Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan tidaklah
تَسۡتَوِي
sama
ٱلۡحَسَنَةُ
kebaikan
وَلَا
dan tidaklah
ٱلسَّيِّئَةُۚ
kejahatan
ٱدۡفَعۡ
tolaklah
بِٱلَّتِي
dengan yang
هِيَ
ia (cara)
أَحۡسَنُ
lebih baik
فَإِذَا
maka tiba-tiba
ٱلَّذِي
orang yang
بَيۡنَكَ
diantaramu
وَبَيۡنَهُۥ
dan antara dia
عَدَٰوَةٞ
permusuhan
كَأَنَّهُۥ
seakan-akan
وَلِيٌّ
penolong
حَمِيمٞ
teman
وَلَا
dan tidaklah
تَسۡتَوِي
sama
ٱلۡحَسَنَةُ
kebaikan
وَلَا
dan tidaklah
ٱلسَّيِّئَةُۚ
kejahatan
ٱدۡفَعۡ
tolaklah
بِٱلَّتِي
dengan yang
هِيَ
ia (cara)
أَحۡسَنُ
lebih baik
فَإِذَا
maka tiba-tiba
ٱلَّذِي
orang yang
بَيۡنَكَ
diantaramu
وَبَيۡنَهُۥ
dan antara dia
عَدَٰوَةٞ
permusuhan
كَأَنَّهُۥ
seakan-akan
وَلِيٌّ
penolong
حَمِيمٞ
teman
Terjemahan
Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti teman yang sangat setia.
Tafsir
(Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan) dalam tingkatan rinciannya, karena sebagian daripada keduanya berada di atas sebagian yang lain. (Tolaklah) kejahatan itu (dengan cara) yakni dengan perbuatan (yang lebih baik) seperti marah, imbangilah dengan sabar, bodoh imbangilah dengan santunan, dan perbuatan jahat imbangilah dengan lapang dada atau pemaaf (maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang setia) maka jadilah yang dulunya musuhmu kini menjadi teman sejawat dalam hal saling kasih mengasihi, jika kamu mempunyai sikap seperti tersebut. Lafal Al Ladzii Mubtada, dan Ka-annahu adalah Khabarnya, lafal Idzaa menjadi Zharaf bagi makna Tasybih.
Tafsir Surat Fussilat: 33-36
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"? Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak 'dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Firman Allah ﷻ: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah. (Fushshilat: 33) Yakni menyeru manusia untuk menyembah Allah semata. mengerjakan amal saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"? (Fushshilat: 33) Yaitu dirinya sendiri mengerjakan apa yang dikatakannya dengan penuh konsekuen sehingga bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain yang mengikuti jejaknya.
Dan dia bukan termasuk orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya; bukan pula termasuk orang-orang yang mencegah perkara yang mungkar, sedangkan mereka sendiri mengerjakannya. Bahkan dia menganjurkan kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan, dan menyeru manusia untuk kembali ke jalan Khaliq. Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerjakannya dengan penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah ﷺ Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah para juru azan yang saleh, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui salah satu hadisnya yang mengatakan: juru azan adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari kiamat. Dan di dalam kitab sunan disebutkan melalui salah satu hadisnya yang berpredikat marfu': Imam adalah penjamin, dan juru azan adalah orang yang dipercaya.
Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juru azan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Urwah, telah menceritakan kepada kami Gassan kadi Hirah. Abu Zar'ah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuTuhman, dari Matar, dari Al-Hasan, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. yang mengatakan bahwa anak panah juru azan di sisi Allah ﷻ pada hari kiamat sama dengan anak panah mujahidin. Seorang juru azan di antara azan dan iqamahnya sama (pahalanya) dengan seorang mujahid yang berlumuran darahnya di jalan Allah.
