Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
هَٰذِهِ
ini
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
مَتَٰعٞ
kesenangan
وَإِنَّ
dan sesungguhnya
ٱلۡأٓخِرَةَ
akhirat
هِيَ
itu
دَارُ
tempat/negri
ٱلۡقَرَارِ
kekal
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
هَٰذِهِ
ini
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
مَتَٰعٞ
kesenangan
وَإِنَّ
dan sesungguhnya
ٱلۡأٓخِرَةَ
akhirat
هِيَ
itu
دَارُ
tempat/negri
ٱلۡقَرَارِ
kekal
Terjemahan
Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Tafsir
(Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan -sementara-) kesenangan yang bersifat sementara lenyap (dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.).
Tafsir Surat Al-Mu'min: 38-40
Orang yang beriman itu berkata, "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.
Orang mukmin dari kalangan keluarga Fir'aun itu berkata kepada kaumnya yang membangkang terhadap kebenaran, dan bersikap melampaui batas serta lebih memilih kehidupan dunia dan melupakan Tuhan Yang Maha Mengalahkan lagi Mahatinggi. Untuk itu ia mengatakan kepada mereka: Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. (Al-Mumin: 38) Tidak sebagaimana yang dikatakan oleh Fir'aun yang dusta, yaitu: dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar. (Al-Mumin: 29) Kemudian laki-laki mukmin itu menganjurkan kepada kaumnya agar bersikap zuhud (menjauhi) keduniawian yang di masa itu lebih diprioritaskan oleh mereka ketimbang perkara akhirat, hingga keduniawian itu menghalang-halangi mereka untuk membenarkan utusan Allah Musa a.s.
untuk itu ia berkata: Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara). (Al-Mumin: 39) Yakni sedikit lagi akan hilang dan fana; dalam waktu sebentar ia akan menyurut, kemudian lenyap. dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah negeri yang kekal. (Al-Mumin: 39) Yaitu negeri yang tidak akan lenyap, tidak akan ada perpindahan lagi darinya, dan tidak akan pergi lagi menuju negeri lain; bahkan adakalanya kehidupan yang nikmat selamanya atau kehidupan neraka yang selamanya.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. (Al-Mumin: 40) Maksudnya, balasan yang setimpal dengan kejahatan tersebut. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. (Al-Mumin: 40) Yakni balasannya tidak tertakarkan lagi, bahkan Allah memberinya pahala yang banyak, yang tiada putus-putusnya dan tiada habis-habisnya. Hanya Allah ﷻ sajalah yang memberi taufik ke jalan yang benar."
Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia yang fana ini hanyalah kesenangan sementara yang mudah didapat dan mudah pula lenyap, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang tidak akan pernah lenyap dan kekal selama-lamanya. '40. Dialog yang terjadi antara Fir'aun dengan salah seorang kaumnya yang beriman secara sembunyi-sembunyi itu, memberi pesan kuat tentang perbuatan baik dan perbuatan jahat. Oleh sebab itu, renungkanlah bahwa barang siapa mengerjakan perbuatan jahat dan berbuat kebinasaan di muka bumi, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan dan beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman dengan sungguh-sungguh, maka mereka akan masuk ke dalam surga atas anugerah Allah, dan mereka diberi rezeki di dalamnya dengan nikmat tidak terhingga.
Pada ayat ini diterangkan bahwa orang yang beriman kepada Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku, kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang fana, di mana kesenangan serta kebahagiaan yang diperoleh di dalamnya adalah kesenangan dan kebahagiaan yang tidak sempurna serta tidak kekal. Adapun kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal, kesenangan dan kebahagiaan yang diperoleh adalah kesenangan dan kebahagiaan yang sempurna. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengingkari Allah dalam kehidupan dunia ini agar kamu terhindar dari siksa-Nya di akhirat nanti.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 36
“Dan berkata Fir'aun, ‘Hai Haman! Buatkan untukku sebuah bangunan, supaya aku saat sampai ke pintu-pintu.'"
Ayat 37
“Pintu-pintu semua langit."
