Ayat
Terjemahan Per Kata
سَنُرِيهِمۡ
akan Kami perlihatkan kepada mereka
ءَايَٰتِنَا
tanda-tanda Kami
فِي
pada
ٱلۡأٓفَاقِ
segenap penjuru
وَفِيٓ
dan pada
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَتَبَيَّنَ
jelas
لَهُمۡ
bagi mereka
أَنَّهُ
bahwasanya ia
ٱلۡحَقُّۗ
hak/benar
أَوَلَمۡ
ataukah tidak
يَكۡفِ
cukup
بِرَبِّكَ
dengan Tuhanmu
أَنَّهُۥ
bahwasanya Dia
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
شَهِيدٌ
menjadi saksi
سَنُرِيهِمۡ
akan Kami perlihatkan kepada mereka
ءَايَٰتِنَا
tanda-tanda Kami
فِي
pada
ٱلۡأٓفَاقِ
segenap penjuru
وَفِيٓ
dan pada
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَتَبَيَّنَ
jelas
لَهُمۡ
bagi mereka
أَنَّهُ
bahwasanya ia
ٱلۡحَقُّۗ
hak/benar
أَوَلَمۡ
ataukah tidak
يَكۡفِ
cukup
بِرَبِّكَ
dengan Tuhanmu
أَنَّهُۥ
bahwasanya Dia
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
شَهِيدٌ
menjadi saksi
Terjemahan
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa (Al-Qur’an) itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Tafsir
(Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap penjuru) di segenap penjuru langit dan bumi, yaitu berupa api, tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan (dan pada diri mereka sendiri) yaitu berupa rapihnya ciptaan Allah dan indahnya hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu (sehingga jelaslah bagi mereka bahwa ia) yakni Al-Qur'an itu (adalah benar) diturunkan dari sisi Allah yang di dalamnya dijelaskan masalah hari berbangkit, hisab dan siksaan; maka mereka akan disiksa karena kekafiran mereka terhadap Al-Qur'an dan terhadap orang yang Al-Qur'an diturunkan kepadanya, yaitu Nabi ﷺ (Dan apakah Rabbmu tidak cukup bagi kamu) lafal Birabbika adalah Fa'il dari lafal Yakfi (bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?) lafal ayat ini menjadi Mubdal Minhu yakni, apakah tidak cukup sebagai bukti tentang kebenaranmu bagi mereka, yaitu bahwasanya Rabbmu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.
Tafsir Surat Fussilat: 52-54
Katakanlah, "Bagaimana pendapatmu jika (Al-Qur'an) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh? Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah (hai Muhammad), kepada orang-orang musyrik lagi mendustakan Al-Qur'an itu. Bagaimana pendapatmu jika (Al-Qur'an) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. (Fushshilat: 52) Maksudnya, bagaimanakah sikap kalian terhadap Tuhan yang menurunkan Al-Qur'an itu kepada rasul-Nya?
Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya: Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh? (Fushshilat: 52) Yakni dalam kekafiran, keingkaran, menentang kebenaran, dan jauh dari jalan petunjuk.
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada sisi mereka sendiri. (Fushshilat: 53) Akan tampak bagi mereka bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu benar diturunkan dari sisi Allah kepada rasul-Nya, melalui bukti-bukti yang di luar itu yang terdapat di segenap ufuk, seperti kemenangan-kemenangan yang diperoleh Islam sehingga Islam muncul dan syiar di seluruh belahan bumi dan berada di atas agama lainnya.
Mujahid, Al-Hasan, dan As-Suddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada pada diri mereka sendiri ialah kejadian Perang Badar, jatuhnya kota Mekah ke tangan kaum muslim, dan kejadian-kejadian lainnya yang menimpa mereka (orang-orang kafir) membuktikan pertolongan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya, dan terhinanya kebatilan bersama bala tentaranya pada kejadian-kejadian tersebut. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di dalam diri manusia, misalnya bentuk tubuhnya, organ-organ tubuhnya, dan segala sesuatu yang ada dalam diri manusia seperti yang dijelaskan dalam ilmu anatomi.
