Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
هُمُ
mereka
ٱلۡكَٰفِرُونَ
orang-orang kafir
حَقّٗاۚ
sebenar-benarnya
وَأَعۡتَدۡنَا
dan Kami menyediakan
لِلۡكَٰفِرِينَ
untuk orang-orang kafir
عَذَابٗا
siksa
مُّهِينٗا
menghinakan
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
هُمُ
mereka
ٱلۡكَٰفِرُونَ
orang-orang kafir
حَقّٗاۚ
sebenar-benarnya
وَأَعۡتَدۡنَا
dan Kami menyediakan
لِلۡكَٰفِرِينَ
untuk orang-orang kafir
عَذَابٗا
siksa
مُّهِينٗا
menghinakan
Terjemahan
merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan.
Tafsir
(Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya) haqqan adalah mashdar yang memperkuat isi kalimat sebelumnya (dan telah Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan) artinya azab neraka.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), maka mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu azab yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahala. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir:
Allah ﷻ mengecam tindakan orang-orang yang kafir kepada-Nya dan kepada rasul-rasul-Nya dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena mereka dalam imannya membeda-bedakan antara iman kepada Allah dan iman kepada rasul-rasul-Nya. Mereka beriman kepada sebagian para nabi dan mengingkari sebagian yang lainnya, hanya berdasarkan selera dan tradisi serta apa yang mereka jumpai dari nenek moyang mereka semata, sama sekali tidak berdasarkan kepada dalil yang melandasi keyakinan mereka.
Sebenarnya tidak ada jalan bagi mereka untuk melakukan itu, yang mendorong mereka berbuat hal tersebut hanyalah semata-mata karena dorongan hawa nafsu dan fanatisme. Orang-orang Yahudi - semoga laknat Allah menimpa mereka - beriman kepada semua nabi, kecuali Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad ﷺ. Orang-orang Nasrani beriman kepada semua nabi, tetapi mereka ingkar kepada pemungkas para nabi dan yang paling mulia di antara mereka, yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Orang-orang Samiri (suatu sekte dari Yahudi) tidak beriman kepada seorang nabi pun sesudah Yusya', pengganti (khalifah) Nabi Musa ibnu Imran. Orang-orang Majusi menurut suatu pendapat pada mulanya beriman kepada seorang nabi mereka yang dikenal dengan nama Zaradesy (Zoroaster), kemudian mereka kafir kepada syariatnya, maka nabi mereka diangkat oleh Allah dari kalangan mereka.
Makna yang dimaksud ialah 'barang siapa yang kafir kepada seorang dari kalangan para nabi, berarti ia kafir kepada semua nabi.' Karena sesungguhnya diwajibkan bagi kita beriman kepada setiap nabi yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Barang siapa yang mengingkari kenabiannya karena dengki atau fanatisme atau kecenderungan belaka, berarti jelas imannya kepada nabi yang ia percayai bukanlah berdasarkan iman yang diakui oleh syariat, melainkan hanya semata-mata karena maksud tertentu, hawa nafsu, dan fanatisme. Karena itulah disebutkan oleh Allah dalam ayat ini melalui firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.” (An-Nisa: 150)
Allah menyebut mereka dengan nama orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.
“Dan bermaksud membeda-bedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya.” (An-Nisa: 150)
Yakni dalam hal iman.
“Dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu), mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman dan kafir).” (An-Nisa: 150)
Artinya, mereka hendak membuat jalan tersendiri antara iman dan kafir.
Ayat 151
Kemudian Allah ﷻ memberitahukan perihal mereka melalui firman-Nya: “Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya.” (An-Nisa: 151) Kekufuran mereka terbukti dan tiada alasan untuk dikatakan beriman bagi seseorang yang berkeyakinan demikian, sebab iman seperti itu bukanlah iman yang diakui oleh syariat.
Karena seandainya mereka benar-benar beriman kepada seorang rasul karena diutus oleh Allah, pastilah mereka beriman pula kepada rasul lainnya, terlebih lagi imannya kepada rasul yang lebih jelas dalilnya dan lebih kuat buktinya daripada rasul yang diimaninya. Atau setidaknya ia mempertimbangkan dengan pertimbangan yang sesungguhnya mengenai kenabiannya.
