Ayat
Terjemahan Per Kata
وَرَفَعۡنَا
dan Kami angkat
فَوۡقَهُمُ
atas mereka
ٱلطُّورَ
bukit Tursina
بِمِيثَٰقِهِمۡ
dengan perjanjian mereka
وَقُلۡنَا
dan Kami katakan
لَهُمُ
kepada mereka
ٱدۡخُلُواْ
masuklah
ٱلۡبَابَ
pintu/gerbang
سُجَّدٗا
bersujud
وَقُلۡنَا
dan Kami katakan
لَهُمۡ
kepada mereka
لَا
jangan
تَعۡدُواْ
kamu melanggar
فِي
dalam/tentang
ٱلسَّبۡتِ
hari Sabtu
وَأَخَذۡنَا
dan Kami telah mengambil
مِنۡهُم
dari mereka
مِّيثَٰقًا
perjanjian
غَلِيظٗا
kokoh
وَرَفَعۡنَا
dan Kami angkat
فَوۡقَهُمُ
atas mereka
ٱلطُّورَ
bukit Tursina
بِمِيثَٰقِهِمۡ
dengan perjanjian mereka
وَقُلۡنَا
dan Kami katakan
لَهُمُ
kepada mereka
ٱدۡخُلُواْ
masuklah
ٱلۡبَابَ
pintu/gerbang
سُجَّدٗا
bersujud
وَقُلۡنَا
dan Kami katakan
لَهُمۡ
kepada mereka
لَا
jangan
تَعۡدُواْ
kamu melanggar
فِي
dalam/tentang
ٱلسَّبۡتِ
hari Sabtu
وَأَخَذۡنَا
dan Kami telah mengambil
مِنۡهُم
dari mereka
مِّيثَٰقًا
perjanjian
غَلِيظٗا
kokoh
Terjemahan
Kami pun telah mengangkat gunung (Sinai) di atas mereka untuk (menguatkan) perjanjian mereka. Kami perintahkan kepada mereka, “Masukilah pintu gerbang (Baitulmaqdis) itu sambil bersujud”. Kami perintahkan pula kepada mereka, “Janganlah melanggar (peraturan) pada hari Sabat.” Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kukuh.
Tafsir
(Dan Kami angkat ke atas kepada mereka Thur) nama sebuah bukit (disebabkan perjanjian dengan mereka) maksudnya hendak mengadakan perjanjian agar mereka takut dan bersedia menerimanya (dan kata Kami kepada mereka) sementara bukit itu dinaungkan kepada mereka ("Masukilah pintu gerbang itu) maksudnya pintu gerbang kampung atau negeri (sambil bersujud") yang menunjukkan ketundukkan (dan Kami wahyukan kepada mereka, "Janganlah kamu melanggar perintah) menurut suatu qiraat dibaca ta`adduu dengan diidgamkan ta aslinya pada dal yang menjadi ta`taduu; artinya melanggar perintah (pada hari Sabtu") dengan menangkap ikan padanya (dan Kami telah menerima perjanjian erat dari mereka) mengenai hal itu tetapi mereka melanggarnya.
Tafsir Surat An-Nisa': 153-154
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih dahsyat dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, namun Kami maafkan mereka atas yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud," dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka, "Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu," dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.
Ayat 153
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, As-Suddi, dan Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi pernah meminta kepada Rasulullah ﷺ agar beliau menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit, sebagaimana kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa dalam keadaan tertulis.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka meminta agar diturunkan lembaran-lembaran dari Allah yang tertulis, ditujukan kepada si Fulan dan si Fulan, untuk membuktikan kebenaran apa yang didatangkan oleh Nabi ﷺ kepada mereka.
Hal ini mereka ajukan hanyalah semata-mata sebagai penghinaan, keingkaran, kekufuran, dan kemurtadan mereka kepadanya. Perihalnya sama dengan apa yang pernah diminta oleh orang-orang kaflr Quraisy sebelum mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan mereka berkata, ‘Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami’." (Al-Isra: 90) hingga akhir ayat berikutnya. Karena itulah dalam surat ini Allah ﷻ menyebutkan melalui firman-Nya: “Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih dahsyat dari itu. Mereka berkata, ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata’. Maka mereka disambar petir karena kezalimannya." (An-Nisa: 153) Disebabkan kezaliman mereka dan perbuatan mereka yang kelewat batas, juga karena keangkuhan dan keingkaran mereka.
