Ayat
Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَ
demikian itu
ٱلَّذِي
yang
يُبَشِّرُ
menggembirakan
ٱللَّهُ
Allah
عِبَادَهُ
hamba-hamba-Nya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِۗ
kebaikan
قُل
katakanlah
لَّآ
tidak
أَسۡـَٔلُكُمۡ
aku minta kepadamu
عَلَيۡهِ
atasnya
أَجۡرًا
upah
إِلَّا
kecuali
ٱلۡمَوَدَّةَ
kasih sayang
فِي
dalam
ٱلۡقُرۡبَىٰۗ
kekeluargaan
وَمَن
dan barang siapa
يَقۡتَرِفۡ
mengerjakan
حَسَنَةٗ
kebaikan
نَّزِدۡ
Kami tambahkan
لَهُۥ
baginya
فِيهَا
padanya
حُسۡنًاۚ
kebaikan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَفُورٞ
Maha Pengampun
شَكُورٌ
Maha mensyukuri
ذَٰلِكَ
demikian itu
ٱلَّذِي
yang
يُبَشِّرُ
menggembirakan
ٱللَّهُ
Allah
عِبَادَهُ
hamba-hamba-Nya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِۗ
kebaikan
قُل
katakanlah
لَّآ
tidak
أَسۡـَٔلُكُمۡ
aku minta kepadamu
عَلَيۡهِ
atasnya
أَجۡرًا
upah
إِلَّا
kecuali
ٱلۡمَوَدَّةَ
kasih sayang
فِي
dalam
ٱلۡقُرۡبَىٰۗ
kekeluargaan
وَمَن
dan barang siapa
يَقۡتَرِفۡ
mengerjakan
حَسَنَةٗ
kebaikan
نَّزِدۡ
Kami tambahkan
لَهُۥ
baginya
فِيهَا
padanya
حُسۡنًاۚ
kebaikan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَفُورٞ
Maha Pengampun
شَكُورٌ
Maha mensyukuri
Terjemahan
Itulah (karunia) yang (dengannya) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu suatu imbalan pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Siapa mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
Tafsir
(Itulah karunia yang dengan itu Allah menggembirakan) berasal dari lafal Al-Bisyarah (hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah, "Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini) atas penyampaian risalah ini (sesuatu upah pun kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan) Istitsna di sini bersifat Munqathi' maksudnya, tetapi aku meminta kepada kalian hendaknya kalian mencintai kekerabatan denganku yang memang pada kenyataannya telah ada hubungan kerabat antara kalian dan aku. Karena sesungguhnya bagi Nabi ﷺ mempunyai hubungan kekerabatan dengan setiap puak yang berakar dari kabilah Quraisy. (Dan siapa yang mengerjakan kebaikan) yakni ketaatan (akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu) yaitu dengan melipatgandakan pahala kebaikannya. (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap dosa-dosa (lagi Maha Mensyukuri) bagi orang yang sedikit beramal kebaikan, karenanya Dia melipatgandakan pahalanya.
Tafsir Surat Asy-Syura: 23-24
[[Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan Ashmengerjakan amal saleh. Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah. Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-Qur'an). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.]] (Asy-Syura: 23-24)
Setelah menceritakan taman-taman surga untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam firman selanjutnya: [[Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh.]] (Asy-Syura: 23) Yakni hal ini pasti diperoleh mereka sebagai berita gembira dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkannya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: [[Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”]] (Asy-Syura: 23) Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, "Aku tidak meminta sesuatu harta pun dari kamu atas penyampaian dan nasihatku kepada kalian ini sebagai imbalannya yang kamu berikan kepadaku.
Sesungguhnya yang aku minta dari kalian ialah hendaknya kalian menghentikan kejahatan kalian kepadaku, dan kalian biarkan aku menyampaikan risalah-risalah Tuhanku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menggangguku, demi hubungan kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul malik bin Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tawus menceritakan hal berikut dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Maka Sa'id bin Jubair (yang ada di majelis itu) langsung menjawab, "Keluarga ahli bait Muhammad."
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, "Engkau tergesa-gesa, sesungguhnya Nabi ﷺ itu tiada suatu keluarga pun dari kabilah Quraisy melainkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau ﷺ Untuk itulah maka beliau ﷺ bersabda, 'terkecuali bila kalian menghubungkan kekerabatan yang telah ada antara aku dan kalian'." Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (menyendiri dari al-kutubussittah lainnya).
