Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
ٱتَّقُواْ
bertakwalah
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُم
menciptakan kalian
مِّن
dari
نَّفۡسٖ
diri
وَٰحِدَةٖ
satu/seorang
وَخَلَقَ
dan Dia menciptakan
مِنۡهَا
daripadanya
زَوۡجَهَا
isterinya/jodohnya
وَبَثَّ
dan Dia kembang-biakkan
مِنۡهُمَا
dari keduanya
رِجَالٗا
laki-laki
كَثِيرٗا
banyak
وَنِسَآءٗۚ
dan perempuan
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
ٱلَّذِي
yang
تَسَآءَلُونَ
kamu saling meminta
بِهِۦ
dengan/padaNya
وَٱلۡأَرۡحَامَۚ
dan hubungan keluarga
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
كَانَ
adalah Dia
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
رَقِيبٗا
Penjaga dan Pengawas
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلنَّاسُ
manusia
ٱتَّقُواْ
bertakwalah
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُم
menciptakan kalian
مِّن
dari
نَّفۡسٖ
diri
وَٰحِدَةٖ
satu/seorang
وَخَلَقَ
dan Dia menciptakan
مِنۡهَا
daripadanya
زَوۡجَهَا
isterinya/jodohnya
وَبَثَّ
dan Dia kembang-biakkan
مِنۡهُمَا
dari keduanya
رِجَالٗا
laki-laki
كَثِيرٗا
banyak
وَنِسَآءٗۚ
dan perempuan
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
ٱلَّذِي
yang
تَسَآءَلُونَ
kamu saling meminta
بِهِۦ
dengan/padaNya
وَٱلۡأَرۡحَامَۚ
dan hubungan keluarga
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
كَانَ
adalah Dia
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
رَقِيبٗا
Penjaga dan Pengawas
Terjemahan
Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Tafsir
An-Nisaa (Wanita)
(Hai manusia) penduduk Mekah (bertakwalah kamu kepada Tuhanmu) artinya takutlah akan siksa-Nya dengan jalan menaati-Nya (yang telah menciptakan kamu dari satu diri) yakni Adam (dan menciptakan daripadanya istrinya) yaitu Hawa; dibaca panjang; dari salah satu tulang rusuknya yang kiri (lalu mengembangbiakkan) menyebarluaskan (dari kedua mereka itu) dari Adam dan Hawa (laki-laki yang banyak dan wanita) yang tidak sedikit jumlahnya. (Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu saling meminta) terdapat idgam ta pada sin sedangkan menurut satu qiraat dengan takhfif yaitu membuangnya sehingga menjadi tas-aluuna (dengan nama-Nya) yang sebagian kamu mengatakan kepada sebagian lainnya, "Saya meminta kepadamu dengan nama Allah," (dan) jagalah pula (hubungan silaturahmi) jangan sampai terputus. Menurut satu qiraat dibaca dengan kasrah diathafkan kepada dhamir yang terdapat pada bihi. Mereka juga biasa saling bersumpah dengan hubungan rahim. (Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan terhadapnya. Maka sifat mengawasi selalu melekat dan terdapat pada Allah ﷻ Ayat berikut diturunkan mengenai seorang anak yatim yang meminta hartanya kepada walinya tetapi ia tidak mau memberikannya.
Tafsir Surat An-Nisa: 1
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri (Adam), dan darinya Allah menciptakan istrinya (Hawa); dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.
Ayat 1
Allah ﷻ berfirman memerintahkan kepada makhluk-Nya agar bertakwa kepada-Nya, yaitu menyembah kepada-Nya semata dan tidak membuat sekutu bagi-Nya. Juga mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari seorang diri berkat kekuasaan-Nya. Orang tersebut adalah Adam a.s.
