Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّـٰكِنِ
akan tetapi
ٱللَّهُ
Allah
يَشۡهَدُ
Dia menyaksikan/mengakui
بِمَآ
dengan apa (Al Quran)
أَنزَلَ
Dia menurunkan
إِلَيۡكَۖ
kepadamu
أَنزَلَهُۥ
Dia menurunkannya
بِعِلۡمِهِۦۖ
dengan ilmuNya
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
dan Malaikat-Malaikat
يَشۡهَدُونَۚ
mereka menjadi saksi
وَكَفَىٰ
dan cukuplah
بِٱللَّهِ
kepada Allah
شَهِيدًا
menjadi saksi
لَّـٰكِنِ
akan tetapi
ٱللَّهُ
Allah
يَشۡهَدُ
Dia menyaksikan/mengakui
بِمَآ
dengan apa (Al Quran)
أَنزَلَ
Dia menurunkan
إِلَيۡكَۖ
kepadamu
أَنزَلَهُۥ
Dia menurunkannya
بِعِلۡمِهِۦۖ
dengan ilmuNya
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
dan Malaikat-Malaikat
يَشۡهَدُونَۚ
mereka menjadi saksi
وَكَفَىٰ
dan cukuplah
بِٱللَّهِ
kepada Allah
شَهِيدًا
menjadi saksi
Terjemahan
Akan tetapi, Allah bersaksi atas apa (Al-Qur’an) yang telah diturunkan-Nya kepadamu (Nabi Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya. (Demikian pula) para malaikat pun bersaksi. Cukuplah Allah menjadi saksi.
Tafsir
(Tetapi Allah menyaksikan) artinya tentang kenabianmu (dengan apa yang diturunkan-Nya kepadamu) berupa Al-Qur'an yang menjadi mukjizat itu (diturunkan-Nya) sebagai hasil (dari ilmu-Nya) atau memuat ilmu-Nya (dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi) pula atas kenabianmu itu. (Dan cukuplah Allah sebagai saksi)-nya.
Tafsir Surat An-Nisa': 166-170
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi saksi.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka,
Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun kepada Allah karena) sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah, Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat 166
Mengingat firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu.” (An-Nisa: 163) Sampai dengan konteks ini hadits menetapkan kenabian Nabi Muhammad ﷺ dan membantah orang-orang yang menolak kenabiannya dari kalangan kaum musyrik dan Ahli Kitab. Maka dalam ayat ini Allah ﷻ berfirman:
“Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu.” (An-Nisa: 166)
Yakni sekalipun orang-orang yang kafir kepada Al-Qur'an mengingkarinya, mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakanmu dan menentangmu. Maka Allah tetap mengakui bahwa engkau adalah utusan-Nya yang diturunkan kepadanya Al-Kitab, yakni Al-Our'an yang agung. “Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42) Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya.” (An-Nisa: 166)
Dengan pengetahuan-Nya yang hendak memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya akan Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung keterangan-keterangan, hidayah, pemisah antara kebenaran dan kebatilab, hal-hal yang disukai dan diridai Allah, dan hal-hal yang dibenci dan ditolak-Nya.
Di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu tentang hal-hal yang gaib menyangkut masalah yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Di dalamnya disebutkan juga sifat-sifat Allah ﷻ Yang Maha Suci yang tidak diketahui oleh nabi yang diutus, tidak pula oleh malaikat terdekat, kecuali bila diberi tahu oleh Allah ﷻ sendiri. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255) Dan dalam ayat yang lainnya, yaitu firman-Nya: “Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (Thaha: 110)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Suhail Al-Ja'fari dan Abdullah ibnul Mubarak; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami ‘Atha’ ibnus Saib yang mengatakan bahwa Abu Abdur Rahman As-Sulami membacakan Al-Qur'an kepadanya. Tersebutlah bahwa apabila seseorang di antara kami membacakan Al-Qur'an kepadanya, ia (‘Atha’ ibnus Saib) selalu mengatakan, "Sesungguhnya kamu telah mengambil ilmu Allah, maka pada hari ini tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kamu kecuali dengan amal perbuatan." Kemudian ia membacakan firman-Nya: “Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi saksi.” (An-Nisa: 166)
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula).” (An-Nisa: 166)
Yaitu atas kebenaran yang disampaikan olehmu dan yang diwahyukan kepadamu serta kitab yang diturunkan kepadamu disertai dengan pengakuan Allah atas hal tersebut, “Cukuplah Allah menjadi saksi.” (An-Nisa: 166)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah ﷺ, lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui, demi Allah, sesungguhnya kalian ini benar-benar mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah.” Maka mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal tersebut." Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya.” (An-Nisa: 166) hingga akhir ayat.
Ayat 167
Adapun firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia dari) jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa: 167)
Mereka kafir dan tidak mau mengikuti kebenaran, bahkan mereka berupaya menghalang-halangi manusia untuk mengikuti dan menuruti jejak kebenaran. Mereka benar-benar telah keluar dari jalan yang benar, sesat darinya, dan jauh dari kebenaran, jauh yang amat mencolok.
Ayat 168
Selanjutnya Allah ﷻ memberitahukan perihal keputusan-Nya terhadap orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat-Nya, Kitab, dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang menzalimi diri sendiri karena hal tersebut; juga karena menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya, mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa, dan melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya; “Dia tidak akan memberikan ampunan kepada mereka.” (An-Nisa: 168)
“Dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.” (An-Nisa: 168)
Yakni jalan kebaikan.
Ayat 169
“Kecuali jalan ke neraka Jahannam.” (An-Nisa: 169)
Istisna dalam ayat ini bersifat munqathi’. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (An-Nisa: 169) hingga akhir ayat.
