Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلِلَّهِ
dan milik Allah
مَا
apa yang
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۗ
bumi
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
وَصَّيۡنَا
Kami telah mewasiatkan/memerintahkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَإِيَّاكُمۡ
dan kepada kamu
أَنِ
supaya
ٱتَّقُواْ
kamu bertakwa
ٱللَّهَۚ
Allah
وَإِن
dan jika
تَكۡفُرُواْ
kamu kafir/ingkar
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
لِلَّهِ
milik Allah
مَا
apa
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
غَنِيًّا
Maha Kaya
حَمِيدٗا
Maha Terpuji
وَلِلَّهِ
dan milik Allah
مَا
apa yang
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۗ
bumi
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
وَصَّيۡنَا
Kami telah mewasiatkan/memerintahkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَإِيَّاكُمۡ
dan kepada kamu
أَنِ
supaya
ٱتَّقُواْ
kamu bertakwa
ٱللَّهَۚ
Allah
وَإِن
dan jika
تَكۡفُرُواْ
kamu kafir/ingkar
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
لِلَّهِ
milik Allah
مَا
apa
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَمَا
dan apa yang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
غَنِيًّا
Maha Kaya
حَمِيدٗا
Maha Terpuji
Terjemahan
Hanya milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Sungguh, Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu (umat Islam) agar bertakwa kepada Allah. Akan tetapi, jika kamu kufur, maka sesungguhnya hanya milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.
Tafsir
(Dan milik Allahlah apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi. Dan sungguh telah Kami pesankan kepada orang-orang yang diberi Kitab) maksudnya kitab-kitab (sebelum kamu) yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani (dan juga kepada kamu) hai Ahli Al-Qur'an (supaya) artinya berbunyi: ("Bertakwalah kamu kepada Allah) takutilah siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya," (dan) kepada mereka juga kepada kamu sendiri Kami katakan: ("Jika kamu ingkar,") terhadap apa yang Kami pesankan itu (maka, ketahuilah, bahwa apa yang terdapat di langit dan apa yang terdapat di bumi milik Allah belaka) baik sebagai makhluk maupun sebagai ciptaan dan hamba-Nya hingga keingkaran kamu itu tidaklah akan merugikan-Nya sedikit pun juga. (Dan Allah Maha Kaya) sehingga tiada membutuhkan makhluk dan ibadah mereka (lagi Maha Terpuji) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.
Tafsir Surat An-Nisa': 131-134
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan (juga) kepada kalian agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemeliharanya.
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia bisa musnahkan kalian semua, wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti kalian). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian.
Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat 131
Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia adalah Yang memiliki langit dan bumi serta Dialah yang menguasai keduanya. Allah ﷻ berfirman: “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu.” (An-Nisa: 131) Kami memerintahkan kepada kalian sebagaimana Kami telah memerintahkan kepada mereka, yaitu bertakwa kepada Allah ﷻ dengan cara menyembah-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dalam firman berikutnya disebutkan:
“Tetapi jika kalian kafir, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah.” (An-Nisa: 131) hingga akhir ayat.
Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang dengan melaluinya Allah menceritakan perihal perkataan Nabi Musa kepada kaumnya, yaitu: “Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Ibrahim: 8) Ayat lainnya mengatakan: “Lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (At-Taghabun: 6)
Allah Maha Kaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya. Yang dimaksud dengan hamidun ialah Allah Maha Terpuji dalam semua apa yang ditakdirkan-Nya dan semua apa yang disyariatkan-Nya.
Ayat 132
Firman Allah ﷻ: “Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (An-Nisa: 132)
Allah-lah yang mengatur tiap-tiap diri dalam semua apa yang diupayakannya, dan Dialah yang mengawasi dan yang menyaksikan segala sesuatu.
Ayat 133
Firman Allah ﷻ: “Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kalian, wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai pengganti kalian). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian.” (An-Nisa: 133)
Dia Maha Kuasa untuk melenyapkan kalian dan mengganti kalian dengan yang lain jika kalian durhaka kepada-Nya.