Dengan ini Fir'aun memerintahkan kepada wazirnya yang bernama Hamaan, supaya dibangun sebuah bangunan besar dan tinggi, untuk dari sana dia naik ke langit, masuk dari pintu-pintu langit itu, “Supaya saat aku menengok kepada Tuhan si Musa itu." Saya hendak naik ke langit dari bangunan yang aku perintahkan engkau membangunkannya itu. Sampai di sana aku akan masuk ke segala langit itu dari pintunya masing-masing. Di sana akan aku periksa di mana dia apa yang dikatakan olfeh si Musa sebagai Tuhan itu.
Lebih baik juga kita salinkan apa yang tertulis dalam setengah kitab tafsir tentang bangunan tinggi yang diperintahkan oleh Fir'aun kepada Haman membuatnya ini.
Menurut suatu riwayat dari Qatadah yang disalinkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, setelah diperintahkan oleh Fir'aun kepada Haman membangunkan bangunan itu dikumpulkan oleh Haman 50.000 tukang selain daripada beribu-ribu kuli dan pengikut. Diperintahkannya mendirikan kilang (pabrik) batu tembok, dikumpulkan pula kayu-kayuan dan dibuat pula kilang untuk membuat besi buat paku. Setelah semuanya itu siap, lalu dimulai membangun suatu bangunan yang sangat tinggi yang belum pernah ada bangunan setinggi itu sejak Allah menciptakan semua langit dan bumi, sehingga dari sangat tingginya maka tukang-tukangnya tidak sanggup berdiri lama di puncaknya. Menurut keterangan as-Suddi setelah bangunan itu siap, Fir'aun naik ke puncaknya, lalu dia memanah ke langit dengan panahnya. Kemudian panah itu pun kembali jatuh ke bawah telah berlumur darah di ujungnya. Maka dengan bangga Fir'aun memanggil orang-orang besarnya membe-ritahukan bahwa Tuhan Musa itu telah mati karena luka kena panahnya."Inilah buktinya, darahnya berbekas di panahku!" Menurut keterangan as-Suddi selanjutnya, karena murkanya Allah mendengar ocehan Fir'aun itu diperintahkan oleh Tuhan jibril pergi meremukkan bangunan atau menara tinggi itu. Lalu dilakukan Jibrillah sepanjang yang diperintahkan Allah, dipukulnya bangunan itu dengan sayapnya lalu patah tiga. Satu patahan jatuh ke atas tentara Fir'aun maka matilah ditimpanya tidak kurang dari sejuta tentara. Sepotong lagi jatuh ke laut dan sepotong lagi jatuh ke barat dan mati binasa tiap-tiap orang yang diperintahkan bekerja untuk membangun itu. Tetapi al-Qurthubi menutup cerita ini dengan kata, “Dan Allah-lah yang lebih tahu akan kebenarannya."
Tetapi Fakhruddin ar-Razi sebagai seorang ahli pikir Islam yang besar, di dalam tafsirnya menolak keras cerita semacam itu. Dengan tegas dia mengatakan bahwa cerita itu hanyalah dongeng yang tidak saat dipertanggungjawabkan. Beliau berpensaat bahwa tidak mungkin Fir'aun sebagai seorang raja besar akan berpikir sebodoh itu, hendak mendirikan bangunan tinggi sebagai tangga untuk naik ke langit memeriksai langit hendak mencari di langit mana Tuhan si Musa itu berada. Menurut ar-Razi tidak mungkin Fir'aun memerintahkan suatu hal yang tidak bisa dilakukan, kecuali kalau dia gila! Dan kalau nyata bahwa dia gila tentulah Allah tidak akan mengutus Musa dibantu dengan Harun buat menyampaikan dakwah kepada Fir'aun. Menurut ar-Razi ucapan Fir'aun ini hanya semata-mata cemooh atau ejekan saja kepada Musa, sebab Fir'aun tidak mempercayai ada Allah di langit. Buat dia keterangan Musa bahwa Allah itu ada di langit adalah omong kosong. Itu sebabnya maka sambil mengejek dia mengatakan bahwa dia hendak mendaki langit dengan membangun demikian. Maka begitu pulalah menurut Fir'aun mustahilnya ada Allah di langit.
Sampai dengan berani dia menegaskan pensaatnya, “Dan keras sangkaku si Musa itu seorang pendusta."
