Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
نَصِيبٗا
bagian
مِّنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
يَشۡتَرُونَ
mereka membeli
ٱلضَّلَٰلَةَ
kesesatan
وَيُرِيدُونَ
dan mereka menghendaki
أَن
supaya
تَضِلُّواْ
kamu tersesat
ٱلسَّبِيلَ
jalan
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
نَصِيبٗا
bagian
مِّنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
يَشۡتَرُونَ
mereka membeli
ٱلضَّلَٰلَةَ
kesesatan
وَيُرِيدُونَ
dan mereka menghendaki
أَن
supaya
تَضِلُّواْ
kamu tersesat
ٱلسَّبِيلَ
jalan
Terjemahan
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah diberi bagian (pengetahuan) dari Kitab (Taurat)? Mereka membeli kesesatan dan menghendaki agar kamu tersesat dari jalan (yang benar).
Tafsir
(Tidakkah kamu lihat orang-orang yang diberi bagian dari Alkitab) yakni orang-orang Yahudi (mereka membeli kesesatan) dengan petunjuk (dan menginginkan agar kamu sesat jalan) atau menempuh jalan yang tidak benar agar bernasib seperti mereka pula.
Tafsir Surat An-Nisa': 44-46
Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang yang telah diberi bagian Al-Kitab (Taurat)? Mereka membeli kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kalian tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar).
Dan Allah lebih mengetahui (daripada kalian) tentang musuh-musuh kalian. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagi kalian). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagi kalian).
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata, "Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya." Dan (mereka mengatakan pula), "Dengarlah," semoga kalian tidak dapat mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan), "Ra'ina," dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, "Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami," tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.
Ayat 44
Allah menceritakan perihal orang-orang Yahudi, semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari kiamat, bahwa mereka membeli kesesatan dengan petunjuk, yakni menukar petunjuk dengan kesesatan; dan berpaling dari wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, serta menyembunyikan pengetahuan yang ada di tangan mereka dari para nabi terdahulu mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad ﷺ dengan tujuan memperoleh imbalan dengan nilai yang sangat sedikit berupa harta duniawi yang fana.
“Dan mereka bermaksud supaya kalian menyimpang dari jalan yang benar.” (An-Nisa: 44)
Mereka sangat mengharapkan bila kalian ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada kalian; wahai orang-orang mukmin, dan meninggalkan hidayah serta ilmu yang bermanfaat yang ada pada kalian.
Ayat 45
“Dan Allah lebih mengetahui (daripada kalian) tentang musuh-musuh kalian.” (An-Nisa: 45)
Dia lebih mengetahui perihal mereka dan memperingatkan kalian agar kalian bersikap waspada terhadap mereka.
“Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagi kalian), dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagi kalian).” (An-Nisa: 45)
Cukuplah Allah sebagai Pelindung orang yang berlindung kepada-Nya, dan sebagai Penolong orang yang meminta tolong kepada-Nya.
Ayat 46
“Yaitu orang-orang Yahudi.” (An-Nisa: 46)
Min dalam ayat ini menunjukkan makna keterangan jenis. Seperti pengertian min yang terdapat di dalam firman lainnya, yaitu: “Maka jauhilah perkara yang najis yaitu berhala-berhala tersebut.” (Al-Hajj: 30)
Adapun firman Allah ﷻ: “Mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.” (An-Nisa: 46) Maksudnya, mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya, dan menafsirkannya bukan dengan tafsir yang dimaksud oleh Allah ﷻ; dengan sengaja mereka melakukannya sebagai kebohongan dari mereka sendiri.
Mereka mengatakan, "Kami mendengar." (An-Nisa: 46) Yakni kami mendengar apa yang engkau katakan, wahai Muhammad, dan kami tidak akan menaatimu. Demikianlah menurut apa yang ditafsirkan oleh Mujahid dan Ibnu Zaid mengenai makna yang dimaksud dari kalimat ini. Hal ini jelas menggambarkan kekufuran dan keingkaran mereka yang sangat keterlaluan. Sebenarnya mereka berpaling dari Kitabullah sesudah mereka memahaminya, padahal mereka mengetahui bahaya yang menimpa diri mereka akibat perbuatannya, yaitu berupa dosa dan siksaan yang akan menimpa diri mereka.
Ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: “Dan ucapan mereka, ‘Dengarlah,’ semoga kamu tidak mendengar apa-apa.” (An-Nisa: 46) Artinya, dengarkanlah apa yang kami katakan, mudah-mudahan kamu tidak mendengarnya. Demikianlah makna ayat menurut apa yang diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas.
Mujahid dan Al-Hasan mengatakan bahwa makna ayat ialah: "Dengarlah, mudah-mudahan kamu tidak mau menerimanya."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah makna yang pertama karena hal ini menunjukkan cemoohan dan ejekan mereka. Semoga laknat Allah selalu menimpa mereka.
“Dan (mereka mengatakan pula), ‘Ra'ina,’ dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.” (An-Nisa: 46) Ucapan mereka yang mengatakan, "Ra'ina" memberikan kesan bahwa seakan-akan mereka mengatakan, "Perhatikanlah kami dengan pendengaranmu." Padahal sebenarnya mereka bermaksud mencaci Nabi ﷺ melalui perkataan ini yang berakar dari kata ru'unah (cacian). Pembahasan mengenai tafsir ini telah kami kemukakan dalam tafsir firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad), ‘Ra'ina.’ Tetapi katakanlah, ‘Unzurna’." (Al-Baqarah: 104)
Karena itulah Allah ﷻ berfirman menyebutkan perihal orang-orang Yahudi yang selalu mengeluarkan ucapan-ucapan yang bertentangan dengan sikap lahiriahnya, yaitu: “Dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.” (An-Nisa: 46) karena mereka mencaci Nabi ﷺ.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Sekiranya mereka mengatakan, ‘Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,’ tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa: 46)
Hati mereka dijauhkan dari kebaikan dan terusir dari kebaikan, sehingga iman tidak masuk dalam kalbu mereka barang sedikit pun yang dapat memberikan manfaat buat mereka.
Mengenai firman-Nya: “Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa: 46) telah disebutkan dalam pembahasan yang jauh sebelum ini. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka tidaklah beriman dengan keimanan yang bermanfaat buat diri mereka.
Tidakkah kamu memperhatikan dengan saksama orang yang telah diberi bagian Kitab Taurat' Mereka membeli kesesatan dan mereka menghendaki agar kamu tersesat menyimpang dari jalan yang benarAyat-ayat yang lalu memberi petunjuk dalam rangka pembinaan masyarakat Islam ke dalam, sedang ayat-ayat berikut memberi tuntunan bagaimana menghadapi musuh-musuh yang mengganggu pembinaan masyarakat tersebut. Dan Allah pada hakikatnya lebih mengetahui tentang musuh-musuhmu dari diri kamu sendiri. Oleh sebab itu, berserah dirilah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung dalam menangani kepentingan kalian dan cukuplah Allah menjadi penolong bagimu dalam menghadapi musuh-musuh itu.
Kaum Muslimin harus mengetahui bahwa para Ahli Kitab yang menerima kitab dari Allah dengan perantaraan rasul-Nya, mereka hanya mengambil sebagian dari isi kitab itu yang sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka, bahkan mereka banyak mengubah-ubah dan menambahkannya. Dengan kedatangan Nabi Muhammad saw, mereka semestinya menjadi orang-orang yang beriman, tetapi sebaliknya mereka menjadi orang-orang yang kafir. Maksud dan tujuan mereka berbuat seperti itu adalah untuk menyesatkan orang banyak termasuk umat Islam sendiri dari jalan yang benar. Mereka tidak segan-segan mengadakan berbagai macam tipu daya dan pura-pura bersimpati terhadap kaum Muslimin padahal mereka adalah musuh dalam selimut.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Di dalam menyusun umat dan mengisi jiwa mereka dengan ibadah dan memimpinkan pula menegakkan kesucian dengan ibadah itu, Allah pun memperingatkan pula bahwa pembangunan besar itu tidaklah akan sunyi-sunyinya dari musuh-musuh dan orang-orang yang menghalangi. Penghalang dan batu pena-rung besar di zaman itu ialah Ahlul Kitab, terutama orang Yahudi sebab mereka berdiam di Madinah pula. Dalam pergaulan sehari-hari, antara diri dengan diri hubungan adalah baik, sampai menyembelih kambing pun Rasulullah menyuruh antar ke tetangganya orang Yahudi. Tetapi sebagai satu golongan, terutama dari
pemimpin-pemimpin mereka, selalu saja ada sikap tantangan. Inilah yang diperingatkan Allah kepada Rasul-Nya,
Ayat 44
“Tidakkah engkau perhatikan kepada orang-orang yang telah diberi sebagian dari Kitab."
