Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلۡيُقَٰتِلۡ
maka hendaklah berperang
فِي
dalam
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَشۡرُونَ
(mereka) menukar
ٱلۡحَيَوٰةَ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
بِٱلۡأٓخِرَةِۚ
dengan akhirat
وَمَن
dan barang siapa
يُقَٰتِلۡ
berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
فَيُقۡتَلۡ
lalu terbunuh
أَوۡ
atau
يَغۡلِبۡ
memperoleh kemenangan
فَسَوۡفَ
maka kelak
نُؤۡتِيهِ
akan Kami berikan kepadanya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
فَلۡيُقَٰتِلۡ
maka hendaklah berperang
فِي
dalam
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَشۡرُونَ
(mereka) menukar
ٱلۡحَيَوٰةَ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
بِٱلۡأٓخِرَةِۚ
dengan akhirat
وَمَن
dan barang siapa
يُقَٰتِلۡ
berperang
فِي
di
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
فَيُقۡتَلۡ
lalu terbunuh
أَوۡ
atau
يَغۡلِبۡ
memperoleh kemenangan
فَسَوۡفَ
maka kelak
نُؤۡتِيهِ
akan Kami berikan kepadanya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
Terjemahan
Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah! Siapa yang berperang di jalan Allah dan gugur atau memperoleh kemenangan niscaya kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.
Tafsir
(Maka hendaklah berperang di jalan Allah) demi untuk meninggikan agama-Nya (orang-orang yang membeli) artinya menukar (kehidupan dunia dengan akhirat. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu ia gugur) mati syahid (atau memperoleh kemenangan) terhadap musuhnya (maka nanti akan Kami beri ia pahala yang besar.).
Tafsir Surat An-Nisa': 71-74
Wahai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kalian, dan majulah (ke medan perang) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama (secara serentak)!
Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat enggan (ke medan perang). Lalu jika kalian ditimpa musibah, ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepadaku karena aku tidak ikut berperang bersama-sama mereka."
Dan sungguh jika kalian beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dengan dia, "Wahai, sekiranya aku ikut bersama-sama mereka, tentu aku mendapat kemenangan yang besar (pula)."
Karena itu, hendaklah (orang mukmin) berperang di jalan Allah melawan orang-orang yang menjual akhirat untuk dunia. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.
Ayat 71
Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersikap waspada terhadap musuh-musuh mereka. Hal ini tentu saja menuntut adanya kesiagaan untuk menghadapi mereka dengan mempersiapkan semua persenjataan dan pasukan serta memperbanyak pasukan dengan mengadakan mobilitas umum untuk berjihad di jalan Allah. Yang dimaksud dengan lafal subatin ialah berkelompok-kelompok, sekumpulan demi sekumpulan, dan satuan pasukan demi satuan pasukan, Subat adalah bentuk jamak dari sabatun, tetapi adakalanya lafal as-sabah ini dijamakkan menjadi sibina.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok.” (An-Nisa: 71) Yaitu kelompok demi kelompok. Dengan kata lain, berpencar menjadi beberapa satuan pasukan.
“Atau majulah bersama-sama (secara serentak)!” (An-Nisa: 71)
Maksudnya, kalian semuanya maju menjadi satu dalam medan pertempuran. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, As-Suddi, Qatadah, Adh-Dhahhak, ‘Atha’ Al-Khurrasani/Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Khasif Al-Jazari.
Ayat 72
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat enggan (ke medan pertempuran).” (An-Nisa: 72)
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah bukan hanya seorang; ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik.
