Ayat

Terjemahan Per Kata
إِنَّآ
sesungguhnya Kami
أَنزَلۡنَا
Kami telah menurunkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
ٱلۡكِتَٰبَ
kitab
لِلنَّاسِ
bagi manusia
بِٱلۡحَقِّۖ
dengan kebenaran
فَمَنِ
maka barang siapa
ٱهۡتَدَىٰ
mendapat petunjuk
فَلِنَفۡسِهِۦۖ
maka untuk dirinya sendiri
وَمَن
dan barang siapa
ضَلَّ
sesat
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَضِلُّ
dia sesat
عَلَيۡهَاۖ
atasnya/dirinya sendiri
وَمَآ
dan tidaklah
أَنتَ
kamu
عَلَيۡهِم
atas mereka
بِوَكِيلٍ
pengawal/bertanggung jawab
إِنَّآ
sesungguhnya Kami
أَنزَلۡنَا
Kami telah menurunkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
ٱلۡكِتَٰبَ
kitab
لِلنَّاسِ
bagi manusia
بِٱلۡحَقِّۖ
dengan kebenaran
فَمَنِ
maka barang siapa
ٱهۡتَدَىٰ
mendapat petunjuk
فَلِنَفۡسِهِۦۖ
maka untuk dirinya sendiri
وَمَن
dan barang siapa
ضَلَّ
sesat
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَضِلُّ
dia sesat
عَلَيۡهَاۖ
atasnya/dirinya sendiri
وَمَآ
dan tidaklah
أَنتَ
kamu
عَلَيۡهِم
atas mereka
بِوَكِيلٍ
pengawal/bertanggung jawab
Terjemahan

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) untuk (seluruh) manusia dengan hak. Siapa yang mendapat petunjuk, (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat, sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri. Engkau bukanlah penanggung jawab mereka.
Tafsir

(Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Alkitab untuk manusia dengan membawa kebenaran) lafal Bil haqqi berta'alluq kepada lafal Anzalnaa (siapa yang mendapat petunjuk maka untuk dirinya sendiri) yakni hidayahnya itu untuk dirinya sendiri (dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat kerugian dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka) lalu karenanya kamu dapat memaksa mereka untuk menerima hidayah.
Tafsir Surat Az-Zumar: 41-42
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri; dan siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.
Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad ﷺ: Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran. (Az-Zumar: 41) kepada semua makhluk, manusia, dan jin, agar kamu memberi peringatan kepada mereka dengan Al-Qur'an itu. siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri. (Az-Zumar: 41) Yakni sesungguhnya manfaat dari petunjuk itu kembali kepada dirinya sendiri. dan siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri. (Az-Zumar: 41) Artinya, sesungguhnya kerugian dari akibat perbuatannya itu menimpa dirinya sendiri. dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (Az-Zumar: 41) Yaitu diserahi tanggung jawab agar mereka mendapat petunjuk, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu. (Hud: 12) Dan firman Allah ﷻ karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40) Kemudian Allah ﷻ menceritakan perihal diri-Nya, bahwa Dialah Yang mengatur seluruh alam wujud ini menurut apa yang dikehendaki-Nya, dan bahwa Dialah yang mematikan manusia dengan menugaskan para malaikat pencabut nyawa untuk mencabut roh mereka dari tubuhnya.
Ini disebut kematian besar. Ada juga yang dinamakan kematian kecil, yaitu di saat yang bersangkutan tidur. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Aliahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (Al-An'am: 60-61) Dalam ayat ini disebutkan dua kematian, yaitu kematian kecil, kemudian kematian besar. Sedang dalam surat Az-Zumar disebutkan sebaliknya, yaitu pada mulanya disebut kematian besar, kemudian kematian kecil, melalui firman-Nya: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. (Az-Zumar: 42) Di dalam makna ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa semua roh dikumpulkan di mala-ul a'la, seperti yang disebutkan di dalam hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dan lain-lainnya.
