Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡمَلُواْ
bekerjalah kamu
عَلَىٰ
atas
مَكَانَتِكُمۡ
keadaan/kemampuanmu
إِنِّي
sesungguhnya aku
عَٰمِلٞۖ
orang yang bekerja
فَسَوۡفَ
maka kelak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
قُلۡ
katakanlah
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡمَلُواْ
bekerjalah kamu
عَلَىٰ
atas
مَكَانَتِكُمۡ
keadaan/kemampuanmu
إِنِّي
sesungguhnya aku
عَٰمِلٞۖ
orang yang bekerja
فَسَوۡفَ
maka kelak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
Katakanlah, “Wahai kaumku, berbuatlah menurut kedudukanmu! Sesungguhnya aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui
Tafsir
(Katakanlah, "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaan kalian) kondisi kalian (sesungguhnya aku akan bekerja pula) sesuai dengan keadaanku (maka kelak kalian akan mengetahui).
Tafsir Surat Az-Zumar: 36-40
Bukankan Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Mahaperkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab? Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Niscaya mereka menjawab, "Allah." Katakanlah, "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu; atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku.
Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri. Katakanlah, "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal. Firman Allah ﷻ: Bukankan Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. (Az-Zumar: 36) Sebagian ulama membacanya 'ibadahu dengan bentuk jamak, yakni Allah ﷻ memberikan kecukupan kepada hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya. Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan ayat ini mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidillah keponakanku anak Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepada kami Abu Hani', dari Abu Ali Amr ibnu Malik Al-Janabi, dari Fudalah ibnu Ubaid Al-Ansari r.a., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Beruntunglah orang yang mendapat petunjuk kepada Islam dan kehidupannya seadanya dan menerima dengan apa adanya.
Imam Turmuzi dan ImamNasai meriwayatkannya melalui hadis Haiwah ibnu Syuraih, dari Abu Hani' Al-Khaulani dengan sanad yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah. (Az-Zumar: 36) Yakni orang-orang yang musyrik itu menakut-nakuti dan mengancam Rasulullah ﷺ dengan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah karena kebodohan dan kesesatannya. Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan: Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya.
Bukankah Allah Mahaperkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab? (Az-Zumar: 36-37) Artinya, Allah ﷻ itu adalah Zat Yang Mahaperkasa Yang tidak tertandingi. Maka barang siapa yang menyandarkan dirinya kepada Allah ﷻ dan berlindung kepada-Nya, maka sesungguhnya Dia Mahaperkasa, tiada yang lebih perkasa, dan tiada pula yang lebih keras pembalasannya terhadap orang-orang yang kafir dan musyrik kepada-Nya serta menentang Rasul-Nya selain Dia. Firman Allah ﷻ: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Niscaya mereka menjawab, "Allah. (Az-Zumar: 38) Orang-orang musyrik pada dasarnya mengakui bahwa Allah ﷻ adalah Yang menciptakan segala sesuatu. Tetapi sekalipun demikian, mereka menyembah selain-Nya di samping Dia, padahal yang selain-Nya itu tidak dapat menimpakan mudarat terhadap mereka dan tidak dapat pula memberi manfaat kepada mereka.
Untuk itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: Katakanlah, "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu; atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?" (Az-Zumar: 38) Yakni jelas berhala-berhala itu tidak dapat berbuat sesuatu pun dari urusan tersebut. Dalam tafsir ayat ini Imam Ibnu Abu Hatim mengatakan melalui hadis Qais ibnul Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani, dari Ibnu Abbas r.a. secara marfu': Peliharalah Allah, niscaya Dia akan memeliharamu.
Dan peliharalah Allah, niscaya kamu jumpai Dia berada di hadapanmu. Kenalilah Allah di masa sukamu, niscaya Dia akan mengenalimu di masa dukamu. Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah; dan apabila meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa seandainya suatu umat bergabung untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu dengan sesuatu yang tidak ditakdirkan oleh Allah atas dirimu, niscaya mereka tidak dapat memudaratkan (membahayakan)mu.
Dan seandainya mereka bergabung untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu yang tidak ditakdirkan oleh Allah untukmu, niscaya mereka tidak dapat memberimu manfaat; semua lembaran telah kering dan qalam telah diangkat. Dan beramallah karena Allah dengan sebaik-baiknya sebagai ungkapan rasa syukur. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya bersabar dalam menghadapi apa yang tidak kamu sukai mengandung kebaikan yang banyak, dan sesungguhnya pertolongan (Allah) itu diperoleh dengan kesabaran, dan sesungguhnya sesudah penderitaan itu ada jalan keluar, dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku. (Az-Zumar: 38) Artinya, Allah-lah Yang memberikan kecukupan kepadaku. Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (Az-Zumar: 38) Semakna dengan apa yang dikatakan oleh Hud a.s. ketika berbicara kepada kaumnya yang telah mengatakan kepadanya hal berikut: Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan-sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. Hud menjawab, "Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku, dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya.
Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun, melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Hud: 54-56) [] Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bakar As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnu Hatim, dari Abul Miqdam maula keluarga Usman, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas r.a. yang me-rafa '-kan hadis ini sampai kepada Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang ingin menjadi orang yang terkuat, hendaklah ia bertawakal kepada Allah ﷻ Dan barang siapa yang ingin menjadi orang yang terkaya, maka hendaklah apa yang ada di tangan kekuasaan Allah lebih kuat dipegang olehnya daripada apa yang ada di tangannya (yakni lebih suka bersedekah daripada memperkaya diri).
Dan barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling mulia, hendaklah ia bertawakal kepada Allah ﷻ Firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu. (Az-Zumar: 39) Yakni sesuai dengan caramu; kalimat ini mengandung ancaman dan peringatan. sesungguhnya aku akan bekerja (pula). (Az-Zumar: 39) Yaitu sesuai dengan cara dan metodaku sendiri. Maka kelak kamu akan mengetahui. (Az-Zumar: 39) akibat dari perbuatan tersebut. siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya (di dunia) dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal. (Az-Zumar: 40) Maksudnya, yang abadi lagi terus-menerus, tidak ada jalan menyelamatkan diri darinya; hal ini akan terjadi kelak di hari kiamat. Semoga Allah melindungi kita semua dari azab ini."
Penjelasan ayat di atas menggambarkan posisi Nabi Muhammad ketika berhadapan dengan orang-orang musyrikin Mekah yang me-nyembah berhala. Untuk mempertegas posisi itu, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menyampaikan kepada kaumnya untuk mengerjakan apa yang ingin mereka kerjakan dan Nabi mengerjakan apa yang Nabi kerjakan. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, 'Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu dan sikap hidup kalian, aku pun berbuat demikian sesuai dengan sikap hidup dan keperca-yaan yang telah dihidayahkan Allah kepadaku. Kelak kamu akan mengetahui apa hasil perbuatan tersebut. 40. Yaitu mengetahui siapa yang mendapat siksa yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan siapa pula yang kepadanya ditimpakan azab yang kekal di kehidupan akhirat. '.
Setelah Rasulullah ﷺ mengemukakan argumen yang tidak dapat dibantah lagi oleh kaum musyrikin, Allah memerintahkan beliau supaya menyampaikan ancaman dengan berkata, "Hai kaumku, berbuatlah sesuai dengan anggapanmu, bahwa kamu mempunyai kekuatan dan keterampilan, dan peraslah keringatmu dalam membuat makar dan tipu dayamu, karena aku pun berbuat pula dalam mengokohkan dan menyiarkan agamaku, nanti kamu akan mengetahui, siapakah di antara kita yang lebih baik kesudahannya.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEPERCAYAAN ASLI
Ayat 38
“Dan sesungguhnya jika engkau tanyakan kepada mereka, (wahai Rasul), siapakah yang menciptakan semua langit dan bumi? Benar-benar Allah akan mereka katakan, “Allah!"
Mereka tidak akan menjawab lain. Mereka tidak akan mengatakan bahwa yang menjadikan langit dan bumi ialah berhala al-Laata, al-Uzza, atau Manaata yang besar! Atau berhala mereka pun tidak akan mengatakan ada sesuatu yang lain. Pasti mereka akan menjawab bahwa pencipta semua langit dan bumi itu tidak ada lain dari Allah! Itulah kepercayaan asli yang terhunjam dalam jiwa mereka bahkan dalam jiwa manusia seluruhnya yang bersamaan tumbuh dengan akalnya. Sebab sejak semula tumbuh akalnya telah bertanya dia dalam hatinya apakah yang ada di kelilingnya ini, dari mana datangnya, ke mana kesudahannya, betapa akhirnya dan siapakah penciptanya? Sejak semula orang Arab, jauh sebelum Nabi Muhammad ﷺ datang, telah mengakui bahwa Maha Pencipta Yang Mahaagung itu hanya satu dan mereka namai dia Allah. Kalau yang lain-lain yang mereka puja atau hormati, mereka sebutkan al-ilah, yang kita artikan dewa atau Allah. Tetapi terhadap kepada Yang Satu itu, Yang Esa, Yang Tunggal mereka sebut Allah dengan mereka hilangkan huruf hamzah di pangkal Ilah, sehingga disebut Allah. Kalau mereka telah menyebut Allah maka dalam pikiran mereka tidak ada yang lain lagi yang diingat, melainkan Yang Tunggal itu.