“Dan darinya Allah menciptakan istrinya.” (An-Nisa: 1)
Siti Hawa a.s. diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk sebelah kiri bagian belakang Adam a.s. ketika Adam a.s. sedang tidur. Saat Adam terbangun, ia merasa kaget setelah melihatnya, lalu ia langsung jatuh cinta kepadanya. Begitu pula sebaliknya, Siti Hawa jatuh cinta kepada Adam a.s.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abu Hilal, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Wanita diciptakan dari laki-laki, maka keinginan wanita dijadikan terhadap laki-laki; dan laki-laki itu dijadikan dari tanah, maka keinginannya dijadikan terhadap tanah, maka pingitlah wanita-wanita kalian."
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan: “Sesungguhnya wanita itu dijadikan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Maka jika kamu bertindak keras untuk meluruskannya niscaya kamu akan membuatnya patah. Tetapi jika kamu bersenang-senang dengannya, berarti kamu bersenang-senang dengannya padahal padanya terdapat kebengkokan.”
Firman Allah ﷻ: “Dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan.” (An-Nisa: 1)
Allah mengembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan dari Adam dan Hawa, lalu menyebarkan mereka ke seluruh dunia dengan berbagai macam jenis, sifat, warna kulit, dan bahasa mereka. Kemudian sesudah itu hanya kepada-Nya mereka kembali dan dihimpunkan.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.” (An-Nisa: 1)
Maksudnya, bertakwalah kalian kepada Allah dengan taat kepada-Nya.
Ibrahim, Mujahid, dan Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain.” (An-Nisa: 1)
Yakni seperti dikatakan, "Aku meminta kepadamu dengan nama Allah dan hubungan silaturahmi."
Menurut Adh-Dhahhak, makna ayat adalah 'bertakwalah kalian kepada Allah yang kalian telah berjanji dan berikrar dengan menyebut nama-Nya'. Bertakwalah kalian kepada Allah dalam silaturahmi. Dengan kata lain, janganlah kalian memutuskannya melainkan hubungkanlah dan berbaktilah untuknya. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi, dan lain-lainnya yang tidak hanya seorang.
Salah seorang ulama membaca al-arhama menjadi al-arhami, yakni dengan bacaan jar karena di-'ataf-kan kepada damir yang ada pada bihi. Dengan kata lain, kalian saling meminta satu sama lain dengan menyebut nama Allah dan hubungan silaturahmi. Demikianlah menurut yang dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa: 1)
Dia mengawasi semua keadaan dan semua perbuatan kalian. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Mujadilah: 6)
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan: “Sembahlah Tuhanmu seakan-akan kamu melihat-Nya; jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.”
Hal ini merupakan petunjuk dan sekaligus sebagai peringatan, bahwa diri kita selalu berada di dalam pengawasan Allah ﷻ. Allah ﷻ telah menyebutkan bahwa asal mula makhluk itu dari seorang ayah dan seorang ibu. Makna yang dimaksud ialah agar sebagian dari mereka saling mengasihi dengan sebagian yang lain, dan menganjurkan kepada mereka agar menyantuni orang-orang yang lemah dari mereka.
Di dalam hadits shahih Muslim disebutkan melalui hadits Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali bahwa ketika Rasulullah ﷺ kedatangan sejumlah orang dari kalangan Mudar; mereka adalah orang-orang yang mendatangkan buah-buahan, yakni dari pohon-pohon milik mereka maka Nabi ﷺ berkhotbah kepada orang-orang sesudah shalat Zuhur. Dalam khotbahnya beliau ﷺ membacakan firman-Nya: “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri.” (An-Nisa: 1), hingga akhir ayat. Kemudian membacakan pula firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (Al-Hasyr: 18) Kemudian Nabi ﷺ menganjurkan mereka untuk bersedekah.
Untuk itu beliau bersabda: “Seorang lelaki bersedekah dari uang dinarnya, dari uang dirhamnya, dari sa' jewawutnya. dari sa' kurmanya,” hingga akhir hadits.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ahlus sunan dari Ibnu Mas'ud dalam khutbah hajinya, yang di dalamnya disebut pula bahwa setelah itu Ibnu Mas'ud membacakan tiga buah ayat. Salah satunya adalah firman-Nya: “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian.” (An-Nisa: 1), hingga akhir ayat.