Semuanya itu menunjukkan kepada kebijaksanaan Penciptanya. Demikian pula tanda-tanda kekuasaan Allah dapat dilihat melalui watak yang diciptakan-Nya di dalam dirinya, seperti akhlak yang berbeda-beda ada yang baik dan ada yang buruk dan lain sebagainya. Juga melalui peristiwa yang dialaminya, yang semuanya itu berjalan di bawah garis takdir Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak dapat dilampaui dan tidak dapat pula dilanggar atau diwaspadai. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibnu Abid Dunia di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar, dari gurunya Abu Ja'far Al-Qurasyi yang telah mengatakan dalam bait-bait syair gubahannya:
Jika engkau memandang dengan tujuan mengambil pelajaran, maka pandanglah dirimu sendiri di dalam dirimu banyak terkandung pelajaran.
Engkau jalani kehidupan di dunia pagi dan petang, semua urusan pribadimu mengandung pelajaran.
Engkau adalah seorang pelaku yang dahulunya dalam keadaan kecil, kemudian berdiri sendiri membawa dirimu setelah dewasa.
Engkau adalah orang yang dibelasungkawa oleh kejadiannya, rambut dan kulitnya berbelasungkawa terhadapnya.
Engkau adalah orang yang diberi dan dirampas, tiada seorang pun yang hati-hati dapat menyelamatkannya dari perampasan.
Engkau adalah orang yang tidak memiliki sesuatu pun yang diperolehnya, dan yang lebih berhak untuk memiliki apa yang dipunyainya adalah takdir.
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Fushshilat: 53) Yakni cukuplah Allah sebagai saksi terhadap segala perbuatan dan ucapan hamba-hamba-Nya. Dia bersaksi bahwa Muhammad ﷺ benar dalam menyampaikan apa yang dia terima dari-Nya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman:Nya: (mereka tidak mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa: 166), hingga akhir ayat.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. (Fushshilat: 54) Maksudnya, dalam kebimbangan tentang terjadinya hari kiamat. Karena itu, mereka tidak memikirkannya dan tidak mengetahuinya serta tidak bersikap waspada terhadapnya.
Bahkan masalah hari kiamat tidak terlintas sekali dalam pikiran mereka, dan mereka sama sekali tidak mempedulikannya; padahal hari kiamat pasti terjadi, tiada keraguan padanya. Ibnu Abid Dunya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Tamim, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sa'id Al-Ansari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu menaiki mimbarnya, lalu memuji dan menyanjung Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian mengatakan,
"Amma Ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku mengumpulkan kalian di majelis ini bukan karena suatu peristiwa yang akan kuceritakan kepadamu. Tetapi aku sedang merenungkan urusan ini (hari kiamat) yang kelak akan menjadi tempat kembali kalian. Maka aku menyimpulkan bahwa orang yang membenarkan urusan ini di mulutnya saja adalah orang yang dungu, dan orang yang mendustakannya adalah orang yang binasa."
Setelah itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz turun dari mimbarnya. Yang dimaksud dengan ucapan orang yang membenarkannya adalah 'orang yang dungu' ialah karena orang yang bersangkutan tidak mau beramal untuk menyambut kedatangannya, tidak bersikap mawas diri, serta tidak merasa takut dengan kengerian dan kedahsyatan peristiwa yang terjadi padanya. Ironisnya dengan sikap yang demikian dia membenarkannya dan meyakini akan kejadiannya. Tetapi dalam waktu yang sama dia tenggelam di dalam permainan, kelalaian, nafsu syahwat, dan dosa-dosanya; hal ini menunjukkan bahwa dia adalah orang yang dungu.