Ayat 170
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kalian, maka berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian.” (An-Nisa: 170)
Telah datang Nabi Muhammad ﷺ kepada kalian dengan membawa hidayah, agama yang hak, dan keterangan yang memuaskan dari Allah ﷻ. Karena itu, berimanlah kalian kepada apa yang didatangkannya kepada kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kalian.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun karena) sesungguhnya segala yang ada di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah.” (An-Nisa: 170)
Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan iman kalian, dan Dia tidak terkena mudarat (kerugian) karena kekafiran kalian. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan Musa berkata, ‘Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji’.” (Ibrahim: 8)
Dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan adalah Allah Maha Mengetahui.” (An-Nisa: 170) tentang orang yang berhak memperoleh hidayah dari kalian, maka Dia memberinya hidayah, dan tentang orang yang berhak mendapat kesesatan, maka Dia menyesatkannya.
“Lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 170)
Yaitu dalam semua ucapan, perbuatan, syariat dan takdir-Nya.
Tetapi, ketahuilah bahwa Allah menjadi saksi atas kebenaran AlQur'an, kitab suci yang diturunkan-Nya kepadamu, wahai Muhammad. Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya yang amat sempurna, dan demikian pula para malaikat pun menyaksikan kebenaran Al-Qur'an itu. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi, sebab Dia yang mengutusmu dan mewahyukan Al-Qur'an kepadamu. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, tidak percaya kepada Allah dan kepada kebenaran Al-Qur'an, dan menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya, dari jalan yang benar disebabkan oleh kekafirannya itu.
Walaupun orang Yahudi itu mengingkari kenabian Muhammad ﷺ dan tidak mau menjadi saksi atas kebenarannya, namun Allah yang menjadi saksi atas kebenaran Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad. Allah memperkuat lagi kesaksian-Nya dengan menyatakan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur'an dengan ilmu-Nya, yang belum pernah diketahui oleh Nabi Muhammad dan kaum mukminin, dengan rangkaian dan susunan kata-katanya yang indah, bukan prosa, bukan puisi, berisi ilmu dan hikmah yang padat, tidak mungkin ditiru oleh siapa pun, sanggup menghadapi tantangan zaman, kapan saja dan di mana saja, mengandung aspek-aspek ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat, sesuai dengan firman Allah:
..Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab?. (al-An'am/6:38).
Maksudnya dalam Al-Qur'an telah ada pokok-pokok ajaran agama, norma-norma, hikmah-hikmah dan tuntunan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan kebahagiaan makhluk pada umumnya. Al-Qur'an mengandung berita-berita yang gaib tentang masa lampau, masa sekarang dan masa mendatang. Barang siapa dengan tekun mempelajari Al-Qur'an akan bertambah yakin atas kebenarannya dan sanggup pula menjadi saksi. Para malaikat pun terutama Jibril yang jadi perantara dalam turunnya Al-Qur'an itu, ikut menjadi saksi atas kebenarannya. Sebenarnya cukup dengan kesaksian dari Allah, sebab tidak ada yang lebih benar dan terpercaya daripada kesaksian Allah.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sudah diterangkan di ayat-ayat di atas bahwa ada orang-orang Yahudi dan Nasrani hanya mau percaya sebagian rasui dan tidak percaya kepada yang lain. Percaya kepada Musa, tidak percaya kepada Isa dan Muham-mad. Padahal isi pengajaran sekalian Rasul itu hanyalah satu. Maka datanglah ayat ini menegaskan kepada Muhammad, untuk disampaikan kepada seluruh manusia yang mau beriman,
Ayat 163
“Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada engkau sebagaimana apa yang telah Kami wahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi dari yang sesudahnya."
Di sinilah dijelaskan bahwa perintah Allah yang disampaikan kepada rasul-rasul itu, sejak Nuh sampai kepada nabi-nabi yang di belakangnya adalah berupa wahyu. Kami wahyukan Wahyu yang diterima nabi-nabi itu, semacam itu pula engkau ya Muhammad, Aku beri wahyu. Wahyu bukanlah suatu kitab tertulis di atas batu lalu dikirim dari langit. Sebagaimana yang mereka minta itu. Bahkan batu untuk menuliskan wahyu 10 kepada Musa pun dilukiskan sesudah diwahyukan, di atas batu di bumi ini juga, batu dari Gunung Sina.
Arti wahyu pada asal bahasa ialah isyarat. Di dalam surah Maryam ayat 11 disebutkan bahwa setelah Zakaria tidak dapat bercakap tiga hari tiga malam lamanya, hanya dengan isyarat saja dia menyerukan kepada kaumnya, agar mereka mengucapkan tasbih kepada Allah pagi dan petang. Isyarat Nabi Zakaria itu disebutkan fa auha, Dia wahyukan! Kadang-kadang dia berarti naluri (insting), sebagaimana tersebut di dalam surah an-Nahl ayat 68), bahwa Allah mewahyukan kepada lebah supaya membuat sarang di bukit dan di bubungan rumah. Kadang-kadang dia berarti ilham, sebagaimana tersebut di surah al-Qashash ayat 7) Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa, yang sebagian besar ahli tafsir memberinya arti bahwa ibu Musa diberi ilham. Bahkan pernah juga wahyu itu berarti isyarat buruk, sebagaimana tersebut dalam surah al-An'aam ayat 112, bahwa setan-setan yang terdiri dari manusia dan jin itu bisik-membisikkan atau hasut-menghasutkan kata-kata kosong yang tidak berarti, dan di sini dipakai juga kalimat wahyu.
Bahkan langit pun mendapat wahyu dari Allah, artinya mendapat perintah dan aturan supaya masing-masing berjalan menurut yang ditentukan Allah dalam edarannya sendiri-sendiri (surah Fushshilat: 2).Tetapi berbedalah dari semuanya itu kalimat wahyu yang dipakai buat menjelaskan Wahyu Ilahi kepada rasul-rasul dan nabi-nabi. Yaitu tuntunan yang diberikan Allah dengan perantaraan Malaikat Jibril, langsung terus kepada Rasul itu sendiri. Sesaat wahyu itu diterimanya, yakinlah Rasul dan Nabi itu bahwa itu adalah dari Allah.