Setelah pada surah sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kitab suci merupakan petunjuk jalan menuju kebahagiaan dan bahwa inti seluruh kegiatan adalah tauhid, pada surah ini Allah menjelaskan bahwa untuk meraih tujuan tersebut manusia perlu menjalin persatuan dan kesatuan, serta menanamkan kasih sayang antara sesama. Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mensyukuri karunia dan tidak mengkufuri nikmat-Nya. Dialah Allah yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu yaitu Adam, dan Allah menciptakan pasangannya yaitu Hawa dari diri-nya yakni dari jenis yang sama dengan Adam; dan dari keduanya, pasangan Adam dan Hawa, Allah memperkembangbiakkan menjadi beberapa keturunan dari jenis laki-laki dan perempuan yang banyak kemudian mereka berpasang-pasangan sehingga berkembang menjadi beberapa suku bangsa yang berlainan warna kulit dan bahasa (Lihat: Surah arRum/30: 22). Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta pertolongan antar sesama, dengan saling membantu, dan juga peliharalah hubungan kekeluargaan dengan tidak memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu karena setiap tindakan dan perilaku kamu tidak ada yang samar sedikit pun dalam pandangan Allah. Menjalin persatuan dan menjaga ikatan kekeluargaan adalah dasar ketakwaan yang dapat mengantarkan manusia ke tingkat kesempurnaan. Ayat berikut ini menjelaskan siapa yang harus dipelihara hak-haknya dalam rangka bertakwa kepada Allah. Dan berikanlah, wahai para wali atau orang yang diberi wasiat mengurus, kepada anak-anak yatim yang sudah dewasa lagi cerdas untuk mengelola harta mereka sendiri yang ada di dalam kekuasaanmu, dan janganlah kamu menukar harta anak yatim yang baik, lalu karena ketamakan kamu mengambil atau menukar harta mereka. Tindakan itu sama halnya menukar yang baik dengan yang buruk. Dan demikian pula, janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu dengan ikut memanfaatkan harta mereka demi kepentingan diri sendiri. Sungguh, tindakan menukar dan memakan itu adalah dosa yang besar. Jika kamu melakukan hal itu, kamu akan mendapat laknat dan murka dari Allah.
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada manusia agar bertakwa kepada Allah, yang memelihara manusia dan melimpahkan nikmat karunia-Nya. Dialah Yang menciptakan manusia dari seorang diri yaitu Adam. Dengan demikian, menurut jumhur mufasir, Adam adalah manusia pertama yang dijadikan oleh Allah. Kemudian dari diri yang satu itu Allah menciptakan pula pasangannya yang biasa disebut dengan nama Hawa. Dari Adam dan Hawa berkembang biaklah manusia. Dalam Al-Qur'an penciptaan Adam disebut dari tanah liat (al-Anam/6:2; as-Sajdah/32:7; Shad/38:71 dan dalam beberapa ayat lagi). Dalam an-Nisa/4:1 disebutkan "... dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya; ..." Kata-kata dalam Surah an-Nisa ayat pertama ini sering menimbulkan salah pengertian di kalangan awam, terutama di kalangan perempuan, karena ada anggapan bahwa perempuan diciptakan dari rusuk Adam, yang sering dipertanyakan oleh kalangan feminis. Ayat itu hanya menyebut ... wa khalaqa minha zaujaha, yang diterjemahkan dengan menciptakan pasangannya dari dirinya; lalu ada yang mengatakan bahwa perempuan itu diciptakan dari rusuk Adam, dan pernyataan yang terdapat dalam beberapa hadis ini ada yang mengira dari Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an nama Hawa pun tidak ada, yang ada hanya nama Adam. Nama Hawa (Eve) ada dalam Bibel ("Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup." (Kejadian iii. 20), (Hawwa dari kata bahasa Ibrani heva, dibaca: hawwah, yang berarti hidup). Pernyataan bahwa perempuan diciptakan dari rusuk laki-laki itu terdapat dalam Perjanjian Lama, Kitab Kejadian ii. 21 dan 22: "Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu."
