Ayat
Terjemahan Per Kata
وَخُذۡ
dan ambillah
بِيَدِكَ
dengan tanganmu
ضِغۡثٗا
ranting/seikat rumput
فَٱضۡرِب
maka pukullah
بِّهِۦ
dengannya
وَلَا
dan jangan
تَحۡنَثۡۗ
kamu melanggar
إِنَّا
sesungguhnya Kami
وَجَدۡنَٰهُ
Kami dapati dia
صَابِرٗاۚ
seorang yang sabar
نِّعۡمَ
sebaik-baik
ٱلۡعَبۡدُ
hamba
إِنَّهُۥٓ
sesungguhnya dia
أَوَّابٞ
orang yang kembali/bertaubat
وَخُذۡ
dan ambillah
بِيَدِكَ
dengan tanganmu
ضِغۡثٗا
ranting/seikat rumput
فَٱضۡرِب
maka pukullah
بِّهِۦ
dengannya
وَلَا
dan jangan
تَحۡنَثۡۗ
kamu melanggar
إِنَّا
sesungguhnya Kami
وَجَدۡنَٰهُ
Kami dapati dia
صَابِرٗاۚ
seorang yang sabar
نِّعۡمَ
sebaik-baik
ٱلۡعَبۡدُ
hamba
إِنَّهُۥٓ
sesungguhnya dia
أَوَّابٞ
orang yang kembali/bertaubat
Terjemahan
Ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah (istrimu) dengannya dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).
Tafsir
(Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput) yakni seikat rumput lalang atau seikat ranting-ranting (maka pukullah dengan itu) istrimu, karena Nabi Ayub pernah bersumpah, bahwa ia sungguh akan memukul istrinya sebanyak seratus kali deraan, karena pada suatu hari ia pernah tidak menuruti perintahnya (dan janganlah kamu melanggar sumpah) dengan tidak memukulnya, lalu Nabi Ayub mengambil seratus tangkai kayu Idzkhir atau kayu lainnya, lalu ia memukulkannya sekali pukul kepada istrinya. (Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba) adalah Nabi Ayub. (Sesungguhnya dia amat taat) kepada Allah ﷻ
Tafsir Surat Sad: 41-44
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.(Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah.
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). Allah ﷻ menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Ayyub a.s. dan cobaan yang ditimpakan oleh Allah terhadap dirinya berupa penyakit yang mengenai seluruh tubuhnya dan musibah yang menimpa harta dan anak-anaknya, sehingga tiada suatu pori-pori pun dari tubuhnya yang selamat dari penyakit tersebut kecuali hanya kalbunya. Dan tiada sesuatu pun yang tersisa dari harta bendanya untuk dapat dijadikan sebagai penolong dalam masa sakitnya dan musibah yang menimpa dirinya, selain hanya istrinya yang masih tetap mencintainya berkat keimanannya kepada Allah dan rasul-Nya.
Istrinya itu bekerja pada orang lain sebagai pelayan, dan hasil kerjanya itu ia belanjakan untuk makan dirinya dan suaminya (yakni Nabi Ayyub). Istrinya bekerja demikian selama delapan belas tahun. Sebelum musibah menimpa, Nabi Ayyub hidup dengan harta yang berlimpah, banyak anak, serta memiliki banyak tanah dan bangunan yang luas. Maka semuanya itu dicabut dari tangannya oleh Allah ﷻ sehingga nasib melemparkannya hidup di tempat pembuangan sampah di kotanya, selama delapan belas tahun. Semua orang baik yang tadinya dekat ataupun jauh tidak mau mendekatinya, selain istrinya.
Istrinya tidak pernah meninggalkannya pagi dan petang, kecuali bila bekerja pada orang lain, tetapi segera kembali kepadanya dalam waktu yang tidak lama. Setelah masa cobaan itu telah lama berlangsung, masa puncak cobaanpun telah dilaluinya serta sudah ditakdirkan habis waktunya sesuai dengan masa yang telah ditetapkan di sisi-Nya, maka Nabi Ayyub berdoa memohon kepada Tuhan semesta alam, Tuhan semua rasul, seperti yang disitir oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83) Dan di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan. (Shad: 41) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah penyakit yang menimpa tubuhnya dan tersiksa karena kehilangan harta benda dan anak-anaknya.