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Yahya Al-Qattan, dari Syu'bah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh ‘Amir Asy-Syabi, Ad-Dahhak, Ali bin Abu Talhah, Al-Aufi, dan Yusuf bin Mihran serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Suddi, Abu Malik, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam serta lain-lainnya.
Al-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim bin Zaid At-Ath-Thabarani dan Ja'far Al-Qalanisi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Khasif, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah): Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini suatu upah pun kecuali kecintaanmu kepadaku mengingat kekeluargaanku dengan kalian, dan hendaknya kalian pelihara kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian ini.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan bin Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Quz'ah (yakni Ibnu Suwaid) dan Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Muslim bin Ibrahim, dari Quz'ah bin Suwaid, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Aku tidak meminta kepada kalian atas keterangan dan petunjuk yang kusampaikan kepada kalian ini sesuatu upah pun, kecuali ketaatan kalian kepada Allah dan pendekatan diri kalian kepada-Nya dengan cara taat kepada-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri. Dan hal ini bagaikan pendapat yang kedua seakan-akan disebutkan: [[… kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.]] (Asy-Syura: 23) Yakni kecuali bila kalian mengerjakan amal ketaatan yang mendekatkan diri kalian kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Pendapat yang ketiga ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya melalui riwayat Said bin Jubair dengan kesimpulan bahwa makna yang dimaksud yaitu, 'kecuali bila kalian menunaikan hak kekeluargaan kalian denganku'.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa terkecuali kalian berbuat baik kepada kaum kerabat kalian. As-Suddi telah meriwayatkan dari Abid Dailam yang telah menceritakan bahwa ketika Ali ibnul Husain didatangkan sebagai tawanan dan diberdirikan di atas tangga kota Damaskus, maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Syam, lalu berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan memberantas kalian serta memotong sumber fitnah (kekacauan)."
Maka Ali ibnul Husain bertanya kepada lelaki itu, "Apakah engkau membaca Al-Qur'an?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Ali ibnul Husain bertanya, "Tidakkah engkau membaca Aalu Ha Mim (keluarga Haa Miim, rangkaian 7 surat berawalan Haa Miim)?" Lelaki itu menjawab, "Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an, tetapi belum pernah menemukan yang namanya Aalu Ha Mim."
Ali ibnul Husain berkata, “Tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya kamukah yang dimaksud dengan mereka itu (ahlul bait)?" Ali ibnul Husain menjawab, "Ya."
Abu Ishaq As-Sabi'i mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Amr bin Syu'aib tentang firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Maka Amr bin Syu'aib menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kaum kerabat Nabi ﷺ Riwayat ini dan yang sebelumnya kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam, telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah mengatakan anu dan anu seakan-akan mereka membangga-banggakan dirinya. Maka Ibnu Abbas atau Al-Abbas, -Abdus Salam sang perawi ragu- mengatakan, "Kamilah yang lebih utama daripada kamu."
Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau mendatangi majelis mereka, lalu bersabda, "Hai orang-orang Anshar, bukankah dahulu kalian dalam keadaan hina, lalu Allah memuliakan kalian melaluiku?" Mereka menjawab, "Memang benar, ya Rasulullah." Beliau ﷺ bertanya, "Bukankah dahulu kamu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk melaluiku?" Mereka menjawab, "Benar, ya Rasulullah."
Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengapa kalian tidak menjawabku?"Mereka balik bertanya, "Apakah yang harus kami katakan, ya Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda: Mengapa kalian tidak katakan: Bukankah kaummu telah mengusirmu, lalu kami memberimu tempat tinggal? Bukankah mereka mendustakanmu, lalu kami membenarkanmu? Dan bukankah mereka menghinamu, lalu kami menolongmu?
Rasulullah ﷺ terus-menerus mengatakan hal itu sehingga mereka terduduk di atas lutut mereka dan mereka mengatakan, "Semua harta yang ada pada tangan kami untuk Allah dan Rasul-Nya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Abdul Mu'min bin Ali, dari Abdus Salam, dari Yazid bin Abu Ziad, tetapi ini dhaif, dengan sanad yang semisal atau mendekatinya.