Kemudian sekali lagi Allah memerintahkan kepada manusia untuk bertakwa kepada-Nya dan seringkali mempergunakan nama-Nya dalam berdoa untuk memperoleh kebutuhannya. Menurut kebiasaan orang Arab Jahiliah bila menanyakan sesuatu atau meminta sesuatu kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah. Allah juga memerintahkan agar manusia selalu memelihara silaturrahmi antara keluarga dengan membuat kebaikan dan kebajikan yang merupakan salah satu sarana pengikat silaturrahmi.
Ilmu Hayati Manusia (Human Biology) memberikan informasi kepada kita, bahwa manusia dengan kelamin laki-laki mempunyai sex-chromosome (kromosom kelamin) XY, sedang manusia dengan kelamin wanita mempunyai sex-chromosome XX. Ayat di atas menjelaskan bahwa "manusia diciptakan dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya". Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa 'diri yang satu itu tentu berjenis kelamin laki-laki, sebab kalimat berikutnya menyatakan, 'daripadanya diciptakan istrinya. Dari sudut pandang Human Biology hal itu sangatlah tepat, sebab sex-chromosome XY (laki-laki) dapat menurunkan kromosom XY atau XX; sedang kromosom XX (wanita) tidak mungkin akan membentuk XY, karena dari mana didapat kromosom Y? Jadi jelas bahwa laki-laki pada hakikatnya adalah penentu jenis kelamin dari keturunannya. Diri yang satu itu tidak lain adalah Adam.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AN-NISAA'
(PEREMPUAN-PEREMPUAN) SURAH KE-4,176 AYAT, DITURUNKAN DI MADINAH
(AYAT 1 -23)
Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.
Ayat 1
“Hai sekalian manusia! Bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dari satu diri."
Seruan Allah pada ayat ini tertuju kepada sekalian manusia, tidak pandang negeri atau benua, bangsa atau warna kulit. Diperingatkan di sini dua hal, pertama supaya takwa kepada Allah, kedua supaya mengerti bahwa sekalian manusia di bagian bumi mana pun mereka berdiam, mereka adalah satu belaka. Tegasnya, Allah adalah Satu dan kemanusiaan pun satu!
“Dan daripadanya dijadikan-Nya istrinya." Yaitu dari diri yang satu itu jugalah ditimbulkan pasangannya, istrinya.
Baik juga kita ketahui bahwa tafsir yang umum sejak dahulu ialah yang dimaksud dengan diri yang satu ialah Adam, yang darinya dijadikan jodohnya. Menurut tafsiran sebagian besar ahli tafsir ialah istri Adam yang bernama Hawa. Ibnu Abu Syaibah dan Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim menjelaskan bahwa Mujahid memang menafsirkan demikian. Yaitu bahwa diri yang satu itu ialah Adam. Mujahid menafsirkan bahwa jodohnya yang dijadikan darinya ialah Hawa, yaitu dari tulang rusuk Adam. Ibnul Mundzir dan Abd bin Humaid menjelaskan lagi bahwa tulang rusuk Adam ialah tulang rusuk kiri yang di bawah sekali.
Menurut riwayat Abusy-Syaikh dari Ibnu Abbas bahwa beliau (Ibnu Abbas) menafsirkan begitu pula. Oleh sebab itu, ahli-ahli tafsir yang datang di belakang pun menuruti jejak langkah ahli-ahli tafsir yang dahulu. Belum ada ahli tafsir lama yang menafsirkan lain dari itu. Padahal dalam ayat yang ditafsirkan tidaklah ada tersebut bahwa diri yang satu ini adalah Adam dan istri atau jodoh yang dijadikan darinya ialah Hawa dan tidak tersebut sama sekali tentang tulang rusuk.
Niscaya, karena pintu ijtihad dalam Islam tidak tertutup untuk selama-lamanya, masih juga ada orang yang bertanya, dari mana sumbernya ahli-ahli tafsir menafsirkan demikian?
Sumber pertama ialah sabda Nabi yang dirawikan Bukhari dan Muslim, yang dahulu pun ketika menafsirkan Adam dengan istrinya dalam surga, dalam surah Al-Baqarah telah kita salinkan. Nabi memperingatkan benar-benar supaya perempuan dipelihara baik-baik sebab dia dijadikan dari tulang rusuk, yang kalau tidak hati-hati memeliharanya, terlampau keras dia patah dan jika dibiarkan saja dia tetap bengkok.