Ibnu Mas'ud r.a. telah mengatakan bahwa seandainya dirinya ditugaskan menjadi juru azan, maka ia tidak peduli lagi dengan ibadah haji, tidak pula dengan ibadah umrah, tidak pula dengan jihad. Umar ibnul Khattab r.a. telah mengatakan, "Seandainya aku menjadi juru azan, sempurnalah urusanku dan aku tidak mempedulikan lagi untuk tidak berdiri di malam hari salat sunat, tidak pula puasa (sunat) di siang harinya, karena aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ berdoa: 'Ya Allah, berilah ampunan bagi orang-orang yang azan.' sebanyak tiga kali. Lalu aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau tinggalkan kami (dalam doamu), padahal kami berjuang dengan pedang untuk membela seruan azan.' Rasulullah ﷺ bersabda: 'Bukan itu, hai Umar. Sesungguhnya kelak akan datang suatu masa bagi manusia, di masa itu manusia meninggalkan azan (dan menyerahkannya) kepada orang-orang lemah mereka. Dan daging itu diharamkan oleh Allah ﷻ masuk neraka, yaitu daging para juru azan'. Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa berkenaan dengan para juru azanlah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"? (Fushshilat: 33) Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seruan juru azan saat mengucapkan, "Hayya 'alas salah (marilah kita kerjakan salat)," dan sesungguhnya dia menyeru (manusia) kepada Allah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar dan Ikrimah, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan juru azan. Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mengerjakan amal yang saleh. (Fushshilat: 33) Yakni salat dua rakaat di antara azan dan iqamah. Kemudian Al-Bagawi mengetengahkan hadis Abdullah ibnul Mugaffal r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ". Di antara dua azan (azan dan iqamah) terdapat salat (sunat) kemudian pada yang ketiga kalinya beliau ﷺ bersabda bagi orang yang menghendaki (nya). Jamaah telah mengetengahkan di dalam kitab mereka masing-masing melalui hadis Abdullah ibnu Buraidah, dari Abdullah ibnul Mugaffal r.a. Juga melalui hadis Ats-Tsauri, dari Zaid Al-Ama, dari Abu Iyas Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik r.a. Ats-Tsauri mengatakan, ia merasa yakin bahwa Anas ibnu Malik me-rafa '-kan hadis ini sampai kepada Nabi ﷺ, yaitu: ". Doa yang dipanjatkan di antara azan dan iqamah tidak ditolak. Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah telah meriwayatkan semuanya melalui hadis Ats-Tsauri dengan sanad yang sama.
Pendapat yang benar menunjukkan bahwa makna ayat ini bersifat umum menyangkut para juru azan dan lain-lainnya. Adapun mengenai saat diturunkannya ayat ini, azan salat masih belum disyariatkan sama sekali karena ayat ini Makkiyyah; sedangkan azan baru disyariatkan hanya di Madinah sesudah hijrah ketika kalimat-kalimat azan diperlihatkan kepada Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Ansari dalam mimpinya, lalu ia menceritakannya kepada Rasulullah ﷺ Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan kepadanya agar mengajarkan azan kepada Bilal r.a. karena sesungguhnya Bilal memiliki suara yang keras dan lantang, sebagaimana yang telah disebutkan di tempatnya. Dengan demikian, berarti yang benar makna ayat ini bersifat umum. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia membaca firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri? (Fushshilat: 33) Lalu Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa orang yang dimaksud adalah kekasih Allah, dia penolong (agama) Allah, dia orang pilihan Allah, dia orang yang diutamakan oleh Allah, dia adalah orang yang paling disukai Allah di antara penduduk bumi.
Dia memenuhi seruan Allah dan menyeru manusia untuk memenuhi seruan Allah seperti yang dilakukan olehnya, dan ia beramal saleh sebagai pengamalan seman Allah, lalu ia berkata, "Aku termasuk orang-orang yang berserah diri," dan ini menjadikannya sebagai khalifah Allah. Firman Allah ﷻ: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. (Fushshilat: 34) Yakni alangkah besarnya perbedaan di antara keduanya. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. (Fushshilat: 34) Maksudnya, barang siapa yang berbuat jahat terhadap dirimu, tolaklah kejahatan itu darimu dengan cara berbuat baik kepada pelakunya.
Seperti yang dikatakan oleh Umar r.a., "Hukuman yang setimpal bagi orang yang durhaka kepada Allah karena menyakitimu ialah dengan cara kamu berbuat taat kepada Allah dalam menghadapinya." Firman Allah ﷻ: maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Fushshilat: 34) Yang dimaksud dengan hamim ialah teman setia. Yakni jika engkau berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, maka kebaikan yang kamu ulurkan kepadanya akan melunakkan hatinya dan berbalik menyukai dan menyenangimu, hingga seakan-akan dia menjadi teman yang dekat denganmu dan akan tertanamlah di dalam hatinya rasa kasihan kepadamu dan ingin berbuat baik kepadamu.