Menurut Muqatil ibnu Hayyan, makna firman-Nya: “Benar-benar dia sangat enggan (ke medan pertempuran).” (An-Nisa: 72) Yakni dia tidak ikut berjihad. Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud ialah dia bersikap lamban dalam menanggapi anjuran berjihad. Dengan kata lain, enggan melakukan jihad dan menganjurkan orang lain untuk enggan berjihad. Seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, semoga Allah mengutuk perbuatannya; dia tidak mau ikut jihad, bahkan menghalang-halangi orang lain untuk ikut berjihad. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Juraij dan Ibnu Jarir. Sikap orang munafik tersebut digambarkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
“Maka jika kalian ditimpa musibah.” (An-Nisa: 72)
Yakni ada yang gugur dan mati syahid serta musuh dapat mengalahkan kalian, karena ada hikmah Allah dalam hal tersebut yang hanya diketahui oleh Dia.
Dia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepadaku karena aku tidak ikut berperang bersama-sama mereka." (An-Nisa: 72)
Yakni karena aku tidak ikut bersama mereka dalam pertempuran, dia menganggap bahwa hal tersebut merupakan nikmat Allah kepadanya. Padahal ia tidak mengetahui pahala yang terlewatkan olehnya, yaitu pahala bersabar dalam peperangan atau mati syahid jika gugur.
Ayat 73
“Dan sungguh jika kalian beroleh karunia dari Allah.” (An-Nisa: 73)
Yakni kemenangan, keberhasilan, dan ghanimah.
“Tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dengan dia.” (An-Nisa: 73)
Seakan-akan dia bukan dari kalangan yang seagama dengan kalian.
“Wahai, sekiranya saja aku bersama-sama mereka, tentu aku mendapat kemenangan yang besar (pula).” (An-Nisa: 73)
Maksudnya dia mendapat satu bagian ghanimah sama dengan mereka dan berhasil meraihnya, dan memang itulah tujuan utama dan cita-citanya dalam berjihad.
Ayat 74
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Karena itu, hendaknya berperanglah.” (An-Nisa: 74)
Artinya, orang mukmin yang telah terdaftar hendaknya berperang.
“Di jalan Allah (untuk memerangi) orang-orang yang menjual akhirat mereka dengan dunia.” (An-Nisa: 74)
Yaitu mereka yang menjual agama mereka dengan harga yang sangat murah untuk perbendaharaan dunia (betapapun besarnya harta dunia bila dibandingkan dengan pahala akhirat sangat kecil dan tak berarti, pent). Hal itu tiada lain karena kekufuran mereka dan ketiadaan iman mereka.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 74)
Semua orang yang berperang di jalan Allah, baik ia gugur ataupun dikalahkan, maka baginya di sisi Allah terdapat pahala yang besar dan imbalan yang berlimpah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadits yang mengatakan bahwa Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya lalu gugur syahid bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga, atau (jika selamat) mengembalikannya ke tempat tinggalnya dengan memboyong pahala atau ghanimah (bila beroleh kemenangan).
Setelah ayat-ayat yang lalu mengecam perilaku orang-orang munafik yang selalu berkelit bila diajak berperang, ayat-ayat berikut membangkitkan semangat untuk maju ke medan perang menghadapi musuh. Karena itu, hendaklah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya menjual dalam arti menukar dan mengorbankan kehidupan dunia yang mereka miliki untuk mendapatkan kebahagiaan pada kehidupan akhirat, dengan cara berperang di jalan Allah menegakkan keadilan dan kebenaran. Dan barang siapa di antara kalian yang ikut berperang di jalan Allah, lalu gugur menjadi syahid karena dikalahkan oleh musuh atau memperoleh kemenangan selamat dari gugur di medan perang, maka kelak akan Kami berikan pahala dengan nikmat yang besar kepadanya Demikian besar nilai di sisi Allah terhadap orang yang ikut berperang di jalan Allah. Tidak ada alasan untuk menghindar dari tugas tersebut. Oleh sebab itu, mengapa kamu tidak mau ikut dalam barisan berperang di jalan yang bertujuan utuk menegakkan agama Allah dan juga membela orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak, apakah itu orang tua, handai tolan, atau putra-putri kamu yang masih berada di Mekah terjebak dalam pengawasan orang-orang musyrik. Mereka itulah yang selalu berdoa, Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Mekah ini, bukan karena tidak senang kepada Mekah ini, tetapi karena orang-orang kafir yang menjadi penduduknya dan yang mengusai kota tersebut berlaku zalim kepada kami. Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Perkasa, berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah pula kami penolong dari sisi-Mu.