Kadang-kadang dia datang sebagai mimpi yang besar. Kadang-kadang ketika wahyu itu datang, menjadi lemah segala persendiannya dan berat terasa menghimpit badannya, lalu langsunglah ucapan itu masuk jiwanya dan dipa-hamkannya, lalu diulangnya membaca kembali. Sebab itu wahyu bukanlah ilham. Sebab ilham adalah suatu perasaan yang timbul sendiri pada manusia, dari dalam jiwanya yang mumi setelah mendapat beberapa rangsangan dari luar.
Wahyu yang demikian itulah yang diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ yang telah tersusun menjadi Al-Qur'an, dan wahyu yang begitu pula yang diterima oleh Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. Disebut Nuh lebih dahulu, supaya mengambil perhatian dari orang Yahudi dan Nasrani yang sedang dihadapi dengan seruan-seruan ini, sebab dalam pegangan dari kitab-kitab suci mereka, Nuh jugalah yang tersebut sebagai menerima wahyu dan pembawa syari'at pertama terlebih dahulu dengan kisah bahtera itu. “Dan telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, dan Ya'qub, dan anak cucu." Disebutlah dengan terang nama Ibrahim, sebab semua, baik Bani Israil maupun Arab mengakui bahwa sesudah Nuh, Ibrahimlah Rasul yang dikenal bersama. Di antara Nuh dan Ibrahim ada Hud dan Shalih dan Syu'aib. Ketiga nama ini hanya dikenal oleh Arab saja, sebab mereka Rasul dad kalangan Arab yang telah musnah. Sedang yang dihadapi dengan ayat ialah Yahudi. Tetapi Ibrahim dikenal bersama. Dan dikenal pula Isma'il, sebab keduanya, Bani Israil dan Arab, mengakui dia adalah anak yang tertua sebelum Ishaq. Lalu disebut Ishaq adik Isma'il dari lain ibu, sebab Isma'il anak Hajar dan Ishaq anak Sarah. Lalu disebut pula Ya'qub, sebab dia adalah anak dari Ishaq. Semua mengenal nama-nama itu. Disebut lagi anak cucu, yang di dalam ayat dipakai kalimat Asbath, yang berarti jugi anak cucu keturunan. Orang Arab menyebut Qabilah atau Qabail, tetapi orang Israil menyebut Asbath, jamak dari kata Sibth. Yakni anak cucu keturunan, bukanlah maksudnya memuja nama orang-orang, melainkan keturunan dari orang-orang. Anak Nabi Ya'qub adalah dua belas orang. Mereka ialah:
38. Rubin, (2) Syam'un (Simon), (3) Lewi, (4) Yahudza, (5) Zebulon, (6) Isakhar, (7) Dan, (8) Gad, (9) Asyer, (10) Naftali, (11) Yusuf (12) Benyamin.
Keturunan daripada anak-anak Ya'qub yang dua belas ini berkembang jadi dua belas Asbath, atau dua belas keturunan.
Kemudian anak ke-11, yaitu Yusuf mempunyai dua putra, yaitu Afraim dan Manasye; keduanya itu menurunkan dua keturunan yang berkembang pula, tetapi tidak menjadi satu Sibth yang berdiri sendiri.
Dengan keterangan ini dapatlah dipahami bahwa anak cucu di sini bukanlah yang dimaksud bahwa ke-12 saudara Yusuf itu Nabi atau Rasul, melainkan dari suku-suku keturunan mereka banyak timbul rasul-rasul dan nabi-nabi yang juga menerima wahyu, sebagaimana yang diterima oleh nenek moyang mereka. Tentang ini dapat kita baca pada surah al-A'raaf ayat 160) “Dan Isa, dan Ayub dan Yunus dan Harun dan Sulaiman." Dikhususkan pula nama-nama itu, meskipun terang dalam sejarah bahwa Harun terlebih dahulu datangnya dari Isa dan Sulaiman dan terdahulu dari Yunus, demikian juga Ayub, sebab rasul-rasul itu dikenal namanya semua oleh orang Yahudi itu, tetapi didahulukan menyebut Isa, sebab mereka tidak mau mengakui beliau.
“Dan telah Kami berikan kepada Dawud Zabun."
Zabur sama artinya dengan kitab yang daubs. Artinya—sebagaimana juga Al-Quhan— wahyu yang diturunkan kepada Dawud kemudiannya juga dibukukan. Ahlul Kitab menamainya juga Mazmur. Dia adalah kumpulan dari doa dan pujaan Dawud kepada Allah. Meskipun Dawud tidak membawa syari'at sendiri, melainkan menuruti syari'at Musa juga, menjalankan sepanjang Taurat juga, karena Zabur Dawud atau Mazmur ini, agak istimewa dalam pandangan Ahlul Kitab, sebab banyak mengandung doa yang mendalam artinya, di ayat ini sengaja dia kemukakan. Padahal nabi-nabi yang lain, sebagai Yasy'iya, Habakuk, Hezeikeil, Yermiya, Ayub dan Yunus, juga mempunyai catatan-catatan yang dibukukan. Sebab itu mereka pun menerima Zabur. Kata jamaknya ialah Zubur. Itu pula sebabnya Zabur kadang-kadang memakai al (alif lam ma'rifah) dan kadang-kadang tidak. Sedang at-Taurat dan al-Injil selalu memakai alif lam ma'rifah, sebab keduanya khususnya untuk Musa dan Isa.
Ayat 164
“Dan akan beberapa Rasul."
Selain dari yang telah disebutkan itu ada lagi beberapa Rasul, mereka pun diberi wahyu pula, sebagaimana yang diberikan kepada engkau itu, dan sebagaimana yang diberikan kepada Nuh dan nama-nama Rasul yang di-sebutkan tadi: “Yang sesungguhnya telah Kami kisahkan kepada engkau dari sebelum m/. “Yakni sebelum surah ini diturunkan, terlebih dahulu sudah Kami sebutkan juga nama-namanya dalam wahyu sebelum engkau, terutama di kala wahyu turun di Mekah, seumpama di surah al-An'aam ayat 64. Surah Huud, Tha-Sin-Mim, asy-Syu'aaraa, Yuunus, dan lain-lain.