Menurut terminologi bahasa, ahmaq artinya lemah akal. Adapun yang dimaksud dengan ucapan bahwa orang yang mendustakannya akan binasa, sudah jelas pengertiannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Dalam firman selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala menetapkan bahwa Dia Mahakuasa atas segala sesuatu dan Maha Meliputi segalanya. Untuk menjadikan hari kiamat bagi Allah subhanahu wa ta’ala merupakan urusan yang teramat mudah. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. (Fushshilat: 54) Yakni semua makhluk berada di bawah pengaturan dan genggaman kekuasaan-Nya serta berada di bawah liputan pengetahuan-Nya. Dialah yang mengatur kesemuanya dengan keputusan-Nya. Maka apa yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia."
Untuk mendukung kebenaran Al-Qur'an, Kami juga akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami di segenap penjuru yang dapat mereka saksikan di luar diri mereka dan apa saja yang ada pada diri mereka sendiri yang dapat mereka rasakan, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar datang dari Allah. Tidak cukupkah bagi kamu, wahai Nabi Muhammad, bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu'54. Allah lalu mengingatkan Nabi Muhammad dengan menyatakan, 'Ingatlah, sesungguhnya mereka dalam keraguan, yakni tidak meyakini tentang pertemuan dengan Tuhan mereka kelak di hari Kiamat. Ingatlah pula, sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya. '.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang musyrik yang ragu-ragu kepada Al-Qur'an dan Rasulullah itu akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah di segenap penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri. Mereka melihat dan menyaksikan sendiri kaum Muslimin dalam keadaan lemah dan tertindas selama berada di Mekah kemudian Rasulullah dan para sahabatnya hijrah ke Medinah meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai. Rasulullah ﷺ selama di Medinah bersama kaum Muhajirin dan Ansar membentuk dan membina masyarakat Islam. Masyarakat baru itu semakin lama semakin kuat dan berkembang. Hal ini dirasakan oleh orang-orang musyrik di Mekah, karena itu mereka pun selalu berusaha agar kekuatan baru itu dapat segera dipatahkan. Kekuatan Islam dan kaum Muslimin pertama kali dirasakan oleh orang musyrik Mekah adalah ketika Perang Badar dan kemudian ketika mereka dicerai-beraikan dalam Perang Khandak. Yang terakhir ialah di waktu Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin menaklukkan kota Mekah tanpa perlawanan dari orang-orang musyrik. Akhirnya mereka menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk Islam, termasuk orang-orang musyrik, keluarga, dan teman mereka sendiri. Semuanya itu merupakan bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah. Allah berfirman:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat. (an-Nasr/110: 1-3)
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan lagi bahwa Dia menyaksikan segala perilaku hamba-hamba-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan atau tingkah laku, dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati manusia. Dia menyatakan bahwa Muhammad ﷺ adalah seorang yang benar, tidak pernah berbohong, semua yang disampaikannya sungguh benar, Allah berfirman:
Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur'an) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya. (an-Nisa'/4: 166)
Banyak orang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita sendiri, dapat membawa kepada pemahaman tentang adanya Tuhan. Alam adalah buku yang menanti untuk dipelajari. Akan tetapi, harapan Tuhan dalam menurunkan ayat di atas tidak selalu dipahami manusia. Surah Yunus/10: 101 adalah salah satu di antara banyak ayat yang memberitahu kita bahwa hanya ilmuwan yang memiliki keimananlah yang dapat memahami Tuhan dengan mempelajari alam.
Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!" Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. (Yunus/10: 101).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TENTANG TIBANYA SA'AT
Tentang tiba hari Kiamat atau Sa'at akan terjadi, maka,
Ayat 47
“Kepada-Nyalah dikembalikan ilmu tentang Sa'at itu"
Sedang yang lain tidak seorang pun yang saat mengetahuinya. Jangankan bila hari akan Kiamat, suatu soal besar, sedangkan yang kecil-kecil saja pun banyak yangtidakdiketahui manusia. Misalnya, buah-buahan atau perempuan mengandung. “Dan tidaklah keluar buah-buahan dari kelopaknya, dan tidaklah bunting seorang perempuan, dan tidak pun melahirkan, melainkan dengan pengetahuan-Nya." Dan tidak yang lain mempunyai seluas dan semutlak itu. Dan kelak Kiamat itu pasti datang. Semua makhluk akan dipanggil. “Dan pada hari Dia memanggil mereka." Khusus orang-orang yang memperserikatkan Dia dengan yang lain, Dia akan bertanya," Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu?" Kalau mereka itu memang ada, di sinilah sepantasnya mesti ada, buat menolong kamu.