Berperang di jalan Allah adalah suatu pekerjaan yang mulia. Orang yang berperang di jalan Allah pasti mendapat keuntungan besar. Orang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam melaksanakan tuntutan agamanya serta rela mengorbankan kepentingan dunianya untuk mencapai keutamaan di akhirat hendaklah ikut berperang di jalan Allah. Barang siapa berperang di jalan Allah, maka ia akan memperoleh salah satu dari dua kebajikan, mati syahid di jalan Allah atau menang dalam peperangan, yang masing-masing dari dua kebajikan itu akan dibalas oleh Tuhan dengan pahala yang besar, karena orang yang mati syahid telah dengan ikhlas mengorbankan jiwa raganya dalam mematuhi perintah Allah, sedang yang menang dan masih hidup akan dapat pula melanjutkan perjuangan untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran di jalan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERANG DAN TUJUANNYA
Sebab itu orang-orang yang beriman janganlah sampai beriba hati melihat sikap orang-orang yang telah terbelakang jiwanya. Orang yang beriman hendaklah jalan terus.
Ayat 74
“Lantaran itu, berperanglah pada jalan Allah orang yang menjual hidup dunia dengan akhinat."
Yang berani menghadapi peperangan menegakkan jalan Allah, hanyalah orang yang telah menjual dirinya kepada Allah, telah membuat kontak dengan Allah, kehidupan dunia dengan segala macam tipu dayanya telah dijualnya kepada Allah. Diri seluruhnya telah terjual, pembelinya ialah Allah, dibeli-Nya dengan surga dan nikmat-Nya di akhirat. Maka diri yang telah dibeli Allah itu tidak dapat ditawar orang lagi. Di sana telah terpasang tiket “telah terjual". Sebab itu tidak ada penjualan dua kali! Itulah jiwa yang selalu maju, bukan jiwa yang
terbelakang. Jiwa yang terbelakang ialah karena masih terikat dengan dunia.
“Dan barangsiapa yang berpenang pada jalan Allah, lalu dia terbunuh atau menang, maka akan Kami berikan untuknya ganjaran yang besar."
Kalau diri sudah dijual habis kepada Allah, mati baik menang pun baik. Jika dia mati, karena kematiannya itulah, agama Allah hidup. Dia menjadi saksi dari kebenaran Allah dan citanya akan terus hidup. Mungkin se-bentar, karena tekanan keras dari luar, membenam dia ke bawah tanah laksana air! Nanti apabila orang menggali sumur mencari “air yang jernih, sayak yang landai", dia akan bertemu kembali, jika dia menang, merasailah dia sementara waktu hasil kemenangan itu, namun dia akan kembali juga kepada Allah buat menerima pahala ganjarannya. Terbunuh ataupun menang, tidaklah ada korban yang sia-sia di sisi Allah. Tempat sudah tersedia, yaitu tempat yang mulia.
Kemudian dengan secara susunan pertanyaan, Allah membangkitkan hati kaum yang beriman buat berperang.
Ayat 75
“Mengapa kamu tidak akan mau benpenang pada jalan Allah dan (membela) orang-orang yang telah tertindas, dari laki-laki dan perempuan dan kanak-kanak?"
Berapa banyaknya manusia yang tidak berani membuka mulut menyebut yang benar tidak berani mengerjakan ibadah dengan terang-terang karena yang berkuasa ialah orang yang zalim? Dipenuhi selalu oleh rasa takut dan cemas.
“Yang telah berkata mereka, ‘Ya Tuhan kami. Keluarkanlah kiranya kami dari negeni ini, yang penduduknya begini zalim, dan jadikanlah untuk kami, dari sisi Engkau seorang pembela.'"