Di dalam kitab Shahihain, dalam Bab "Pembagian Ghanimah Perang Hunain" disebutkan hal yang semisal dengan konteks ini, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat terebut. Mengenai penyebutan turunnya ayat ini di Madinah masih diragukan kebenarannya, mengingat suratnya adalah Makkiyyah. Dan tidak ada kaitan yang jelas antara ayat dan riwayat ini; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang senama dengannya (yakni Ali), telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, dari Qais, dari Al-A'masy, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan oleh Allah agar kita mencintainya?" Beliau ﷺ bersabda, "Fatimah dan anaknya."
Sanad hadis ini dha’if, karena didalamnya terdapat seseorang yang tidak dikenal yang menerima hadis ini dari seorang guru beraliran Syi'ah yang ekstrim. Dia adalah Husain Al-Asyqar yang beritanya tidak dapat diterima dalam masalah ini. Dan penyebutan mengenai turunnya ayat di Madinah jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya ayat ini Makkiyyah, dan pada saat itu Fatimah radhiyallahu ‘anhu belum mempunyai anak sama sekali. Mengingat sesungguhnya Fatimah radhiyallahu ‘anhu baru menikah dengan sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu hanya setelah Perang Badar, yaitu di tahun kedua Hijrah.
Pendapat yang benar sehubungan dengan tafsir ayat ini adalah apa yang telah diketengahkan oleh ulama umat ini juru penafsir Al-Qur'an, yaitu Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, seperti yang disebutkan dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari darinya.
Memang tidak diingkari adanya wasiat (anjuran) serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka. Karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci dari ahli bait yang paling mulia di muka bumi ini dipandang dari segi keturunan, kedudukan, dan kebanggaannya. Terlebih lagi bila mereka benar-benar mengikuti sunnah nabi yang shahih, jelas, dan gamblang; seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka, misalnya Al-Abbas dan kedua putranya, Ali dan ahli bait serta keturunannya.
Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Di dalam hadis shahih telah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ dalam khotbahnya di Ghadir Khum (nama sebuah mata air) telah bersabda: Sesungguhnya aku menitipkan kepada kalian dua perkara yang berat, yaitu Kitabullah dan keturunanku (ahli baitku), dan sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan sebelum keduanya sampai di telaga (ku). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepadaku Ismail bin Abu Khalid, dari Yazid bin Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Al-Abbas bin Abdul Muttalib radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Quraisy itu apabila sebagian dari mereka bersua dengan sebagian yang lain, mereka menjumpainya dengan wajah, yang cerah dan baik.
Tetapi bila mereka bersua dengan kami, maka mereka menjumpai kami dengan wajah yang kami tidak kenal (dengan muka tidak sedap)." Maka Nabi ﷺ marah sekali, lalu bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, iman masih belum meresap ke dalam hati seseorang sebelum dia menyukai kalian karena Allah dan Rasul-Nya. Yakni sebelum mencintai ahli bait Rasulullah ﷺ demi karena Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yazid bin Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdul Muttalib bin Rabi'ah yang menceritakan bahwa Al-Abbas radhiyallahu ‘anhu masuk menemui Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Sesungguhnya kami benar-benar keluar dan kami lihat orang-orang Quraisy sedang berbicara dengan asyik.
Tetapi bila mereka melihat kami, maka mendadak mereka diam." Maka Rasulullah ﷺ marah dan mengernyitkan dahinya, kemudian bersabda: Demi Allah, iman masih belum meresap ke dalam kalbu seseorang muslim sebelum dia mencintai kamu karena Allah dan karena kekerabatanku.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khalid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Waqid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan, "Ingatlah Muhammad ﷺ terhadap ahli baitnya."
Di dalam kitab shahih disebutkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhuma, "Demi Allah, sesungguhnya hubungan kerabat dengan Rasulullah ﷺ lebih aku sukai daripada aku menghubungkan persaudaraan dengan kerabatku sendiri." Umar ibnul Khattab pernah berkata kepada Al-Abbas radhiyallahu ‘anhuma, "Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu di hari engkau masuk Islam lebih aku sukai ketimbang keislaman Al-Khattab seandainya dia masuk Islam. Karena sesungguhnya keislamanmu lebih disukai oleh Rasulullah ﷺ daripada keislaman Al-Khattab."