“Dan beberapa Rasul (lagi)yang tidak Kami kisahkan mereka itu kepada engkau." Dalam ayat ini Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya, Muhammad ﷺ bahwasanya selain dari yang telah Allah wahyukan nama-nama dan perjuangannya kepada beliau, ada lagi rasul-rasul lain yang lain, di bagian dunia yang lain. Berdasarkan kepada isyarat Allah ini, tidaklah ada salahnya bahkan menjadi wajiblah kita percaya bahwa di negeri-negeri yang lain pun, selain dari daerah Arab dan Mesopotamia, tempat timbulnya umat Yahudi dan umat Arab itu yang disebut bangsa keturunan Sam (Semiet), telah ada juga rasul-rasul. Isyarat ini membuka pintu bagi ahli-ahli pengetahuan untuk menyelidiki sisa-sisa purbakala dari lain-lain daerah: Hindustan, Tiongkok, Benua Eropa, Amerika, bahkan juga ke sebelah kita di sini. Yaitu manusia-manusia yang telah pernah diberi wahyu oleh Allah untuk dituntunkan kepada manusia.
Kita dapat memahami jika tidak semua nama mereka dikisahkan kepada Nabi kita Muhammad ﷺ sebab pada waktu itu, dalam masa yang hanya pendek, 25 tahun, yang beliau hadapi hanyalah bangsa Arab dan Bani Israil, yang keduanya dari satu keturunan, yaitu Ibrahim, atau yang dikenal sekarang dengan sebutan bangsa-bangsa Semiet. Sebab itu, mungkin Lao Tze,
Kong Fut Tze, Zarasustra, Budha Gauthama adalah semuanya rasul-rasul juga. Mungkin Socrates pun seorang rasul ataupun nabi. Cuma karena berlama masa, kurang lengkap catatan dan banyaknya bid'ah yang timbul di belakang dari pemuka-pemuka agama yang melanjutkan sehingga berubahlah ajaran-ajaran itu, menjauh dari tauhid. Sedangkan Islam sendiri, kalau bukanlah Al-Qur'an benar-benar terjamin keaslian isinya, niscaya agama Muhammad ini akan tertimbun pula keasliannya oleh bid'ah-bid'ah yang diadakan orang yang datang di belakang.
Setengah ahli penyelidik telah menghitung nabi-nabi dan rasul-rasul yang tersebut di dalam Taurat dan Zabur dan Injil, diperdapat sekitar 50 orang. Ada pula hadits-hadits Nabi kita yang membicarakan tentang nabi-nabi dan rasul-rasul itu, di antaranya ialah yang diterima dari Abu Dzar, yaitu 124.000. Tersebut pula bahwa yang 124.000 itu ialah nabi-nabi, artinya yang menerima wahyu. Adapun yang sampai menjadi rasul, yaitu nabi yang menerima syari'at buat disampaikan kepada umat manusia, menurut keterangan hadits itu 313 orang banyaknya. Riwayat ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban.
Sebab itu jelaslah bahwa nabi dan rasul itu banyak. Tidak semua nama mereka dikisahkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ di dalam Al-Qur'an.
Kemudian datanglah penutup ayat,
“Dan telah bercakap-cakap Allah dengan Musa, sebenar-benarnya bercakap."
Sesungguhnya menjadi percakapan panjang lebar juga dalam kalangan ahli-ahli yang telah terdahulu tentang Allah telah bercakap dengan Nabi Musa ini. Yang terang ialah bahwa di antara sekian banyak Rasul Allah, Musa telah mendapat suatu keistimewaan, diajak bercakap sebenar bercakap.
Di dalam surah asy-Syuura ayat 51, Allah telah memberitahukan kepada Nabi kita
Muhammad ﷺ tentang bagaimana caranya seorang Rasul Allah diberi wahyu. Di ayat itu Allah menerangkan bahwa seorang Rasul tidaklah diajak bercakap oleh Allah melainkan dengan wahyu. Cara memberi-kan wahyu itu ialah salah satu dari dua cara. Atau Allah memberikan wahyu kepadanya dari belakang Hijab (dinding) atau diutus kepadanya malaikat (Jibril atau Ruhul Qudus), maka malaikat itu pun menyampaikan wahyu itu dengan izin Allah kepadanya.
Kalau demikian dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasanya wahyu yang diterima Musa ini ialah macam yang pertama, yaitu Allah memberinya wahyu dari balik hijab. Dari balik hijab itulah Allah bercakap langsung kepada Musa dan Musa menyambutnya. Di dalam surah al-A'raaf diterangkan bahwa setelah Allah berkenan mengajaknya bercakap, maka Musa lebih berani lalu menyatakan keinginan hendak melihat wajah Tuhannya. Tetapi keinginannya itu tidak dikabulkan oleh Allah, lalu Allah menjelaskan kuat kuasa-Nya ke puncak sebuah gunung (Tajalla Rabbuhu) maka hancur lumatlah gunung tersebut. Musa pun tersungkur pingsan melihat hal yang dahsyat itu, dan setelah dia siuman, dia pun memohon tobat kepada Allah dan tidak berani minta lagi (surah al-A'raaf 143)
Dengan berpedoman kepada surah asy-Syuura ayat 51) di atas tadi, dapatlah pula kita mengambil paham apa yang dimaksud oleh Allah di dalam surah Thaahaa ayat 13) “Dan aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan itu" Yaitu bahwa wahyu datang kepada Musa ini bukan dengan perantaraan Jibril, melainkan dari Allah langsung, tetapi dari balik hijab.
Niscaya terlalu ceroboh kita kalau kita hendak mencari jawab pertanyaan dalam diri kita sendiri, tentang bagaimana caranya Allah bercakap dengan Musa di balik hijab itu. Niscaya terlalu ceroboh kita kalau kita pikir-pikirkan bahwa suara Allah yang didengar oleh Musa itu sebagai suara yang kita pikirkan, suara yang tertangkap oleh telinga kita, lalu kita khayatkan bahwa Allah itu bertubuh seperti manusia, berlidah dan bermulut.