Apa yang disebut di dalam surat An-Nisa ini dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, ‘Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.’ Karena itu kalian disambar halilintar, sedangkan kalian menyaksikannya. Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah: 55-56)
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan mereka menyembah anak sapi sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata.” (An-Nisa: 153)
Yaitu sesudah mereka melihat mukjizat-mukjizat yang jelas dan bukti-bukti yang akurat melalui tangan Nabi Musa a.s. di negeri Mesir, kebinasaan musuh-musuh mereka (yaitu Firaun), dan ditenggelamkannya semua bala tentaranya ke dalam laut.
Tetapi tidak lama kemudian setelah berjalan bersama Nabi Musa dan mereka berjumpa dengan suatu kaum yang sedang menyembah berhala-berhalanya, maka dengan serta merta mereka berkata kepada Nabi Musa a.s. Ucapan mereka itu disitir oleh firman-Nya: “Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Al-A'raf: 138), hingga dua ayat berikutnya. Kemudian Allah ﷻ menceritakan kisah mereka mengambil anak sapi sebagai sesembahan mereka secara panjang lebar dalam surat Al-A'raf, juga dalam surat Thaha; hal itu terjadi setelah Nabi Musa a.s. berangkat (ke Bukit Tursina) untuk bermunajat kepada Allah ﷻ. Kemudian ketika ia kembali pulang, terjadilah apa yang telah terjadi, dan Allah menerima tobat orang yang melakukan penyembahan itu dan yang membuatnya (anak sapi itu) dengan syarat orang yang tidak ikut menyembah membunuh orang yang menyembahnya (anak sapi itu). Sehingga akhirnya sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain, setelah itu Allah ﷻ menghidupkan mereka kembali. Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Lalu Kami maafkan mereka atas yang demikian itu. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.” (An-Nisa: 153)
Ayat 154
Kemudian Allah ﷻ berfirman pula: Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka.” (An-Nisa: 154) Itu terjadi ketika mereka menolak untuk tetap berpegang kepada hukum-hukum Taurat, dan tampak dari mereka sikap membangkang terhadap apa yang didatangkan oleh Nabi Musa a.s. kepada mereka. Maka Allah ﷻ mengangkat di atas kepala mereka sebuah bukit untuk memaksa mereka. Kemudian mereka diperintahkan agar tetap berpegang teguh kepada kitab Taurat, akhirnya mereka menyanggupinya dan bersujud seraya memandang ke atas kepala mereka karena khawatir bila bukit tersebut jatuh menimpa diri mereka. Hal ini disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka, seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), ‘Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian’." (Al-A'raf: 171) hingga akhir ayat.
Firman Allah ﷻ: “Dan Kami perintahkan kepada mereka, ‘Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud’." (An-Nisa: 154) Akan tetapi, mereka melanggar semua yang diperintahkan kepada mereka, baik secara ucapan maupun perbuatan. Karena sesungguhnya mereka diperintahkan agar memasuki pintu Baitul Maqdis seraya bersujud dan mengucapkan doa hittah yang artinya "Ya Allah, hapuskanlah dari diri kami dosa-dosa kami" karena kami tidak mau berjihad dan membangkang, tidak melakukannya, yang menyebabkan kami tersesat di padang sahara selama empat puluh tahun. Ternyata mereka memasukinya seraya merangkak dengan pantat mereka, dan ucapannya mereka ganti menjadi hintah fi sya'rah.
“Dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka, ‘Janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”." (An-Nisa: 154)
Maksudnya Kami perintahkan mereka untuk memelihara kesucian hari Sabtu dan berpegang teguh menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah atas mereka, selagi hal tersebut disyariatkan bagi mereka.
“Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.” (An-Nisa: 154)
Yaitu perjanjian yang berat. Tetapi mereka melanggarnya dan berbuat durhaka serta menggunakan tipu muslihat (hailah) untuk melakukan hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ. Seperti yang disebutkan kisahnya dalam surat Al-A'raf secara panjang lebar, yaitu pada firman-Nya: “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terlelak di dekat laut.” (Al-A'raf: 163) hingga beberapa ayat berikutnya. Dalam surat Al-Isra nanti akan disebutkan sebuah hadits yang diceritakan oleh Safwan ibnu Assal, yaitu pada tafsir firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata.” (Al-Isra: 101) Di dalam hadits tersebut antara lain disebutkan, "Dan khusus bagi kalian, orang-orang Yahudi, janganlah kalian melanggar peraturan mengenai hari Sabtu.”
Dan Kami angkat gunung, yaitu gunung Sinai, sehingga tampak seperti awan di atas kepala mereka untuk menguatkan agar mereka menepati perjanjian mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka, Masukilah pintu gerbang Baitulmakdis itu sambil bersujud, dan Kami perintahkan pula kepada mereka, Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabat, yaitu menjadikan hari Sabat untuk beribadah kepada Allah dan tidak memancing pada hari itu. Akan tetapi, mereka mengabaikan perintah itu. Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kukuh, yaitu perjanjian bahwa mereka akan menaati hukum Allah yang termaktub di dalam kitab TauratMaka Kami hukum mereka karena mereka melanggar perjanjian itu, yaitu mereka mengabaikan perintah Allah yang termaktub di dalam kitab Taurat, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah yang disampaikan oleh para utusan Allah, serta karena mereka telah membunuh nabi-nabi tanpa hak, tanpa alasan yang benar. Mereka membunuh Nabi Zakaria, Nabi Yahya dan lain-lainnya. Dan karena mereka mengatakan, Hati kami tertutup. Maksudnya hati mereka ditutup oleh Allah, sehingga mereka merasa tidak berdosa disebabkan perbuatan itu. Ucapan yang demikian itu hanya dijadikan alasan oleh mereka. Sebenarnya, Allah telah mengunci hati mereka karena kekafirannya, karena itu hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman kepada Allah dan kepada para rasul-Nya tanpa membedakan rasul yang satu dengan lainnya.
Ayat ini mengungkapkan keburukan perbuatan orang-orang Yahudi, yaitu ketika mereka telah mengingkari perjanjian dengan Allah agar patuh mengamalkan kitab Taurat, maka Allah mengangkat Gunung Sinai ke atas mereka sehingga kelihatan seperti awan hitam yang akan menimpa diri mereka. Semula mereka enggan menerima perjanjian itu dengan sepenuh hati. Kemudian Allah memerintahkan pula kepada mereka untuk memasuki pintu gerbang Baitulmakdis, sambil menundukkan kepala dan merendahkan diri sebagai rasa syukur akan nikmat pemberian Allah, serta memohon ampunan atas segala kesalahan mereka pada masa yang lampau.
Kemudian Allah memerintahkan pula kepada mereka supaya jangan melanggar peraturan mengenai hari Sabat seperti larangan menangkap ikan dan sebagainya. Larangan itu mereka langgar, sehingga mereka pada hari Sabat ramai-ramai pergi menangkap ikan dan tidak mau masuk Baitulmakdis. Akibat perbuatan buruk mereka itu, Allah menurunkan siksaan pada mereka seperti dalam firman Allah:
Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina!" (al-Baqarah/2:65).
Mereka melakukan helah untuk memasang perangkap pada hari Jumat, dan mengambilnya pada hari Minggu. Allah telah mengambil perjanjian dari mereka, yaitu akan mengamalkan isi kitab Taurat dengan bersungguh-sungguh dan menegakkan hukum-hukum Allah dan tidak akan melanggarnya sedikit pun, dan tidak akan menyembunyikan berita tentang kedatangan Nabi Isa dan Nabi Muhammad ﷺ Jika setelah itu mereka masih melanggar janji, Allah akan menurunkan kepada mereka siksaan yang lebih hebat lagi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kembali mengenai orang-orang yang kafir! Pada ayat ini diterangkanlah tentang macam orang yang kafir,
Ayat 150
“Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan mereka hendak memisah-misah di antara Allah dan rasul-rasul-Nya, seraya mereka berkata, 'Kami percayai yang setengah dan kami kufur dengan yang setengahnya lagi.'"