Inilah keluhan teman-temanmu seagama, sepaham dan setujuan, yang tengah menderita di negeri Mekah. Ketika kamu berhijrah ke Madinah, mereka tidak sanggup turut karena lemahnya keadaan mereka. Ada laki-laki, ada perempuan, dan ada anak-anak. Selain daripada mengharapkan surga, bangkitkanlah perasaan belas kasihan kepada kawan-kawanmu itu, bebaskanlah mereka dari penindasan dengan menempuh peperangan-peperangan ini. Jadikanlah dirimu menjadi Hizbullah ‘alat-alat tentara Allah'. Buat melaksanakan kehendak Allah untuk membebaskan mereka dan mengabulkan doa dan munajat mereka yang tengah menderita. Mereka memohonkan kepada Allah agar dikirimi seorang pemimpin ataupun seorang pembela.
Pemimpin mereka ke dalam alam kemerdekaan ruhani, pembela mereka dari tindasan musuh. Dalam hati sanubari mereka selalu terbayang harapan, bilakah masanya Nabi Muhammad, pemimpin dan pembela, bersama tentara orang beriman, datang membebaskan mereka dari kezaliman.
Ayat ini adalah inti sari dari tujuan perang Islam. Baik di zaman pembangunannya yang pertama sebagai permulaan ayat ini turun maupun untuk selanjutnya. Di dalam surah al-Hajj ayat 40 sudah diterangkan garis politik perang Islam, yaitu kalau tidak ada per tahanan -yang kuat, niscaya akan diruntuh orang tempat-tempat beribadah, baik Sina-gog tempat orang Yahudi sembahyang atau Gereja dan Biara tempat orang Nasrani memuja, apatah lagi Masjid tempat orang Islam berjamaah. Dengan ayat ini ditegaskan lagi, yaitu untuk membela orang-orang yang tertindas. Semangat ini berjalan terus, sampai di kala tentara Islam menaklukkan Palestina, penduduk asli Palestina yang beragama Kristen merasa benar-benar bahwa kedatangan Islam ialah membebaskan mereka dari tindasan penguasa Romawi, walaupun mereka satu agama dengan penduduk yang mereka jajah sehingga Patrik dan Uskup Palestina memohon Khalifah Umar bin Khaththab yang datang menerima penyerahan mereka atas kota itu.
Ayat selanjutnya menegaskan lagi tentang tujuan perang orang Mukmin dan perbedaannya dengan tujuan perang orang kafir.
Ayat 76
“Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir berperanglah mereka pada jalan thagut."
Tentang arti thagut telah banyak kita uraikan sebelum ini, dari rumpun kata thughyan, yaitu kesewenang-wenangan, nafsu angkara murka, ambisi, gila kekuasaan, sehingga kadang-kadang telah mengambil hak Allah. Maka peperangan orang kafir adalah dari dorongan nafsu thagut. Sebab itu diperintahkanlah orang yang beriman memerangi thagut. Sebab sumber ilham thagut, bukan dari Allah, melainkan dari setan.
“Maka perangilah olehmu pengikut-pengikut setan itu. Sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah."
Berperang mempertahankan sabilillah adalah berdasar iman, sedang peperangan pengikut setan berdasar kepada hawa nafsu angkara murka. Auliaur rahman berhadap-hadapan dengan Auliaussetan. Tetapi tipu daya setan tidaklah akan lama sebab dasarnya amat lemah. Setanlah yang selalu membisikkan dan memberi advis kepada pengikut-pengikutnya itu memujikan kezaliman dan kejahatan. Setanlah yang senang sekali kalau negeri kacau, bangunan hancur, dan manusia musnah. “Tidak apa," kata setan—sebab dendam hatinya akan lepas. Tetapi dasarnya lemah, sebab itu tidak juga akan menang.