Tidaklah selayaknya kalau hakikat wahyu akan bercakap dari balik hijab itu kita bicarakan dalam-dalam, karena alat penangkap rahasia itu tidaklah cukup bagi kita. Sedangkan perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan manusia di dalam abad kedua puluh ini telah dapat menghubungkan suara dari seorang manusia di tengah Afrika dengan manusia di tengah Eropa dengan alat radio telefon. Dan alat radio telefon, atau televisi hanyalah hal-hal yang tadinya rahasia bagi kita, sebelum kita ketahui. Demikian juga beberapa kode rahasia yang diatur oleh manusia. Kode morse dan kode lain-lain, yang hanya dapat dipahami oleh orang yang bersangkutan dan gelap bagi yang lain.
Biarlah mata Musa yang fana itu tidak melihat wajah Tuhannya dan biarlah Allah memasang hijab di antara diri-Nya dan diri hamba-Nya yang dipilih-Nya itu, namun mata hatinya telah tertuju kepada Tuhannya itu. Dia telah lebih dahulu merasakan, laksana mendalamnya perasaan seorang yang buta, karena pandangan mata tidak ada lagi, sehingga gerak-gerik, sayang atau benci, sungguh-sungguh atau senda gurau orang yang dihadapinya, lebih dirasainya daripada jika dia nyalang mata dan dapat melihat wajah orang itu.
Nabi kita Muhammad ﷺ pun ketika diberi kemuliaan oleh Allah dapat Isra' Mi'raj telah mengalami pula kehormatan yang tinggi itu, yaitu dapat bercakap langsung dengan Allah di balik hijab, tidak dengan perantaraan atau jibril. Sebab setelah lepas dari Sidratil Muntaha itu, Jibril tidak diizinkan lagi menemani Nabi. Setelah Nabi kita Muhammad ﷺ ada lagi dalam dunia ini bertanyalah seorang sahabat beliau, Abu Dzar al-Ghifari, adakah Allah memberi kesempatan kepadanya buat melihat wa-jah-Nya. Lalu Nabi kita menjawab, “Anna araha?" Bagaimana jalannya aku akan dapat me-lihat-Nya? Padahal Nur semata-mata. Dan kita pun maklumlah bahwasanya Nur atau cahaya bukanlah Allah.
Oleh sebab itu, kita terimalah dengan penuh iman, bahwasanya Nabi Musa telah diberi kelebihan oleh Allah, diajak-Nya bercakap, dengan cara yang Allah sendirilah Yang Mahatahu.
Setelah itu, Allah melanjutkan firman-Nya,
“Beberapa Rasul" yaitu selain dari rasul-rasul yang telah tersebut itu, ada lagi beberapa rasul-rasul yang telah tersebut namanya itu, ada lagi beberapa Rasul yang lain.
Ayat 165
“Dalam keadaan membawa berita kesukaan dan berita ancaman."
Di sini disebutkan tugas utama bagi rasul-rasul Allah, yaitu dua perkara. Pertama, memberi-berikan berita suka atau gembira bagi barangsiapa yang patuh dan taat kepada pimpinan Allah yang dibawakan oleh Rasul itu, yaitu kehidupan yang bahagia di dalam surga kelak di akhirat. Dan berita ancaman bagi barangsiapa yang tidak mau patuh kepada peringatan Allah.
“Supaya tidak ada bagi manusia terhadap Ailah suatu alasan pun sesudah rasul-rasul itu." Artinya dengan sebab rasul-rasul telah menyampaikan wahyu dari Allah itu, diberi pengertianlah manusia tentang siapa Tuhannya dan apa yang diridhai oleh Allah itu dan apa yang dibenci oleh Allah. Sehingga kalau mereka melanggar juga, padahal Rasul sudah datang dan pelajaran sudah disampaikan, mereka dimasukkan ke dalam neraka, tidaklah ada alasan bagi mereka lagi buat mengatakan kami tidak tahu bahwa hal ini dilarang oleh Allah.
“Dan adalah Allah Mahagagah, lagi Bijaksana."
Sifat Allah yang Aziz, yang kita artikan gagah ialah karena hukum-Nya mesti berlaku; yang jahat mendapat balasan jahat dan berbuat baikakan mendapat balasan baik pula, dengan tidak semiang pun ada penganiayaan kepada hamba-Nya. Tetapi Dia adalah Mahabijaksana. Tidaklah Allah itu ceroboh, datang-datang saja menjatuhkan suatu hukum padahal pemberitahuan belum disampaikan terlebih dahulu. Pemberitahuan yang disampaikan terlebih dahulu oleh rasul-rasul Allah adalah dari kebijaksanaan Allah.
Ayat 166
“Akan tetapi Allah menyaksikan (bahwa) yang telah Dia tununkan kepada engkau itu, adalah diturunkan-Nya akan dia dengan setahu-Nya."
Di sini Allah memulai wahyu-Nya dengan memakai akan tetapi, sebagai penegasan bantahan kepada orang yang kufur tadi, yang sampai berani menyatakan bahwa mereka tidak mau percaya kepada risalah Muhammad, kalau beliau tidak membawa sebuah kitab yang diturunkan dari langit. Di ayat-ayat di atas Allah telah menjelaskan bahwa yang diturunkan kepada Muhammad dan kepada sekalian Rasul bukanlah kitab tertulis dari langit, melainkan wahyu yang dibawa oleh malaikat, khususnya Malaikat Jibril, dibantu oleh malaikat-malaikat pengiring, sebab Jibril itu pun utama di antara sekalian malaikat. Wahyu bersifat gaib, dan malaikat yang membawanya pun gaib pula. Bukan batu bersurah atau kertas bergulung dihantarkan. Allah sendirilah yang menampilkan diri demi kemu-liaan-Nya, bahwa walaupun mereka tidak mau percaya, Allah menjadi saksi bahwa wahyu itu memang dari Dia turunnya, dan diantarkan oleh malaikat dengan setahu-Nya, dengan sepengetahuan-Nya.