Mengenai firman-Nya: “Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu azab yang menghinakan.” (An-Nisa: 151) Sebagaimana mereka menghina rasul yang mereka ingkari, adakalanya karena mereka tidak mau memandang sebelah mata pun kepada apa yang disampaikannya dari Allah dan berpaling darinya, serta kesukaan mereka dalam menghimpun perhiasan duniawi yang fana, padahal mereka tidak harus mengumpulkannya.
Adakalanya karena mereka kafir kepadanya sesudah mengetahui kenabiannya, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan para rahib Yahudi di masa Rasulullah ﷺ. Mereka dengki terhadap Rasul ﷺ karena beliau mendapat kenabian yang besar, lalu mereka menentangnya, mendustakan, memusuhi, dan memeranginya. Maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlanjut dengan kehinaan di akhirat. Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya: “Lalu ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah.” (Al-Baqarah: 61) Yakni di dunia dan akhirat.
Ayat 152
Firman Allah ﷻ: “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka.” (An-Nisa: 152)
Umat Nabi Muhammad ﷺ sesungguhnya beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan beriman kepada semua nabi yang diutus oleh-Nya.
Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah.” (Al-Baqarah: 285) hingga akhir ayat. Selanjutnya Allah memberitahukan bahwa Dia telah menyediakan bagi mereka pahala yang berlimpah, pembalasan yang agung, dan pemberian yang indah. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Kelak Allah akan memberikan pahala kepada mereka.” (An-Nisa: 152) sebagai balasan atas iman mereka kepada Allah dan semua rasul-Nya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 152) Atas dosa-dosa mereka, yaitu jika sebagian mereka mempunyai dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasulrasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, dengan mengatakan, Kami beriman kepada sebagian, yakni beriman kepada Nabi Musa atau Nabi Isa, dan kami mengingkari sebagian yang lain, tidak beriman kepada Nabi Muhammad, serta dengan ucapannya itu mereka bermaksud mengambil jalan tengah antara iman atau ingkar, merekalah, yaitu orang-orang yang beriman kepada sebagian rasul-rasul Allah dan ingkar kepada sebagian rasul-rasul yang lain, orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan sesuai dengan perbuatannya Adapun orang-orang yang beriman dengan sesungguhnya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, para rasul-rasul itu, kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada mereka sesuai dengan amalnya. Allah Maha Pengampun terhadap dosa-dosa hamba-Nya, lagi Maha Penyayang dengan mencurahkan rahmat-Nya yang tidak terkira kepada orang-orang yang beriman.
Di antara manusia ada yang beriman kepada Allah dan sebagian rasul-Nya seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi berkata, "Kami percaya hanya kepada Musa, tidak percaya kepada Muhammad." Dan orang Nasrani berkata, "Kami percaya kepada Musa dan Isa, tetapi tidak percaya kepada Muhammad." Kepercayaan seperti itu berarti mencampur-adukkan antara iman dan kafir, padahal sesungguhnya iman dan kafir itu adalah dua hal yang sangat bertentangan. Jika orang Yahudi itu sungguh-sungguh beriman kepada Nabi Musa, tentulah beriman pula kepada Nabi Muhammad saw, demikian pula orang Nasrani, jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Nabi Isa, tentulah mereka beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ karena perihal kedatangan Nabi Muhammad ﷺ itu disebut-sebut pula dalam kitab Taurat dan Injil, dan Nabi Muhammad pun membenarkan kitab Taurat dan Injil yang asli yang menjadi pegangan mereka.