Demikianlah sikap kedua Syekh (Abu Bakar dan Umar) dan hal ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meniru jejaknya. Karena itulah maka keduanya merupakan orang mukmin yang paling utama sesudah para nabi dan para rasul; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada keduanya, juga kepada semua sahabat Rasulullah.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan yang mengatakan, "Aku dan Husain bin Maisarah serta Umar bin Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, “Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah ﷺ dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah ﷺ.”
Maka Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu menjawab, 'Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah ﷺ Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya'." Kemudian Zaid bin Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah ﷺ bangkit melakukan khutbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah.
Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya.
Nabi ﷺ menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan (yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhuma, "Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau ﷺ termasuk ahli baitnya juga?" Zaid menjawab, "Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Siapa sajakah mereka itu?" Zaid menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum." Husain bertanya, "Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?" Zaid menjawab, "Ya." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam An-Nasa’i melalui berbagai jalur dari Yazid bin Hibban dengan sanad yang sama.
Abu Isa At-At-Tirmidzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dan Al-A'masy, dari Habib bin Abu Sabit, dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi.
Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib. Imam At-Tirmidzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr bin Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja'far bin Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ﷺ dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku.
Imam At-Tirmidzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Dzar, Abu Sa'id, Zaid bin Arqam, dan Huzaifah bin Usaid radiyallahu 'anhum. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Mu'in, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf, dari Abdullah bin Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Cintailah Allah subhanahu wa ta’ala karena Dia telah melimpahkan kepada 'kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya.
Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini. Dan sesungguhnya telah diketengahkan banyak hadis menyangkut hal ini dengan penjabaran yang sudah cukup dan tidak perlu diulangi lagi di sini, yaitu pada tafsir firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)
Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Mufaddal bin Abdullah, dari Abu Ishaq, dari Hanasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata seraya memegang pegangan pintu, "Hai manusia, barang siapa yang mengenalku, maka sesungguhnya dia mengenalku. Dan barang siapa yang tidak kenal denganku, maka aku adalah Abu Dzar. Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya perumpamaan ahli baitku di kalangan kalian hanyalah seperti bahtera Nabi Nuh a.s.; barang siapa yang masuk ke dalamnya selamat, dan barang siapa yang tertinggal darinya (tidak masuk) niscaya ia binasa'. Bila ditinjau dari segi sanadnya hadis ini dha’if.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. (Asy-Syura: 23) Yakni barang siapa yang mengerjakan suatu kebaikan, maka Kami tambahkan baginya dalam kebaikan itu kebaikan lagi, sebagai imbalan dan pahalanya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. Dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sesungguhnya sebagian dari pahala kebaikan ialah kebaikan yang lain sesudahnya, dan sesungguhnya balasan keburukan ialah keburukan lain sesudahnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Asy-Syura: 23) Artinya, Dia mengampuni orang yang banyak dosanya dan memperbanyak pahala kebaikan bagi orang yang beramal sedikit. Maka Dia menutupi, mengampuni, dan melipatgandakannya sebagai tanda terima kasih dariNya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bahkan mereka mengatakan, "Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah. Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24) Sekiranya engkau membuat-buat kedustaan terhadap Allah, sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang jahil itu, niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24) Maknanya, niscaya Dia menutup rapat hatimu dan mencabut kembali Al-Qur'an yang telah diberikan-Nya kepadamu.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. (Al-Haqqah: 44-47) Yakni niscaya Kami akan mengazabnya dengan azab yang keras, dan tidak ada seorang manusia pun sanggup menghalang-halanginya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan Allah menghapuskan yang batil. (Asy-Syura: 24) ini tidak di- ataf-kan kepada firman-Nya, "Yakhtim yang berakibat di-jazam-kan, bahkan yamhu tetap dibaca rafa' sebagai permulaan kalimat.
Demikianlah menurut Ibnu Jarir, selanjutnya ia mengatakan bahwa lalu dalam tulisan huruf wawu-nya dibuang menurut rasam mushaf Imam (Mushaf Usmani) sebagaimana dibuang pula pada firman-Nya: kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah. (Al-'Alaq: 18) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. (Al-Isra: 11)
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan membenarkan yang hak dengan kalimah-kalimah-Nya (Al-Qur'an). (Asy-Syura: 24) di- ataf-kan kepada firman-Nya: dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak. (Asy-Syura: 24) Yaitu merealisasikannya, mengukuhkannya, menjelaskan, dan menerangkannya dengan kalimah-kalimah-Nya, yakni dengan hujah-hujah dan bukti-bukti-Nya.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Asy-Syura: 24) Allah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi di balik kalbu dan segala yang tersimpan di dalam dada berupa rahasia-rahasia."