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ubaidillah ibnu Umar, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian menempati peraduannya, hendaklah terlebih dahulu menyapu tempat tidurnya dengan bagian dalam kainnya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui kotoran apa yang telah ditinggalkannya pada peraduannya itu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan doa, "Dengan menyebut nama Engkau, ya Tuhanku, aku letakkan lambungku dan dengan menyebut nama Engkau aku mengangkat (membangunkan)nya. Jika Engkau memegang jiwaku, maka kasihanilah ia; dan jika Engkau melepaskannya, maka peliharalah ia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang saleh.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa arwah orang-orang yang mati dicabut bila mereka mati, begitu pula arwah orang-orang yang hidup dicabut bila mereka tidur, lalu mereka saling kenal menurut apa yang telah dikehendaki oleh Allah ﷻ maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya. (Az-Zumar: 42) Yakni arwah orang yang telah mati dan melepaskan arwah orang yang hidup sampai waktu yang ditentukan. As-Saddi mengatakan sampai tiba saat ajalnya. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Allah menahan jiwa orang yang telah mati dan melepaskan jiwa orang yang hidup, dan tidak pernah terjadi kekeliruan dalam hal ini. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (Az-Zumar: 42)"
Pada ayat yang lalu Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk bekerja bersungguh-sungguh menyampaikan kebenaran yang ditugaskan Allah kepada beliau. Ayat-ayat berikut seakan mempertegas tugas beliau tersebut dengan Al-Qur'an yang sudah berada di tangan beliau. Sungguh, Kami telah menurunkan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, Kitab, yakni Al-Qur'an dengan benar (Lihat: Surah az-Zumar/39 :1-2), serta membawa kebenaran untuk manusia; barang siapa memilih untuk mendapat petunjuk, maka petunjuk itu untuk dirinya sendiri, dan siapa yang memilih jalan sesat, maka sesungguhnya kesesatan itu juga semata-mata untuk dirinya sendiri, dan engkau, wahai Nabi Muhammad, bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap kesesatan yang telah mereka pilih. 42. Karena Nabi Muhammad dinyatakan tidak bertanggung jawab atas kesesatan manusia, ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah saja yang bertanggung jawab dan menggenggam hidup manusia, semenjak kehidupan dunia sampai ke kehidupan akhirat. Hanya Allah-lah yang memegang nyawa seseorang pada saat kematiannya dan nyawa seseorang yang belum mati ketika dia tidur, maka Dia tahan nyawa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya ketika dia mati, dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan ketika dia tidur. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mau berpikir.
Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan kebenaran. Beliau lalu diperintahkan untuk menyampaikan ajaran agama Allah kepada seluruh manusia dengan cara memberikan kabar gembira dengan datangnya rahmat Allah dan memberi peringatan akan tibanya siksa Allah bagi mereka yang mendustakannya. Al-Qur'an mengandung segala petunjuk yang diperlukan oleh manusia dalam mengatur seluruh aspek kehidupannya. Dengan itu, mereka menjadi umat yang berbahagia di dunia dan akhirat karena menempuh jalan yang lurus.
Barang siapa yang mendapat petunjuk untuk mengamalkan isi Al-Qur'an, maka kemanfaatan petunjuk itu adalah untuk dirinya sendiri, karena mereka akan mendapat keridaan Allah, dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari neraka. Dan barang siapa yang menyimpang dari jalan yang lurus itu sehingga tersesat, maka sesungguhnya hal itu semata-mata merugikan dirinya sendiri. Ia akan terjerumus dalam kehancuran dan kebinasaan karena akan mendapat kemurkaan Allah dan mengalami penderitaan dalam api neraka. Pada hari Kiamat, tidak ada yang selamat melainkan orang yang benar-benar membawa hati yang bersih sesuai dengan firman Allah:
(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (asy-Syu'ara'/26: 88-89)
Allah lalu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap amal perbuatan mereka. Tugas beliau hanya semata-mata menyampaikan risalah seperti dijelaskan dalam firman-Nya:
Sungguh, engkau hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah pemelihara segala sesuatu. (Hud/11: 12)
Firman-Nya juga:
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Gasyiyah/88: 21-22)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEPERCAYAAN ASLI
Ayat 38
“Dan sesungguhnya jika engkau tanyakan kepada mereka, (wahai Rasul), siapakah yang menciptakan semua langit dan bumi? Benar-benar Allah akan mereka katakan, “Allah!"
Mereka tidak akan menjawab lain. Mereka tidak akan mengatakan bahwa yang menjadikan langit dan bumi ialah berhala al-Laata, al-Uzza, atau Manaata yang besar! Atau berhala mereka pun tidak akan mengatakan ada sesuatu yang lain. Pasti mereka akan menjawab bahwa pencipta semua langit dan bumi itu tidak ada lain dari Allah! Itulah kepercayaan asli yang terhunjam dalam jiwa mereka bahkan dalam jiwa manusia seluruhnya yang bersamaan tumbuh dengan akalnya. Sebab sejak semula tumbuh akalnya telah bertanya dia dalam hatinya apakah yang ada di kelilingnya ini, dari mana datangnya, ke mana kesudahannya, betapa akhirnya dan siapakah penciptanya? Sejak semula orang Arab, jauh sebelum Nabi Muhammad ﷺ datang, telah mengakui bahwa Maha Pencipta Yang Mahaagung itu hanya satu dan mereka namai dia Allah. Kalau yang lain-lain yang mereka puja atau hormati, mereka sebutkan al-ilah, yang kita artikan dewa atau Allah. Tetapi terhadap kepada Yang Satu itu, Yang Esa, Yang Tunggal mereka sebut Allah dengan mereka hilangkan huruf hamzah di pangkal Ilah, sehingga disebut Allah. Kalau mereka telah menyebut Allah maka dalam pikiran mereka tidak ada yang lain lagi yang diingat, melainkan Yang Tunggal itu.