Di permulaan ayat sudah diterangkan dasar tantangan mereka, yaitu karena mereka hanya menerima sebagian dari Kitab, Yaitu mereka pertahankan sebagian dari isi kitab mereka, Taurat, tetapi mereka tinggalkan yang sebagian lagi. Mana yang akan menguntungkan kepada mereka, mereka siar-siarkan, dan mana yang akan merugikan, terutama isi kitab yang menerangkan bahwa akan ada lagi rasul sesudah rasul-rasul Bani Israil, mereka gelapkan. “Mereka beli kesesatan." Mereka membeli pendirian yang sesat dengan mengorbankan harga kebenaran atau mereka pilih pendirian yang sesat dengan mengorbankan kejujuran,
“Dan mereka ingin supaya kamu sesat jalan."
Mereka bergerak siang dan malam menghalangi perkembangan Islam yang sedang tumbuh. Mereka tidak keberatan mengadakan hubungan rahasia dengan kaum musyrikin yang telah terang memusuhi Rasulullah, padahal kalau mereka berdiri pada pokok ajaran agama mereka sendiri, kepada Muhammad-lah mereka patut dekat, bukan kepada musyrikin penyembah berhala. Dengan secara halus kadang-kadang dan kasar pun kalau perlu, mereka mengadakan saranan-saranan yang curang kepada Islam, kepada Rasul, dan kepada orang-orang yang beriman. Bukan saja dalam kalangan mereka sendiri dan bukan saja mengadakan hubungan dengan kaum musyrikin Mekah, tetapi di Madinah sendiri terhadap orang-orang yang masih bersikap pucuk aru atau menurut ke mana deras angin, yang oleh ayat-ayat Al-Qur'an sudah diberi sebutan khusus, yaitu munafik. Mereka telah menjadi musuh dalam selimut. Kian sehari kian dirasakan oleh Rasul bahwasanya musuh bukan dari satu pihak Yahudi itu saja dan bukan dari pihak musyrikin saja. Berfirmanlah Allah,
Ayat 45
“Dan Allah lebih tahu siapa-siapa musuh-musuh kamu."
Musuh yang terang memang Yahudi dengan sikap mereka membeli kesesatan dan ingin agar kaum Muslimin tersesat. Mereka tidak ingin kaum Muslimin menempuh jalan yang benar dan jaya. Hasad dengki telah memenuhi hati mereka. Tetapi ada lagi musuh yang lain, yang Allah lebih mengetahui siapa mereka. Yaitu lawan yang bersikap di luar sebagai kawan. Munafik yang bila mendapat keuntungan berebut masuk dan melihat ke-sulitan berangsur lari. Sebagaimana dahulu telah pernah terjadi di dalam Peperangan Uhud. Tetapi Rasulullah diberi peringatan oleh Allah, betapa pun banyak dan berbahayanya musuh-musuh dalam selimut itu, kaum yang berjuang menegakkan kebenaran Allah tidak usah khawatir. “Dan cukuplah Allah menjadi wali." Yaitu menjadi pelindung dan pemimpin dari pejuang Islam yang ikhlas.
“Dan cukuplah Allah menjadi Pembela."
Sehingga bagaimana pun musuh-musuh itu mengatur siasat, akhir kelaknya langkah mereka pasti tertumbuk karena tujuan mereka tidaklah benar. Yang mereka musuhi sebenarnya bukan kamu, tetapi Allah yang menyuruh kamu. Sebab itu Pelindungmu yang sejati dalam perjuangan ini, tidak lain daripada Allah dan yang akan membelamu di saat-saat yang sulit hanya Dia.
Melihat betapa hebatnya rasa kebencian dan permusuhan yang ditimpakan oleh kaum Yahudi kepada kaum Muslimin dari abad ke abad, sampai kepada abad kita ini, seakan-akan ayat ini rasanya baru turun kemarin.