Perihalnya sama dengan makna yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kalian (ini).” (Muhammad: 38) Salah seorang ulama Salaf mengatakan, "Betapa tiada harganya hamba-hamba itu bagi Allah bila mereka menyia-nyiakan perintah-Nya." Sama juga dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kalian dan mengganti (kalian) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah.” (Ibrahim: 19-20) Hal itu amat mudah dilakukan-Nya dan tidak sulit.
Ayat 134
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.” (An-Nisa: 134)
Wahai orang yang tidak mempunyai tujuan kecuali hanya perkara duniawi saja, ketahuilah bahwa di sisi Allah terdapat pahala di dunia dan akhirat. Apabila kamu meminta kepada-Nya pahala dunia dan pahala akhirat, niscaya Dia akan memberimu dan membuatmu kaya serta puas.
Di dalam ayat yang disebutkan melalui firman-Nya: “Maka di antara manusia ada orang yang mendoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang mendoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan.” (Al-Baqarah; 200-202) hingga akhir ayat.
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya.” (Asy-Syura: 20) hingga akhir ayat.
Sama dengan firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki.” (Al-Isra: 18) sampai dengan firman-Nya: “Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain).” (Al-Isra: 21) hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir menduga bahwa makna ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi).” (An-Nisa: 134) ditujukan kepada orang-orang munafik, yaitu mereka yang iman pada lahiriahnya saja dengan tujuan untuk memperoleh pahala di dunia saja.
“Karena di sisi Allah ada pahala dunia.” (An-Nisa: 134)
Yaitu apa yang dihasilkan oleh mereka dari ganimah dan lain-lainnya bersama-sama kaum muslim.
“Dan akhirat.” (An-Nisa: 134)
Maksudnya, di sisi Allah ada balasan akhirat, yaitu siksaan yang disediakan oleh Allah bagi mereka di dalam neraka Jahanam. Ayat ini dijadikan olehnya (Ibnu Jarir) semakna dengan firman-Nya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya.” (Hud: 15) sampai dengan firman-Nya: “Dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 16) Makna ayat terakhir ini sudah jelas, tidak diragukan lagi.
Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir, masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya makna firman-Nya: “Karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.” (An-Nisa: 134) sudah jelas, yaitu beroleh kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, di tangan kekuasaan Allah-lah pahala dunia dan akhirat. Karena itu, janganlah seseorang mempunyai cita-cita yang pendek yaitu hanya ingin meraih pahala di dunia saja; melainkan hendaklah ia bercita-cita yang tinggi, yaitu berupaya untuk memperoleh pahala di dunia dan pahala di akhirat.
Karena sesungguhnya yang menentukan hal tersebut adalah Tuhan yang di tangan kekuasaan-Nya terdapat mudarat dan manfaat. Dialah Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang membagikan kebahagiaan dan kecelakaan di antara manusia di dunia dan akhirat. Dia berbuat adil di antara mereka menurut
pengetahuan-Nya tentang mereka: Siapa di antara mereka yang mendapat ini, siapa pula yang mendapat itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (An-Nisa: 134)
Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, yaitu seluruh wujud yang ada di alam ini dan Dia Mahakuasa atas segalanya, dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani yang diberi kitab suci sebelum kamu, yaitu Taurat, Injil, dan Zabur melalui para rasul yang telah kami utus kepada mereka dan juga kepadamu, wahai Nabi Muhammad dan umatmu, agar bertakwa kepada Allah, yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Tetapi jika kamu ingkar terhadap kerasulan Nabi Muhammad, ayat-ayat yang disampaikannya kepadamu, dan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadamu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kekafiranmu itu tidak akan membahayakan Allah dan tidak akan mengurangi sedikit pun kekayaan-Nya, sebagaimana syukurmu dan takwamu kepada-Nya tidak akan memberi manfaat sedikit pun kepada-Nya, karena milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Allah Mahakaya, yang tidak membutuhkan apa pun dari hamba-hamba-Nya, zat-Nya Maha Terpuji, yang tidak berpengaruh sedikit pun bagi-Nya, baik karena kepatuhan maupun kemaksiatan hamba-hamba-Nya kepada-NyaDan Allah menegaskan kembali pada ayat ini apa yang telah dinyatakan-Nya pada ayat sebelumnya bahwa milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Cukuplah Allah sebagai pemeliharanya, yaitu memelihara amal hamba-hamba-Nya.