Begitu pulalah pada bangsa-bangsa dan suku lain yang memuja kepada berbagai dewa. Seumpama orang Hindu Bali; mereka memuja berbagai dewa, tetapi terhadap yang paling tinggi itu mereka sebut Sang Hyang Widhi. Widhi adalah bahasa Kaei yang berarti Esa. Di tempat lain disebut Sang Hyang Tunggal. Dan Tunggal berarti Esa juga.
Maka kedatangan nabi-nabi pada umumnya dan kedatangan Muhammad Rasulullah ﷺ pada khususnya ialah mengingatkan manusia bahwa perasaannya yang asli itu adalah benar. Allah itu memang Esa adanya, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Oleh sebab itu, kalau Dialah Maha Pencipta Yang Tunggal, maka seyogianya pulalah kalau Dia Yang Mahatunggal buat disembah.
“Katakanlah, Apakah kamu pernah pikirkan apa yang kamu seru selain Allah itu, jika Allah hendak menimpakan kemudharatan kepadaku, adakah mereka itu,'" -yaitu berbagai berhala yang kamu puja dengan berbagai bentuk dari kayu, batu, pohon, dan sebagainya itu-"saat melepaskan kemudharatan-Nya itu?" dari diriku sehingga aku terlepas dengan selamat? ‘Atau jika Dia hendak memberikan rahmat kepadaku, adakah mereka itu sanggup menahan rahmat-Nya itu?"
Meskipun di sini tidak disebutkan jawaban mereka, sudahlah terang bahwa mereka tidak akan saat menjawab bahwa jika Allah hendak mendatangkan mudharat kepada seseorang, tidaklah ada satu berhala atau suatu barang yang dipuja-puja sanggup menghambat atau menahan datangnya malapetaka itu. Demikian pula kalau Allah hendak mendatangkan rah-mat-Nya kepada seseorang, tidak ada pula satu berhala, atau satu pohon kayu, atau satu puncak gunung satu hantu pun yang saat menghalangi rahmat itu.
Dalam ayat ini Nabi saw, disuruh menyebut jika bahaya itu menimpa diri beliau sendiri, atau rahmat itu diturunkan Allah kepada diri beliau sendiri adalah suatu susun kata yang menunjukkan kerendahan hati berhadapan dengan Allah, bahwa meskipun beliau Nabi, beliau pun seorang manusia. Yang kalau Allah kehendaki bisa saja bahaya datang atau rahmat turun.
Setelah jelas bahwa mereka yang kafir menolak kebenaran itu tidak akan saat memberikan jawaban, diperintahkan Allah-lah Rasul-Nya melanjutkan menegaskan pendirian.
“Katakanlah, ‘Bagiku cukuplah Allah saja!'"
Kalau aku hendak ditimpa mudharat, yang mendatangkan mudharat itu ialah Allah sendiri, tidak ada yang lain. Dan yang Mahakuasa mencabutnya hanya Allah pula, tidak ada orang lain atau barang lain yang sanggup mencabut. Demikian juga jika aku akan mensaat rahmat maka rahmat itu datang dari Allah, tidak ada dari sumber lain. Tidak ada satu pun yang bergerak, kalau tidak izin dari Allah. Dan tidak pula ada yang sanggup menahan rahmat itu, kecuali Allah pula. Sebab itu maka buruk dan baik, mudharat atau manfaat, rahmat atau kecelakaan, semuanya itu dari Allah dan takdir Allah. Oleh sebab itu maka aku berserah diri sebulatnya kepada Allah,
“Kepada-Nyalah bertawakal sekalian orang yang bertawakal."
Karena kesempurnaan dari iman dan tauhid ialah bertawakal, yaitu berserah diri sebulat dan sepenuhnya. Tawakal adalah buah dari iman. Tidak mungkin jadi seorang yang mengaku beriman kalau tidak bertawakal.
Pada suatu hari melawAllah saya ke satu kampung orang Islam. Kampung itu jauh dari dokter. Di sana sedang berjangkit penyakit muntah berak (muntaber), yaitu ungkapan baru untuk mengurangkan dahsyat bunyi kata-kata kolera. Maka menurut petuah dari seorang dukun di kampung itu digantung-kanlah di tiap-tiap tingkap rumah orang daun jiluang dan daun pandang musang. Katanya daun-daun itu adalah suatu “tangkal" untuk menghalangi jumbalang penyakit itu jangan sampai masuk ke dalam rumah.