Menurut bahasa umum kalimat zhann artinya ialah persangkaan yang berat kepada sesuatu. Tetapi satu-satu kali saat diartikan zhann itu dengan makna yakin. Jadi perkataan Fir'aun di sini lebih tepat jika diartikan, “Ada keyakinanku bahwa si Musa ini adalah seorang pendusta." Yang dikatakannya perkataan Musa yang dusta itu ialah mengatakan bahwa ada Allah selain Fir'aun. Kata-kata itu bohong. Tidak ada Tuhan yang lain. Jika Musa mengatakan ada Allah di langit, aku pun berani naik ke langit mencari di sudut langit yang mana Allah itu ada.
Samalah sikapnya ini dengan sikap kaum komunis dan kaum ateis (zindiq) yang tidak percaya bahwa Allah ada. Ucapan Fir'aun minta diadakan tukis buat memanjat langit untuk mencari di mana Tuhan itu bersembunyi sama bunyinya dengan perkataan seorang di antara kosmonot Rusia yang telah menjelajah ruang angkasa dengan pesawat Lunik yang terkenal itu. Dia berkata, “Telah saya jelajah ruang angkasa luas itu, saya cari ke mana-mana, saya teropong ke segala penjuru, namun Tuhan yang disebut-sebut orang beragama itu tidak pernah bertemu karena dia memang tidak ada."
Tetapi ketika seorang penjelajah udara yang lain dari Amerika, yang orang Amerika menamainya astronot pergi pula menjelalah udara, setelah kembali ke bumi mengatakan kepada wartawan yang menemu ramahnya tentang kesannya di ruang angkasa luas lepas itu, dia berkata, “Bertambah aku terkatung hening sepi di ruang angkasa mahaluas itu bertambah percayatah aku akan adanya Tuhan."
Sebab itu jelaslah bahwa kalau yang mengarungi ruang angkasa itu jalan hidupnya berdasar iman, dia akan merasakan dengan segenap jiwa raganya bahwa Allah ada. Kian lama dia kian yakin. Sebab dia merasa mustahil bahwa cakrawala seluas sehebat itu tidak ada yang mengaturnya, padahal dia teratur. Kalau dia tidak tampak oleh mata, bukanlah berarti bahwa Dia tidak ada.
Dan kalau orang itu tidak beriman atau diatur demikian rupa dengan suatu disiplin yang keras supaya membuang iman jauh-jauh, meskipun tidak takjub dalam hatinya melihat keindahan alam dan keagungan ruang angkasa, dia akan mengatakan juga bahwa dia tidak melihat apa-apa. Meskipun hatinya merasakan itu, namun dia mesti mengatakan tidak. Kalau dia ingin selamat berdiam di negerinya. Dan kalau desakan mengatakan ada itu bertambah keras, dia akan lari meninggalkan negerinya dan mencari assylum (pelindungan) suaka politik ke negeri lain.
Pendeknya, Fir'aun itu samalah keadaan dengan kaum ateis dan komunis zaman sekarang dalam hal sama-sama tidak percaya ada Allah.
"Dan demikianlah dirasakan baik pada Fir'aun amalannya yang buruk." Oleh karena merasa diri paling atas, sebagai raja yang berkuasa tidak berbatas, dia merasa bahwa perbuatannya semua adalah benar sebab dia raja. Kata-katanya mengatasi segala kata, sebab dia raja. Perintahnya tidak boleh dibantah, sebab dia raja."Dan ingatlah dia dari jalan." Artinya segala rencananya yang buruk penuh kesombongan itu, bagaimanapun dia mengatur selalu tersekat dan terhalang,
“Dan tidaklah ada tipu daya Fir'aun itu selain dari kegagalan."
Sebab dia hendak memungkiri kekuasaan Allah dan hendak berlaku menurut kekuasaannya sendiri. Tentu saja dia pasti gagal. Semuanya ini untuk menjadi tamsil dan ibarat bagi manusia seluruhnya bahwa segala rencana hendak menantang Allah adalah usaha yang gagal.
Ayat 38
“Dan berkata orang yang beriman itu, Wahai kaumku! ikutilah aku akan aku tunjukkan kepada kamu jalan yang benar."
Orang yang beriman dan menyembunyikan imannya itu tidaklah berkuasa, tetapi ucapan yang dikeluarkannya adalah benar dan dia sendiri pun yakin akan kebenarannya.