Ahli-ahli ijtihad sekali-kali tidak membantah hadits yang shahih ini, tetapi belum dapat menumpangi paham bahwa hadits ini dapat dijadikan alasan yang tepat untuk mengatakan bahwa Hawa terjadi dari tulang rusuk sebelah bawah, sebelah kiri Nabi Adam. Setinggi-tinggi yang dapat diambil dari hadits ini hanyalah bahwa tabiat, kelakuan perempuan menyerupai tulang rusuk, yang kalau dikerasi, akan patah dan kalau dibiarkan saja, tetap bengkok. Jadi bukan dirinya yang dibuat dari tulang rusuk, melainkan perangainya menyerupai tulang rusuk. Yang terang sekali ialah semua perempuan dalam dunia ini tidaklah terjadi dari tulang rusuk. Apatah lagi tulang rusuk suaminya. Yang menjadi pertikaian hanyalah tentang Hawa. Bukan semua perempuan.
Yang mempunyai dasar teguh kepercayaan tentang Hawa terjadi dari tulang rusuk Nabi Adam ialah bangsa Ibrani umumnya dan kaum Yahudi khususnya, sebab tersebut dalam kitab Kejadian (pasal II, ayat 21—22), salah satu dari lima Kitab yang menurut kepercayaan mereka adalah Taurat yang sebenarnya. Akan tetapi, penyelidik-penyelidik umum, secara ilmiah menyatakan keraguan mereka, apakah itu benar-benar wahyu kepada Musa atau catatan orang yang datang kemudian saja? Yang mencatat kepercayaan penduduk di sekeliling Babylon dan Tanah Mesopotamia pada zaman purbakala lalu dikumpulkan dan dijadikan pokok kepercayaan? Will Durant pengarang kitab tebal berjilid-jilid tentang “Sejarah Kebudayaan" seorang Yahudi, menyatakan bahwa kepercayaan itu merata di Mesopotamia dan Babylon pada zaman dahulu. Itu yang diambil alih orang Yahudi dan dijadikan kitab suci.
Dalam penafsiran yang dahulu, ada juga kita salinkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan beberapa orang sahabat Rasulullah. Mereka berkata, “Tatkala Adam beriman di dalam surga, dia berjalan kesepian seorang diri, tidak ada istri untuk menenteramkan hati. Dia pun tidur. Setelah beberapa lama tertidur, dia pun terbangun. Tiba-tiba di sisi kepalanya seorang perempuan telah duduk, yang telah dijadikan Allah dari tulang rusuknya
Menilik bunyi hadits ini, teranglah bahwa ini adalah tafsiran beberapa sahabat, termasuk Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud. Bukan kata tegas dari Rasulullah ﷺ Oleh sebab itulah, Jumhurul Mufassirin memegang tafsiran ini. Mereka menguatkan ini karena sudah berbaik sangka, niscaya mereka menafsirkan begini karena sudah ada Rasulullah mengatakan demikian. Akan tetapi, setengah penafsir lagi berpendapat bahwa mereka menafsirkan be-gini belum tentu karena menerima keterangan dari Rasulullah, hanya karena mendengar orang-orang Yahudi mengatakan demikian, berdasar kepada ayat kitab Taurat (Kejadian) yang mereka pegang. Sedang Rasulullah ﷺ sudah pernah mengatakan bahwa jika kamu dengar riwayat-riwayat dari Ahlul Kitab janganlah segera kamu benarkan saja dan jangan pula kamu dustakan. Terima saja menurut keadaannya.
