk melata. Dan Dia, atas mengumpulkan mereka, jika dikehendaki-Nya, adalah Mahakuasa."
Dalam ayat ini bertemu satu wahyu yang patut menjadi perhatian ahli-ahli pengetahuan. Kalau orang Mukmin dia telah percaya bulat jangan bertanya lagi. Yaitu “dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya (langitdan bumi) dari makhluk melata." Makhluk melata, kalimat Arabnya dalam ayat ialah daabbatin. Tegasnya, segala yang hidup, merangkak, merayap dan berjalan dengan kaki. Yang artinya secara umum, daabbatin ialah binatang; termasuk manusia, jadi di ayat ini ditegaskan bahwa binatang melata itu bukan di bumi saja, tetapi ada juga di langit. Tegasnya di bintang-bintang lain. Kalau menurut ilmu pengetahuan kurang lebih seabad yang lalu, kemungkinan ada hidup hanya di bumi kita ini saja, tetapi hati belum puas menerima teori itu. Masakan berjuta-juta dan berjuta-juta bintang di langit dan bumi hanya satu di antaranya, hanya di bumi saja ada hidup. Tetapi orang tidak berhenti menyelidiki. Di zaman sekarang penyelidik-penyelidik mulai mengeluarkan pendapat bahwa di bintang Mars (Marikh) ada terdapat tanda-tanda hidup. Dan mulai menyusul pula kemungkinan ada hidup di bintang-bintang yang lain.
Ayat 30
“Dan apa jua pun yang menimpa kepada dirimu dari sesuatu malapetaka maka itu adalah dari usaha tanganmu sendiri. Padahal dimaafkan-Nya sebagian yang banyak"
Ayat ini adalah satu peringatan bahwa apabila suatu malapetaka datang menimpa, janganlah segera menyalahkan orang lain, apatah lagi menyalahkan Allah. Periksalah diri sendiri. Manusia memang selalu lalai memperhitungkan bahwa dia bersalah. Setelah datang malapetaka dengan tiba-tiba dia jadi bingung lalu menyalahkan orang lain. Atau menyalahkan takdir. Kadang-kadang kesalahan yang paling besar ialah lupa kepada Allah, sehingga malapetaka yang tadinya bisa menjadi cobaan peneguh iman, menjadi satu sengsara yang amat berat: tidak terpikul oleh jiwa, karena jiwa tidak ada pegangan. Oleh sebab itu maka percaya kepada takdir buruk dan baik, bahagia dan bahaya, gembira dan sengsara, beruntung dan rugi, dijadikan rukun yang keenam dari iman. Apa yang tertulis mesti terjadi. Maka jika tiba giliran dapat musibah, periksailah diri. Kadang-kadang musibah itu didatangkan Allah dengan memakai tangan manusia dan kita yakin benar bahwa kita tidak bersalah. Mungkin engkau tidak bersalah dalam hal yang dituduhkan manusia lain kepadamu. Tetapi kalau kita mengoreksi diri, barangkali kita bersalah kepada Allah dalam hal lain, misalnya takabur, riya dalam mengerjakan ibadah, lalu kita ditimpa malapetaka dari jalan lain, supaya kita bertobat. Bukankah Nabi kita sendiri menyuruh kita setelah habis selesai shalat lima waktu supaya memohon ampun dan tobat? Bukankah bahkan dalam shalat itu sendiri, dalam rukuk, dalam sujud, dan dalam duduk di antara dua sujud kita disuruh meAllahon ampun?
Ayat 31
“Dan tidaklah dapat kamu melepaskan diri di bumi dan tidak ada bagi kamu selain dari Allah, yang menjadi pelindung dan tidak ada penolong."
Ke bumi yang mana kita akan melepaskan diri kalau bahaya akan datang? Padahal seluruhnya di bawah kuasa Allah? Kita keluar dari rumah, menyangka tidak ada bahaya, tiba-tiba di tabrak mobil: mati! Kita keluar seberitar dari dalam rumah di waktu malam, tiba-tiba masuk angin, lalu sakit: mati! Kita berjalan di tempat ramai dengan merasa aman, tiba-tiba ada orang mengamuk gelap mata. Belatinya singgah di perut kita, usus terburai dan mati! Maka mobil, angin malam, pisau belati, orang mengamuk, semuanya ini hanya alat Allah belaka buat menepati janji kita. Ke mana kita hendak melepaskan diri dari kekuasaan Allah di bumi ini? Siapa yang akan melindungi dan menolong kita, selain Allah sendiri?