Maka setelah itu Allah Yang Maha Pelimpah rahmat mengabulkan doanya, kemudian Allah memerintahkan kepada Ayyub untuk bangkit dari tempat duduknya, lalu menghentakkan kakinya ke bumi. Nabi Ayyub melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, maka Allah ﷻ menyumberkan mata air dari bekas injakan kakinya itu. Dan Allah memerintahkan kepadanya agar mandi dengan air dari mata air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada pada tubuhnya, dan tubuhnya kembali sehat seperti semula. Lalu Allah memerintahkan kepadanya untuk menginjakkan kakinya sekali lagi ke bumi di tempat lain, maka Allah menyumberkan mata air lainnya dan memerintahkan kepada Ayyub untuk minum dari air tersebut.
Setelah minum air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada di dalam perutnya dan menjadi sehatlah ia lahir dan batinnya seperti sedia kala. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: (Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42) -- Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bercerita: sesungguhnya Nabi Allah Ayyub a.s. menjalani masa cobaannya selama delapan belas tahun.
Semua orang menolaknya, baik yang dekat maupun yang jauh, terkecuali dua orang lelaki yang sejak semula merupakan teman terdekatnya. Keduanya biasa mengunjunginya di setiap pagi dan petang hari. Salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya, "Tahukah kamu, demi Allah, sesungguhnya Ayyub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun." Teman bicaranya bertanya, "Dosa apakah itu?" Ia menjawab, "Selama delapan belas tahun ia tidak dikasihani oleh Allah ﷻ dan tidak dibebaskan dari cobaan yang menimpanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayyub, maka salah seorang temannya itu tidak dapat menahan rasa keingintahuannya, lalu ia menceritakan hal itu kepada Ayyub.
Maka Ayyub a.s. berkata, "Saya tidak mengerti apa yang kamu bicarakan itu, hanya saja Allah ﷻ mengetahui bahwa sesungguhnya dahulu aku bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bersengketa, lalu keduanya menyebut-nyebut nama Allah ﷻ (dalam sumpahnya). Maka aku pulang ke rumahku, lalu membayar kifarat untuk kedua orang itu karena tidak suka nama Allah ﷻ disebut-sebut dalam perkara yang hak (benar)." Disebutkan bahwa Nabi Ayyub apabila menunaikan hajatnya (buang air) selalu dituntun oleh istrinya; dan apabila telah selesai, istrinya kembali menuntunnya ke tempat ia berada. Pada suatu hari istrinya datang terlambat, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayyub a.s.: Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42) Ketika istrinya tiba di tempat Nabi Ayyub.
ia mencari-cari suaminya sedangkan Ayyub a.s. menghampirinya dalam keadaan telah pulih seperti sediakala karena Allah telah melenyapkan semua penyakitnya. Ketika menyaksikan kedatangannya, istrinya bertanya, "Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang mengalami cobaan yang tadi ada di sini? Maka demi Allah Yang Mahakuasa atas segalanya, aku belum pernah melihat lelaki yang lebih mirip dengan suamiku itu di masa ia masih sehat." Nabi Ayyub menjawab, "Sesungguhnya aku sendirilah Ayyub itu." Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mempunyai dua buah peti, yang satu untuk wadah gabah gandum, dan yang satunya lagi untuk wadah gabah jewawut.
Maka Allah ﷻ mengirimkan dua kumpulan awan; ketika salah satunya telah berada di atas wadah gabah gandum, awan tersebut menuangkan emas yang dikandungnya ke dalam wadah itu hingga luber. Awan yang lainnya menuangkan emas pula ke dalam wadah gabah jewawut hingga luber. Demikianlah menurut lafaz riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang telah di ceritakan oleh Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ketika Ayyub sedang mandi telanjang, berjatuhanlah kepadanya belalang-belalang emas, maka Ayyub a.s.
mengambilnya dan memasukkannya ke dalam pakaiannya. Maka Tuhannya berfirman menyerunya, "Hai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu kecukupan hingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu saksikan itu? Ayyub a.s. menjawab, "Memang benar, ya Tuhanku, tetapi aku masih belum merasa cukup dengan berkah dari-Mu. Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.
Karena itulah disebutkan dengan firman-Nya: Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 43) Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan kembali anak-anak Nabi Ayyub yang telah mati dan menambahkan kepadanya anak-anak yang sejumlah dengan itu. Firman Allah ﷻ: sebagai rahmat dari Kami. (Shad: 43) berkat kesabarannya, keteguhan hatinya, ketaatannya, rendah dirinya, dan ketenangannya. dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad:43) agar mereka mengetahui bahwa buah dari kesabaran itu ialah keselamatan, jalan keluar, dan kesejahteraan.
Firman Allah ﷻ: Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. (Shad: 44) Demikian itu karena Ayyub a.s. marah kepada istrinya, merasa tidak enak disebabkan suatu perbuatan yang telah dilakukan istrinya. Menurut suatu pendapat, istri Nabi Ayyub telah menjual rambut kepangannya, lalu menukarnya dengan roti untuk makan Nabi Ayyub. Maka Nabi Ayyub mencela perbuatan istrinya itu, bahkan sampai bersumpah bahwa jika Allah memberinya kesembuhan, ia benar-benar akan memukul istrinya dengan seratus kali dera pukulan.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, penyebabnya ialah selain itu. Setelah Allah ﷻ menyembuhkannya dan menjadikannya sehat seperti sediakala, maka tidaklah pantas jika istrinya yang telah berjasa memberikan pelayanan dan kasih sayang serta kebaikan kepadanya dibalas dengan pukulan. Akhirnya Allah memberikan petunjuk melalui wahyu-Nya yang menganjurkan kepada Ayyub untuk mengambil lidi sebanyak seratus buah yang semuanya di jadikan satu, lalu dipukulkan kepada istrinya sekali pukul. Dengan demikian, berarti Ayyub telah memenuhi sumpahnya dan tidak melanggarnya serta menunaikan nazarnya itu.
Hal ini adalah merupakan jalan keluar dan pemecahan masalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah dan taat kepadanya. Untuk itulah disebutkan dalam firman berikut: Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44) Allah ﷻ memuji dan menyanjung hamba-Nya ini bahwa dia adalah: sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44) Yakni banyak kembali dan mengadu kepada Allah ﷻ Hal yang semisal disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah vang tiada disangka-sangkanya. (At-Talaq: 2-3) Kebanyakan ulama fiqih menyimpulkan dalil dari ayat yang mulia ini dalam memecahkan masalah-masalah sumpah dan masalah lainnya. Mereka mengambilnya sesuai dengan makna yang tersurat padanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Nabi Ayyub pernah bersumpah akan memukul istrinya akibat kelalaiannya dalam merawat beliau. Allah mengizinkan beliau untuk melaksanakan sumpah itu tanpa mendatangkan rasa sakit berlebih kepada istrinya. Untuk itu Allah berfirman, 'Dan ambillah seikat rumput dengan tanganmu, lalu pukullah istrimu sekali saja dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah yang pernah kauucapkan. ' Sesungguhnya Kami dapati dia sebagi seorang yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan. Dialah sebaik-baik hamba yang tidak pernah putus asa. Sungguh, dia sangat taat dalam melaksanakan perintah Kami. Ujian dan cobaan bisa menimpa siapa saja. Jika hal itu dihadapi dengan sabar, tawakal, dan berusaha secara maksimal, niscaya Allah akan mengganti dengan imbalan lebih banyak, bahkan terkadang tidak terduga. 45. Demikianlah kisah Nabi Ayyub, salah satu nabi dari garis keturunan Nabi Ishak bin Ibrahim. Seperti halnya Nabi Ayyub, ketabahan dan kesabaran juga ditunjukkan oleh leluhurnya. Dan ingatlah hamba-hamba Kami yang taat melaksanakan perintah Allah, tabah menerima cobaan dan ujian, dan sabar menghadapi umatnya, yaitu Nabi Ibrahim, Ishak, dan Yakub. Mereka mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu agama. Dengan kekuatan mereka memimpin umat dan melaksanakan perintah-perintah Allah, dan dengan ilmu agama yang luas mereka membimbing orang lain.
Kemudian Allah mengisahkan keringanan hukuman bagi istrinya yang diberikan kepada Ayub. Allah memerintahkan agar Ayub mengambil seberkas rumput untuk dipukulkan kepada istrinya. Pukulan rumput ini cukup sebagai pengganti dari sumpah yang pernah ia ucapkan. Dalam ayat-ayat Al-Qur'an tidak disebutkan apa sebab ia bersumpah dan apa sumpahnya. Hanya hadis sajalah yang menyebutkan bahwa ia bersumpah karena istrinya, yang bernama Rahmah putri Ifraim, pergi untuk sesuatu keperluan dan terlambat datang. Ayub bersumpah akan memukulnya 100 kali apabila ia sembuh. Dengan pukulan seikat rumput itu, ia dianggap telah melaksanakan sumpahnya, sebagai kemurahan bagi Ayub sendiri dan bagi istrinya yang telah melayaninya dengan baik pada saat sakit. Dengan adanya kemurahan Allah itu, Ayub pun terhindar dari melanggar sumpah.
Di akhir ayat, Allah memuji bahwa Ayub adalah hamba-Nya yang sabar, baik, dan taat. Sabar menghadapi cobaan yang diberikan kepadanya, baik cobaan yang menimpa dirinya, hartanya, serta keluarganya. Dia dimasukkan dalam golongan hamba-Nya yang baik perangainya karena tidak mudah berputus asa, dan menumpahkan harapannya kepada Allah. Dia juga sebagai hamba-Nya yang taat, karena kegigihannya memperjuangkan perintah-perintah agama serta memelihara diri, keluarga, dan kaumnya dari kehancuran.
Mengenai ketaatan Ayub dapat diketahui dari sebuah riwayat bahwa apabila ia menemui cobaan mengatakan:
"Ya Allah, Engkaulah yang mengambil dan Engkau pula yang memberi."
Pada waktu bermujanat ia pun berkata:
"Ya Tuhanku, "Engkau telah mengetahui betul bahwa lisanku tidak akan berbeda dengan hatiku, hatiku tidak mengikuti penglihatan, hamba sahaya yang kumiliki tidak akan mempermainkan aku, aku tidak makan terkecuali bersama-sama anak yatim dan aku tidak berada dalam keadaan kenyang dan berpakaian sedang di sampingku ada orang yang lapar atau telanjang.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
HAMBA KAMI AYYUB
Ayat 41
“Dan ingatlah hamba Kami Ayyub."
Jalan yang ditempuh oleh Nabi yang seorang ini lain lagi, berbeda dengan dua Nabi yang dahulu disebut, Dawud dan putranya Sulaiman. Kedua Nabi ini adalah raja, hidup dalam kemewahan, dalam istana dilingkari oleh kekayaan dan rezeki yang berlimpah-limpah. Namun dalam kedudukan setinggi ini datang juga ujian terhadap diri mereka. Sedang Ayyub ini, menurut umumnya ahli tafsir dahulu beliau ini seorang yang kaya raya, namun kemudian jatuh melarat. Sesudah itu jatuh sakit.
“Seketika dia menyeru Tuhannya.
“Sesungguhnya aku telah diganggu oleh setan dengan kepayahan dan siksaan."
Tafsir dari ayat ini sudah tentu dicampuri lagi oleh Israiliyyat, dongeng-dongeng Bani Israil yang ada pula tafsir yang meyakininya dan sangat disukai untuk bumbu-bumbu cerita oleh tukang-tukang penyebar kabar ganjil, untuk didengar oleh orang-orang yang senang mendengar cerita-cerita demikian. Di antaranya dikatakan, bahwa setan minta izin kepada Allah hendak memperdayakan dan mengganggu Ayyub dan permintaannya itu dikabulkan Ailah ﷻ Yang pertama sekali diganggu harta bendanya sehingga habis punah. Kemudian diganggu pula badan dirinya sendiri, sehingga penuhlah batang tubuhnya oleh kudis-kudis yang membuat jijik orang yang mendekatinya karena anyir baunya.
Ada kebiasaan orang apabila selesai shalat memberi salam ke kanan dan ke kiri, sehabis memberi salam itu lalu menyapukan telapak tangannya ke tempat shalat lalu menyapukan-nya ke ubun-ubunnya. Kata mereka perbuatan menyapu lantai dengan telapak tangan dan membawanya ke ubun-ubun itu ialah menuruti perbuatan Nabi Ayyub ketika beliau memilih ulat yang berserakan ke tempat sujudnya dan ubun-ubunnya kalau dia sujud. Maka kalau dia telah selesai shalat, dari sangat kasihannya kepada ulat-ulat itu, lalu disapunya dari tempat sujudnya dan dikembalikannya kepada ubun-ubunnya.
Alangkah kotornya! Masukkah di akal Nabi Ayyub memilihi kembali ulat yang tumpah dari kepalanya? Penyakit apakah gerangan itu, yang sampai ulat-ulat berjalaran di kepala, lalu dipilih kembali dan dikembalikan ke kepala oleh orang yang bersangkutan?
Yang dapat dipertanggungjawabkan kisahnya, sebagaimana diringkaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya ialah bahwa Nabi Ayyub pada mulanya adalah seorang yang termasuk kaya, kemudian jatuh miskin. Setelah miskin datang suatu penyakit, sehingga perbelanjaan untuk berobat tidak ada. Melihat penyakit itu sebangsa penyakit menular, seganlah orang menghampirinya, karena takut akan ketularan. Namun yang tetap setia mendampingnya tinggallah istrinya saja. Keluarnya hanya sebentar-sebentar untuk mencari bekal akan dimakan, kemudian kembali pula. Penyakit yang berat itu ditahankannya dengan sabar.
Ada disebutkan pula dalam suatu Israiliyyat, cerita dongeng yang tidak sesuai dengan bunyi keluhan Ayyub ini. Yaitu dikatakan bahwa dalam sangat sakitnya Ayyub ini turunlah Iblis dari langit tingkat ke tujuh, datang menemui istri Ayyub yang setia itu, merupakan dirinya lebih besar dari Anak
Adam biasa, gagah dan cakap. Lalu dia berkata kepada perempuan itu, “Aku ini adalah Allah ﷻ pencipta bumi. Segala yang diderita suamimu itu adalah perbuatanku. Setelah hal ini dilaporkan oleh istrinya, murkalah Ayyub sehingga dia bersumpah kalau dia sembuh akan memukul istrinya.
Ulama madzhab Maliki yang terkenal, yaitu Ibnul Arabi membantah segala cerita penderitaan Nabi Ayyub yang dihubung-hubungkan orang dengan Iblis atau setan itu demikian.
“Apa yang dikatakan oleh tukang-tukang tafsir bahwa Iblis bertempat dilangit ketujuh sehari dalam setahun adalah perkataan yang batil. Sebab dia telah diusir dari sana ke bumi ini dengan laknat, kutuk dan sumpah. Mana mungkin dia akan dibiarkan naik ke tempat yang diridhai Allah? Lalu naik ke langit ketujuh tempat semayam nabi-nabi? Menembus lapisan langit yang lain, lalu duduk di tempat kedudukan Ibrahim al-Khalil? Cerita yang karut ini tumbuh ialah karena kebodohan yang mengarangnya saja.
Kata-kata dalam cerita ini yang mengatakan bahwa Allah bertanya kepada setan apakah engkau sanggup memperdayakan hamba-Ku Ayyub? Itu pun kata yang pasti batilnya. Karena Allah Ta'aala tidaklah menjelaskan bahwa Dia akan bercakap-cakap dengan orang-orang yang menggolongkan dirinya jadi tentara Iblis, bagaimana pula Allah akan bercakap-cakap dengan pemimpin seluruh kesesatan?
Adapun kata mereka, Allah telah berkata, “Telah Aku beri engkau hai Iblis kekuasaan sepenuhnya atas harta bendanya dan anak-anaknya, itu mungkin dalam kekuasaan Allah, tetapi tidak ada sangkut pautnya dalam kisah ini. Dan kata mereka bahwa Iblis telah meniupkan ke atas tubuh Ayyub setelah dia menguasainya, itu pun sangat jauh. Sebab Allah Mahakuasa akan membuat tubuh Ayyub sakit dengan tidak usah Allah lakukan dengan memakai tenaga setan, bahkan memadai Allah hanya tinggal mengakui saja. Kutuk Allah atas Iblis itu, tidaklah akan sampai Iblis dibiarkan Allah berkuasa atas harta benda nabi-nabi dan kaum keluarganya dan diri beliau-beliau.
Adapun ocehan mereka bahwa Iblis berkata kepada istri Nabi Ayyub, bahwa dia adalah Tuhan penguasa bumi ini, yang kalau ditinggalkan mengingat Allah dan sujud kepadaku, niscaya akan aku sehatkan dia kembali; semua kamu tahu bahwa jika ada yang menawarkan semacam ini kepadanya sedang dia sakit, tidak jugalah dia akan boleh mengakui bahwa yang berkata itu tuhan penguasa bumi dan tidaklah dia akan sujud kepadanya, walaupun dia dijanjikan akan sembuh. Sedangkan kita lagi demikian, apatah lagi istri dari seorang nabi. Bahkan istri orang kampungan dan bini orang gunung tidaklah akan menerima. Adapun Iblis itu menggambarkan harta benda Ayyub yang telah habis musnah dan kaum keluarganya yang telah hilang pada suatu lembah kepada istri Ayyub, ini pun satu bohong melompong yang tidak mungkin. Karena Iblis tidak akan sanggup berbuat begitu, dan tidak pula termasuk sihir.
Kalau memang semuanya itu kelihatan oleh istri Nabi Ayyub pasti dia tahu bahwa ini semuanya adalah sihir belaka, sebagaimana kita orang biasa pun dapat mengatakan bahwa itu sihir. Sedangkan kita lagi tahu, apatah lagi perempuan yang makrifatnya telah tinggi itu. Karena sihir itu memang ada di segala waktu dan banyak jadi buah pembicaraan orang.
Selanjutnya al-Qadhi Ibnul Arabi mengatakan bahwa mereka berleluasa berbuat cerita-cerita batil itu ialah keluhan Ayyub kepada Allah ﷻ itu, bahwa setan telah menyinggung dia dengan kepayahan dan siksaan. Lantaran itu berbagai ragamlah cerita yang mereka bikin, karena bodoh dan tidak tahu dasar aqidah Islam.
Ibnul Arabi berkata selanjutnya, “Padahal soalnya bukan demikian. Segala perbuatan baik dan buruk, iman dan kufur, taat, dan maksiat. Penciptanya semua ialah Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dalam mencipta. Dan tidak pula dalam menciptakan apa jua pun. Tetapi yang buruk tidaklah boleh disangkutkan kepada-Nya dalam sebutan. Meskipun itu ada! Semuanya itu ialah untuk mendidik kita beradab bersopan santun, mengajar kita memuji Dia. Nabi Muhammad ﷺ sendiri dalam salah satu bacaan dzikirnya ada menyebut,
“Yang baik ada dalam tangan-Mu, yang jahat tidak kepada Engkau. ‘‘
Di antaranya ialah kata Nabi Ibrahim,
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan daku." (asy-Syu'araa': 80)
Demikian juga perkataan Anak Muda pengiring Musa seketika Musa disuruh Allah menjelang guru (Nabi Khidhir) ketika akan kelupaan di tengah jalan.
“Tidak lain yang menyebabkan aku lupa buat mengingatnya melainkan setan." (al-Kahf: 63)
Akhirnya al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi mengambil kesimpulan, “Tidaklah suatu cerita tentang Nabi Ayyub kecuali apa yang dikabarkan Allah di dalam kitab-Nya. Pertama munajatnya kepada Allah ﷻ tentang dia disentuh oleh kemelaratan, sedang Allah adalah lebih Penyayang dan segala yang penyayang. Kedua ialah ayat ini, bahwa beliau disinggung setan dengan kepayahan dan siksaan.
Dan hadits yang shahih dari Nabi ﷺ tentang Ayyub pun hanya satu pula, yaitu tentang belalang emas yang hinggap di baju beliau. Lain tidak ada kabar.
Ayat 42
“Hantamkanlah kakimu."
Setelah datang masanya Allah ﷻ hendak melepaskan hamba-Nya Ayyub yang dicintai-Nya itu dari percobaan yang berat itu, datanglah perintah Allah ﷻ menyuruhnya menghantam tanah tempat dia berpijak. Ahli-ahli tafsir ada juga yang menyebutkan di mana tempatnya Ayyub disuruh menghantamkan kakinya itu. Seperti Qatadah yang mengatakan bahwa tanah yang dihantamkannya itu adalah di negeri Syam, setumpak tanah bernama Jabiyah. Maka perintah Allah itu dilaksanakannya; tanah dihantamnya. Tiba-tiba memancarlah air dari dalam bumi.
Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum."
Di dalam ayat sudah ditunjukkan sifat air itu, jernih lagi sejuk. Sejuk menjadikan enak buat mandi dan jernihnya menyebabkan menimbulkan keinginan buat meminumnya. Maka teruslah Nabi Ayyub mandi, padahal selama ini sukar buat mandi karena air memang sukar. Setelah dia mandi terasalah badan segar dan penyakit mulai terasa sembuh. Di samping buat mandi dia pun meminumnya pula. Kesejukannya melalui kerongkongan, menyebabkan rasa sakit yang ada dalam badan pun terasa mulai segar pula. Maka ternyata bahwa air itulah yang akan jadi obatnya, buat mandi dan buat diminum. Dan memang sembuhlah dia dan terlepaslah dia dari percobaan yang berat itu. Dan kembalilah dia kepada istrinya yang setia itu, sehingga istrinya nyaris lupa melihat kesehatannya telah pulih, wajahnya telah berseri-seri dan bekas penyakit tidak ada lagi sama sekali.
Ayat 43
“Dan Kami anugerahkan kepadanya keluarganya dan sebanyak mereka pula bersama mereka."
Sekarang dengan sehatnya kembali Nabi Ayyub dia sudah bisa bertemu dengan putra-putranya. Tentu saja anak-anak itu menjauh selama ini atas kehendak Nabi Ayyub juga karena takutnya sakit akan menular kepada anak-anaknya. Sekarang dia telah sehat, maka anak-anak itu telah dipanggilnya kembali. Masa dalam 14 atau 18 tahun adalah masa yang lama. Anak-anak yang kecil ditinggalkan tentu sudah besar-besar dan sudah mulai kawin; yang laki-laki sudah beristri, yang perempuan sudah bersuami. Maka ketika mereka bertemu kembali tepatlah bunyi ayat “sebanyak mereka pula bersama mereka “. Anak 10 dengan menantu 10. Atau kalau menantu tidak termasuk anak, mungkin masing-masing telah beranak pula, sebagai keturunan Nabi Ayyub."Sebagai Rahmat dari Kami," terhadap Ayyub yang sabar menderita sehingga kesabarannya itulah yang jadi pangkal dari kebahagiaannya yang kedua kali, yang berlipat ganda daripada yang dahulu;
“Dan sebagai suatu peringatan bagi orang-orang yang mempunyai pikiran."
Peringatan bahwasanya manusia hendaklah sabar menahan derita, karena penderitaan tidaklah akan tetap begitu saja. Hidup adalah laksana air pasang di laut juga, berganti di antara pasang turun dan pasang naik. Dan di waktu sedang dibanjiri oleh nikmat dan rahmat, bersyukurlah kepada Allah SWT, Keduanya ini telah dilakukan oleh Ayyub sehingga hidupnya berbahagia.
Ayat 44
“Dan ambillah dengan tanganmu rumput seikat, maka pukullah dengan dia dan janganlah engkau melanggar sumpah."
Apa sebab maka Ayyub diwajibkan Allah ﷻ memenuhi sebagaimana dia sumpahkan?
Ada berbagai macam penafsiran tukang tafsir, di antaranya ialah tafsir Israiliyyat yang telah kita salinkan terdahulu tadi, bahwa setan pergi memperdayakan istrinya, menyuruh sampaikan kepada suaminya Ayyub agar dia suka menyembah kepada setan, yang mengaku dirinya sebagai penguasa bumi ini. Anjuran setan itu disampaikan oleh istrinya itu kepada Ayyub, lalu Ayyub marah dan bersumpah akan memukulnya 100 kali jika dia sembuh. Tafsir semacam ini telah dibantah oleh al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi. Tetapi Ibnu Katsir menuliskan sebab yang lain, yang masuk akal kita, yaitu dari sangat setianya kepada suaminya dia bersedia menderita kemelaratan dan kemiskinan. Dan segala upaya asat halal dia selalu menyediakan makanan untuk suaminya, meskipun kalau perlu barang perhiasan emas peraknya akan dijualnya. Pada suatu hari istrinya telah kehabisan yang akan dijual, namun dia masih datang membawakan roti untuk makanannya di hari itu. Tetapi dilihat
oleh Ayyub satu perubahan pada diri si istri, yaitu rambutnya yang panjang yang biasanya dilapihnya tidak ada lagi. Ketika ditanyai mengapa tidak ada rambutnya yang dilapih lagi, dan sanggulnya pun sudah tidak ada, mulanya dia tidak menjawab. Akhirnya karena didesak juga oleh suaminya, dia mengaku terus-terang bahwa rambutnya yang panjang itu telah dijualnya dan harganya dibelikan roti untuk makanan suaminya.
Suaminya marah mendengarkan itu. Mengapa rambut perhiasan dirinya yang dijualnya untuk makanan suami. Dengan kurang pikir, maklum kiranya orang sedang sakit, kadang-kadang pikiran tertumbuk juga, dia bersumpah, “Kalau aku sembuh kelak, aku pukul engkau karena kesalahan menggunting rambut dan menjualnya untuk pembeli roti itu."