Di sini kita diberi keterangan tentang macamnya orang yang kafir. Pertama, tidak mau percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yakni tidak percaya kepada Allah, kepada Rasul, tegasnya, kepada seluruh apa saja yang bernama agama. Ini adalah kafir dalam ukuran amat besar. Kedua, mereka yang hendak memisah-misahkan di antara Allah dengan rasul-rasul-Nya. Yaitu orang yang dengan mempergunakan akalnya sendiri mendapat ke-yakinan bahwa Allah itu memang ada. Tetapi mereka tidak mau percaya kepada wahyu, tidak percaya kepada sekalian Rasul, pendeknya tidak percaya kepada sekalian agama.
Inilah kepercayaan kepada Allah secara filsafat, yang banyak bertemu di benua Eropa. Inilah paham yang disebut orang Rasionalisme atau Deisme. Yang mengalir dari sebagian filsafat Yunani yang mereka namai paham Spiritualisme (serbanyawa) Ajaran Aristoteles pada pokoknya percaya ada Allah, yang dinamai “Penggerak yang tiada bergerak". Di akhir abad kedelapan belas, terkenallah Voltaire sebagai pelopor dari paham Rasionalisme ini. Paham ini pun masih kufur sebab belum percaya kepada rasul-rasul Allah. Kemudian itu ialah kufur yang ketiga. Yaitu hanya mempercayai yang setengah dan tidak mau percaya kepada yang setengah. Mereka telah membikin satu golongan sendiri dan menetapkan pegangan pada itu,-dengan menutup pintu buat menyelidiki segala kebe-naran, Orang Yahudi hanya percaya kepada Nabi Musa. Tidak percaya kepada Isa al-Masih dan Muhammad ﷺ. Orang Nasrani hanya percaya kepada Isa dan menuduh Nabi Muhammad ﷺ hanya seorang nabi palsu. “Dan mereka pun ingin hendak mengambil satu jalan di antara yang demikian itu," yaitu di antara percaya penuh kepada sekalian rasul, dengan percaya yang setengah-setengah.
Ayat 151
“Itulah orang-orang yang sebenar-benarnya kafir."
Arti kafir ialah menolak, menampik, dan tidak mau menerima kebenaran. Orang Yahudi sampai menuduh bahwa Isa al-Masih adalah anak di luar nikah, padahal kalau mereka kembali kepada kebenaran, bukanlah perkara
yang mustahil bahwa Allah melahirkan seorang manusia ke dunia dengan tidak memakai perantaraan yang biasa. Padahal mereka mengakui percaya kepada Allah, dan mereka mempercayai bahwa dengan kuasa Allah laut-an pun bisa terbelah dua buat mereka menyeberang. Mereka pun tidak mau mempercayai Muhammad sebagai Rasul, yang tersebab iri hati karena ada pula rasul yang bukan dari Bani Israil. Orang-orang Nasrani pun menolak kerasulan Muhammad, padahal Nabi Isa sendiri telah memberikan kabar selamat bahwa di belakang dia akan datang lagi seorang rasul. Malahan mengatakan bahwa lebih baik aku pergi, supaya Parclit atau penghibur itu datang untuk menggenapkan seruanku.
Terpaksa mereka cari tafsir yang lain bagi perkataan itu, untuk mengelakkannya dari Muhammad. Bahkan mereka buat lagi suatu kepercayaan yang berubah sama sekali dasar pokok ajaran Allah yang dibawa oleh sekalian Rasul Allah, dengan mengatakan bahwa Isa al-Masih adalah Allah sendiri yang datang menjelma menjadi anak Allah, dan mereka tolak sama sekali kebenaran yang dibawa Muhammad tentang tauhid, bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.
“Dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang kafir itu adzab yang menghina."
Kafir atau kufur artinya—sebagaimana kita katakan tadi—ialah menolak kebenaran atau menyelewengkan kebenaran. Tidak mau mempedulikannya, niscaya adzab Allah-lah yang akan mereka terima. Oleh sebab itu, jalan satu-satunya buat terelak hanyalah selalu membuka mata dan hati, menilai segenap kebenaran, jangan membatas diri dalam lingkungan yang sempit. Hal ini dijelaskan oleh ayat berikut.
Ayat 152
“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, seiaya tidak mereka memisah-misahkan di antara seorang pun daripada mereka itu, akan diberikan kepada mereka ganjaran mereka “
Inilah agama yang benar! Yaitu bahwa Allah itu memang ada, dan Dia adalah Esa, tidak beranak dan tidak diberanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai Dia dan umat manusia adalah umat yang satu.
Sebagai bukti dari Rahman dan Rahim, kasih dan sayang Allah kepada manusia itu. Maka Allah mengurus rasul-rasul-Nya, sejak Adam atau sejak Nuh a.s. sampai kepada yang lain-lain, sebagai Ibrahim, Musa, Isa al-Masih dan penghabisan sekali Muhammad ﷺ. Maksud kedatangan sekalian rasul itu pun hanya satu, yaitu memperkenalkan Allah Yang Maha Esa kepada manusia, supaya manusia itu keluar dari gelap gulita kejahilan kepada terang benderang pengetahuan. Sebab itu agama pun hanya satu, yaitu mengajak manusia berserah diri kepada Allah. Syari'at bisa berubah, tetapi pokok aqidah tidak berubah.
Rasul-rasul Allah itu, baik yang tersebut namanya dalam Al-Qur'an maupun yang tidak tersebut, semuanya dipandang sama, tidak ada yang dipandang sebagai Allah lalu disembah dan tidak ada yang dipandang sebagai anak di luar nikah (Na'udzubillah) lalu diburuk-buruk-kan, bahkan diusahakan hendak membunuh. Karena kedua sikap itu nyatalah sudah jauh dari kebenaran.
Di Eropa memang sudah ada golongan yang mencari Tuhan dengan semata-mata mempergunakan akal. Sebagaimana yang tadi telah kita terangkan. Tetapi mungkin karena pengaruh keadaan, mereka menyangka bahwa yang agama itu ialah kekuasaan yang mutlak bagi kaum Gereja, sehingga tidak dipandang sah ada suatu pendapat tentang Tuhan, yang berbeda dari ketentuan kaum agama. Apatah lagi pengaruh kebencian turun-temurun yang dipusakakan dari zaman Perang Salib, mereka menyangka bahwa Islam pun ulama mempunyai kekuasaan mutlak sebagaimana kaum pendeta itu pula.
Sebab itu di dalam mengakui ada Tuhan mereka menolak segala agama. Padahal mungkin, kalau mereka berjalan terus, terlepas dan rasa benci dan apa yang dinamai apriori akan sampailah mereka kepada kesimpulan bahwa sesudah mempercayai adanya Zat Yang Mahakuasa, dipercayai pula kedudukan rasul-rasul Allah sebagai penerima wahyu, sebagai guru dan juru selamat manusia, dan tidak memilih-milih. Kalau mereka telah sampai ke sana, selangkah lagi tibalah mereka kepada yang dimaksud dengan menjalankan syari'at.
Dan itulah Islam!
Kian lama kian bebaslah manusia berpikir dan kian tinggilah hasil pendapat ilmu pengetahuan modern. Tetapi dalam soal-soal keruhanian agak lamban jalannya manusia menuju kebenaran, meskipun tidak boleh di-katakan mundur sama sekali. Itulah sebabnya agaknya George Bernard Shaw, pengarang Irlandia inggris yang terkenal itu, mengatakan bahwa sebelum habis abad kedua puluh ini, Eropa akan menerima Islam. Tentu saja yang beliau maksudkan ialah Islam dengan arti penyerahan diri kepada Allah dan tidak membeda-bedakan anggapan terhadap sekalian rasul Allah.