“Mereka menjawab, ‘Kami telah sampaikan kepada Engkau, ya Tuhan kami. Tidak ada di antaia kami seorang pun yang menyaksikan.'"
Tidak ada kami seorang pun yang melihat di mana mereka itu berada.
Ayat 48
“Dan hilanglah dari mereka apa yang mereka seru dahulu itu."
Niscaya tidak akan dia di sana karena semuanya itu memang hanya diada-adakan semasa di dunia saja. Kalau dia batu, tentu dia tetap batu. Kalau dia kayu, dia tetap kayu; tak pandai bercakap dan tidak menghendaki supaya dia disembah. Kalau dia manusia, tentu dia tengah diperiksa, diakah yang menyuruh orang menyembah menyeru dia? Jika ya, dia akan masuk neraka bersama orang-orang yang menyembah dia. Jika tidak atas kehendaknya maka kehadirannya di situ pun hanya sebagai saksi saja bahwa mereka menyembah dia, hanyalah karena kekufuran mereka saja. Banyak orang saleh-saleh disembah sesudah dia mati, sehingga dia tidak tahu-menahu."Dan yakinlah mereka bahwa tidak ada satu pun lagi jalan tepas."
Ayat 49
“Tidaklah jemu-jemunya manusia itu dari memohonkan yang baik-baik, tetapi jika menyentuh kepadanya kesusahan, dia pun putus asa, hilang harapan."
Dengan ayat ini terbongkarlah satu rahasia buruk manusia. Mereka tidak jemu-jemunya memohon yang baik-baik kepada Allah; beri rezeki, beri badan sehat, beri keuntungan, dan sebagainya. Sebagian besar permintaannya itu dikabulkan. Dan dia meminta lagi dan dikabulkan lagi. Tetapi jika satu-satu kali kesusahan menyentuh dia, putus asalah dia, hilanglah harapannya. Tidak diingatnya lagi permohonannya yang dikabulkan Allah selama ini. Dia telah patah dan merumuk karena kesusahan yang menimpanya itu. Sebagai pepatah orang Minang, “Hilang panas setahun oleh hujan sehari." Padahal terang bahwa kehidupan dunia itu adalah pergantian suka dan duka, sedang kesukaan lebih banyak kita nikmati, tetapi kita terima dengan dingin. Kedukaan hanya sedikit, tetapi terlalu kita rasakan.
Ayat 50
“Dan jika Kami kenyamkan kepadanya nahmat dari Kami, sesudah kesusahan yang menyentuhnya, berkatalah dia, ‘Ini adalah buat aku.'"
Artinya, dia bangga kembali dan dia pun lupa lagi sehingga dunia seakan-akan hendak dipersuntingnya, sampai dia berkata, baik dengan lidah keadaan ataupun dengan lidah sebenarnya," Dan aku tidak yakin Kiamat akan berdiri." Aku tidak akan jatuh-jatuh lagi, bintangku akan tetap terang.
Dan seterusnya dengan mendabik dada dia berkata, “Dan seandainya aku dikembalikan kepada Tuhanku, sesungguhnya untukku dari sisi-Nya ada pemberian yang baik."
Itulah dia kufur kepada nikmat Allah yang ganda. Tidak dia bersyukur kepada Allah ketika lepas dari bahaya; malahan menyombong dan menyangka bahwa dia orang yang diistimewakan Allah. Maka di ujung ayat, Allah memberi peringatan,
“Tetapi sesungguhnya akan Kami beri berita orang-orang yang kufur diri hal apa yang mereka penbuat dan benar-benar akan Kami masakan kepada mereka adzab yang berat."
Kemudian Allah menerangkan perangai kufur yang lain.