Oleh sebab yakinnya akan kebenaran pendiriannya dan didorong pula oleh rasa kasih sayang kepada kaumnya, disampaikannya jugalah seruannya.
Ayat 39
“Wahai kaumku! Kehidupan dunia ini hanyalah hiasan sementara."
Perhiasan yang kita pakai hanya sementara masih hidup. Jika nyawa telah putus, perhiasan itu ditinggali orang dari tubuh kita dan kita pun pergi dengan tidak membawa apa-apa. Kebesaran, pangkat, dan kemegahan hanya sementara badan sehat; kalau sudah penyakitan semuanya itu tidak berguna lagi. Seorang Fir'aun naik adalah karena menggantikan Fir'aun yang telah lalu. Sebelum yang telah lalu itu mati, yang jadi Fir'aun sekarang belum ada arti apa-apa. Dan bilamana telah mati pula, lekas diganti orang dengan yang hidup. Meskipun ada dalam kepercayaan orang Mesir purbakala itu bahwa seorang yang telah mati akan hidup kembali dalam keadaan yang lain, lalu tubuh raja yang mati dibalsem, dijadikan murni, namun oleh manusia yang datang ribuan tahun di belakang kuburan itu dibongkar dan tubuh yang telah dimurnikan itu dibongkar lalu dikedaikan dalam museum. Oleh sebab itu tidaklah ada artinya perhiasan hidup di dunia ini kalau kiranya jiwa tidak mempunyai latar belakang keimanan dan kepercayaan kepada kuasa gaib.
“Dan sesungguhnya akhirat, itulah dia negeri yang kekal."
Oleh sebab itu alangkah baiknya jika sementara hidup di dunia dengan perhiasan sementara ini kita bersedia menghadapi akhirat, hari yang kekal dengan iman dan dengan perbuatan yang baik, tunduk percaya kepada Allah disertai cinta dan kasih kepada sesama manusia.
Orang yang beriman itu meneruskan lagi ajaran Nabi Musa yang diterimanya secara diam-diam tentang cara bersedia menghadapi hari akhirat itu. Ujarnya selanjutnya.
Ayat 40
“Barangsiapa beramal yang bunuk maka tidaklah dia akan diganjari melainkan dengan yang sebanding."
Artinya bahwa dengan sangat teliti amalan yang buruk itu diberi ganjaran dosa sebanding dengan buruk amalan itu, tidak lebih. Karena ganjaran dosa itu bukanlah karena kebencian dari Allah, melainkan karena keadilan-Nya jua. Sekali-kali bukan karena dendam Allah. Sebab itu pada pemeriksaan atas amalan yang buruk itu sangAllah teliti, supaya hukuman jangan lebih berat dari kesalahan,
“Dan barangsiapa beramal yang saleh dari laki-laki dan perempuan, padahal dia pun beriman, maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam surga. Akan mendapat rezeki mereka di sana dengan tidak dihitung-hitung."
Dalam ayat ini kita bertemu beberapa kandungan ayat yang indah, yang membuktikan bahwa memang benarlah bahwa dia wahyu. Di sini disebut bahwa tidak ada perbedaan penghargaan terhadap laki-laki dengan perempuan. Asal sama-sama beramal, keduanya sama-sama berhak dan sama-sama mensaat ganjaran Allah. Di pangkal ayat yang menerangkan tentang hukum setimpal terhadap yang berbuat yang buruk, hanya laki-laki saja yang disebut. Perempuan tidak! Orang yang mendalami perasaan Al-Qur'an akan merasakan betapa dalamnya hikmah yang terkandung dalam perbedaan itu. Kepada perempuan tidaklah perlu ditunjukkan ancaman yang ngeri-ngeri. Karena perempuan yang beriman itu sebenarnya bergantung juga kepada cara bimbingan laki-laki. Ahli-ahli fiqih pun masih bertikai paham tentang dosa yang sama diperbuat oleh laki-laki dengan perempuan. Misalnya bersetubuh siang hari dalam bulan puasa, perempuan tidak kena tuntutan kaflarah, sebab dia hanya menerima. Kerap kali dia hanya digagahi. Anak perempuan yang diperkosa tidak dituntut buat turut dirajam. Yang dirajam ialah laki-laki yang memerkosanya. Tetapi di dalam berbuat kebajikan samalah aktifnya laki-laki beriman dengan perempuan beriman. Pada Yaumul Usrah, hari masa kesukaran harta di Madinah, padahal Rasulullah ﷺ akan memimpin peperangan di musim panas ke Tabuk, perempuan menanggalkan perhiasan mereka buat gotong royong belanja perang. Dalam berbuat baik umumnya mereka didorong oleh iman mereka sendiri.