Sudah menjadi sunnatullah di alam ini, yang benar selalu bertentangan dengan yang salah, yang hak dengan yang batil. Namun
yang hak tetap di atas dan yang batil runtuh ke bawah. Dalam pergumulan pendirian benar dan pendirian yang salah, yang lebih kekal ialah yang lebih sesuai dengan irama hidup manusia. Batil bisa menang sebentar, namun dia akan sirna sebagaimana sirnanya embun pagi apabila matahari telah naik. Orang yang berperang pada jalan Allah ialah menuntut masyarakat yang lebih sempurna, yang adil dan makmur yang semua manusia bebas me-muja Tuhannya, dan hilang penindasan manusia atas manusia.
Kalau ini belum tercapai, mereka belum berhenti dan mana yang telah tercapai mereka pertahankan. Tetapi kaum kafir bila berperang—karena penasihatnya ialah setan— maksud mereka yang utama ialah balas dendam, berkuasa meskipun tidak atas kebenaran, memperbudak dan menindas sesama manusia untuk kepentingan syahwat dan nafsu angkara sehingga si lemah selalu berlinang air mata, bahkan air mata darah.
Maka di antara hak dan batil selalulah berperang. Yang batil akan selalu timbul kalau yang hak tertidur dan terlengah. Pembela yang hak sekali-kali tidak boleh lemah hati dan tidak boleh putus asa. Karena keteguhan hati sebab sucinya cita-cita adalah sumber kekuatan yang hakiki. Sumber ilham akan menghadapi segala kesulitan.
Perang seperti inilah yang boleh dikatakan jihad fii sabilillah, yakni perang karena mempertahankan agama. Maka perang Kerajaan Turki Osmani dengan Kerajaan Iran Shafawi di abad-abad kedelapan belas bukanlah jihad fii sabilillah. Penaklukan raja-raja Osmani ke tanah-tanah Islam sendiri di abad-abad keenam belas sehingga tidak dapat lagi kekuatan kerajaan-kerajaan Islam dipergunakan untuk membela nasib berjuta-juta kaum Muslimin di Andalusia (Spanyol) sampai akhirnya terusir habis, bukanlah jihad fii sabilillah. Tetapi peperangan Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Tengku Tjhik
Di Tiro, dan umumnya peperangan-pepe-rangan negeri-negeri Islam mengusir penjajahan kafir, asal niat sejak semula tegak, termasuklah perang/// sabilillah. Dan tidaklah menjadi jihad fii sabilillah ketika Pemerintah Turki telah kepayahan pada Perang Dunia Pertama (1914—1918) telah sangat terdesak lalu menyebut-nyebut sabilillah padahal dari beberapa tahun sebelum perang itu pecah, Pemimpin Partai lttihad wat Tarraqqi telah lebih mementingkan kebangsaan Turki Tau-rani dari kesatuan aqidah islamiyah sehingga rakyat mereka yang Islam mereka tindas, sehingga bangsa Arab dapat dibujuk oleh Inggris dan Perancis, memberontak kepada Turki. Padahal setelah mereka lepas dari Turki, bertahun-tahun lamanya mereka ditindas oleh bangsa-bangsa yang menipu mereka itu sehingga akhirnya Palestina diserahkan oleh Inggris kepada Yahudi.
Semoga timbullah kembali pengertian kita umat yang memeluk Islam apa arti dan apa syarat hukum dan rukun Jihad fii Sabilillah atau “Perang Sabil" bagi menegakkan agar kalimat Allah di atas dan kalimat orang yang kafir runtuh ke bawah.
Oleh sebab itu, semuanya, hati-hatilah kita memakai kata-kata jihad fi sabilillah ini. Karena kata-kata thagut yang berarti setan kadang-kadang terpecah menjadi thaghiyah, yaitu pemimpin-pemimpin atau kepala-kepala pemerintahan yang sangat besar hawa nafsunya berkuasa, tamak dan loba hendak melakukan penyerbuan ke negeri lain untuk melebarkan kuasa. Lalu mereka perkuda ulama-ulama penjual iman untuk mengeluarkan fatwa bahwa perang “beliau" adalah sabilillah. Padahal Sabilith Thagut.