Ayat 51
“Dan apabila Kami beri nikmat atas manusia, dia pun berpaling dan menjauhkan diri. Tetapi bila dia disinggung oleh kesusahan, dia pun mempunyai doa yang panjang"
Ini pun kufur juga namanya, yaitu kufur nikmat. Mengapa ketika mensaat nikmat kita akan berpaling daripada Allah dan menjauhkan dari segala kegiatan, Sehendaknya di waktu mensaat nikmat itulah kita mendekatkan diri kepada-Nya, jangan di waktu mensaat susah baru mendoa panjang-panjang.
Orang yang Mukmin mensaat perimbangan di antara syukur dan sabar. Di waktu mensaat nikmat dia bersyukur dan ditunjukkannya syukurnya dengan perbuatan. Di waktu mensaat susah dia bersabar, sebab dia percaya bahwa segala yang terjadi, tidak akan terjadi, kalau bukan takdir dari Allah.
Berkata Rasulullah ﷺ dalam sebuah ha-dits yang shahih,
“Menakjubkan orang yang beriman itu. Tiap-tiap peristiwanya baik belaka. Dan tidak ada yang begitu seorang pun kecuali orang Mukmin. Bila dia ditimpai kesenangan, dia bersyukur maka menjadi baik buat dia. Dan jika ditimpa kesusahan, dia bersabar, itu pun menjadikan baik buat dia."
Jadi teranglah bahwasanya manusia yang sampai lupa daratan di waktu nikmat datang dan menyombong waktu lepas dari bahaya, tetapi gelisah berdoa panjang memanggil-manggil nama Allah jika ditimpa kesusahan, semuanya bukanlah akhlak Mukmin, melainkan gejala-gejala dari kekufuran. Niscaya orang yang insaf akan nilai iman pada dirinya akan selalu berlatih jiwa jangan sampai ber-pengaruh gejala-gejala kekufuran itu pada dirinya. Iman kepada Allah adalah benteng hati yang sangat, tetapi selalu pula wajib dijaga, dikawal dengan selalu mengingat Allah. Untuk selalu mengingat Allah, itulah gunanya A)-Qur'an harus diterima sebagai pegangan hidup. Sebab itu maka Allah menurunkan kepada Rasul-Nya, pada ayat berikut ini.
Ayat 52
“Tanyakanlah: bagaimana perasaanmu jika dia datang dari sisi Allah. Kemudian itu kamu kufur kepada-Nya."
Yang dimaksud dengan dia dalam ayat ini ialah Al-Qur'an. Kalau ditanya dari hati ke hati, mereka tetap mengatakan percaya kepada Allah. Sekarang datang wahyu Allah, yang tidak ada kebatilan padanya, baik di hadapannya atau di belakangnya; mengapa kamu kufur? Mengapa tidak mau percaya? Tidakkah dalam pensaatmu sendiri ada yang lebih benar dari Al-Qur'an? Tidak ada.
Kalau demikian,
“Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berselisih jauh?"
Orang yang berselisih jauh ialah orang yang telah sesat dari jalan yang benar, sehingga kian lama kian jauh, hingga kian sukar baginya untuk kembali ke jalan yang benar.
Ayat 53
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala penjuru dan di diri-diri mereka sendini, sehingga nyata bagi mereka bahwa dia itu memang benan. Dan apakah tidak cukup (bagi mereka) dengan Tuhan engkau bahwa sesungguhnya Dia, atas tiap-tiap sesuatu adalah menyaksikan?"
Bukankah penilaian atas sesuatu ditentukan oleh nilai dalam atau dangkalnya kita berpikir? Meskipun semua orang mengatakan langit biru, laut dalam, bunga mawar merah, namun pengertian atau perkataan yang sama bunyinya itu, tidaklah sama di antara tiap-tiap orang."Memang sesungguhnya dia, atas tiap-tiap sesuatu adalah menyaksikan."
Ayat 54
“Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah dalam, ragu-ragu dari hal perjumpaan dengan Tuhan mereka. Ketahuilah, sesungguhnya Dia atas tiap-tiap sesuatu mengadakan pengepungan."
Selesai tafsir surah Fushshilat.