Sejak zaman dahulu kala, tasamuh Islam telah dirasai oleh orang Yahudi. Yaitu tasamuh yang tidak sekali-kali mereka pernah rasai di dalam satu negeri Kristen. Sejarah mencatat bahwa ketika kaum Muslimin memasuki tanah Spanyol, negeri Kristen, orang Yahudi merasa diri mereka terlepas dari perbudakan dan penghinaan. Sebab itu mereka telah membantu tentara Islam ketika masuk ke sana.
Di zaman sebagian besar dari tanah Eropa sebelah Timur dikuasai oleh Kerajaan Turki, Yahudi merasakan bahwa dalam pemerintahan Islam Turki mereka mendapat keamanan dan perlindungan. Di zaman itu jauh benar perbedaan orang Yahudi yang berdiam di negeri-negeri Eropa Barat dengan Yahudi yang berlindung di Istanbul, ibu negeri Kerajaan Turki. Dalam negeri Turki atau negeri Islam yang lain mereka tidak disisihkan dalam satu kampung yang dinamai Ghetho. Malahan mereka dibiarkan bebas berniaga atau usaha -usaha yang lain. Tetapi toleransi Kerajaan Turki yang begitu besar kepada mereka telah mereka ambil menjadi kesempatan buat mengkhianati negeri itu, terutama di zaman Kerajaan Inggris dikuasai oleh Perdana Menteri Disraeli (dia adalah Yahudi) Orang Yahudilah yang banyak kedapatan menjadi spion Inggris buat menghancurkan Kerajaan Turki Osmani. Lord Bolfour, Menteri Luar Negeri Inggris (juga Yahudi), setelah Inggris menang menghadapi Turki, telah membuka tanah Palestina untuk menjadi negeri orang Yahudi dengan alasan bahwa 2000 tahun yang lalu di Palestina pernah berdiri Kerajaan Yahudi.
Di zaman kekuasaan Hitler di Jerman, bangsa yang dipandang paling hina dan musuh negara nomor satu ialah orang Yahudi. Lebih dari satu juta orang Yahudi ditangkapi dan dimasukkan ke dalam kamar gas. Tidak ada di dalam sejarah zaman lampau yang Yahudi dibuat demikian hina sehingga nyawa mereka tidak ada harga sama sekali sebagaimana yang dilakukan oleh Nazi Hitler. Kekejaman komunis di bawah Stalin pun mendekati kekejaman Hitler. Nyawa mereka tidak ada harga. Dokter-dokter Yahudi dibunuhi karena tersangka hendak meracuni Stalin. Sedang di dalam negeri-negeri Islam sebagaimana di Mesir, Irak, Yaman, dan Tunisia, mereka dipandang sebagai warga negara secara penuh. Mereka tidak dimusuhi. Tetapi sebagai balas jasa telah mereka rampas sebagian dari tanah Palestina, lalu mendirikan negara Israel, dan terusirlah tidak kurang daripada satu juta orang Arab dari tanah airnya berserak-serak dibawa nasib malang di negeri-negeri Arab yang lain. Kedudukan orang Yahudi di Palestina sampai mendirikan negara Israel mendapat bantuan dari kerajaan-kerajaan Barat, terutama Inggris dan Amerika.