Begitu pulalah pada bangsa-bangsa dan suku lain yang memuja kepada berbagai dewa. Seumpama orang Hindu Bali; mereka memuja berbagai dewa, tetapi terhadap yang paling tinggi itu mereka sebut Sang Hyang Widhi. Widhi adalah bahasa Kaei yang berarti Esa. Di tempat lain disebut Sang Hyang Tunggal. Dan Tunggal berarti Esa juga.
Maka kedatangan nabi-nabi pada umumnya dan kedatangan Muhammad Rasulullah ﷺ pada khususnya ialah mengingatkan manusia bahwa perasaannya yang asli itu adalah benar. Allah itu memang Esa adanya, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Oleh sebab itu, kalau Dialah Maha Pencipta Yang Tunggal, maka seyogianya pulalah kalau Dia Yang Mahatunggal buat disembah.
“Katakanlah, Apakah kamu pernah pikirkan apa yang kamu seru selain Allah itu, jika Allah hendak menimpakan kemudharatan kepadaku, adakah mereka itu,'" -yaitu berbagai berhala yang kamu puja dengan berbagai bentuk dari kayu, batu, pohon, dan sebagainya itu-"saat melepaskan kemudharatan-Nya itu?" dari diriku sehingga aku terlepas dengan selamat? ‘Atau jika Dia hendak memberikan rahmat kepadaku, adakah mereka itu sanggup menahan rahmat-Nya itu?"
Meskipun di sini tidak disebutkan jawaban mereka, sudahlah terang bahwa mereka tidak akan saat menjawab bahwa jika Allah hendak mendatangkan mudharat kepada seseorang, tidaklah ada satu berhala atau suatu barang yang dipuja-puja sanggup menghambat atau menahan datangnya malapetaka itu. Demikian pula kalau Allah hendak mendatangkan rah-mat-Nya kepada seseorang, tidak ada pula satu berhala, atau satu pohon kayu, atau satu puncak gunung satu hantu pun yang saat menghalangi rahmat itu.
Dalam ayat ini Nabi saw, disuruh menyebut jika bahaya itu menimpa diri beliau sendiri, atau rahmat itu diturunkan Allah kepada diri beliau sendiri adalah suatu susun kata yang menunjukkan kerendahan hati berhadapan dengan Allah, bahwa meskipun beliau Nabi, beliau pun seorang manusia. Yang kalau Allah kehendaki bisa saja bahaya datang atau rahmat turun.
Setelah jelas bahwa mereka yang kafir menolak kebenaran itu tidak akan saat memberikan jawaban, diperintahkan Allah-lah Rasul-Nya melanjutkan menegaskan pendirian.
“Katakanlah, ‘Bagiku cukuplah Allah saja!'"
Kalau aku hendak ditimpa mudharat, yang mendatangkan mudharat itu ialah Allah sendiri, tidak ada yang lain. Dan yang Mahakuasa mencabutnya hanya Allah pula, tidak ada orang lain atau barang lain yang sanggup mencabut. Demikian juga jika aku akan mensaat rahmat maka rahmat itu datang dari Allah, tidak ada dari sumber lain. Tidak ada satu pun yang bergerak, kalau tidak izin dari Allah. Dan tidak pula ada yang sanggup menahan rahmat itu, kecuali Allah pula. Sebab itu maka buruk dan baik, mudharat atau manfaat, rahmat atau kecelakaan, semuanya itu dari Allah dan takdir Allah. Oleh sebab itu maka aku berserah diri sebulatnya kepada Allah,
“Kepada-Nyalah bertawakal sekalian orang yang bertawakal."
Karena kesempurnaan dari iman dan tauhid ialah bertawakal, yaitu berserah diri sebulat dan sepenuhnya. Tawakal adalah buah dari iman. Tidak mungkin jadi seorang yang mengaku beriman kalau tidak bertawakal.
Pada suatu hari melawAllah saya ke satu kampung orang Islam. Kampung itu jauh dari dokter. Di sana sedang berjangkit penyakit muntah berak (muntaber), yaitu ungkapan baru untuk mengurangkan dahsyat bunyi kata-kata kolera. Maka menurut petuah dari seorang dukun di kampung itu digantung-kanlah di tiap-tiap tingkap rumah orang daun jiluang dan daun pandang musang. Katanya daun-daun itu adalah suatu “tangkal" untuk menghalangi jumbalang penyakit itu jangan sampai masuk ke dalam rumah.