Itulah karunia besar yang di beritahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan yang telah di perintahkan oleh Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Katakanlah kepada mereka yang kafir itu, wahai Nabi Muhammad, 'Aku tidak akan pernah meminta kepadamu sesuatu imbalan apa pun walau sedikit atas seruanku kepadamu untuk beriman kecuali jalinan kasih sayang di antara aku dan kalian dalam ke keluargaan. ' Dan barang siapa mengerjakan kebaikan dengan penuh keimanan dan ketulusan akan Kami tambahkan dengan melipat gandakan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun kepada siapa pun yang memohon ampun atas dosa-dosa yang mereka lakukan, Maha Mensyukuri kepada siapa pun dari hamba-hamba-Nya atas perbuatan baik yang telah di lakukannya sehingga Allah menambahkan pahalanya. 24. Ataukah mereka, orang-orang kafir itu masih terus mengatakan, 'Dia, Muhammad, telah mengada-adakan kebohongan tentang Allah dengan mengatakan bahwa Al-Qur'an itu adalah firman-Nya, padahal dia bukan firman-Nya. ' Lalu sekiranya Allah menghendaki dengan izin dan kekuasaan-Nya niscaya Dia kunci hatimu. Dan Allah menghapus yang batil dengan cara menimbulkan sebab-sebab yang dapat menghancurkannya dan membenarkan yang benar yang di tunjukkan-Nya dengan firman-Nya, yaitu wahyu-wahyu yang di turunkannya melalui Al-Qur'an. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati, baik yang di nyatakan maupun yang di sembunyikan.
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa apa yang telah diberitakan mengenai pemberian karunia dan kesenangan serta kemuliaan di akhirat bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh adalah satu berita gembira yang disampaikan di dunia agar jelas bagi mereka bahwa hal ini pasti menjadi kenyataan. Selanjutnya Allah memerintahkan Muhammad ﷺ menyampaikan kepada kaumnya bahwa di dalam menjalankan tugas menyeru dan menyampaikan agama yang benar, ia tidak meminta balasan apa pun, tetapi ia hanya mengharapkan kasih sayang kaum Muslimin terhadap dirinya, kerabatnya dan kaum Muslimin lainnya.
Barang siapa berbuat baik, taat, dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melipatgandakan kebaikan kepadanya. Satu kebaikan dibalas sekurang-kurangnya dengan sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kebaikan bahkan lebih banyak lagi, sebagai rahmat dan karunia dari Allah, sebagaimana firman Allah:
Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar dharrah, dan jika ada kebajikan (sekecil dharrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya. (an-Nisa'/4: 40)
Firman Allah:
Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.(al-An'am/6: 160)
Allah berfirman:
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 261)
Selanjutnya ayat 23 ini ditutup dengan satu penjelasan bahwa Allah mengampuni kesalahan hamba-Nya bagaimana pun banyaknya dan melipatgandakan pahala amal kebaikan meskipun sedikit, karena Dia adalah Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Atau adakah bagi mereka sekutu-sekutu, (yaitu berhala-berhala yang mereka sembah itu) yang menggantikan untuk mereka dari satu agama, sesuatu yang tidak diizinkan Allah?"
Yang ditanyakan demikian itu karena memang tidak ada. Kemusyrikan bukanlah agama, dia hanya kumpulan dari khayat-khayat kebodohan manusia."Dan kalau tidaklah karena kalimat yang telah digariskan, niscaya telah diberi keputusan di antara mereka." Tegasnya, telah lama mereka dimusnahkan, tetapi karena sudah ditakdirkan bahwa Nabi akhir zaman dimenangkan terhadap musuh-musuh Allah dengan tidak ada pemusnahan. Itulah sebab dari dahulu-dahulu mereka belum dihukum.
“Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, bagi mereka adalah adzab yang pedih."
Yaitu di akhirat kelak.
Ayat 22
“Akan engkau lihat kelak (di akhirat) orang-orang yang zalim itu ketakutan, tontonan apa yang pernah mereka usahakan."