Ayat yang tengah kita tafsirkan ini memberi ingat kepada Rasulullah ﷺ, bahwa Allah lebih tahu siapa-siapa musuh Islam. Yang terpampang ke muka ialah orang Yahudi. Tetapi karena takut dan cemas akan kebangkitan Islam kembali di tanah Arab, bangsa-bangsa besar Inggris, Perancis, Amerika, dan umumnya kerajaan-kerajaan Barat telah membantu Yahudi. Mereka telah melempar dua ekor burung dengan satu batu. Mereka benci kepada Yahudi dan benci kepada Islam. Buat menghabiskan pengaruh Yahudi yang dibenci di Eropa, mereka diberi negeri di tanah Arab. Arab adalah bangsa yang dipandang musuh besar sebab merekalah tulang punggung Islam. Apatah lagi setelah diketahui bahwa Jazirah Arab ternyata satu sumber kekayaan alam yang luar biasa terutama karena didapatinya minyak tanah sebagai “Emas Hitam"
Di dalam ayat ini Allah memberi obat penawar bagi umat Islam. Meskipun dari kiri-kanannya musuh-musuhnya telah bersatu hendak menghancurkannya, janganlah umat Islam merasa cemas dan putus asa. Allah tetap menjadi penolong dan pelindung mereka. Bukanlah ayat ini menyuruh berdiam diri berpangku tangan. Kalau Allah telah berjanji bahwa Dialah yang akan menjadi pelindung dan pembela umat-Nya, hendaklah kaum Muslimin berusaha terus mendekati Allah dan menegakkan tauhid-Nya. Hendaklah sadar dan bangun kembali. Bertambah kita kembali kepada inti sari ajaran agama kita, bertambah pulihlah kekuatan kita. Persiapan batin adalah satu-satunya jalan untuk menangkis serangan jiwa yang tengah mereka lakukan. Mereka memengaruhi seluruh pasaran dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun kebudayaan. Sampai kepada film-film perusak akhlak dari Hollywood sebagian besar adalah produksi dari orang Yahudi. Bahkan Einstein jago teori relatif terkenal, atau Sigmun Freud jago Ilmu Jiwa dan Psiko-Analisis, sampai kepada Karl Mark yang menggoncang dunia dengan ajaran komunisnya, semuanya adalah Yahudi.
Menurut penyelidikan beberapa ahli ilmu jiwa, makanya sampai timbul orang-orang besar demikian dalam kalangan Yahudi, adalah karena reaksi jiwa yang mendalam sebab rasa permusuhan bangsa-bangsa Eropa terhadap Yahudi. Mungkin pula kelak, kebencian kepada umat Islam yang memuncak dari zaman ke zaman akan menimbulkan pula orang-orang besar Islam, bukan karena rasa dendam, melainkan karena ingin menegakkan amal saleh di permukaan bumi ini.
MENGUBAH-UBAH KITAB
Kemudian datanglah ayat berikutnya yang menerangkan kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan oleh orang Yahudi dalam hal agama.
Ayat 46
“Daripada orang-orang yang jadi Yahudi itu ada yang mengubah-ubah kalimat-kalimat dari tempatnya."
Ini adalah peringatan Allah kepada Rasul dan pengikutnya, bahwasanya kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa a.s. telah banyak diubah-ubah isinya oleh orang yang mengaku dirinya Yahudi.
Apa yang difirmankan oleh Al-Qur'an, setelah diselidiki oleh ahli-ahli secara ilmiah, telah nyata kebenarannya. Penyelidikan itu telah menunjukkan bahwa isi kitab Taurat atau yang dinamai Perjanjian Lama tidaklah lagi catatan yang asli dari Nabi Musa, melainkan sudah banyak ditambah ataupun diubah. Yang mengubahnya itu bukan orang lain, melainkan kepala-kepala agama orang Yahudi itu sendiri.
Menurut keterangan dari penyelidik Islam yang terkenal, yaitu Syekh Rahmatullah al-Hindi di dalam kitabnya Izh harui Haqq bahwa tahrif atau mengubah-ubah, ada yang dengan mengubah kalimat sehingga artinya pun berubah. Atau mereka tambah beberapa kalimat sehingga berubah maknanya dari maksudnya yang asli. Atau mereka kurangi jumlah kata yang tidak mereka senangi. Syekh Rahmatullah mengemukakan satu misal, di antara beberapa misal, yaitu apa yang tertulis di dalam kitab Kejadian tentang raja-raja yang memerintah di negeri Adom, sebelum ada raja-raja dari Bani Israil. (Lihat Kejadian 36,31 sampai 43) Kata Syekh Rahmatullah, “Ini tidak mungkin dari perkataan Musa. Karena Bani Israil tidak mempunyai raja-raja di negeri itu, melainkan 350 tahun sesudah Musa."