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar. (Fushshilat: 35) Artinya, perintah ini tidak dapat diterima, tidak dapat pula diamalkan kecuali hanyalah oleh orang yang sabar dalam menjalaninya, karena sesungguhnya hal ini amat berat pengamalannya. dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 35) Yakni orang yang mempunyai kebahagiaan yang besar dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah ﷻ memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk bersabar saat sedang marah (emosi), penyantun dalam menghadapi orang yang tidak mengerti, dan memaaf bila disakiti. Apabila mereka melakukan pekerti ini, maka Allah akan memelihara mereka dari godaan setan, dan menundukkan bagi mereka musuh-musuh mereka sehingga seakan-akan menjadi teman yang sangat dekat. Firman Allah ﷻ: Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. (Fushshilat: 36) Kalau setan manusia barangkali dapat ditundukkan dengan bersikap baik kepadanya.
Sedangkan setan jin, maka tiada cara bagi orang mukmin untuk menghindarinya bila melancarkan godaannya selain memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Menciptakannya, karena Dialah Yang menguasakannya terhadapmu. Apabila engkau memohon perlindungan kepada Allah, maka Dia akan menghindarkannya darimu dan menolak tipu dayanya. Dan Rasulullah ﷺ apabila berdiri untuk salatnya selalu mengucapkan doa berikut: Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk, yaitu dari bisikan, godaan, dan rayuannya.
Dalam pembahasan yang lalu telah kami sebutkan bahwa konteks ini di dalam Al-Qur'an tiada bandingannya kecuali di dalam surat Al-A'raf, yaitu pada firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 199-200) Dan firman Allah ﷻ dalam surat Al-Muminun, yaitu: Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
Dan
katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.(Al-Muminun: 96-98)"
Orang seperti itulah orang yang terbaik. Dan dengan demikian tidaklah sama antara kebaikan dan pelaku kebaikan itu dengan kejahatan dan pelaku kejahatan itu. Oleh sebab itu, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, dalam arti sebaik-baiknya. Jika itu yang dilakukan sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan ber-ubah sikapnya kepadamu menjadi seperti teman yang setia. 35. Dan ketahuilah bahwa sifat-sifat yang baik itu, yakni membalas keburukan dengan kebaikan, tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sudah terbiasa bersikap sabar dan juga tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar serta mempunyai hati yang bersih.
Ayat ini menerangkan bahwa kebaikan yang diridai Allah dan diberi pahala itu tidak sama dengan keburukan yang dibenci-Nya dan orang yang melakukannya pasti diazab.
Ayat ini dapat ditafsirkan dengan pernyataan bahwa tidak sama dakwah orang yang menyeru kepada Allah dan mengikuti Islam, dengan perbuatan mencela orang-orang yang melaksanakan dakwah itu.
Sikap orang kafir yang mencela para dai diterangkan dalam firman Allah:
Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya (Fushshilat/41: 5)
Dan firman Allah:
Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka)." (Fushshilat/41: 26)
Dengan ayat ini, seakan-akan Allah menyatakan kepada Rasulullah ﷺ bahwa jika ia mengerjakan kebaikan, maka akan memperoleh ganjaran kebaikan berupa penghargaan selama hidup di dunia dan pahala yang besar di akhirat nanti. Sedang orang-orang kafir yang mengerjakan kejahatan itu akan memperoleh penghinaan di dunia, dan di akhirat mereka akan memperoleh azab yang pedih. Rasulullah juga dilarang untuk membalas kejahatan mereka dengan kejahatan. Jika ia membalas kejahatan dengan kejahatan tentu mereka akan memperoleh kerugian yang berlipat ganda. Oleh karena itu, Rasulullah diperintahkan untuk membalas kejahatan mereka dengan kebaikan.