Kemudian itu mengeluhlah dia dan sambil mengeluh dia berkata,
Ayat 41
“Wahai kaumku! Bagaimanakah aku ini? Aku seru kamu kepada jalan yang selamat dan kamu seru aku kepada neraka."
Perkataan ini tampaknya adalah tangkisan dari hamba Allah yang beriman itu kepada kaumnya, yang mengajak dia supaya tetap memegang teguh kepercayaan yang lama, terutama menganggap raja Fir'aun sebagai Allah dan dengan demikian saat meneruskan penindasan terhadap yang iemah. Niscaya bukanlah dengan mulut mereka mengajak orang beriman itu masuk neraka. Mereka hanya mengajaknya supaya berpegang saja dengan kepercayaan yang lama, yaitu keper-cayaan musyrik, menuhankan raja. Dalam perumpamaan zaman sekarang ialah mendewakan pemimpin. Menganggap raja sebagai tuhan yang turun dari langit, yang tidak pernah bersalah dan tidak boleh disalahkan.
Dalam seruan orang yang beriman itu selanjutnya dijelaskannya pertalian menyeru dan mengajak masuk neraka dengan mengajak mempersekutukan Allah, bahwa hakikat keduanya itu adalah satu,
Ayat 42
“Kamu seru aku supaya aku kafir kepada Allah dan supaya aku persekutukan dengan Dia barang yang tidak ada bagiku ilmu padanya."
Padahal hatiku dan pikiranku telah bulat pada keyakinan bahwa Allah itu hanya satu, “Tidak ada Tuhan selain Allah", dan tidak masuk dalam akalku, tidak termasuk dalam ilmuku, dalam penyelidikanku, dalam pikiranku yang sehat bahwa ada pula tuhan yang lain selain Dia, lalu kamu ajak aku mempersekutukan Allah Yang Maha Esa itu dengan barang yang tidak ada, barang yang mustahil menjadi Tuhan pula selain Allah. Maka sebelum aku masuk neraka di akhirat, di dunia ini sendiri pun aku telah masuk neraka, karena dibakar oleh peperangan dalam batinku sendiri, tersebab perbuatanku kelak akan berlawanan dengan keyakinanku.
“Padahal aku menyeru kamu kepada Yang Mahaperkasa, Maha Pemberi Ampun."
Artinya ialah bahwa aku mengajak kamu kepada kebebasan!
Sesungguhnya hidup dengan mempunyai kepercayaan, mempunyai aqidah bahwa ada Allah Pencipta Alam, Yang Mahaperkasa adalah suatu hidup yang bernilai dan hidup yang mempunyai sesuatu tempat bertanggung jawab budi. Dengan kepercayaan kepada Tuhan manusia yang satu tidak akan merasa bahwa dirinya lebih mulia dari manusia yang lain. Atau sebaliknya tidaklah ada yang akan merasa bahwa dirinya lebih hina dan rendah dari yang lain. Semua orang merasa sama martabat dan derajatnya di hadapan satu Tuhan, Dan kalau manusia merasa khilaf atau alpa atau bersalah, dengan adanya kepercayaan kepada Allah akan ada tempatnya memohon pelindungan dan ampunan. Berbeda dengan hidup orang yang tidak mempunyai pemusatan kepercayaan. Orang hanya akan berbuat jika berhadapan dengan manusia, Kalau dia dalam sepi sendirian atau terpencil dia berani saja berbuat sesuka hati, biar pun merugikan orang lain. Sebab dia tidak percaya ada Allah akan mengamat-amati perbuatannya yang salah.
Selanjutnya orang yang beriman itu berkata pula,
Ayat 43
“Tidak ragu lagi bahwasanya apa yang kamu seru aku kepadanya itu tidaklah ada baginya seruan di dunia dan tidak di akhirat."