“Dan malaikat-malaikat pun semuanya menyaksikan. Padahal cukuplah dengan Allah (saja) menjadi saksi"
Kesaksian dari Allah sudah cukup. Bahkan menurunkan wahyu dengan tidak memakai perantaraan malaikat pun Allah sanggup,
sebab Mahakuasa-Nya meliputi seluruh isi langit dan bumi. Tetapi untuk menjadi suri teladan bagi hamba-Nya yang lemah ini, Allah mengadakan peraturan, wahyu disampaikan dengan perantaraan Malaikat Jibril, dan beberapa malaikat yang lain pun turut menjadi duta-duta yang mulia. (Lihat ‘Abasa ayat 13; 14; 15; dan 16)
Maka bukakanlah hatimu, singkapkan segala pintu dan jendelanya dan biarkanlah cahaya hidayah Ilahi dari wahyu itu masuk ke dalamnya, niscaya kamu akan tahu kelak apa artinya wahyu-wahyu itu bagi perkembangan pribadimu, sebagai insan yang telah diangkat Allah menjadi khalifah-Nya di dalam bumi ini. ***
39. Sesungguhnya orang-orang yang telah kafir dan berpaling dari jalan Allah, maka sungguh telah sesatlah mereka, sesat yang sangat jauh.
40. Sesungguhnya orang-orang yang telah kafir dan telah menganiaya tidaklah Allah akan mengampuni mereka dan tidaklah Dia akan menunjuki mereka suatu jalan pun.
41. Kecuali jalan ke Jahannam, kekallah mereka di dalamnya, selama-lamanya. Dan adalah yang demikian itu, atas Allah sesuatu yang se-mudah-mudahnya.
42. Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul itu dengan kebenaran daripada Tuhan kamu, maka percayatah kamu! itulah yang sebaik-baiknya bagi kamu. Tetapi jika kamu tidak mau percaya, maka sesungguhnya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di semua fangit dan bumi. Dan adalah Allah itu Mahatahu, lagi Bijaksana.
Di ayat-ayat yang telah lalu sudah jelas betapa sikap kaum Yahudi itu menentang dan berpaling dari jalan Allah, sampai meminta diturunkan kitab tercatat dari langit, sampai mau percaya kepada setengah rasul dan men-dustakan yang lain, dan semuanya sudah diberi penjelasan dan penolakan, sampai diterangkan hakikat wahyu. Kalau keterangan sudah sejelas itu, masih juga membantah hanya karena mempertahankan pusaka orang tua-tua, betapalah jadinya hukuman atas mereka?
Ayat 167
“Sesungguhnya orang-orang yang lelah kafir dan berpaling dari Jalan Allah."
Sendiri tidak mau percaya, orang lain pun diajak buat tidak mau percaya, syak wasangka diperbanyak, kebencian ditebarkan, keterangan yang benar tidak mau terima, dan terus-menerus bersikap demikian,
“Maka sungguh sesatlah mereka, sesat yang sangat jauh."
Sebab telah terpesong dari jalan Allah, terseret ke jalan setan, sehingga jauhlah jarak ujungnya dengan tujuan kebenaran.
Ayat 168
“Sesungguhnya orang-orang yang telah kafir dan telah menganiaya, tidaklah Allah akan mengampuni mereka, dan tidaklah Dia akan menunjuki mereka suatu jalan pun."
Mereka telah kufur, jiwa mereka telah terpesong dari jalan Allah ke jalan setan, setelah itu mereka pun aniaya pula kepada orang lain, entah memakan riba ataupun mengambil harta orang dengan jalan yang tidak halal, maka tidaklah Allah akan memberi ampun mereka.
Kalau dalam ayat 167 dikatakan mereka telah tersesat jauh sekali, mungkin ada juga harapan buat surut pada kebenaran, namun kalau kufur telah diikuti lagi dengan aniaya, payahlah mereka akan mendapat ampunan dari Allah, terutama karena rintihan dari orang yang telah dianiaya itu, sebagaimana pernah diingatkan Rasulullah ﷺ dalam hadits yang shahih.
“Takutlah kamu akan doa orang yang dianiaya, karena sesungguhnya tidaklah ada di antaranya dengan Allah suatu dinding pun. “
Jalan tidak akan ditunjukkan lagi kepada mereka,
Ayat 169
“Kecuali jalan ke Jahannam."
Jalan meluncur turun ke dalam Jahannam adalah akibat yang wajar saja dari orang yang sejak semula memang menuju itu. Bagaimana orang yang menurun akan sampai ke atas? Dirinya telah dikelilingi oleh semak belukar dosa, dan dia memilih jalan yang curam dan gelap, tentu dalam lurahlah tiba akhirnya. Karena demikianlah sunnatullah dalam alam ini, “Kekallah mereka di dalamnya." Artinya masuklah mereka ke dalam untuk merasai adzab siksanya, “Selama-lamanya!' Yang menurut setengah ahli tafsir ialah amat lama mereka di dalam buat menderita adzab itu. Maka tidaklah penulis hendak masuk berbonceng pula tentang makna abadan itu, karena ar-Raghib al-Ishfahani ahli bahasa Arab itu menulis tentang arti abad ialah kekal sesuatu di dalam sesuatu keadaan, tidak berubah dan tidak rusak. Yang menurut keterangan setengah ahli tafsir pula, bukanlah kekal tidak ada ke-sudahan, melainkan kekal lama sekali!
Entahlah! Sedangkan tersinggung dua detik tangan kita oleh semprong lampu dinding yang panas, lagi tidak tahan kita akan sakitnya, kononlah akan kekal berlama masa dalam neraka.
“Dan adalah, yang demikian itu atas Allah, sesuatu yang semudah-mudahnya."
Memperingati kita supaya insaf agar jangan menempuh jalan yang sesat dan jangan aniaya. Sebab bagi Allah mudah saja menjatuhkan adzab dan siksa, baik di dunia apatah lagi di akhirat. Sedang enak-enak duduk dalam kelengahan, mudah saja Allah membantunkan tikar alas duduk dan kita terpelanting jatuh.