Kemudian Allah menerangkan cara membalas kejahatan orang-orang kafir itu dengan kebaikan dengan memerintahkan kepada Rasulullah agar membalas kebodohan dan kejahatan orang-orang kafir dengan cara yang paling baik, membalas perbuatan buruk mereka dengan perbuatan baik, memaafkan kesalahan mereka, dan menghadapi kemarahan mereka dengan kesabaran. Jika Nabi berbuat demikian, lambat laun mereka akan menilai sendiri perbuatan mereka, dan menimbulkan malu kepada mereka karena tindakan-tindakan mereka itu.
Allah menerangkan hasil yang akan diperoleh orang-orang yang beriman jika membalas perbuatan buruk orang-orang kafir dengan perbuatan baik. Allah mengatakan jika orang-orang beriman berhasil berbuat demikian, tentu permusuhan orang-orang kafir kepada mereka akan berubah menjadi persahabatan, kebencian akan berubah menjadi kecintaan.
Ibnu 'Abbas berkata bahwa pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada manusia agar berlaku sabar ketika marah, penyantun terhadap orang yang bodoh, dan memaafkan kesalahan orang. Jika seseorang mengerjakan yang demikian, Allah akan memelihara mereka dari setan, dan musuh-musuh mereka akan tunduk dan patuh kepada mereka.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mencela Qunbur, budak 'Ali bin Abi thalib, yang telah dimerdekakannya. 'Ali lalu memanggilnya dan berkata, Wahai Qunbur, tinggalkanlah orang yang mencelamu itu, biarkanlah ia, semoga Tuhan Yang Maha Penyayang meridai, dan setan menjadi marah."
Menurut Muqatil., ayat ini turun berhubungan dengan Abu Sufyan. Dia adalah salah seorang musuh Rasulullah yang paling besar. Akan tetapi karena kesabaran dan sikap Nabi yang baik kepadanya, Abu Sufyan menjadi sahabat Nabi yang akrab, dengan mengadakan hubungan perbesanan (mushaharah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DAKWAH
Ayat 33
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan beramal yang saleh?"
Ayat ini bersifat pertanyaan tetapi pertanyaan yang mafhumnya sendiri telah memberikan jawabannya. Yaitu bahwa tidaklah ada orang yang lebih baik kalau dia berkata, melainkan perkataan yang berisi dakwah, berisi seruan yang menginsafkan manusia agar berjalan di atas jalan yang telah digariskan oleh Allah. Apalah lagi kalau ucapan perkataan itu diiringinya pula dengan amalan yang saleh, perbuatan yang baik, jasa yang besar, manfaat untuk sesama anak Adam.
“Dan dia berkata, ‘Sesungguhnya aku ini adalah termasuk orang-orang yang berserah diri.'"
Berserah diri sebagaimana telah sama kita maklumi adalah arti dari Muslim, orang seorang Muslimin, segolongan besar. Dan anutan ialah Islam.
Ayat ini pun saat dipertautkan kembali dengan ayat kelima di pangkal surah; yang di dalam ayat itu, Rasulullah ﷺ disuruh Allah mengakui terus-terang bahwa beliau adalah manusia sebagai orang yang beliau seru dan beliau dakwahi itu juga. Cuma beliau menerima wahyu dari Allah dan dia wajib menyampaikan wahyu itu kepada manusia dan bahwa Allah itu adalah Allah Yang Maha Esa, tiada la bersekutu dengan yang lain. Lalu disuruhkan pula kepadanya agar dia berjalan lurus, ber-teguh hati, bertetap pendirian dan selalu memohonkan ampun kalau ada kekhilafan dan memperingatkan pula bahwa kecelakaan jualah yang akan menimpa orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah.
Perhatikan pula sekali lagi hubungan ayat 33 ini dengan ayat 30. Yaitu bahwa hendaklah terlebih dahulu seorang yang hendak melakukan dakwah memperteguh diri, memperkuat pendirian, tidak berganjak walau setapak dari aqidah yang telah diyakini. Karena keteguhan hati dan istiqamah itu akan menghilangkan rasa takut menghadapi bahaya dan menghilangkan rasa sedih jika penderitaan itu telah memang menimpa.