Yaitu bahwa tidak syak, tidak ragu lagi bahwasanya apa yang kamu seru itu, yang kamu ajak pula aku supaya menyerunya, tidak ada pengaruhnya sedikit jua pun, tidak ada tindakannya, tidak ada garis yang digariskannya untuk dilalui oleh manusia. Semua tidak termasuk barang yang berarti, baik di dunia ini ataupun di akhirat kelak, dia hanya bertuah karena kamu tuahkan, jadi sakti karena kamu yang menyaktikan. Tempat kembali segala urusan hanya satu saja, yaitu Allah, la tidak usah diragukan lagi."Dan sesungguhnya tempat kembali kita ialah kepada Allah." Sebab, Dialah sebenarnya Allah, yang kepada-Nya kita semuanya akan kembali, yang menentukan pahala bagi yang berbuat baik dan menentukan hukuman bagi barangsiapa yang durhaka. Dan itu ditegaskan oleh orang yang beriman itu.
“Dan bahwa sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas adalah mereka penghuni neraka."
Tidak peduli apakah yang melampaui batasnya sebagai hamba Allah itu seorang raja seperti Fir'aun ataupun yang lain, nerakalah akan tempat mereka.
Ayat 44
“Maka akan teringatlah kamu apa yang aku katakan kepadamu ini."
Yang tampaknya selama ini disembunyikan saja oleh orang-orang yang beriman itu dalam hatinya. Sekarang karena kasih sayangnya kepada kaumnya ditumpahkannya perasaannya itu. Dia tidak pula peduli lagi nasib apa yang akan menimpa dirinya dan kezaliman Fir'aun, Lama-kelamaan kalian akan teringat apa yang aku katakan itu."Dan aku akan menyerahkan urusanku kepada Allah." Apa jua pun bala bencana yang akan menimpa diriku, aku telah pasrah kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Memandang kepada hamba-hamba-Nya."
Sebagai orang yang teguh imannya dia tampaknya tidak peduli lagi apa yang akan kejadian atas dirinya, malahan dia merasa sesuatu yang merekan dalam jiwanya kalau kata penting ini tidak dia sampaikan. Sesudah itu mati pun dia bersedia.
Ayat 45
“Maka dipeliharakan Allah-lah akan dia dari kejahatan rencana buruk mereka."
Maksud hendak melepaskan sakit hati kepadanya tidak berhasil karena dia dipelihara oleh Allah.
Maksud Fir'aun hendak menganiayanya tidak berhasil, fbnu Katsir mengatakan bahwa dia dipelihara Allah dari maksud Fir'aun hendak menganiayanya. Dicarinya dia di mana-mana tidak bertemu lagi.
Qatadah mengatakan, “Dia adalah seorang Qubthi (sebangsa dengan Fir'aun). Dia melepaskan diri dari incaran Fir'aun dan bersama-sama berangkat dengan Nabi Musa ketika Bani Israil dipimpin Musa meninggalkan Mesir.
Muqatil mengatakan, “Setelah kata-kata yang begitu tajam dikeluarkannya, yang benar-benar bertentangan dengan pendirian Fir'aun, bermaksudlah Fir'aun hendak membunuhnya. Setelah mendengar itu dia pun lari meninggalkan Mesir. Ada yang mengatakan bahwa dia bersembunyi ke gunung. Tetapi setelah dicari, tidaklah bertemu."
Semuanya ini ingatlah kita maklumi, sebagai akibat dari perjuangan keyakinan. Keluarga Fir'aun berpihak kepada Musa dan menganut ajarannya, sedang kaum Musa sendiri sebagai Qarun menjadi orang yang belot dari Musa.
Istri Fir'aun, Asiyah, membela Musa sampai besar. Sedang istri Nuh dan Luth tidak mengacuhkan ajaran suami mereka.
“Dan dikepunglah golongan Fir'aun itu oleh seburuk-buruk adzab."
Yaitu tenggelam digulung laut di tengah Lautan Qulzum.
Ayat 46
“Neraka ditampakkan kepada mereka pagi dan petang."
Karena hidup hanya melakukan zalim dan aniaya. Dan pada waktu berdiri Kiamat kelak,
“Masukkanlah golongan Fir'aun itu kepada yang sekeras-keras adzab."