Tatkala hidup di dunia. Menghambat jalannya agama Allah menolak kebenaran, “sedang dianya yaitu segala dosa itu, “akan menimpa mereka," adzab siksanya akan mereka terima tunai. Itulah yang menimbulkan ketakutan."Dan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh," yang mengerjakan usaha-usaha yang mulia-mulia lantaran iman mereka, mereka “akan berada di taman-taman yang amat subur di surga. Untuk mereka apa jua pun yang mereka kehendaki di sisi Allah mereka," semua tersedia untuk mereka.
“Itulah karunia yang besar."
Mengapa kaum musyrikin itu masih saja bertahan pada kekufuran mereka?
Ayat 23
“Yang demikianlah warta gembira Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh."
Itulah sinar pengharapan di hari depan untuk Mukmin dan pejuang menegakkan amal, yang kerapkali kecewa di dunia ini. Jangan di sini mengharap upah. Yang banyak mengalir di dunia ini hanyalah air mata. Di akhiratlah terima upahmu. Sebab akan ke sanalah kita semua."Katakanlah." Demikian sambungan firman Allah selanjutnya kepada Rasul-Nya."Tidaklah aku meminta upah kepada kamu atasnya," yaitu usahaku menyebarkan berita yang benar ini; “hanyalah kasih sayang lantaran kekeluargaan belaka." Kasih sayang, iba kasihan, kalau kau tidak menyampaikan kepadamu terlebih dahulu, kamu akan jadi alas neraka semua, sedang orang lain akan menerimanya. Upahku kelak ada dari Allah, yaitu kebesaran hatiku bila kamu dapat dengan patuh menuruti kehendak Allah."Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan, akan Kami tambah baginya kebajikan itu." Tegasnya, kalau mereka akui kebenaran itu, mereka telah menempuh jalan yang baik. Maka Allah akan menggandakan kebaikan itu bagi mereka. Mereka tidak akan rugi, melainkan beruntung. Kalau selama ini mereka banyak dosa, di saat mereka menyatakan iman itu, segala dosa mereka diampuni."Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun," dan kedatangan mereka disambut Allah dengan terima kasih. Sebab Allah amat kasih kepada hamba-hamba-Nya yang memilih jalan yang benar. Dan Dia “penerima kasih"
Alangkah gembiranya Allah menerima hamba-hamba-Nya, yang sesudah tersesat, lalu pulang kembali ke jalan-Nya yang benar.
Ayat 24
“Atau akan berkatalah mereka: ‘Dia itu berbuat-buat dusta atas nama Allah.'"
Itu adalah satu tuduhan yang amat nista daripada orang-orang yang mendurhakai Allah, kepada utusan Allah pembawa wahyu Ilahi untuk kebahagiaan mereka, mereka tuduh berbuat dusta di atas nama Allah."Sebab itu, jika Allah menghendaki, niscaya akan dicap-Nya hatimu," dengan kesabaran dan keteguhan, “dan akan dihapuskan-Nya yang batil dan akan dibuktikan-Nya kebenaran dengan firman-firman-Nya." Sehingga dengan jalan demikian kepalsuan mereka bertambah jelas dan kebenaran utusan Allah bertambah tampak.
“Sesungguhnya Dia Mengetahui akan isi sekalian dada."
Ayat 25
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan diberi-Nya maaf kejahatan-kejahatan dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Betapa pun besarnya kesalahan, berapa pun banyaknya kejahatan telah diperbuat karena dorongan hawa nafsu, dunia dan setan, Allah bersedia memberi tobat dan memberi maaf, asal hamba-hamba-Nya datang dengan sungguh-sungguh memohon ampunan-Nya. Apatah lagi, Dia menjadikan kita, Dia tahu akan serba kelemahan kita. Maka jika tumbuh menyesal sementara hidup ini atas langkah yang tersesat, janganlah ditangguhkan lama-lama, di saat itu juga segera tobat dan mulailah hidup baru. Yakni hidup yang diridhai Allah, niscaya kesalahan yang lama itu dihapuskan Allah dari daftar. Inilah yang diserukan Rasulullah ﷺ kepada musyrikin, ketika mengajak mereka kepada jalan yang mulia dan ini pula pegangan kita terus-menerus.
Ayat 26
“Dan diperkenankan-Nya," apa yang dimohonkan oleh “orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh."