Sekarang dia sudah pulang dengan selamat. Dia merasakan betapa kesetiaan istrinya selama dia sakit dan terpencil delapan belas tahun. Kasih yang tidak pernah berubah. Dia menjual rambutnya itu pun tidak lain adalah dari sebab kesetiaan juga. Apa yang mesti dia kerjakan? Akan dipukulnyakah istri karena kesetiaannya?
Sebagai seorang Nabi dan Rasulullah yang sangat menghargai sumpah dan janji ataupun nadzar, tidaklah Ayyub dapat melupakan bahwa dia telah pernah bersumpah jika dia sembuh dia akan memukul istrinya. Sekarang dengan apa akan dipukul? Adakah pantas dilakukan pukulan kepada istri yang begitu mendalam kesetiaannya, sedang dia menjual lapih rambutnya hanya buat pembeli roti untuk makanan suaminya. Kalau sumpah tidak dipenuhi, cacatlah amalnya sebagai seorang hamba Allah. Besar kemungkinan bahwa syari'at di zaman itu belum sebagaimana syari'at Nabi Muhammad yang sumpah bisa ditebus dengan kafarat (lihat surah al-Maa'idah ayat 59).
Sekarang datanglah wahyu Allah ﷻ melepaskan Ayyub dari kesulitan. Dia di-suruh mengambil seikat rumput dengan tangannya, mungkin rumput yang panjang-panjang daunnya. Lalu disuruhkan Allah ﷻ dia memukul seikat rumput, kira-kira segamak tangan, kepada bahu istrinya tercinta itu. Dia dilarang melanggar atau tidak jadi memenuhi sumpahnya. Artinya bahwa bunyi sumpahnya mesti diteruskannya juga, tetapi dengan cara demikian, pukul saja bahu istri dengan seikat rumput, yang dengan itu si istri tidak akan merasa sakit dan suasana gembira menerimanya pulang kembali akan bertambah gembira lagi. Kemudian itu dipuji Allah-lah Ayyub dengan suatu pujian dan penghargaan yang tinggi, “Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar; “ sabar ditimpa kemiskinan sesudah kaya, sabar ditimpa kesepian sesudah ramai anak-anak dan istri dan sabar menderita penyakit badan dan semuanya itu bertahun-tahun. Dia sabar sebab dia percaya kepada Allah. Dia percaya bahwa keadaan tidak akan begitu terus-menerus. Dan dipuji Allah ﷻ lagi.
“Sebaik-baik hamba “ jarang tolok bandingnya orang seperti Ayyub.
“Sesungguhnya dia adalah orang yang kembali."
Tidak pernah lupa kepada Allah ﷻ sehingga segala sesuatu dikembalikan kepada Allah ﷻ dengan ridha, tawakal, ikhlas, dan tafwiidh.
Penghargaan Allah ﷻ kepada Ayyub dalam kesengsaraan yang bertindih-tindih dalam ayat 44 ini sama dengan penghargaan yang diberikan kepada Sulaiman di dalam puncak kekuasaan dan kemegahannya, sebagaimana tersebut dalam ayat 30.
Ayyub pahlawan Ilahi dalam kesabaran, Sulaiman pahlawan Ilahi dalam kesyukuran.
Sehubungan dengan kesabaran Nabi Ayyub menderita percobaan berat ini dan kesetiaan istri beliau mendampinginya dalam kedukaannya sama dengan mendampingi di waktu sukanya, teringatlah saya kepada percobaan yang saya derita meskipun hanya sejemput kecil jika dibandingkan dengan penderitaan Nabi Ayyub. Ingatan saya segar kembali kepada kesetiaan almarhumah istri saya,Siti Raham,yangkebetulan sama namanya dengan nama istri Nabi Ayyub, Siti Rahmah. Apabila saya telah ditangkap dan mulai diasingkan dari tengah masyarakat mulailah keadaan menapis kesetiaan dan persahabatan. Kesetiaan istri saya di saat genting itu tidak akan dapat saya lupakan selama-lamanya. Dalam saat gelap sebagaimana demikian dia tetap menjaga muruah (harga diri). Undangan jamuan orang senantiasa didatanginya dan dia tidak pernah mengeluh kepada siapa pun. Dia lebih suka menjual secara diam-diam barang perhiasannya daripada mengadukan hal kekurangannya kepada orang lain.