Apatah lagi, sebagaimana yang telah kita salinkan dalam tafsiran pada surah al-Baqarah, dalam kalangan Islam sendiri ada pula pendapat yang lebih maju, yaitu dari kalangan ahli tasawuf, dipelopori oleh Ibnu Arabi dan dalam kalangan kaum Syi'ah diterangkan oleh imam-imam mereka sendiri, yaitu sebagai imam Muhammad al-Baqir, bahwa sebelum Adam nenek kita, telah ada beribu-ribu (berjuta-juta) Adam. Asy-Syaikhul Akbar Ibnu Arabi mengatakan dalam Fatuhat bahwa 40.000 tahun sebelum Adam, sudah ada Adam yang lain.
Dengan mengemukakan hal ini dapatlah kita menyimpulkan bahwa dalam kalangan Islam, tidaklah satu saja pendapat tentang itu. Di samping yang mengatakan bahwa diri yang satu ialah Adam yang jodohnya dijadikan dari dirinya ialah Hawa, ada pula pendapat yang lain. Hal ini diuraikan oleh Sayyid Rasyid Ridha dalam tafsirnya, al-Manar, berdasarkan tafsiran gurunya, Syekh Muhammad Abduh. Tidaklah heran jika pendapat tidak sama sebab dari Al-Qur'an tidak ada kata tegas tentang itu dan hadits shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim bisa pula dipahamkan lain. Oleh karena Islam adalah satu-satunya agama yang memberi kebebasan ijtihad bagi yang ahli dan tidak ada badan kependetaan yang segala ke-putusan mereka wajib dituruti, tidaklah ada salahnya jika terdapat pendapat yang tidak sama. Oleh sebab itu, tidaklah dihukumkan keluar dari Islam seseorang yang berpendapat atau berkeyakinan dari hasil penyelidikannya, bahwa Hawa tidak terjadi dari tulang rusuk Adam dan bukan Adam manusia pertama di dunia ini, apatah lagi pendapat, bahwa sekalian perempuan tidaklah terjadi dari tulang rusuk laki-laki.
Demikian pula sebatiknya, tidaklah ada orang yang berpendapat bahwa memang Adam manusia pertama dan memang Hawa terjadi dari tulang rusuknya. Tidak pula salah kalau kita umat Islam turut menumpahkan perhatian, menyelidiki teori-teori tentang hasil penyelidikan sudah berapa ratus ribu tahunkah ada manusia di dunia ini. Benarkah atau salahkah hasil penyelidikan orang tentang fosil manusia Peking atau manusia Trinil atau manusia Mojokerto dan lain-lain. Kalau bertemu nash yang jelas dalam Al-Qur'an atau dalam hadits shahih yang artinya tidak bisa dipahamkan lain, bahwa memang Adam yang tersebut manusia pertama dan Hawa terjadi dari tulang rusuknya, meskipun seluruh dunia mengatakan tidak, kita akan tetap berpegang pada Nash Al-Qur'an dan hadits. Itu pun dengan mengingat pula pendirian ulama, pembangun usul syariat, bahwa hadits ahad, tidak boleh dijadikan pokok aqidah kalau tidak sesuai dengan nash yang shahih dalam Al-Qur'an. Sebab, pokok aqidah wajiblah yang yakin.
Kita ulangi sekali lagi, “pokok aqidah hendaklah yang yakin."
Oleh sebab itu, sudahlah dapat kita pahami bahwasanya jika kita meninggalkan tafsiran jumhur tadi, yang mengatakan Hawa terjadi dari tulang rusuk Nabi Adam, yang kemudian sampai kepada pemahaman bahwa semua perempuan terjadi dan tulang rusuk, lalu diganti dengan tafsiran lain karena telah bertemu bukti-bukti ilmiah hash penyelidikan atas fosil-fosil bekas tulang-tulang manusia yang telah beratus ribu tahun, hendaklah kita ingat pula bahwa teori-teori ilmiah dipelopori oleh Charles Darwin dan ini pur. naru teori. Kita pun maklum bahwa bukar. sedikit pula ahli-ahli ilmu pengetahuan yang menolak teori Darwin. Oleh sebab itu, jika dalam tarsman kita cenderung kepada teori-teori baru -anganlah pula dijadikan aqidah yang dipegang aengan yakin.
