Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
عُرِضَ
dipertunjukkan
عَلَيۡهِ
atasnya/kepadanya
بِٱلۡعَشِيِّ
pada waktu sore
ٱلصَّـٰفِنَٰتُ
yang diam waktu berhenti
ٱلۡجِيَادُ
yang cepat berlari
إِذۡ
ketika
عُرِضَ
dipertunjukkan
عَلَيۡهِ
atasnya/kepadanya
بِٱلۡعَشِيِّ
pada waktu sore
ٱلصَّـٰفِنَٰتُ
yang diam waktu berhenti
ٱلۡجِيَادُ
yang cepat berlari
Terjemahan
(Ingatlah) ketika pada suatu petang dipertunjukkan kepadanya (kuda-kuda) yang jinak, (tetapi) sangat cepat larinya.
Tafsir
(Ingatlah ketika dipertunjukkan kepadanya di waktu sore) yakni sesudah matahari tergelincir (kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti) lafal Ash-Shaafinaat adalah bentuk jamak dari lafal Shaafinah, artinya kuda yang kalau berhenti berdiri pada tiga kaki, sedangkan kaki yang keempatnya berdiri pada ujung teracaknya atau berjinjit. Lafal ini berasal dari kata Shafana Yashfinu Shufuunan (dan cepat pada waktu berlari) lafal Al-Jiyaad adalah bentuk jamak dari lafal Jawaadun, artinya kuda balap. Maksud ayat, bahwa kuda-kuda itu bila berhenti tenang, dan bila berlari sangat cepat. Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman memiliki seribu ekor kuda, kuda-kuda itu ditampilkan di hadapannya setelah ia selesai melakukan salat Zuhur, karena ia bermaksud untuk berjihad dengan memakai kuda sebagai kendaraannya untuk melawan musuh. Sewaktu penampilan kuda baru sampai sembilan ratus ekor ternyata waktu Magrib telah tiba, sedangkan ia belum melakukan salat asar. Hal ini membuatnya berduka cita.
Tafsir Surat Sad: 30-33
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat berlari pada waktu sore, maka ia berkata, "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda, hingga melalaikan diriku) dari mengingat Tuhanku sampai kuda itu tertutup dari pandangan. (Ia berkata), "Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku!" Lalu ia menebas kaki dan lehernya. Allah ﷻ menceritakan bahwa Dia telah menganugerahkan anak kepada Daud (yaitu Sulaiman) yang menjadi seorang nabi, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Sulaiman telah mewarisi Daud (An-Naml: 16) Yakni dalam hal kenabian, karena sesungguhnya saat itu Daud mempunyai anak yang banyak selain Sulaiman.
Sesungguhnya saat itu Nabi Daud mempunyai seratus orang istri yang semuanya dari wanita merdeka. Firman Allah ﷻ: dia adalah sebaik-baiknya hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 30 Ini merupakan pujian yang ditujukan kepada Sulaiman, bahwa dia adalah seorang yang sangat taat, banyak beribadah dan suka bertobat kepada Allah ﷻ Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Khalid, telah menceritkan kepada kami Al-Walid ibnu Jabir, telah menceritakan kepada kami Mak-hul yang mengatakan bahwa setelah Allah menganugerahkan Sulaiman kepada Daud, Daud berkata kepada anaknya, "Hai Anakku, apakah yang lebih baik itu?" Sulaiman menjawab, "Ketenangan dari Allah dan Iman." Daud bertanya, "Lalu apakah yang paling buruk itu?" Sulaiman menjawab, "Kafir sesudah iman." Daud bertanya, "Apakah yang paling indah itu?" Sulaiman menjawab, "Ketenangan Allah di antara hamba-hamba-Nya." Daud bertanya.Lalu apakah yang paling menyejukkan itu?" Sulaiman menjawab, "Pemaafan dari Allah kepada manusia, dan pemaafan sebagian dari manusia kepada sebagian yang lain." Daud berkata.Kalau begitu, engkau adalah seorang nabi." Firman Allah ﷻ: (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (Shad: 31) Yakni pada saat ditampilkan kuda-kuda yang tenang tetapi cepat larinya di hadapan Sulaiman a.s.