Apa saja yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Dialah yang menciptakan dan Dia pula yang mengurus. Dalam mengurus makhluk-makhluk-Nya, Allah menciptakan hukum secara mutlak, dan semuanya tunduk di bawah hukum itu.
Orang yang benar-benar memahami hukum-hukum Allah yang berlaku umum terhadap bumi, langit dan semua isinya serta memahami pula hukum yang mengatur kehidupan makhluk-Nya, akan mengetahui betapa besar limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semua makhluk-Nya. Oleh sebab itulah kepada setiap hamba diperintahkan agar bertakwa kepada-Nya, seperti telah diperintahkan kepada umat-umat terdahulu, yang telah diberi Al-Kitab seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani. Serta kepada orang-orang yang melaksanakan ketakwaan dengan tunduk dan patuh kepada-Nya dan menjalankan syariat-Nya. Dengan tunduk dan patuh kepada-Nya dan dengan menegakkan syariat-Nya manusia akan berjiwa yang bersih dan dapat mewujudkan kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Jika mereka mengingkari nikmat Allah yang tak terhingga besarnya, maka keingkaran dan pembangkangan itu sedikit pun tidak akan mengurangi kekuasaan Allah terhadap segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Sebaliknya apabila mereka bersyukur, maka syukur mereka itu sedikit pun tidak akan menambah kekuasaan-Nya. Perintah bertakwa itu adalah semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan Allah. Allah Mahakaya, tidak memerlukan apa pun dari makhluk-Nya dan Maha Terpuji, tidak memerlukan pujian siapa pun untuk menambah kesempurnaan-Nya. Allah berfirman:
?Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka? (al-Isra'/17:44).
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 131
“Dan bagi Allah-lah apa yang ada di semua langit dan apa yang ada di bumi."
Kekuasaan Allah meliputi akan semuanya itu. Semua Dia yang mengatur. Sebab itu untuk mendalami kepercayaan dan ketaatan kepada Allah, kenallah alam ini. “Dan sesungguhnya telah Kami pesankan kepada orang-orang yang telah diberi Kitab dari yang sebelum kamu dan kepada kamu pun, supaya bertakwalah kamu kepada Allah." Samalah isi pelajaran yang kita terima, baik umat keturunan Kitab yang telah berlalu atau umat Muhammad yang sekarang ini, bahwa pesan yang mereka terima adalah sama semua, ialah bahwa mereka adalah hamba dari Allah yang Maha Esa, Allah yang menguasai isi langit dan isi bumi, yang teguh kekuasaan-Nya dan kekal kebesaran-Nya, maka takwalah kepada-Nya, peliharalah hubungan diri dengan Dia, sebab kita ini hanyalah bagian yang kecil dari alam yang luas. “Tetapi jika kamu kujur" kamu tidak mau bertakwa kepada Allah dan tidak mau percaya akan kebesaran-Nya. “Maka sesungguhnya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di semua langit dan apa yang ada di bumi." Artinya jika manusia durhaka, tidak mau peduli akan tuntunan Allah, namun kekayaan dan kemuliaan Allah tidaklah akan kurang karena kedurhakaan manusia.
Alam akan tetap beredar, matahari akan tetap bersinar, bulan dan bintang-bintang akan tetap bercahaya, awan akan tetap berarak dan sungai-sungai akan tetap mengalir, sampai kepada masa yang dikehendaki Allah. Sebab itu ketakwaan dan ketaatan manusia kepada Allah, bukanlah untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kebahagiaan manusia sendiri. Bilamana kepercayaan kepada Allah tidak dipedulikan, yang akan kacau bukan orang lain, melainkan manusia sendiri. Kalau manusia lupa akan kekuasaan yang mengatasinya, berleluasalah yang kuat menindas yang lemah, dan merintihlah jiwa kesakitan, dan berperanglah manusia dengan manusia karena mengadu kekuatan, dan terjadilah Hukum Rimba. Bahkan lebih hebatlah kekacauan manusia daripada binatang dalam rimba sendiri. Sebab akal dan pikiran manusia yang lebih cerdas, yang pada binatang tidak ada, akan mereka pergunakan untuk membunuh sesamanya, padahal dia sendiri akan mati pula. Cobalah bayangkan bagaimana jadinya manusia di dalam suatu negeri yang menolak kepercayaan kepada Allah. Tentu manusia yang kuat berebut-rebut hendak jadi Tuhan. Dan tentu dalam pergaulan suami istri yaitu dasar pertama masyarakat manusia, kacau -balaulah yang akan timbul. Oleh sebab itu, kalau Allah menyuruh bertakwa bukanlah untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri, sebagai suatu bagian kecil dari Alam.