Sebab pembinaan suatu aqidah hendaklah berdasarkan nash yang shahih elas dan tidak dapat diartikan lain; Qath'i (kata putus, sehingga tidak dapat dibantah iagri Sedang pengetahuan adalah teori, hasii penyelidikan, yang biasa saja berubah.
Untuk membebaskan diri dari kedua aliran ini, mari kita tempuh jalan lain di dalam menafsirkan ayat ini, yang sekah-kaii tidaklah akan berlawanan dengan maksud ayat. In syaa Allah.
“Dia telah menjadikan kamu dan satu diri."
Ialah seluruh manusia, laki-laki dan perempuan, di benua mana pun mereka berdiam dan apa pun warna kulitnya, mereka adalah diri yang satu. Sama-sama berakal, sama-sama menginginkan yang baik dan tidak menyukai yang buruk. Sama-sama suka kepada yang elok dan tidak suka kepada yang jelek. Oleh sebab itu, hendaklah dipandang orang lain sebagai diri kita sendiri juga. Meskipun ada manusia yang masyarakatnya telah amat maju dan ada pula yang masih sangat terbelakang, bukanlah berarti bahwa mereka tidak satu. Kemudian, diri yang satu dipecah; darinyalah dijadikan jodohnya atau betinanya atau istrinya. Ibaratkan kepada kesatuan kejadian alam semesta, yang kemudian dibagi dua menjadi positif dan negatif. Demikian pulalah manusia. Terjadinya pembagian antara laki-laki dan perempuan hanyalah satu perubahan kecil saja dalam “teknik" Ilahi pada menjadikan alat kelamin, yang disebut dalam istilah bahasa Arab, Ijab dan Salab.
Pada semua manusia diadakan syahwat bersetubuh. Bagi yang dijadikan laki-laki lebih diaktifkan untuk mendorong dan mencari. Bagi yang dijadikan perempuan dibangkitkan kesediaan menunggu dan menerima. Padahal kemajuan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia telah berkali-kali membuktikan bahwa dengan sedikit operasi pada alat kelamin dan beberapa kelenjar, laki-laki bisa berubah menjadi perempuan dan sebaliknya perempuan bisa berubah menjadi laki-laki. Ada pula orang yang menjadi Khuntsa atau banci “sibujang-gadis" yang berperangai seperti perempuan, tetapi bertubuh sebagai laki-laki.
Dengan itu dapatlah dipahamkan bahwa dari diri yang satu itu jugalah dijadikan jodohnya. Dibagi dualah diri yang satu itu, sebagian jadi laki-laki dan sebagian jadi perempuan, maka berkawin-kawinlah mereka dan berkembang biaklah mereka tidak putus-putusnya. Ini ditegaskan oleh ayat yang selanjutnya, “Serta dari keduanya Dia memper-kembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak" Penuhlah dunia ini oleh manusia laki-laki dan perempuan.
Begitulah perkembangan manusia di dunia yang pada asal dan pokok hanyalah satu, satu di dalam kemanusiaan atau satu di dalam keturunan, yang kemudian telah ditakdirkan Allah berlaki-laki dan berperempuan, ber-jantan dan berbetina. Tersebar di muka bumi banyak sekali, berjuta-juta. Oleh sebab itu, supaya kesatuan mereka tetap terpelihara, da
tanglah lanjutan firman Allah, “Bertakwalah kepada Allah, yang kamu telah tanya-bertanya tentang (nama)-Nya, dan (peliharalah) kekeluargaan."
Ayat ini telah memberikan kesadaran kepada manusia, setelah akal manusia tumbuh dan mereka telah hidup bermasyarakat, mereka selalu menyebut nama Allah atau nama Maha Pencipta yang telah menganugerahi mereka hidup di dunia. Allah selalu menjadi sebut-sebutan, menjadi buah pertanyaan, tanya-bertanya antara satu sama lain.
Bangsa apa pun mereka, di benua mana pun mereka berdiam, Maha Pencipta sudah selalu menjadi buah pikiran dan buah mulut, menjadi buah tanya antara teman sesama teman. Lalu datanglah ayat ini menegaskan bahwa Allah janganlah hanya menjadi buah pertanyaan, melainkan hendaklah ditanamkan dalam jiwa rasa takwa kepada-Nya.