Sebab dengan iman dan amal salehnya itu, dia selalu telah mengadakan hubungan dengan Allah. Hubungan mereka dengan Allah, bukanlah hubungan ketika hendak meminta apa saja."Dan ditambahkan untuk mereka dari karunia-Nya." Karunia cahaya dari iman, karunia makrifat terhadap Allah, karunia pendekatan dari Allah dan karunia ridha kedua pihak, antara dia ke Allah, antara Allah kepada dia."Dan orang-orang yang kafir." Yang sesat tidak mau surut, yang terlanjur tidak mau kembali, yang hanya diperhambakan kepada hawa nafsu, yang tersumbat telinganya oleh sesuatu yang berat, sehingga kebenaran tak mau masuk ke dalam maka
“bagi mereka adalah adzab yang sangat."
Ayat 27
“Dan jika dilapangkan Allah rezeki bagi hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat semau-maunya di bumi."
Inilah satu ayat pokok dalil ilmu jiwa manusia yang telah direkam Allah menjadi wahyu. Kalau hidup manusia sudah mewah, kekayaan sudah melimpah-limpah, atau kekuasaan sudah sampai ke puncak, dengan sendirinya sudah tidak dapat ditahan-tahan lagi, dia menjadi baghaa, dia hendak berbuat semau-maunya, sewenang-wenang, segala kesempatan yang ada akan dipakainya untuk mencapai keinginan-keinginan yang tidak mau puas.
“dengan ukuran apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia terhadap hamba-hamba-Nya Mahateliti, Maha Melihat."
Maka setiap si manusia sudah mulai lupa dan mulai berbuat semau-maunya, akhirnya pasti dia tertumbuk kepada batas yang tak dapat dilampauinya lagi. Seakan-akan datang suara Allah, “Berhenti! Cukup sekian. Jangan ditempuh lagi, nanti engkau hancur. Yang luas tidak bertepi dan panjang tidak berbatas kekuasaan atau kesempatan, hanya aku!" Laksana kata sakti penduduk pulau-pulau Lautan Teduh, yaitu tabu. Pantangan! Jangan dilampaui pantangan itu, supaya engkau jangan celaka.
Manusia tetap manusia. Yang datang kemudian sudah sepatutnya mengambil pengajaran orang yang jatuh dahulu darinya. Dia ambil pengajaran itu ketika kesempatan belum ada.
Demi bila ada kesempatan maka setiap dia melangkah ke muka, setiap dia lupa pengajaran itu; dia melangkah terus, dan mundur tak bisa lagi, sampai terbentur kepada tanda bahaya peringatan Allah. Dia tidak dapat mundur lagi, dia mesti terus ke jurang kehancuran, untuk jadi pengajaran pula bagi yang datang di belakang, yang belum mendapat kesempatan.
Allah itu Mahateliti, jangan main-main dengan Dia. Dan Dia Maha Melihat, tak perlu bersembunyi dari Dia.
Ayat 28
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka putus harapan, ditebarkan-Nya rahmat-Nya. Dan Dia adalah Pelindung, Yang Media Terpuji."
Ayat ini luas maksudnya. Dilukiskan kepu-tusasaan karena hujan tidak juga turun. Segala ikhtiar sudah dicoba, namun hasilnya tidak ada. Dengan kehendak Allah tiba-tiba mendung tebal dan hujan pun turun. Dalam beberapa menit saja harapan yang hampir putus berhari-hari, berminggu-minggu pulih kembali. Rahmat tercurah di mana-mana. Kerap kali pertolongan Allah datang, di luar dari dugaan dan perhitungan kita. Sebab itu kalimat putus harapan, tidak boleh ada dalam kamus seorang Mukmin, Yang perlu dalam kamus Mukmin ialah sabar dan tawakal. Sabar dan tawakal akan menimbulkan ilham. Dia adalah Maha Pelindung. Dia tidak akan mengecewakan hamba-Nya. Dia adalah Maha Terpuji; setelah rahmat-Nya itu turun di luar dugaan dan kemampuan kita, baru akan terasa apa artinya sifat al-Hamid, Maha Terpuji itu.
Ayat 29
“Dan setengah daripada ayat-ayat-Nya ialah kejadian semua langit dan bumi dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya dari makhluk melata. Dan Dia, atas mengumpulkan mereka, jika dikehendaki-Nya, adalah Mahakuasa."