“Dan adalah Allah itu Mahakaya, lagi Maha Terpuji."
Dia kaya daripada tiap-tiap sesuatu karena tiap-tiap sesuatu itulah yang berkehendak dan berhajat kepada-Nya, dari Dia dan untuk Dia dan kembali kepada-Nya. Terpuji Zat-Nya, tersanjung Sifat-Nya, tidak Dia bersifat kekurangan. Meskipun kamu tidak memujinya, bukanlah karena pujianmu itu akan bertambah terpuji-Nya. Semuanya yang ada, dari sejak Malakuut12 yang tinggi, sampai kepada molekul12 13 yang terkecil, mengucapkan tasbih kepada-Nya. Dan kebetulan akalmu sendiri pun, bilamana dia telah terlepas dari selaput dan pengaruh hawa nafsu, apabila dia telah mencapai ilmu pengetahuan yang tertinggi tentang perbuatan Allah dalam alam ini, mau ataupun tidak mau, pasti sampai kepada memuji Allah juga.
Alam Malakuut ialah alam malaikat, sebagaimana juga alam Nasuut berarti alam kemanusiaan.
2 Molekul ialah hama yang sangat kecil, dari bahasa Barat, sengaja kita pakai untuk timbalan dengan Malakuut tadi. Yakni dari yang paling besar, malaikat; sampai lapat-iapat yang paling kecil yaitu hama.
Ayat 132
“Dan bagi Allah-lah apa yang ada di semua langit dan apa yang di bumi, dan cukuplah dengan Allah sebagai Pengawas."
Diulangkan memperingatkan kekuasaan Allah supaya setelah manusia bertakwa ke-pada-Nya, dan taat akan peraturan yang di-turunkan-Nya, sampai pun kepada urusan perdamaian suami istri dalam rumah tangga, supaya dengan bulat pula manusia menyerahkan diri, tawakal kepadanya, dan menyerahkan pengawasan atas gerak-gerik hidupnya kepada Allah dengan penuh kesadaran. Memang Allah-lah, lain tidak, yang menjadi pengawas dari gerak-gerik hidup kita, malang dan mujur kita, tetapi banyak di antara manusia tidak insaf sehingga mereka pun ditimpa celaka dan malapetaka.
Ayat 133
“Jika Dia Kehendaki, niscaya Dia habiskan kamu wahai manusia, dan akan didatangkan-Nya dengan yang lain."
Kuasa Allah meliputi akan seluruhnya isi alam, baik di semua langit maupun di atas permukaan bumi. Sebagaimana kita katakan tadi, manusia hanya sekelumit kecil yang kadang-kadang tidak berarti sama sekali. Kalau bukanlah karena pemberian Allah yang istimewa kepada manusia, yaitu akalnya, sebesar miang pun tidak ada nilai manusia itu di dalam alam. Manusia tinggal di dalam bumi, yang selintas lihat kelihatan besar. Padahal dilihat bumi dari luar bumi, dia hanya laksana sebutir pasir di antara berjuta-juta bintang. Jika misalnya bumi dihancurkan Allah, tersebab letusan suatu tenaga antiproton dari alam gaib, belumlah berarti apa-apa bagi Allah hilangnya sebuah pasir di antara hamparan pasir di pantai. Dalam bumi itu sendiri, walaupun ketika tafsir ini diperbuat, hitungan umat manusia di muka bumi berlebih sedikit dari 2.500.000.000 (dua setengah miliar), namun bumi yang didiami manusia hanyalah seperseratus saja, bahkan seperseribu saja dari seluruh dataran bumi. Dia hanya bisa berdiam di tempat yang dia bisa hidup. Sedang bagian dunia yang di sana manusia tidak bisa hidup, jauh lebih besar.