Adam Clark, salah seorang penafsir Taurat mengatakan, “Sangat berat persangkaan saya bahwa ayat-ayat ini dari 32 sampai 39 dahulunya dituliskan orang di pinggir naskah asli Taurat. Lalu orang yang menyalin di belakang menyangka bahwa dia termasuk bagian yang di dalam. Tatkala menyalin dirangkaikannya ke dalam"
Lihat lagi Kitab Ulangan 3:14, “Maka Jair bin Manase itu mengambil segenap jajahan Argob, sampai perhinggaan negeri orang Gesuri dan Maakhati, maka Bazan itu dinamainya Hact-Jair menurut namanya sendiri sampai kepada hari ini."
Horn menulis di dalam tafsirnya jilid I, setelah menyalin ayat ini dan ayat yang tadi, “Kedua patah ayat ini tidak mungkin dari perkataan Musa a.s. sendiri karena ayat yang pertama menunjukkan bahwa pengarang Kitab ini (Kitab Kejadian atau yang dinamai Taurat semuanya) adanya ialah setelah berdiri kekuasaan Bani Israil. Dan ayat dalam Kitab UI angan itu menunjukkan bahwa pengarangnya berada sesudah berdirinya orang Yahudi di Palestina. Dan Horn menegakkan lagi bahwa kedua ayat ini, terutama ayat dalam Ulangan itu telah sangat berat dalam Kitab itu."
Ahli-ahli penafsir itu pun—yang bukan orang Islam tetapi pemuka-pemuka Kristen sendiri—telah menjelaskan tanpa tedeng aling-aling bahwa Izra penulis Taurat (Uzir menurut bacaan orang Arab) telah banyak menambah dalam Taurat yang dia salin. Penafsir-penafsir itu pula yang menyatakan bahwa terdapat juga beberapa tambahan yang tidak diketahui siapa penambahnya, tetapi mereka meyakinkan bahwa itu nyata bukan apa yang ditulis asli oleh Musa. Apatah lagi di dalam Taurat itu terdapat banyak kalimat bahasa Babil, yang menjadi petunjuk bahwa dia ditulis sesudah beribu-ribu Yahudi ditawan dan dibawa ke Babil oleh Nabukadnezar. Mereka telah hidup di Babil sampai tiga generasi (100 tahun) Baru kembali ke Palestina sesudah dipulangkan oleh Cyrus Raja Parsi. Banyak lagi bukti lain yang menunjukkan bahwa kata-kata dalam naskah itu telah banyak yang tidak asli lagi sehingga dapatlah kita memahamkan jika Rasulullah ﷺ seketika ditanyai oleh sahabat-sahabatnya bagaimana harusnya sikap kaum Muslimin ketika membaca atau mendengar kitab-kitab itu, beliau berkata, “Jangan langsung dibenarkan dan jangan pula didustakan."
Dari sebab mereka mengambil pedoman dari kitab yang telah banyak perubahan, tambahan dan mungkin juga pengurangan, karena dari salin ke salin itu dengan sengaja yang baik atau sengaja yang buruk atau karena kelalaian, niscaya akan payahlah menegakkan yang benar atau untuk mencari titik-titik pertemuan dengan pihak mereka.
Berkumpullah dua hal yang meruncingkan pertentangan. Pertama, sudah sukar mencari pegangan mereka yang asli. Kedua, karena mereka sendiri sudah terlebih dahulu mengambil sikap (apriori) untuk menantang. Dari situlah timbul sikap mereka yang dijelaskan oleh lanjutan ayat ini, yaitu “Dan mereka katakan: Kami mendengar dan kami durha-kai." Itulah sikap kesombongan yang dikenta-rakan. Kami mau mendengar apa yang kamu katakan itu ya Muhammad, tetapi kami tidak akan tunduk kepadanya dan kami akan tetap menantangnya. Sebagaimana pepatah orang kita, “Mereka dengarkan dengan telinga kanan, lalu mereka keluarkan lagi dari telinga kiri." Walaupun betapa benarnya apa yang dikatakan Muhammad, mereka akan tetap menantang dan mendurhakainya.
Kemudian diterangkan pula sikap mereka yang kedua, “Dan dengarlah! Padahal engkau tidak didengar." Artinya pihak Nabi Muhammad dan pengikutnya saja yang mereka minta mendengarkan apa pendirian mereka dan apa mau mereka, tetapi mereka tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Nabi. Artinya mau benar sendiri saja!