Demikianlah ancaman Allah atas manusia, bahwa kalau memilih jalan yang salah, kufur, aniaya, dan berpaling langkah, payahlah akan mendapat ampun darj Allah dan sukarlah akan ditunjuki jalan yang benar, kecuali jalan ke neraka. Sedang apabila manusia berpikir dengan tenang, tidaklah mereka suka pada hakikatnya kepada jalan yang salah, dan takutlah mereka akan masuk ke dalam neraka, apatah lagi akan kekal pula di dalamnya. Ke mana akan lari dari siksaan Allah, kalau bukan kepada Allah jua melindungkan diri. Maka dalam suasana kita merasakan perasaan yang demikian karena mendengar ancaman Allah itu, Allah pun meneruskan firman-Nya.
RASUL YANG DIJANJIKAN ITU
Ayat 170
“Wahai sekalian manusia!
Sekarang seruan Allah dihadapkan kepada seluruh manusia yang berakal, tidak pandang agama atau bangsa, bahasa atau warna kulit; “Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul itu dengan kebenaran daripada Tuhan kamu."
Di dalam ayat ini diterangkanlah kepada insan bahwa Rasul itu telah datang. Yaitu Rasul yang telah lama ditunggu. Rasul yang telah di isyaratkan Allah sejak lama di dalam kitab-kitab suci yang telah lalu.
Di ayat ini kalimat Rasul telah diberi pangkalnya dengan alif dan lam, artinya telah dima'rifahkan, sebab telah dikenangkan lebih dahulu dalam ingatan, yang di dalam ilmu bahasa (nahwu) disebut alif lam al-'ahdi. Ka-rena sudah lama disebut-sebut dan sudah lama ditunggu-tunggu.
Di dalam Kitab Ulangan Fasal 18; 15, Tuhan telah mewahyukan kepada Musa tentang akan datangnya Nabi itu.
Bahwa seorang Nabi dari tengah-tengah kamu, dari antara segala saudaramu, dan yang seperti aku ini, yaitu akan dijadikan oleh Allah bagi kamu, maka akan dia patutlah kamu dengar.
Maksud ayat bahwa Nabi itu akan datang di tengah-tengah kamu, ialah di tengah-tengah keturunan Ibrahim. Dan di antara segala saudaramu ialah saudara sepupu Bani Israil, keturunan Ishaq, yaitu Bani Isma'il. Yang dimaksud dengan kata seperti aku ini ialah seperti Musa, yaitu sama-sama lahir dengan ibu dan bapak, sama-sama datang melawan kezaliman dan mengajarkan tauhid, dan sama-sama berjuang dan berperang.
Orang Kristen menafsirkan ayat ini bahwa yang dimaksud dengan nabi itu ialah al-Masih. Tetapi dalam ayat itu sendiri nyata dan jelas, bahwa yang dimaksud oleh Musa, nabi yang serupa keadaannya dengan Musa. Bagaimana pun kita mempertimbangkannya, namun Musa dan Muhammad, jauh lebih serupa keadaannya daripada Musa dan Isa.
Apalah lagi di dalam Injil karangan Yahya, Pasal 1 ayat 19—21, sudah jelas benar bahwa Nabi itu lain orangnya dan Kristus lain pula orangnya, ini diterangkan dalam tanya jawab di antara Yahya Pembaptis dengan imam-imam Yahudi sendiri,
19. “Maka inilah kesaksian Yahya itu, tatkala orang Yahudi menyuruhkan beberapa imam dan orang-orang Lewi dari Jerusalem akan bertanya kepadanya demikian; “Siapakah engkau?"
20. “Maka mengakulah ia, dan tiada ia ber-sangkal; maka mengakulah ia demikian: “Aku ini bukanlah Kristus itu."
21. “Maka bertanyalah mereka itu kepadanya, ‘Kalau begitu siapakah engkau? Engkaukah Eliyas?' Maka katanya, ‘Bukan.' ‘Engkaukah Nabi itu?' Maka jawabnya, ‘Bukan!'“
Bagaimanapun dialihkan, namun dalam pikiran orang Yahudi sejak zaman lampau, adalah tiga orang mulia yang ditunggu kedatangannya. Pertama Kristus. Yang dalam bahasa Arab disebut al-Masih. Kedua, Nabi Eliyas, yang menurut kepercayaan Yahudi naik ke langit dan akan turun lagi. Ketiga ialah Nabi itu. Orang Yahudi bertanya apakah Yahya salah seorang dari orang bertiga itu? Yahya menjawab bahwa ketiganya bukan!
Oleh sebab itu, kalau sekiranya bukanlah karena dogma Kristen telah diatur buat mendustakan Nabi Muhammad, mereka tentu akan mengakui bahwa Nabi itu lain orangnya, dan Kristus lain pula orangnya. Dan kalau dengan demikian, janji Allah kepada Musa di Horeb tentang akan datangnya Nabi itu, bukanlah Yesus yang dimaksud, tetapi nabi lain.
Sebab yang dimaksud dengan Yesus ialah al-Masih! Bukan Nabi itu.
Dan orang Yahudi sampai sekarang ini masih saja menunggu kedatangan Mesias, atau al-Masih. Meskipun al-Masih Isa telah lampau dan Nabi itu pun telah lampau, yaitu Nabi Muhammad ﷺ.
Orang pun bisa berlindung di balik daun lalang sehelai buat mengelakkan ayat-ayat ini dari Nabi Muhammad saw, karena yang tersebut di dalam Kitab Ulangan Pasal 18 itu dan yang dituliskan oleh Yahya (Yohannes) dalam Injilnya tentang jawaban Nabi Yahya Pembaptis bukan Rasul itu melainkan Nabi itu. Kalau orang hendak mengelak juga dalam soal ini, nyatalah dia mengelak dari kebenaran, bahwasanya seorang Rasul (utusan Allah), dengan sendirinya ialah seorang Nabi. Karena arti nabi ialah orang yang beroleh nubuwwat dari Allah.
Maka di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini diserulah manusia supaya percaya kepada Muhammad, karena dialah Rasul itu, atau Nabi yang telah dibicarakan oleh Kitab yang dahulu itu, yang ada dalam tangan orang Yahudi, yang tidak sempat buat ditahrifkan (diubah-ubah salinannya setelah dia dinukilkan dalam satu naskah ke naskah lain, atau satu bahasa ke bahasa lain) Maka Rasul itu sekarang telah datang membawa kebenaran dari Allah. Sebab itu, “Maka percayatah kamu."