Alasan-alasan yang menunjukkan atas kebenaran kenabian Muhammad ﷺ adalah sempurna, karena Nabi Muhammad ﷺ seorang yang ummi (tidak pandai membaca dan menulis), dibesarkan dalam masyarakat jahiliah, kepadanya diturunkan Al-Qur'an yang sempurna, yang menerangkan segala yang benar. Kedua golongan yang membeda-bedakan kepercayaan terhadap sebagian rasul itu dinyatakan Allah sebagai orang kafir. Terhadap mereka Allah menyediakan siksaan yang menghinakan, azab yang mengandung penghinaan dan penderitaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kembali mengenai orang-orang yang kafir! Pada ayat ini diterangkanlah tentang macam orang yang kafir,
Ayat 150
“Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan mereka hendak memisah-misah di antara Allah dan rasul-rasul-Nya, seraya mereka berkata, 'Kami percayai yang setengah dan kami kufur dengan yang setengahnya lagi.'"
Di sini kita diberi keterangan tentang macamnya orang yang kafir. Pertama, tidak mau percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yakni tidak percaya kepada Allah, kepada Rasul, tegasnya, kepada seluruh apa saja yang bernama agama. Ini adalah kafir dalam ukuran amat besar. Kedua, mereka yang hendak memisah-misahkan di antara Allah dengan rasul-rasul-Nya. Yaitu orang yang dengan mempergunakan akalnya sendiri mendapat ke-yakinan bahwa Allah itu memang ada. Tetapi mereka tidak mau percaya kepada wahyu, tidak percaya kepada sekalian Rasul, pendeknya tidak percaya kepada sekalian agama.
Inilah kepercayaan kepada Allah secara filsafat, yang banyak bertemu di benua Eropa. Inilah paham yang disebut orang Rasionalisme atau Deisme. Yang mengalir dari sebagian filsafat Yunani yang mereka namai paham Spiritualisme (serbanyawa) Ajaran Aristoteles pada pokoknya percaya ada Allah, yang dinamai “Penggerak yang tiada bergerak". Di akhir abad kedelapan belas, terkenallah Voltaire sebagai pelopor dari paham Rasionalisme ini. Paham ini pun masih kufur sebab belum percaya kepada rasul-rasul Allah. Kemudian itu ialah kufur yang ketiga. Yaitu hanya mempercayai yang setengah dan tidak mau percaya kepada yang setengah. Mereka telah membikin satu golongan sendiri dan menetapkan pegangan pada itu,-dengan menutup pintu buat menyelidiki segala kebe-naran, Orang Yahudi hanya percaya kepada Nabi Musa. Tidak percaya kepada Isa al-Masih dan Muhammad ﷺ. Orang Nasrani hanya percaya kepada Isa dan menuduh Nabi Muhammad ﷺ hanya seorang nabi palsu. “Dan mereka pun ingin hendak mengambil satu jalan di antara yang demikian itu," yaitu di antara percaya penuh kepada sekalian rasul, dengan percaya yang setengah-setengah.
Ayat 151
“Itulah orang-orang yang sebenar-benarnya kafir."
Arti kafir ialah menolak, menampik, dan tidak mau menerima kebenaran. Orang Yahudi sampai menuduh bahwa Isa al-Masih adalah anak di luar nikah, padahal kalau mereka kembali kepada kebenaran, bukanlah perkara
yang mustahil bahwa Allah melahirkan seorang manusia ke dunia dengan tidak memakai perantaraan yang biasa. Padahal mereka mengakui percaya kepada Allah, dan mereka mempercayai bahwa dengan kuasa Allah laut-an pun bisa terbelah dua buat mereka menyeberang. Mereka pun tidak mau mempercayai Muhammad sebagai Rasul, yang tersebab iri hati karena ada pula rasul yang bukan dari Bani Israil. Orang-orang Nasrani pun menolak kerasulan Muhammad, padahal Nabi Isa sendiri telah memberikan kabar selamat bahwa di belakang dia akan datang lagi seorang rasul. Malahan mengatakan bahwa lebih baik aku pergi, supaya Parclit atau penghibur itu datang untuk menggenapkan seruanku.
Terpaksa mereka cari tafsir yang lain bagi perkataan itu, untuk mengelakkannya dari Muhammad. Bahkan mereka buat lagi suatu kepercayaan yang berubah sama sekali dasar pokok ajaran Allah yang dibawa oleh sekalian Rasul Allah, dengan mengatakan bahwa Isa al-Masih adalah Allah sendiri yang datang menjelma menjadi anak Allah, dan mereka tolak sama sekali kebenaran yang dibawa Muhammad tentang tauhid, bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.
“Dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang kafir itu adzab yang menghina."
Kafir atau kufur artinya—sebagaimana kita katakan tadi—ialah menolak kebenaran atau menyelewengkan kebenaran. Tidak mau mempedulikannya, niscaya adzab Allah-lah yang akan mereka terima. Oleh sebab itu, jalan satu-satunya buat terelak hanyalah selalu membuka mata dan hati, menilai segenap kebenaran, jangan membatas diri dalam lingkungan yang sempit. Hal ini dijelaskan oleh ayat berikut.
Ayat 152
“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, seiaya tidak mereka memisah-misahkan di antara seorang pun daripada mereka itu, akan diberikan kepada mereka ganjaran mereka “
Inilah agama yang benar! Yaitu bahwa Allah itu memang ada, dan Dia adalah Esa, tidak beranak dan tidak diberanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai Dia dan umat manusia adalah umat yang satu.
Sebagai bukti dari Rahman dan Rahim, kasih dan sayang Allah kepada manusia itu. Maka Allah mengurus rasul-rasul-Nya, sejak Adam atau sejak Nuh a.s. sampai kepada yang lain-lain, sebagai Ibrahim, Musa, Isa al-Masih dan penghabisan sekali Muhammad ﷺ. Maksud kedatangan sekalian rasul itu pun hanya satu, yaitu memperkenalkan Allah Yang Maha Esa kepada manusia, supaya manusia itu keluar dari gelap gulita kejahilan kepada terang benderang pengetahuan. Sebab itu agama pun hanya satu, yaitu mengajak manusia berserah diri kepada Allah. Syari'at bisa berubah, tetapi pokok aqidah tidak berubah.
Rasul-rasul Allah itu, baik yang tersebut namanya dalam Al-Qur'an maupun yang tidak tersebut, semuanya dipandang sama, tidak ada yang dipandang sebagai Allah lalu disembah dan tidak ada yang dipandang sebagai anak di luar nikah (Na'udzubillah) lalu diburuk-buruk-kan, bahkan diusahakan hendak membunuh. Karena kedua sikap itu nyatalah sudah jauh dari kebenaran.
Di Eropa memang sudah ada golongan yang mencari Tuhan dengan semata-mata mempergunakan akal. Sebagaimana yang tadi telah kita terangkan. Tetapi mungkin karena pengaruh keadaan, mereka menyangka bahwa yang agama itu ialah kekuasaan yang mutlak bagi kaum Gereja, sehingga tidak dipandang sah ada suatu pendapat tentang Tuhan, yang berbeda dari ketentuan kaum agama. Apatah lagi pengaruh kebencian turun-temurun yang dipusakakan dari zaman Perang Salib, mereka menyangka bahwa Islam pun ulama mempunyai kekuasaan mutlak sebagaimana kaum pendeta itu pula.
Sebab itu di dalam mengakui ada Tuhan mereka menolak segala agama. Padahal mungkin, kalau mereka berjalan terus, terlepas dan rasa benci dan apa yang dinamai apriori akan sampailah mereka kepada kesimpulan bahwa sesudah mempercayai adanya Zat Yang Mahakuasa, dipercayai pula kedudukan rasul-rasul Allah sebagai penerima wahyu, sebagai guru dan juru selamat manusia, dan tidak memilih-milih. Kalau mereka telah sampai ke sana, selangkah lagi tibalah mereka kepada yang dimaksud dengan menjalankan syari'at.
Dan itulah Islam!
Kian lama kian bebaslah manusia berpikir dan kian tinggilah hasil pendapat ilmu pengetahuan modern. Tetapi dalam soal-soal keruhanian agak lamban jalannya manusia menuju kebenaran, meskipun tidak boleh di-katakan mundur sama sekali. Itulah sebabnya agaknya George Bernard Shaw, pengarang Irlandia inggris yang terkenal itu, mengatakan bahwa sebelum habis abad kedua puluh ini, Eropa akan menerima Islam. Tentu saja yang beliau maksudkan ialah Islam dengan arti penyerahan diri kepada Allah dan tidak membeda-bedakan anggapan terhadap sekalian rasul Allah.