Sesudah tercapai keteguhan pribadi ini, mulailah dakwah. Karena tidak ada satu usaha yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada melakukan dakwah terhadap sesama manusia, agar mereka berjalan di atas garis yang telah ditentukan Allah. Dan hendaklah bertali di antara melakukan dakwah dengan mulut dengan melakukan dakwah dengan mengerjakan amal yang saleh. Sebab pengaruh sikap hidup seseorang lebih besar kesannya di dalam memengaruhi orang lain. Seorang pendakwah yang hanya melakukan dakwah dengan mulut, padahal perbuatannya sendiri tidak ada yang saat dicontoh, tidaklah akan berhasil apa yang didakwahkannya. Maka kalau seorang pendakwah berkata, “Aku ini adalah seorang di antara orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah." Artinya, ialah bahwa dia telah nenyerahkan segenap kemampuan yang ada padanya untuk menegakkan agama Allah, untuk menyeru manusia kepadanya. Sehingga meskipun hal itu tidak diucapkannya dengan lidahnya, namun “lisanul haal", lidah kenyatan memang menunjukkan bahwa dia adalah seorang Muslim yang konsekuen dengan pendirian dan penyerahannya.
Inilah pendakwah yang berhasil.
Berdakwah memanglah suatu usaha yang mulia. Berdakwah itulah usaha utama dari sekalian rasul yang diutus Allah ke muka bumi ini. Rasul-rasul pendakwah pertama dan utama. Bahkan ada di antara rasul Allah itu yang menggabungkan di antara dua alat berdakwah. Pertama, menegakkan hujjah (alasan) dengan lidah. Kedua, mempertahankan pendirian dengan kekuasaan dan kekuatan. Rasul-rasul yang mencapai martabat memegang kekuasaan untuk melancarkan dakwah ialah Yusuf (Menteri Besar Kerajaan Mesir), Musa dibantu oleh saudara kandungnya Harun membangun kekuasaan Bani Israil sejak mula memerdekakan diri dari penindasan Fir'aun sampai me-nyeberangkan mereka melalui Lautan Qulzum kembali ke tanah nenek moyang mereka. Kemudian itu ialah Dawud dan putranya Sulaiman; keduanya menjadi raja besar dari kerajaan Bani Israil. Dan yang paling akhir ialah Nabi Muhammad ﷺ melancarkan dakwah dengan hujjah dan dengan kekuasaan.
Dengan adanya kekuasaan mereka itu saat melaksanakan syari'at, yaitu undang-undang yang datang dari Allah dan wajib dilaksanakan oleh umat-Nya.
Kelebihan rasul-rasul pula ialah karena mereka mempunyai ruh yang kuat dan jiwa yang bersih, cita-cita yang mulia dan tidak menuju untuk kepentingan diri sendiri. Benar-benar mereka mempergunakan kesempatan di dunia untuk mempermudahkan jalan Allah. Dakwah yang demikian sangat besar pengaruhnya atas orang yang didakwahi. Sehingga Allah menegaskan tentang Nabi Muhammad ﷺ bahwa dia boleh dijadikan teladan dalam hidup.
“Sesungguhnya adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu suatu teladan yang baik." (al-Ahzaab: 21)
Dan diberi pula kepada beliau pujian yang sangat tinggi karena akhlaknya, budi pekertinya yang mulia.
“Dan sesungguhnya engkau adalah atas budi pekerti yang agung." (al-Qalam: 4)
Ayat 34
“Dan tidaklah sama di antara kebaikan dengan kejahatan, tangkislah dengan cara yang lebih baik"
Yaitu bahwasanya suatu dakwah menyeru manusia agar berjalan di atas garis yang telah ditentukan Allah. Ash-Shirathal Mustaqim, tidaklah sebagai disangka oleh orang yang dangkal pahamnya, yang menyangka bahwa jalan itu datar aaja, bertabur kembang narwastu berbagai warna dan indah dan berangin sepoi yang nyaman!
Bukan! Tiap-tiap dakwah kepada jalan kebajikan pasti mensaat rintangan. Apabila penyambung usaha rasul-rasul melakukan dakwah yang diyakini kebenaran dan kebaikannya, pastilah akan datang reaksi, datang bantahan, rintangan, halangan terhadap seruan itu. Kadang-kadang disalahartikan. Kadang-kadang dikencongkan maknanya kepada yang lain. Seorang dai yang didorong oleh hati sanubarinya melaksanakan tugas suci ini akan datang tantangan. Dia berkata yang benar; orang menerima salah. Dia bermaksud baik, orang menerimanya dengan jahat.