Kemudian itu dikatakan Allah lagi sikap mereka yang ketiga, yang lebih buruk lagi, yaitu, “Dan raa'ina." Yaitu mereka pilih satu kalimat yang jika didengar selintas lalu saja, seakan-akan maksudnya baik. Tetapi jika di-perhatikan dengan saksama, ternyata bisa diartikan buruk. Sebab kalimat raa'ina selintas lalu bisa diartikan peliharalah kami. Yaitu kalau diambil dari salah satu maksudnya dalam bahasa Arab. Dari kata raa'yi, dalam fi'il amar, yang asal kata atau mashdar-nya ra'iyyah (rakyat) Dalam bahasa Arab juga, bisa saja dia berasal dari asal kata ra'unah, yaitu seorang yang kacau pikiran. Dipindahkan menjadi isim fa'il, berarti seorang yang kacau pikiran. Nabi Muhammad orang kacau pikiran.
Bahasa Arab adalah satu rumpun asalnya dengan bahasa Ibrani. Di dalam bahasa Ibrani raa'ina berarti orang bodoh. Karena mereka orang Yahudi memakai bahasa Ibrar dan hidup bercampur gaul dengan bahasa Arab, dengan sengaja mereka memakai perkataan yang bisa diartikan buruk atau baik. Tetapi karena niat mereka memang buruk, mereka memakai perkataan itu pun dengan niat buruk.
Ketiga sikap ini adalah memang karena maksud yang buruk dan tidak jujur, yang dijelaskan pada lanjutan ayat, “Karena mereka memutar-mutar lidah mereka dan mencela-cela agama."
Untuk maksud yang tidak jujur itu mereka telah mempermainkan bahasa. Bahasa Arab dan bahasa Ibrani serumpun, ada kalimat yang bersamaan. Kedua huruf bahasa itu pada masa dahulu sama-sama tidak memakai baris. Contohnya ialah huruf Arab (Pegon) di negeri kita, seumpama kalimat … Dia bisa dibaca cerek, yang berati tempat air minum. Bisa pula dibaca cirik, yang berarti berak atau najis.
Berubah.harakat, berubahlah artinya, sangat jauh. Begitu juga tulisan bisa dibaca kembang, atau kumbang, atau kambing.
Kemudian datanglah lanjutan ayat menginsafkan kesalahan itu, “Padahal jika mereka katakan, ‘Kami dengarkan dan kami taati'“ alangkah baiknya. Sebab manusia yang jujur sewajarnya tunduk kepada kebenaran. Sebab mereka sendiri tidak dapat mengemukakan mana yang salah dari Al-Qur'an dan mana yang tidak sesuai dengan pokok hukum Taurat. Apatah lagi kalau mereka pilih kata-kata yang makna atau artinya tidak bisa diputar-putar kepada maksud yang buruk. Alangkah baiknya jika mereka berkata, “Dan dengarlah," lalu mereka sudi pula mendengar perkataan lawan, “Dan unzhurna," bukan “raa'ina". Sebab unzhurna hanya satu artinya, yaitu pandanglah kami, perhatikanlah kami atau janganlah kami dilupakan. Inilah perkataan yang halus dan sopan santun, yang selayaknya bagi orang yang hendak menegakkan kebenaran agama, bukan kepentingan kedudukan dan mempertahankan golongan. Kalau demikian langkah yang mereka tempuh, “Niscaya adalah itu lebih baik bagi mereka dan lebih lurus"
Sebab begitulah yang sesuai dengan kebenaran, “Tetapi mereka telah dikutuk Allah karena kekufuran mereka." Sebab itu apa jua pun jalan kebenaran yang ditunjukkan dan kejujuran yang dianjurkan, mereka tetap tidak mau. Kutuk Allah telah mematikan cahaya kebenaran dalam diri mereka,
“Maka tidaklah mereka beriman, kecuali sedikit."
Golongan terbesar tetap dalam kekufuran. Akhirnya sampai ke puncak, yaitu kehancuran mereka sendiri karena keras kepala. Bani Qurai-zhah dihukum dan dimusnahkan. Bani Nadhir diusir dari Madinah. Pertahanan mereka yang terakhir Khaibar dihancurkan. Tetapi sedikit telah menjadi orang Muslim yang baik, seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya.