Ayat

Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
أَنَّ
bahwasannya
ٱللَّهَ
Allah
أَنزَلَ
telah menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَسَلَكَهُۥ
lalu Dia mengalirkan
يَنَٰبِيعَ
menjadi mata air
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
ثُمَّ
kemudian
يُخۡرِجُ
Dia mengeluarkan
بِهِۦ
dengannya
زَرۡعٗا
tanaman-tanaman
مُّخۡتَلِفًا
bermacam-macam
أَلۡوَٰنُهُۥ
warnanya
ثُمَّ
kemudian
يَهِيجُ
menjadi kering
فَتَرَىٰهُ
maka kamu melihatnya
مُصۡفَرّٗا
kekuning-kuningan
ثُمَّ
kemudian
يَجۡعَلُهُۥ
Dia menjadikannya
حُطَٰمًاۚ
hancur
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada
ذَٰلِكَ
demikian itu
لَذِكۡرَىٰ
benar-benar peringatan/pengajaran
لِأُوْلِي
bagi orang-orang yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِ
akal/fikiran
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
أَنَّ
bahwasannya
ٱللَّهَ
Allah
أَنزَلَ
telah menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَسَلَكَهُۥ
lalu Dia mengalirkan
يَنَٰبِيعَ
menjadi mata air
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
ثُمَّ
kemudian
يُخۡرِجُ
Dia mengeluarkan
بِهِۦ
dengannya
زَرۡعٗا
tanaman-tanaman
مُّخۡتَلِفًا
bermacam-macam
أَلۡوَٰنُهُۥ
warnanya
ثُمَّ
kemudian
يَهِيجُ
menjadi kering
فَتَرَىٰهُ
maka kamu melihatnya
مُصۡفَرّٗا
kekuning-kuningan
ثُمَّ
kemudian
يَجۡعَلُهُۥ
Dia menjadikannya
حُطَٰمًاۚ
hancur
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada
ذَٰلِكَ
demikian itu
لَذِكۡرَىٰ
benar-benar peringatan/pengajaran
لِأُوْلِي
bagi orang-orang yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِ
akal/fikiran
Terjemahan

Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia mengalirkannya menjadi sumber-sumber air di bumi. Kemudian, dengan air itu Dia tumbuhkan tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian ia menjadi kering, engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian Dia menjadikannya hancur berderai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi ululalbab.
Tafsir

(Apakah kamu tidak memperhatikan) maksudnya tidak mengetahui (bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber) yakni, dia memasukkan air itu ke tempat-tempat yang dapat menjadi sumber air (di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering) menjadi layu dan kering (lalu kamu melihatnya) sesudah hijau menjadi (kekuning-kuningan kemudian dijadikan-Nya hancur berderai) yakni rontok (Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran) peringatan (bagi orang-orang yang mempunyai akal) bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran darinya untuk menyimpulkan keesaan dan kekuasaan Allah ﷻ
Tafsir Surat Az-Zumar: 21-22
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, lalu diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering, lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang-orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah.
Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah ﷻ menceritakan bahwa asal mula air yang ada di dalam tanah berasal dari langit, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih. (Al-Furqan: 48) Apabila telah diturunkan air dari langit, maka air itu tersimpan di dalam bumi, lalu Allah ﷻ mengalirkannya ke berbagai bagian bumi menurut apa yang dikehendaki-Nya, dan Allah menyumberkannya menjadi mata air-mata air, ada yang kecil dan ada yang besar menurut apa yang diperlukan. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya dalam surat ini: lalu diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi. (Az-Zumar: 21) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Qutaibah alias Atabah ibnul Yaqzan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, lalu diatur-Nya sumber-sumber air di bumi. (Az-Zumar: 21).
Tiada suatu air pun di dalam bumi, melainkan berasal dari air yang diturunkan dari langit, tetapi rongga-rongga yang ada di dalam bumilah yang mengubahnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: lalu diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi. (Az-Zumar: 21) Maka barang siapa yang ingin mengubah air yang asin menjadi tawar, hendaklah ia menguapkannya (dan uapnya itu akan menjadi air yang tawar). Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Amir Asy-Sya'bi, bahwa semua air yang ada di dalam tanah berasal dari langit.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa asalnya dari salju. Yakni salju itu terhimpun di atas gunung-gunung dan menetap di puncaknya, lalu dari bawahnya menyumberlah mata air-mata air. Firman Allah ﷻ: kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. (Az-Zumar: 21) Yaitu kemudian dari air yang diturunkan dari langit dan yang timbul dari sumber air yang ada di bumi dikeluarkanlah tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam bentuk, rasa, bau, dan manfaatnya.
lalu ia menjadi kering. (Az-Zumar: 21) Yakni sesudah kelihatan segar dan muda, terus menjadi tua. maka kamu lihat menjadi kuning yang bercampur kering. kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. (Az-Zumar: 21) Maksudnya, sesudah itu menjadi kering dan hancur berguguran. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar: 21) Yakni orang-orang yang mengambil pelajaran dari fenomena ini akan menyimpulkan bahwa pada mulanya dunia itu seperti gambaran tersebut; diawali dengan hijau segar dan indah, lalu menjadi tua dan cacat.
Dahulunya muda, kini menjadi tua dan pikun serta lemah; dan sesudah semuanya itu lalu mati. Orang yang berbahagia adalah orang sesudah itu mendapat kebaikan. Sering kali Allah ﷻ membuat perumpamaan bagi kehidupan dunia ini dengan air yang diturunkan-Nya dari langit, lalu dengannya ditumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, sesudah itu menjadi hancur berguguran. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya melalui ayat lain, yaitu: Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45) Adapun firman Allah ﷻ: Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? (Az-Zumar: 22) Maksudnya, apakah sama orang yang demikian dengan orang yang membatu hatinya lagi jauh dari kebenaran? Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? (Al-Anam: 122) Karena itulah disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya: Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya umtuk mengingat Allah. (Az-Zumar: 22) Yakni hati mereka tidak lunak saat menyebut nama Allah, tidak khusyuk, tidak sadar dan tidak memahami.
Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az-Zumar: 22).
Wahai manusia, apakah engkau tidak memperhatikan bahwa Allah menurunkan air hujan dari langit, lalu diaturnya air hujan itu menjadi sumber-sumber air yang memancar dan sungai-sungai yang mengalir di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian tumbuhan itu berubah menjadi kering dan layu, lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan setelah segar kehijauan, kemudian dijadikan-Nya tumbuhan itu mati dan hancur berderai-derai. Sungguh, pada proses penciptaan yang demikian bertahap-tahap itu terdapat pelajaran berharga dan nasihat bermanfaat bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat dan fitrah yang lurus. 22. Tidaklah sama antara para pendurhaka yang tidak mengambil pelajaran dari kejadian di sekitarnya dengan orang-orang yang mempunyai akal sehat dan mempergunakannya untuk beriktibar. Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam dan mengamalkan ajarannya lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya sehingga mau mengikuti petunjuk Rasulullah sama dengan orang yang hatinya membatu' Tentu tidak sama. Maka, celakalah mere-ka yang hatinya telah membatu karena enggan untuk mengingat Allah dan menyimpang dari jalan-Nya. Mereka itu berada dalam kesesatan yang nyata karena tidak mendapat taufik dan hidayah Allah untuk menerima kebenaran.
Pada ayat ini Allah memerintahkan manusia memikirkan salah satu dari suatu proses kejadian di alam ini, yaitu proses turunnya hujan dan tumbuhnya tanam-tanaman di permukaan bumi ini. Kalau diperhatikan seakan-akan kejadian itu merupakan suatu siklus yang dimulai pada suatu titik dalam suatu lingkaran, dimulai dari adanya sesuatu, kemudian berkembang menjadi besar, kemudian tua, kemudian meninggal atau tiada, kemudian mulai pula suatu kejadian yang baru lagi dan begitulah seterusnya sampai kepada suatu masa yang ditentukan Allah, yaitu masa berakhirnya kejadian alam ini.
Menurut kajian ilmiah, distribusi dan dinamika air di dalam tanah dilukiskan dalam ayat ini. Di samping menjadi air larian yang langsung mengalir di permukaan tanah, sebagian air yang jatuh dari langit baik sebagai air hujan maupun salju yang mencair akan mengimbuh (berinfiltrasi) ke dalam tanah dan menyebar di dalam kesarangan (pori-pori) tanah. Air akan ditahan oleh pori-pori tanah dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan ukuran pori-pori tanah.
Pada pori-pori tanah dengan ukuran yang besar, air akan dapat ditarik oleh gaya gravitasi dan dapat mengalir (perkolasi) ke lapisan tanah atau batuan yang lebih bawah atau mengalir secara lateral searah kemiringan lereng. Air tanah dangkal yang mengalir searah kemiringan lereng ini akan keluar lagi sebagai mata air. Air yang mengalir ke lapisan yang lebih bawah kemudian akan mengisi lapisan pembawa air tanah (akifer) yang merupakan lapisan tanah atau batuan yang tersusun oleh butiran-butiran yang kasar, utamanya pasir. Apabila akifer ini muncul ke permukaan tanah, misalnya pada tekuk lereng, maka pada tempat munculnya tersebut akan dijumpai pula mata air.
Pori-pori dengan ukuran yang lebih kecil, dikenal dengan istilah pori kapiler, akan menahan air di dalamnya sebagai kelembaban tanah. Air yang terdapat di dalam pori-pori kapiler ini tidak akan dilepaskan kecuali oleh tegangan yang lebih besar dari tenaga gravitasi, umumnya oleh penguapan (evaporasi), atau pada lapisan yang lebih dalam oleh tenaga hisap akar tanaman. Kelembaban tanah inilah yang kemudian dipakai oleh tanaman untuk bermetabolisme dan kemudian menguap dari stomata daun dan bagian tanaman lain yang berkhlorophil. Penguapan air tanah dengan cara ini dikenal dengan istilah transpirasi. Tanah yang memiliki kelembaban cukup akan dicirikan oleh tumbuhan yang menutupinya memiliki daun berwarna hijau. Apabila kelembaban berkurang maka daun lambat laun akan menguning dan kemudian akan mengering. Daun-daun yang mengering akan rontok untuk mengurangi proses penguapan.
Air yang menguap oleh terik panas matahari, kemudian menjadi awan yang bergumpal, dihalau kembali oleh angin ke suatu tempat sehingga menurunkan hujan. Proses kejadian demikian itu menjadi bahan renungan bagi orang yang mau menggunakan pikirannya. Tentu ada Zat Yang Mahakuasa yang mengatur semuanya itu, sehingga segala sesuatu terjadi dengan teratur dan rapi. Tidak mungkin manusia yang melakukannya. Yang melakukan semua itu tentulah Zat yang berhak disembah dan ditaati segala perintah-Nya.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
THAGUT
Ayat 17
“Dan orang-orang yang menjauhi thagut bahwa akan menyembah kepadanya dan kembali kepada Allah."
Kita sudah memahamkan apa arti thagut. Yaitu segala orang yang menganggap dirinya atau dianggap oleh orang lain sangat berkuasa, sehingga saat menyamai kekuasaan Allah sendiri. Dari mashdar thughyaanan yang pokok artinya ialah sangat kafir, sangat melanggar aturan. Kalau air ialah melimpah, membanjir. Kalau manusia ialah sangat zalim.
Thagut itu umumnya diartikan berhala saja. Padahal dalam perkembangan negara-negara di za-man modern kita melihat kadang-kadang negara-negara itu sendiri diberhalakan, nasionalisme atau kebangsaan “Tanah airku benar selalu" (right or wrong is my country). Kemudian itu memuja pemimpin, pembangun negara, pahlawan dan sebagainya sehingga dituhankan. Kaum komunis tidak mengakui ada Tuhan, tetapi disiplin memuja pemimpin menyebabkan komunis menjadi satu “agama" menyembah tuhan pemimpin. Jerman Nazi bmemberi gelar pada Hitler “Feuhrer" yang berarti Pemimpin, Fascist Italia memberi gelar kepada Mussolini “II Duche", yang artinya pemimpin juga. Namun kesudahan hidup dari pemimpin-pemimpin yang dituhankan itu sangAllah menyedihkan. Ada yang mati bunuh diri dan ada yang mati dibunuh dengan hina.
Sebab itu maka dengan tuntunan ayat ini, kaum beriman diberi ingat agar menjauh dari Thagut, sehingga sampai disembah-sembah. Tetapi lekas-lekaslah kembali kepada Allah. Dalam kalimat menjauhi yang dalam bahasa Arabnya tertulis dalam ayat ijtanibuu terkandung arti yang sangat dalam, pertemuan di antara dua kata yang negatif dan positif. Negatif dari Thagut dengan jalan menjauhinya atau ijtanibuu. Positif kepada Allah dengan kalimat wa anaabuu llallahi yang berarti dan mereka kembali kepada Allah.
Maka bagi orang yang menjauhi Thagut dari menyembahnya lalu segera kembali kepada Allah."Bagi mereka adalah berita gembira." Allah menyediakan kegembiraan baginya, sebab dia telah mencapai kemerdekaan jiwa yang sejati.
“Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku." (ujung ayat 17)
Ayat 18
“Yang mendengarkan perkataan."
Yaitu bahwa perkataan-perkataan yang mereka dengarkan mereka perhatikan baik-baik, pasang telinga nyalangkan mata dan sambut dengan penuh kesadaran. “Lalu mengikuti mana yang sebaik-baiknya."
Zamakhsyari menguraikan tafsir ayat ini dalam al-Kasysya'-nya, “Maksud ayat ialah mendidik mereka agar mereka dalam hal agama hendaklah kritis, saat memilih di antara yang baik dengan yang lebih baik, yang utama dengan yang sangat utama. Masuk di dalamnya dari hal memilih suatu pendirian atau madzhab, di antara dua yang bagus mana yang lebih kukuh, mana yang lebih kuat ketika diuji, mana yang lebih jelas dalil dan alasannya, dan sekali-kali jangan jadi orang yang hanya taklid (menurut saja dengan tidak memakai pertimbangan akal sendiri).
Satu tafsir dari Ibnu Abbas, “Didengannya ada kata-kata yang baik dan ada yang tidak enak didengar. Maka yang dipegangnya ialah yang baik, sedang yang tidak enak didengar itu tidak dipercakapkannya."
Untuk perlengkapan tafsir ayat ini saya salinkan satu kisah manusia.
Pada tahun 1345 Hijriyah, 1926 Masehi, sesudah setahun Raja Abdul Aziz Ibnu Saud menduduki Hejaz dan mengalahkan Kerajaan Syarif Husain dan putra-putranya, naik hajilah ke Mekah dua orang pemimpin Islam Indonesia yang terkenal di masa itu, yaitu Umar Said Cokroaminoto sebagai pembangun dan pemimpin Partai Sarekat Islam dan Kiai Haji Mas Mansyur pemimpin dan ulama Muhammadiyah.
Kedua beliau itu sempat juga saat berhadapan muka dengan Raja Abdul Aziz yang terkenal itu, yang sedang di puncak kemenangannya. Sebelum beliau-beliau diterima menghadapi, Raja Ibnu Saud lebih dahulu mencari keterangan-keterangan tentang kedua gerakan itu, Sarekat Islam dan Muhammadiyah dan pribadi kedua pemimpin besar itu. Zaman itu adalah zaman penjajahan. Tentu saja ada suara-suara kurang enak yang disampaikan orang tentang kedua gerakan itu dan pribadi beliau berdua. Apalah lagi Pemerintah Belanda mempunyai konsulatnya di Jeddah dan Vice Konsulnya seorang pegawai Bumiputra di Mekah.
Setelah mendengar berita yang kurang bagus dari pihak yang memburukkan, Raja Abdul Aziz memanggil pula seorang orang besar Wahabi dari Nejd yang pernah melawat ke Tanah Jawa di masa Ibnu Saud masih mengepung Jeddah pada tahun 1925 dan dia sempat meninjau kedua gerakan Islam itu dan sempat bertemu juga dengan kedua pemimpin Islam Indonesia itu. Nama orang besar Wahabi itu Syekh Abdul Aziz al-Atiiqiy.
Setelah bertemu, Raja menanyakan tentang kedua gerakan itu dan pribadi kedua pemimpin. Abdul Aziz al-Atiiqiy memberikan keterangan, “Sarekat Islam adalah satu gerakan penantang penjajahan Belanda dan membuka mata seluruh Muslimin di Tanah Jawa itu. Muhammadiyah adalah gerakan agama yang menegakkan madzhab Salaf seperti gerakan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga. Kedua gerakan itu sangat berpengaruh di negeri itu. Yang pertama berat kepada politik dan yang kedua berat kepada membangun Ruh Islam agar kembali kepada sunnah Rasulullah ﷺ"
Mendengar keterangan dari orang besar itu barulah jelas oleh Raja Abdul Aziz latar belakang dari kedua orang Jawa yang akan menemui Baginda itu. Dan setelah tiba waktunya, kedua beliau diterima benar-benar menurut adat istiadat Arabi yang asli, tidak banyak kesulitan protokol, apalah lagi K.H. Mas Mansyur lancar sekali berbahasa Arab.
Setelah selesai pertemuan itu dalam satu kesempatan bertemu Syekh Abdul Aziz dengan Raja. Lalu Raja yang mulai membuka persoalan tentang kedua pemimpin besar Jawa yang beberapa hari yang lalu datang menghadapi itu. Lalu di antara penilaian Raja terhadap kedua Pergerakan Sarekat Islam dan Muhammadiyah, dan kedua pemimpinnya, Umar Said Cokroaminoto dikatakannya kepada Syekh Abdul Aziz, di antaranya kata Baginda, “Memang, ya, Abdul Aziz! Saya lihat cita-cita dan harapan kedua gerakan Islam di Jawa itu tergambar dalam pribadi kedua pemimpin itu. Aku menampak kegagahan dan ketangkasan Sarekat Islam berjuang melawan penjajah asing terbayang pada pribadi Syekh Syukri Amin; pada suaranya yang bulat, pada ketegasan sikapnya dan pada matanya yang menunjukkan keperkasaan! Dan perjuangan Muhammadiyah hendak menegakkan paham Salaf dan berpegang pada ajaran Islam yangasli terbayang jelas sekali pada tawadhu-nya Syekh Mansur, lemah lembut sikapnya, fasih lidahnya berbahasa Arab dan luas ilmu agamanya. Yang pertama seorang ahli perjuangan yang gagah, yang kedua seorang ulama yang besar! Semoga Tanah Jawa akan mencapai cita-citanya, ‘Al-Ja-wiyyuuun rijaal thayyibuun' (orang jawa orang baik-baik semua)"
Kisah ini saya dengar dari mulut Kiai Haji Mohammad. Sejak di rumah beliau, ketika di Kauman Dalam, pada tahun 1034 ketika saya singgah di sana dalam perjalanan pulang kembali dari tugas jadi mubaligh dan guru Muhammadiyah di Makassar.
Kalimat “Jawa" masih lebih populer pada masa itu dari “Indonesia" sekarang. Ada juga dipopulerkan “Al-Hindi Syirqiyah" (Hindia Timur), tetapi belum saat menghilangkan kepopuleran sebutan “Jawa" atau “Jawi".
Kemudian ternyata juga menurut jalan sejarah yang adil bahwa pribadi Cokroaminoto dan Kiai H. Mas Mansyur ada juga pengaruh dalam membentuk pribadi Soekarno sebagai pembentuk nasionalisme Indonesia. Soekarno sendiri mengakui bahwa kedua beliau itu adalah gurunya, baik dalam perjuangan politik yang akan ditegakkannya kemudian atau dalam hal agama Islam yang dia peluk. Sehingga ketika pembuangannya dipindahkan Belanda dari Endeh ke Bengkulu, Muhammadiyahlah yang menyambut beliau di sana dan dengan resmi sampai di Bengkulu itu Soekarno masuk Muhammadiyah. Dan setelah Jepang menduduki Indonesia, Soekarno diberi kesempatan membentuk PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) dengan pemimpin empat serangkah Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
Selanjutnya Allah memberikan pujian kepada orang-orang yang demikian, “Itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah." Karena di dalam banyak hal yang baik dia telah saat menyaring dan memilih mana yang lebih baik. Adapun mana yang buruk mereka tidak mau memedulikannya dan tidak mau menanggapinya. Dan sekali lagi mereka dipuji oleh Allah, “Dan itulah orang-orang yang mempunyai akal budi." (ujung ayat 18)
Ayat 19
“Apakah orang-orang yang telah pasti atasnya ketentuan adzab?"
Menurut keterangan al-Farraa' arti ayat ini ialah, “Apakah orang yang telah pasti padanya ketentuan adzab engkau sangka akan saat engkau tolong?"
“Apakah engkau yang akan membebaskan orang yang dalam neraka."
Ayat ini berupa pertanyaan (istifhaam) tetapi bermaksud bantahan. Bahwa barang-siapa yang telah menuruti jalan yang salah atau mendengar kata lalu memilih mana yang buruk, tidak suka memilih mana yang baik, lebih menyukai jalan kufur daripada jalan iman, sudah pastilah neraka tempat orang itu.
Ayat 20
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka untuk mereka adalah bilik-bilik, di atasnya pun bilik-bilik yang dibangun."
Dia disambut dengan persediaan bilik-bilik, tempat tinggal yang indah dan bertingkat. “Mengalir di bawahnya sungai-sungai." Menunjukkan sejuk dan nyaman hawanya di sana.
“Allah telah berjanji dan tidaklah Allah akan memungkiri janji."
Ayat 21
“Apakah tidak engkau perhatikan bahwasanya Allah menurunkan air dari langit."
Langit yang dimaksud di sini ialah yang di atas kita! “Maka diatur-Nya telaga-telaga di bumi." Telaga atau mata air terbagi dua macam, yaitu yang berkumpul di puncak gunung lalu mengalir ke tempat yang rendah melalui tempat yang tertentu; itulah yang bernama sungAl-sungai. Ada pula yang menyelinap ke dalam bumi dan berkumpul di sana; itulah yang jadi telaga atau sumur dan mata air, “Kemudian dikeluarkan-Nya dengan sebabnya, tanam-tanaman." Yaitu dengan sebab air itu! Ada yang secara cepat dan ada yang secara lambat. Bahkan lambatnya itu sampai ada yang beratus tahun. “Berbagai ragam warna-warnanya." Yang kehidupan subur tanam-tanaman berbagai warna itu sangat bergantung kepada air dari telaga itu."Kemudian itu dia menjadi kering." Yaitu setelah tanam-tanaman mencapai kesuburan, lanjutannya ialah menjadi kering, Menjadi tua! Suatu isyarat menyuruh manusia yang menanamnya segera memotongnya karena tugas hidupnya sudah habis. “Lalu dia pun engkau lihat kekuning-kuningan." Tadinya hijau laksana permadari terhampar, lama-lama kuning laksana emas terbentang."Kemudian itu Dia jadikan dia hancur berderai," tidak ada gunanya lagi sebab tugasnya sudah selesai, supaya segera ditukar dengan bibit yang baru. “Sesungguhnya pada yang demikian telah Allah peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal budi."