Ayat ini menegaskan bahwasanya yang baik dengan yang buruk tidaklah sama. Yang baik tetap baik, yang buruk tetap buruk. Tetapi di dalam melakukan dakwah menegakkan yang baik itu hendaklah cara mempertahankan dan menangkis serangan lawan dengan cara yang baik pula. Jangan sampai mentang-mentang merasa diri di pihak yang benar dan pihak yang menentang di pihak yang salah, lalu menangkisnya dengan sikap yang kasar. Kadang-kadang kebaikan itu sendiri menjadi kabur karena sikap ceroboh orang yang mempertahankan. Sebab Allah menegaskan tuntunan kepada rasul-Nya dan teladan untuk tiap-tiap yang berdakwah, “Tangkislah dengan cara yang lebih baik."
Inilah suatu ilmu yang dalam sekali, yang kalau seorang dai saat menjadikannya pedoman dalam pertukaran pikiran, dia akan berhasil dengan baik. Sampai dilanjutkan ayat, Allah berfirman,
“Maka tiba-tiba terjadilah orang-orang yang di antara engkau dengan dia itu tadinya ada permusuhan, seolah-olah teman yang sangat setia."
Dia datang dengan rasa benci maka sambutlah dengan rasa kasih sayang. Dia menyerang dengan marah, maki-maki, mempertunjukkan bahwa pikirannya dangkal belaka, tangkislah dengan tenang dan senyum simpul. Dia memaki, engkau menghormati. Dia mengajak berkelahi, engkau mengajak bersahabat. Dia menunjukkan kedangkalan, engkau menunjukkan kedalaman. Dia membawa sikap permusuhan, engkau menunjukkan sikap bersahabat. Dan masalah yang tengah didiskusikan diuraikan dengan sebaik-baiknya.
Apakah hasil yang akan disaat dengan cara yang demikian? Umumnya ialah kemenangan budi yang gilang-gemilang; membuat musuh jadi kawan.
Ayat 35
“Dan tidaklah akan ditemukan dengan dia."
Artinya tidaklah akan saat menemukan sifat yang seperti dan sikap yang begitu, yaitu memperlakukan musuh dengan sopan santun yang tinggi; “kecuali orang-orang yang sabar/' berlapang dada, tidak lekas marah.
“Dan tidaklah akan ditemukan dengan dia kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar."
Orang yang mempunyai jiwa besar ialah orang yang insaf bahwa dia berjuang bukan untuk dirinya, melainkan untuk kepentingan agama Tuhannya.
Ayat 36
“Dan jika terganggulah engkau dari setan dengan suatu gangguan maka berlindunglah engkau kepada Allah."
Tadi sudah dikatakan oleh Allah bahwasanya menangkis serangan pikiran lawan dengan tangkisan yang baik, sehingga lawan yang tadinya menjadi musuh, bisa saja menjadi teman yang karib, hanya saat dijangkau derajat setinggi itu oleh orang yang sabar dan berjiwa besar. Kalau jiwa kecil, kalau jiwa yang memandang besar perkara yang remeh, tidaklah akan sanggup berbuat demikian. Sebab itu Allah ingin sekali agar kita manusia yang beriman baik derajat jiwanya, menjadi orang yang memandang kecil perkara-perkara besar sebab jiwanya memang besar. Bukan memandang besar perkara yang tetek-bengek, karena jiwanya kecil. Namun di dalam menaikkan derajat jiwa itu akan banyaklah percobaan dan gangguan setan, supaya lekas naik darah, supaya marah, supaya kehilangan pedoman, sehingga keluarlah perkataan yang menunjukkan jiwa belum matang, masih berjiwa kanak-kanak. Maka jika jiwa mulai terganggu oleh gangguan setan itu, misalnya menghasut supaya melepaskan dendam, supaya keluar kata-kata yang tidak sepadan dengan keutamaan diri, hendaklah lekas berlindung kepada Allah. Ingat Allah dan jaga diri, supaya martabat diri jangan jatuh! “,Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar," yaitu mendengar perkataan-perkataan kita yang terlanjur, yang tidak bertanggung jawab dan membuktikan bahwa kita masih berjiwa kanak-kanak.
“Maha Mengetahui."
(ujung ayat 36)