Jika Allah berkehendak, seluruh manusia itu pun bisa dimusnahkan-Nya sehingga habis, berganti dengan lalat atau binatang lain. Atau dimusnahkan-Nya sebagian-sebagian, sebagaimana telah dilihat bekasnya pada runtuhan-runtuhan purbakala yang menunjukkan bahwa di sana pernah manusia hidup dahulu kala. Atau dia masih hidup padahal telah lebih celaka dari mati. Misalnya suatu bangsa hilang kepribadiannya, ditaklukkan dan dijajah oleh bangsa lain.
“Dan adalah Allah atas tiap-tiap sesuatu Menentukan"
Semuanya itu bisa saja dilakukan dan ditentukan oleh Allah. Sebab itu hanya satu jalan untuk melepaskan diri manusia dari bahaya ketentuan Allah itu, yaitu mendekati-Nya dengan bertakwa kepada-Nya. Pendur-hakaan adalah kehancuran.
Ayat 134
“Batangsiapa yang mengingini pahala dunia, maka di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat."
Apabila dibaca ayat 133 dengan saksama, timbul takut dalam hati manusia akan bahaya yang bisa menghancur dan memusnahkan mereka. Kalau sudah sampai demikian, niscaya patahlah hati manusia dalam perlombaan hidup ini karena mereka cuma ingat akan bahaya yang akan menimpa di akhir saja. Padahal sebagian besar dari manusia menginginkan kaya raya, pangkat tinggi, kedudukan yang mulia, kemegahan, dan kebesaran. Semua itu adalah pahala dunia. Padahal maksud agama bukanlah supaya orang menalak tiga dunia ini, padahal dia masih hidup. Tidaklah semua manusia akan tahan menuruti pelajaran yang demikian. Oleh sebab itu, datang peringatan Allah dengan ayat 134, bahwa manusia tidak dihalangi jika hendak mencari pahala dunia, kemegahan, kekayaan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, di samping mengejar pahala dunia, ingat pulalah ganjaran dan pahala akhirat. Allah menyediakan pahala dunia. Tetapi Allah memperingatkan pula bahwa di balik pahala dunia ini, Dia masih menyediakan lagi pahala akhirat yang lebih besar dan lebih kekal. Dibandingkan pahala dunia dan pahala akhirat, belumlah pahala dunia sekuku pahala akhirat. Pahala dunia dikejar-kejar dengan berpayah lelah sampai dapat. Setelah dapat, dia pun membosankan dan meminta tambah lagi. Sebagaimana kata Nabi ﷺ, telah dapat emas sebesar gunung, orang meminta sebesar gunung lagi, padahal kalau dia mati, tanah untuknya hanya sepanjang badannya, dan pahala dunia itu tinggal, tidak dibawa sama sekali ke akhirat. Alangkah baiknya bagi manusia, kalau di dalam mencari pahala dunia itu diusahakannya pula supaya mendapat pahala akhirat. Pahala dunia akan ditinggalkan, sedang pahala akhirat akan didapati.
Gunakanlah dunia ini untuk menyemaikan benih, bagi mengetam hasil di akhirat. Maka agama Islam bukanlah agama untuk mengingat akhirat saja karena sebelum mati manusia mesti berdiam dahulu di dunia ini. Kalau manusia telah insaf bahwa hidupnya ini akan berujung dengan mati dan dunianya ini akan berakhir dengan akhirat, tenteramlah jiwanya dan tidaklah sampai dia tersesat dalam kehidupan yang fana ini.
“Dan adalah Allah Mendengar, lagi Melihat."
Didengarlah oleh Allah keluhan, doa, dan munajat kita rtianusia, mengadukan hal me
mohonkan pertolongan dan melepaskan dari kesulitan dan kesusahan di dalam menempuh hidup di dunia itu, untuk menuju akhirat. Dia pun melihat apa saja yang dikerjakan oleh sekalian hamba-Nya untuk kemaslahatan diri mereka, memenuhi kewajiban sebagai makhluk Allah yang insaf dan sadar akan diri. Dan Dia pun melihat, mana yang mendurhaka dan melihat pula mana yang tobat dan kembali.