Dalam ayat ini bertemu satu wahyu yang patut menjadi perhatian ahli-ahli pengetahuan. Kalau orang Mukmin dia telah percaya bulat jangan bertanya lagi. Yaitu “dan apa-apa yang ditebarkan-Nya pada keduanya (langitdan bumi) dari makhluk melata." Makhluk melata, kalimat Arabnya dalam ayat ialah daabbatin. Tegasnya, segala yang hidup, merangkak, merayap dan berjalan dengan kaki. Yang artinya secara umum, daabbatin ialah binatang; termasuk manusia, jadi di ayat ini ditegaskan bahwa binatang melata itu bukan di bumi saja, tetapi ada juga di langit. Tegasnya di bintang-bintang lain. Kalau menurut ilmu pengetahuan kurang lebih seabad yang lalu, kemungkinan ada hidup hanya di bumi kita ini saja, tetapi hati belum puas menerima teori itu. Masakan berjuta-juta dan berjuta-juta bintang di langit dan bumi hanya satu di antaranya, hanya di bumi saja ada hidup. Tetapi orang tidak berhenti menyelidiki. Di zaman sekarang penyelidik-penyelidik mulai mengeluarkan pendapat bahwa di bintang Mars (Marikh) ada terdapat tanda-tanda hidup. Dan mulai menyusul pula kemungkinan ada hidup di bintang-bintang yang lain.
Ayat 30
“Dan apa jua pun yang menimpa kepada dirimu dari sesuatu malapetaka maka itu adalah dari usaha tanganmu sendiri. Padahal dimaafkan-Nya sebagian yang banyak"
Ayat ini adalah satu peringatan bahwa apabila suatu malapetaka datang menimpa, janganlah segera menyalahkan orang lain, apatah lagi menyalahkan Allah. Periksalah diri sendiri. Manusia memang selalu lalai memperhitungkan bahwa dia bersalah. Setelah datang malapetaka dengan tiba-tiba dia jadi bingung lalu menyalahkan orang lain. Atau menyalahkan takdir. Kadang-kadang kesalahan yang paling besar ialah lupa kepada Allah, sehingga malapetaka yang tadinya bisa menjadi cobaan peneguh iman, menjadi satu sengsara yang amat berat: tidak terpikul oleh jiwa, karena jiwa tidak ada pegangan. Oleh sebab itu maka percaya kepada takdir buruk dan baik, bahagia dan bahaya, gembira dan sengsara, beruntung dan rugi, dijadikan rukun yang keenam dari iman. Apa yang tertulis mesti terjadi. Maka jika tiba giliran dapat musibah, periksailah diri. Kadang-kadang musibah itu didatangkan Allah dengan memakai tangan manusia dan kita yakin benar bahwa kita tidak bersalah. Mungkin engkau tidak bersalah dalam hal yang dituduhkan manusia lain kepadamu. Tetapi kalau kita mengoreksi diri, barangkali kita bersalah kepada Allah dalam hal lain, misalnya takabur, riya dalam mengerjakan ibadah, lalu kita ditimpa malapetaka dari jalan lain, supaya kita bertobat. Bukankah Nabi kita sendiri menyuruh kita setelah habis selesai shalat lima waktu supaya memohon ampun dan tobat? Bukankah bahkan dalam shalat itu sendiri, dalam rukuk, dalam sujud, dan dalam duduk di antara dua sujud kita disuruh meAllahon ampun?
Ayat 31
“Dan tidaklah dapat kamu melepaskan diri di bumi dan tidak ada bagi kamu selain dari Allah, yang menjadi pelindung dan tidak ada penolong."
Ke bumi yang mana kita akan melepaskan diri kalau bahaya akan datang? Padahal seluruhnya di bawah kuasa Allah? Kita keluar dari rumah, menyangka tidak ada bahaya, tiba-tiba di tabrak mobil: mati! Kita keluar seberitar dari dalam rumah di waktu malam, tiba-tiba masuk angin, lalu sakit: mati! Kita berjalan di tempat ramai dengan merasa aman, tiba-tiba ada orang mengamuk gelap mata. Belatinya singgah di perut kita, usus terburai dan mati! Maka mobil, angin malam, pisau belati, orang mengamuk, semuanya ini hanya alat Allah belaka buat menepati janji kita. Ke mana kita hendak melepaskan diri dari kekuasaan Allah di bumi ini? Siapa yang akan melindungi dan menolong kita, selain Allah sendiri?