Dan kerap kali pula saya melihat di dalam sebuah rumah ada seorang perempuan muda sedang mengandung anaknya yang pertama. Di tonggak tangga akan naik ke rumah dipakukan ladam (terompah besi kuda). Katanya ladam itu pun penangkal jangan sampai anak itu diganggu oleh puntianak atau sundal bolong atau pelesit. Semuanya ini adalah bekas kepercayaan zaman jahiliyyah, yang apabila iman, tauhid dan tawakal telah memenuhi jiwa seseorang tidaklah dia akan berbuat de-mikian. Dia akan berusaha dengan cara yang masuk akal menurut dasar ilmu pengetahuan kesehatan, menjaga penyakit itu jangan menular kepada rumahnya.
Ayat 39
“Katakanlah, ‘Wahai kaumku.'"
Seruan yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya agar disampaikan kepada kaumnya yang masih mempertahankan pendirian musyrik yang kufur itu."Bekerjalah kamu atas tempat tegak kamu dan aku pun akan bekerja pula." Kalau pendirian yang jelas salah itu hendak kamu pertahankan juga dan seruan dakwahku tidak kamu pedulikan, silakan kamu bekerja meneruskan ke-yakinan dan pendirian kamu itu. Aku pun akan meneruskan pekerjaanku pula menurut keyakinan dan pendirianku.
“Maka kelak kamu akan mengetahui."
Yang setelah kita meneruskan pekerjaan menurut keyakinan masing-masing, akan kamu lihat Allah kelak, siapakah di antara kita di pihak yang benar dan
Ayat 40
“Siapakah yang akan datang kepadanya adzab yang akan membuatnya jadi hina."
Yaitu hina dan jatuh martabatnya di atas dunia ini. Dan kemegahan kepada keruntuhan dari kesombongan menderita kekalahan, kian lama kian terdesak dan tidak akan bangkit lagi, sehingga akhir kalau bertahan juga terpaksa memilih satu di antara dua jalan, yaitu pertama mengakui dan tunduk lalu masuk Islam atau jadi hina terus dan hilang sama sekali.
“Dan akan menimpa ke atasnya adzab yang menetap."
Adzab yang menetap, tidak akan berubah-ubah lagi ialah di dalam neraka kelak.
Kemudian itu diberikanlah pedoman kerja oleh Allah kepada Rasul-Nya dalam menghadapi kaumnya itu, kaum Quraisy dan sekelilingnya. Tetapi jadi, pedoman hidup juga buat umat manusia sampai akhir zaman.
Ayat 41
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Kitab kepada engkau."
Yaitu Al-Qur'an, “Untuk manusia dengan kebenaran." Al-Qur'an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ ialah untuk manusia! Untuk mengeluarkan manusia itu daripada gelap gulita kekacauan pikiran dan ketiadaan pegangan kepada terang benderang aqidah. Isinya adalah kebenaran seluruhnya. Kebenaran yang tahan uji, yang berlaku buat segala waktu dan ruang. Sebab dengan akal itu saja belumlah cukup manusia mensaat keselamatan hidup. Akal itu pun hendak saat bimbingan pula daripada Allah sendiri. “Maka barang siapa yang mengambil petunjuk" daripada Al-Qur'an yang disampaikan kepada Rasul itu dan oleh Rasul disampaikan pula kepada manusia, “Maka itu adalah untuk keuntungan dirinya," sendiri. Dengan berpedoman hidup kepada Al-Qur'an dia akan memenuhi hidupnya sebagai manusia. Dia akan berkhidmat kepada masyarakatnya di samping mengabdi kepada Allah. Meskipun hidup seseorang manusia di bumi hanya sebentar, namun bekas yang dia tinggalkan akan memperkaya kemanusiaan buat diteruskan. Sebab manusia yang berpedoman hidup kepada Al-Qur'an itu selalu dianjurkan beriman dan beramal saleh. Beriman kepada Allah, beramal saleh untuk kepentingan kemanusiaan. “Dan barangsiapa yang sesat, itu pun lain tidak hanya menyesatkan dirinya jua." Maka kalau ada orang yang menempuh jalan sesat, yang rugi adalah dirinya sendiri. Allah sendiri tidak akan rugi dan dunia pun tidak akan rugi. Dia rugi karena Allah memurkai dia. Dia rugi karena masyarakat manusia memandangnya sebagai penghalang jalan kebenaran. Kalau terjadi yang demikian,
“Dan sekali-kali tidaklah engkau yang bertanggung jawab atas mereka."
Yang menjadi kewajiban bagimu, wahai Rasul, hanya semata-mata menyampaikan, mendakwah kepada mereka dengan segala kemampuan yang ada padamu. Selalu akan ada yang tersesat, namun yang diberi petunjuk oleh Allah pun tetap ada. Mereka itulah yang akan jadi tiang-tiang teguh penegak agama ini.
Semoga kita termasuk di antara tiang-tiang itu. Amin!