Artinya lebih baiklah kamu percaya saja. Sebab kebenaran dari Allah yang dibawa oleh Rasul itu, tidaklah dapat dibantah lagi. Setengah pokok kebenaran yang dibawanya itu ialah bahwa dia tidak memungkiri kerasulan dari nabi-nabi dan rasul-rasul yang dahulu darinya. Dia mengakui Nabi sejak Nuh sampai Ibrahim, sejak Musa sampai Isa, sejak Dawud sampai Sulaiman, sejak Zakaria sampai Yahya.
Yang tidak diakuinya ialah usaha kamu menuhankan manusia, mengatakan Yesus Kristus ialah Allah sendiri yang menjelma ke dunia jadi anak. Itu adalah tidak benar. Tidak ada seorang pun di antara nabi-nabi itu yang berkata demikian. Itu barulah setelah ajaran asli al-Masih diselewengkan oleh orang yang datang kemudian.
Lalu Allah berfirman lagi, “Itulah yang sebaik-baiknya bagi kamu." Yaitu mempercayai kedatangan Rasul itu. Hilanglah rasa benci atau dengki. Orang Yahudi menolak kedatangan Rasul itu, walaupun tidak dapat mereka bantah kebenaran yang dia bawa, ialah karena dengki, mengapa tidak Bani Israil. Sedang orang Nasrani, sampai kepada zaman kita ini, menyusun segala kekuatan yang tidak putus-putusnya, dengan nama ilmiah hendak mendustakan Nabi Muhammad ﷺ. Dengan mengadakan gerakan Orientalis dan mengadakan Misi dan Zending yang hanya ditumpahkan tenagarya buat mengkristenkan pemeluk Islam sendiri. Kadang-kadang dengan paksaan, kadang-kadang dengan kekerasan, sampai diadakan inquisisi dalam kalangan Katolik buat menyapu habis segala orang yang masih memegang kepercayaan tauhid ajaran Muhammad ﷺ. Sehingga tidak lagi alasan yang ditegakkan melainkan penipuan atau pemerasan.
Maka Allah berfirman selanjutnya, “Tetapi jika kamu tidak mau percaya, maka sesungguhnya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di semua langit dan bumi."
Kebenaran adalah salah satu dari nama Allah (al-Haq) Kebenaran itu meliputi langit dan bumi. Seruan dari kebenaran itulah yang dibawa oleh Rasul itu. Kamu boleh berbuat segala macam usaha, baik jujur maupun tidak, untuk menghambat kebenaran itu, namun usahamu itu akan digagalkan oleh Allah. Usia alam yang dijadikan Allah ini jauh lebih panjang daripada usahamu. Beratus kali orang Nasrani membuat daya upaya untuk memadamkan ca-haya Allah itu. Sedangkan cahaya matahari lagi tidak dapat diembus dengan mulut, apatah lagi cahaya Ilahi.
Di zaman dahulu pernah dibuat cerita, bahwa Nabi Muhammad itu adalah penyembah berhala. Dan di dalam Ka'bah itu adalah sebuah berhala bernama Tarfagart, dan ada juga bernama Mahound, yang dalam bahasa Jerman Kuno berarti anjing. Kemudian ternyatalah bahwa itu hanya fitnah belaka. Tanah Palestina pernah diperangi dengan nama Perang Salib. Namun setelah berkecamuk perang selama hampir 200 tahun, Islam tidak juga dapat dipatahkan. Mungkin dia lemah di satu tempat, namun dia kuat kembali di tempat lain. Dimusnahkan di Andalusia Spanyol, dia tumbuh di Andalas Sumatera.14
Sampai kepada saat sekarang ini, Perang Salib model Baru dilanjutkan untuk menghambat kebenaran bahwa Allah Esa tidak beranak dan tidak diperanakkan, sebagaimana yang diajarkan Muhammad, namun kemajuan ilmu pengetahuan bertambah jelas menunjukkan ajaran ketuhanan menurut hasil penyelidikan ilmiah. Terutama setelah didapat tenaga atom, bahwa ketuhanan menurut ajaran Islamlah yang lebih cocok dengan hasil penyelidikan pengetahuan itu, bukan Tuhan beranak, atau Tuhan berupa manusia sebagaimana ajaran Kristen.
Demikian juga orang Yahudi. Bermaksud hendak menaklukkan seluruh dunia dengan uang. Merebut Palestina dari tangan orang Islam, bermaksud hendak terus menaklukkan Mekah dan Madinah sesudah menaklukkan Baitul Maqdis. Taruhlah maksud mereka berhasil sementara waktu, terutama setelah Yahudi dan Kristen yang sangat bertentangan kepercayaan mereka terhadap Nabi fsa; Yahudi mengatakan Nabi Isa anak tidak sah, Kristen mengatakan Nabi Isa Anak Allah, namun mereka bersatu menghadapi Islam. Taruhlah maksud mereka berhasil sementara waktu, namun kebenaran Ilahi tidaklah akan dapat mereka patahkan; mungkin dendam mereka dapat mereka tumpah ruahkan kepada umat yang membela Islam sementara waktu, namun kebenaran itu akan memancar dalam negeri mereka sendiri.
Apakah sebabnya? Sebabnya dijelaskan oleh lanjutan ayat,
“Dan adalah Allah itu Mahatahu, lagi Bijaksana."
Allah yang Tunggal, yang Esa, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, adalah Mahatahu dari segala yang tahu. Rahasia alam ini akan selalu terbuka, yang tadinya tidak diketahui akan diketahui. Orang akan sanggup membanding kebenaran, mana yang asli dan mana yang saduran. Maka dengan Bijaksana-
Lihat keterangan Sir Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam.
Nya, Allah akan menjelaskan kebenaran itu. Yaitu kebenaran yang telah dinyatakan oleh Rasul itu. Kebenaran tauhid.