Dan kerap kali pula saya melihat di dalam sebuah rumah ada seorang perempuan muda sedang mengandung anaknya yang pertama. Di tonggak tangga akan naik ke rumah dipakukan ladam (terompah besi kuda). Katanya ladam itu pun penangkal jangan sampai anak itu diganggu oleh puntianak atau sundal bolong atau pelesit. Semuanya ini adalah bekas kepercayaan zaman jahiliyyah, yang apabila iman, tauhid dan tawakal telah memenuhi jiwa seseorang tidaklah dia akan berbuat de-mikian. Dia akan berusaha dengan cara yang masuk akal menurut dasar ilmu pengetahuan kesehatan, menjaga penyakit itu jangan menular kepada rumahnya.
Ayat 39
“Katakanlah, ‘Wahai kaumku.'"
Seruan yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya agar disampaikan kepada kaumnya yang masih mempertahankan pendirian musyrik yang kufur itu."Bekerjalah kamu atas tempat tegak kamu dan aku pun akan bekerja pula." Kalau pendirian yang jelas salah itu hendak kamu pertahankan juga dan seruan dakwahku tidak kamu pedulikan, silakan kamu bekerja meneruskan ke-yakinan dan pendirian kamu itu. Aku pun akan meneruskan pekerjaanku pula menurut keyakinan dan pendirianku.
“Maka kelak kamu akan mengetahui."
Yang setelah kita meneruskan pekerjaan menurut keyakinan masing-masing, akan kamu lihat Allah kelak, siapakah di antara kita di pihak yang benar dan
Ayat 40
“Siapakah yang akan datang kepadanya adzab yang akan membuatnya jadi hina."
Yaitu hina dan jatuh martabatnya di atas dunia ini. Dan kemegahan kepada keruntuhan dari kesombongan menderita kekalahan, kian lama kian terdesak dan tidak akan bangkit lagi, sehingga akhir kalau bertahan juga terpaksa memilih satu di antara dua jalan, yaitu pertama mengakui dan tunduk lalu masuk Islam atau jadi hina terus dan hilang sama sekali.
“Dan akan menimpa ke atasnya adzab yang menetap."
Adzab yang menetap, tidak akan berubah-ubah lagi ialah di dalam neraka kelak.
Kemudian itu diberikanlah pedoman kerja oleh Allah kepada Rasul-Nya dalam menghadapi kaumnya itu, kaum Quraisy dan sekelilingnya. Tetapi jadi, pedoman hidup juga buat umat manusia sampai akhir zaman.
Ayat 41
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Kitab kepada engkau."
Yaitu Al-Qur'an, “Untuk manusia dengan kebenaran." Al-Qur'an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ ialah untuk manusia! Untuk mengeluarkan manusia itu daripada gelap gulita kekacauan pikiran dan ketiadaan pegangan kepada terang benderang aqidah. Isinya adalah kebenaran seluruhnya. Kebenaran yang tahan uji, yang berlaku buat segala waktu dan ruang. Sebab dengan akal itu saja belumlah cukup manusia mensaat keselamatan hidup. Akal itu pun hendak saat bimbingan pula daripada Allah sendiri. “Maka barang siapa yang mengambil petunjuk" daripada Al-Qur'an yang disampaikan kepada Rasul itu dan oleh Rasul disampaikan pula kepada manusia, “Maka itu adalah untuk keuntungan dirinya," sendiri. Dengan berpedoman hidup kepada Al-Qur'an dia akan memenuhi hidupnya sebagai manusia. Dia akan berkhidmat kepada masyarakatnya di samping mengabdi kepada Allah. Meskipun hidup seseorang manusia di bumi hanya sebentar, namun bekas yang dia tinggalkan akan memperkaya kemanusiaan buat diteruskan. Sebab manusia yang berpedoman hidup kepada Al-Qur'an itu selalu dianjurkan beriman dan beramal saleh. Beriman kepada Allah, beramal saleh untuk kepentingan kemanusiaan. “Dan barangsiapa yang sesat, itu pun lain tidak hanya menyesatkan dirinya jua." Maka kalau ada orang yang menempuh jalan sesat, yang rugi adalah dirinya sendiri. Allah sendiri tidak akan rugi dan dunia pun tidak akan rugi. Dia rugi karena Allah memurkai dia. Dia rugi karena masyarakat manusia memandangnya sebagai penghalang jalan kebenaran. Kalau terjadi yang demikian,
“Dan sekali-kali tidaklah engkau yang bertanggung jawab atas mereka."
Yang menjadi kewajiban bagimu, wahai Rasul, hanya semata-mata menyampaikan, mendakwah kepada mereka dengan segala kemampuan yang ada padamu. Selalu akan ada yang tersesat, namun yang diberi petunjuk oleh Allah pun tetap ada. Mereka itulah yang akan jadi tiang-tiang teguh penegak agama ini.
Semoga kita termasuk di antara tiang-tiang itu. Amin!