Sudah terlalu terpesona manusia oleh alam kebendaan dan sudah banyak rahasia alam yang terbuka. Laut berapa pun dalamnya telah dapat diselami, ruang angkasa sekadar yang dapat diarungi telah diarungi, tetapi akhirnya manusia pun akan meneruskan revolusinya karena jiwanya merasa kehausan. Jiwa itu hendak berhubungan langsung dengan Maha Pencipta, Yang Esa, yang tidak mungkin bersekutu yang lain dengan Dia, yang tidak mungkin beranak atau diperanakkan. Manusia hendak mencari guru untuk penunjuk jalan. Itulah rasul-rasul.
Arthur Koestsler seorang yang terlanjur menuruti paham Materialisme Marxisme sampai tidak percaya sama sekali kepada Tuhan, akhirnya kembali, karena jiwanya berontak, jiwanya berevolusi mencari al-Haq. Akhirnya dia berkata, “Khutbah Nabi Isa di gunung adalah pengobat jiwa untuk mencapai kemesraannya." Demikian juga Svetlana, anak perempuan Stalin, yang sejak lahir ke dunia telah dididik oleh ayahnya supaya melepaskan diri dari percaya kepada Tuhan dan hanya mempercayai benda belaka. Ditinggalkannya tanah airnya setelah ayahnya mati, dia mencari suaka politik ke Amerika karena ingin beragama. Ingin mencari kembali kepercayaan kepada Tuhan.
Kita orang-orang yang telah mengakui pemeluk agama Islam sendiri pun sudah sewajarnya jika kita memeriksa kembali dalam jiwa kita, sudahkah kita mencapai suasana penyerahan diri yang sejati kepada Allah, me-nerima kebenaran sekalian rasul Allah, dengan tidak memisah-misahkan, membuka dada buat menerima sekalian seruan mereka dan menolak segala paham yang akan mempersekutukan yang lain dengan Allah, Pencipta tertinggi itu. Bahkan ajaran materialisme yang memungkiri adanya Allah itu, pada hakikatnya menukar Tuhannya dan men-dewakan sesama manusia, yaitu pemimpin-peminpin yang mereka agungkan,
Kalau kita sudah sampai dalam suasana ini, barulah kita benar-benar orang Islam. Kalau belum, kita barulah satu golongan yang memakai nama Islam, tetapi belum bertemu dengan hakikat ajarannya.
Maka di penutup ayat, Allah berfirman,
“Dan adalah Allah itu Pengampun, lagi Penyayang"
Artinya, jika selama ini kita masih meraba-raba mencari kebenaran, walaupun tersesat kepada jalan yang salah, akan diampunilah oleh Allah apabila kita telah kembali kepada hakikat agama yang satu, Allah yang satu dan kesatuan sekalian Rasul Allah. Kesalahan orang Yahudi yang berpilih kasih terhadap rasul-rasul dan kesalahan orang-orang Nasrani yang menuhankan seorang Rasul dan menghinakan yang lain, bahkan kesalahan orang yang mengakui dirinya Islam, tetapi masih jauh selama ini dari hakikat ajaran itu, pun akan diampuni oleh Allah. Allah pun Penyayang. Dia akan memberi petunjuk kepada manusia di dalam menuju jalan itu karena memang itulah yang amat dihajatkan oleh manusia di zaman ini. Dia telah menjadi buah kenangan dari ahli-ahli pikir dunia yang besar, di antaranya sebagaimana yang pernah diutarakan oleh H.G. Wells, pengarang Inggris, tentang terciptanya satu agama kesatuan. Agama itu telah ada, cuma hidayah Allah-lah yang kita tunggu buat dunia mencapainya.
Salah satu syarat mutlak untuk mempercepat tercapainya cita yang demikian ialah apabila kita yang telah diberi kemuliaan oleh Allah memakai nama Islam, benar-benar dapat menjalankan sebagaimana yang dikehendaki-Nya.