Sudah terlalu terpesona manusia oleh alam kebendaan dan sudah banyak rahasia alam yang terbuka. Laut berapa pun dalamnya telah dapat diselami, ruang angkasa sekadar yang dapat diarungi telah diarungi, tetapi akhirnya manusia pun akan meneruskan revolusinya karena jiwanya merasa kehausan. Jiwa itu hendak berhubungan langsung dengan Maha Pencipta, Yang Esa, yang tidak mungkin bersekutu yang lain dengan Dia, yang tidak mungkin beranak atau diperanakkan. Manusia hendak mencari guru untuk penunjuk jalan. Itulah rasul-rasul.
Arthur Koestsler seorang yang terlanjur menuruti paham Materialisme Marxisme sampai tidak percaya sama sekali kepada Tuhan, akhirnya kembali, karena jiwanya berontak, jiwanya berevolusi mencari al-Haq. Akhirnya dia berkata, “Khutbah Nabi Isa di gunung adalah pengobat jiwa untuk mencapai kemesraannya." Demikian juga Svetlana, anak perempuan Stalin, yang sejak lahir ke dunia telah dididik oleh ayahnya supaya melepaskan diri dari percaya kepada Tuhan dan hanya mempercayai benda belaka. Ditinggalkannya tanah airnya setelah ayahnya mati, dia mencari suaka politik ke Amerika karena ingin beragama. Ingin mencari kembali kepercayaan kepada Tuhan.
Kita orang-orang yang telah mengakui pemeluk agama Islam sendiri pun sudah sewajarnya jika kita memeriksa kembali dalam jiwa kita, sudahkah kita mencapai suasana penyerahan diri yang sejati kepada Allah, me-nerima kebenaran sekalian rasul Allah, dengan tidak memisah-misahkan, membuka dada buat menerima sekalian seruan mereka dan menolak segala paham yang akan mempersekutukan yang lain dengan Allah, Pencipta tertinggi itu. Bahkan ajaran materialisme yang memungkiri adanya Allah itu, pada hakikatnya menukar Tuhannya dan men-dewakan sesama manusia, yaitu pemimpin-peminpin yang mereka agungkan,
Kalau kita sudah sampai dalam suasana ini, barulah kita benar-benar orang Islam. Kalau belum, kita barulah satu golongan yang memakai nama Islam, tetapi belum bertemu dengan hakikat ajarannya.
Maka di penutup ayat, Allah berfirman,
“Dan adalah Allah itu Pengampun, lagi Penyayang"
Artinya, jika selama ini kita masih meraba-raba mencari kebenaran, walaupun tersesat kepada jalan yang salah, akan diampunilah oleh Allah apabila kita telah kembali kepada hakikat agama yang satu, Allah yang satu dan kesatuan sekalian Rasul Allah. Kesalahan orang Yahudi yang berpilih kasih terhadap rasul-rasul dan kesalahan orang-orang Nasrani yang menuhankan seorang Rasul dan menghinakan yang lain, bahkan kesalahan orang yang mengakui dirinya Islam, tetapi masih jauh selama ini dari hakikat ajaran itu, pun akan diampuni oleh Allah. Allah pun Penyayang. Dia akan memberi petunjuk kepada manusia di dalam menuju jalan itu karena memang itulah yang amat dihajatkan oleh manusia di zaman ini. Dia telah menjadi buah kenangan dari ahli-ahli pikir dunia yang besar, di antaranya sebagaimana yang pernah diutarakan oleh H.G. Wells, pengarang Inggris, tentang terciptanya satu agama kesatuan. Agama itu telah ada, cuma hidayah Allah-lah yang kita tunggu buat dunia mencapainya.
Salah satu syarat mutlak untuk mempercepat tercapainya cita yang demikian ialah apabila kita yang telah diberi kemuliaan oleh Allah memakai nama Islam, benar-benar dapat menjalankan sebagaimana yang dikehendaki-Nya.