Kemudian, sesudah diperintahkan agar bertakwa kepada Allah yang selalu menjadi buah pertanyaan dalam percakapan sehari-hari, ada lagi soal lain yang juga menjadi buah pertanyaan jika bertemu satu dengan yang lain. Yang satu menanyakan kepada yang lain dari hal keluarga atau yang disebut di dalam ayat al-Arham.
Kata al-Arham adalah jamak kata Rahim, yang berarti kasih sayang. Kemudian, disebut untuk keluarga bertali darah. Allah telah mewahyukan kalimat al-Arham untuk mengingatkan manusia agar sadar kesatuan tali keturunan manusia. Sedangkan peranakan tempat seorang ibu mengandung anaknya disebut juga rahim ibu karena seorang ibu mengandung anaknya dalam suasana kasih sayang.
Ingatlah kebiasaan manusia, jika jauh mencari suku, jika dekat mencari perinduan. Tanya-menanyakan asal usul sehingga dapat diketahui pertalian darah. Baik dekat maupun jauh. Orang Arab menanyakan, saudara dari kabilah apa, Adnan atau Qahthan, Mudhar atau Rabrah. Lalu disebut Quraisy dan disebut pecah-belahannya, Bani Umayyah atau Bani Hasyim. Dengan demikian mereka hendak mencari pertalian arham.
Kadang-kadangapabila bertemu Bani Israil (Yahudi) dengan Bani Isma'il (Arab), mereka pun ingat pertalian darah karena sama-sama turunan Ibrahim. Bani Hasyim sampai kepada zaman kita sekarang ini memelihara baik-baik Syajaratun Nasab (pokok keturunan) Gunanya adalah untuk mencari hubungan arham.
Orang Minangkabau jika bertemu di rantau orang—walaupun yang seorang datang dari Payakumbuh dan yang seorang lagi dari Painan—selalu menanyakan suku. Jika kebetulan orang yang ditanyai sepesukuan dengan orang yang bertanya, langsung mereka mengaku bersaudara satu keturunan. Jika sepesukuan dengan ayahnya, disebutnya orang itu bakonya. Kalau yang menjawab tanya itu kebetulan sepesukuan dengan istrinya, langsung dia menjawab, “Kalau begitu kata tuan, saya ini adalah orang semenda tuan."
Orang Batak menanyakan marga, entah Harahap entah Siregar entah Sitompul. Kalau orang yang ditanya menjawab nama marganya, kebetulan satu marga dengan orang yang bertanya, terasalah mereka sebagai saudara sehina semalu. Bertambah jauh perantauan bertambah dekat kekeluargaan yang berjauhan. Orang Indonesia jika bersama tinggal di Eropa, mereka merasa satu arham, walaupun yang satu dari Aceh, sedang yang satu dari Ternate. Begitulah jauh dan luasnya perasaan al-Arham sehingga kagumlah kita akan bunyi ayat, yang mengupas jiwa manusia. Pertama buah pertanyaan mereka atau ketika menegakkan tolong-menolong, mereka menyebutkan Allah, yang kedua mereka tanya-bertanya dari hal al-Arham.
Ayat ini telah memperingatkan lagi bahwa dua hal selalu menjadi buah pertanyaan timbal-balik antara manusia. Pertama Allah, kedua hubungan keluarga. Kepada Allah hendaklah kamu bertakwa dan kepada keluarga karena sama keturunan darah manusia dari yang satu, hendaklah kamu berkasih sayang.
Dengan merenungkan ayat ini kita dapat memahami dasar damai perikemanusiaan dalam ajaran Islam. Apabila segenap manusia yang datang dari satu keturunan telah sama-sama bertakwa kepada Allah, dengan sen-dirinya timbullah keamanan jiwa. Apatah lagi setelah mereka sadari bahwa mereka adalah satu keluarga besar yang dipertalikan oleh satu aliran darah dan aliran kasih.
“Sesungguhnya Allah Pengawas atas kamu."
(ujung ayat 1)