yang duduk di atas singgasana kerajaannya. Mujahid mengatakan bahwa Safinat ialah kuda yang bila berdiri di atas ketiga kakinya, sedangkan kaki yang keempatnya hanya menginjakkan ujung teracaknya saja; inilah ciri khas kuda yang kencang larinya. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya (yaitu Sa'id ibnu Masruq), dari Ibrahim At-Taimi sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. (Shad: 31) Bahwa semuanya berjumlah dua puluh ekor kuda yang semuanya memiliki sayap.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Israil, dari Sa'id Ibnu Masruq, dari Ibrahim At-Taimi yang mengatakan bahwa kuda yang menyibukkan Sulaiman a.s. (dari mengingat Allah) berjumlah dua puluh ribu ekor. akhirnya Sulaiman a.s.
menyembelih semuanya. Riwayat ini lebih mendekati kebenaran: hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. --: Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Said ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayub, telah menceritakan kepadaku, Imarah ibnu Gazyah, bahwa Muhammad ibnu Ibrahim pernah menceritakan kepadanya dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ tiba dari medan Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak Siti Aisyah terdapat kain penutup. Tiba-tiba ada angin bertiup yang menyibakkan kain penutupnya, maka tampaklah boneka-boneka mainan Siti Aisyah r.a. Nabi ﷺ bertanya "Hai Aisyah, apakah ini?" Aisyah menjawab, "Ini adalah boneka-boneka mainanku," dan Nabi ﷺ melihat di antara boneka-boneka itu boneka yang berupa kuda sembrani (kuda bersayap) terbuat dari tanah liat yang dikeringkan." Maka Nabi ﷺ bertanya, "Apakah ini yang kulihat di tengah-tengah semua boneka itu?' Siti Aisyah menjawab, -'Kuda." Nabi ﷺ bertanya, "Lalu apakah yang ada di punggungnya?" Siti Aisyah menjawab, "Kedua sayap." Nabi ﷺ bersabda, "Kuda mempuyai dua sayap?" Siti Aisyah r.a, berkata, "Apakah engkau belum pernah mendengar bahwa Sulaiman a.s. dahulu mempunyai kuda yang memiliki sayap?" Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar jawaban itu Nabi ﷺ tertawa sehingga gigi serinya kelihatan. Firman Allah ﷻ: Ia berkata.Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan. (Shad: 32) Ulama Salaf dan ulama tafsir yang bukan hanya seorang telah menceritakan bahwa Sulaiman disibukkan oleh penampilan kuda-kuda itu hingga terlewatkan darinya salat Asar.
Tetapi yang pasti Nabi Sulaiman tidak meninggalkannya dengan sengaja, melainkan lupa, seperti kesibukan yang pernah dialami oleh Nabi ﷺ pada hari penggalian parit hingga salat Asar terlewatkan olehnya dan baru mengerjakannya sesudah mentari tenggelam. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui jalur yang cukup banyak, antara lain dari Jabir r.a. Jabir menceritakan bahwa Umar r.a. datang di hari penggalian parit sesudah matahari tenggelam, maka ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy dan berkata, "Wahai Rasulullah, belum lagi aku mengerjakan salat Asar, matahari telah tenggelam." Rasulullah ﷺ bersabda, "Demi Allah, aku belum mengerjakannya." Maka kami berangkat menuju Bat-han dan Nabi ﷺ melakukan wudu untuk salatnya, lalu kami pun berwudu. Maka beliau ﷺ mengerjakan salat Asar setelah matahari tenggelam, sesudahnya beliau langsung mengerjakan salat Magrib. Barangkali menurut syariat Nabi Sulaiman diperbolehkan mengakhirkan salat (dari waktunya) karena uzur perang (persiapan untuk perang); dan lagi kuda di masanya dimaksudkan untuk sarana berperang. Sejumlah ulama menyatakan bahwa pada mulanya hal tersebut diisyaratkan, kemudian di-mansukh dengan disyariatkannya salat khauf.
Di antara mereka ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperbolehkan di saat perang sedang berkecamuk, beradu senjata dan kontak tubuh dengan musuh sehingga salat tidak mungkin dapat dilaksanakan, dan rukuk tidak dapat dilakukan, serta sujud pun tidak dapat. Hal ini telah dilakukan oleh para sahabat saat mereka menaklukkan Tustur. Riwayat ini dinukil dari Mak-hul, dan Al-Auaz'i serta selain keduanya.
Akan tetapi, pendapat yeng pertamalah yang lebih mendekati kebenaran, karena dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya: (Ia Berkata), "Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku!" Lalu ia menebas kaki dan leher kuda itu. (Shad: 33) Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Tidak," Sulaiman berkata, "Demi Allah, janganlah engkau melalaikanku dari menyembah Tuhanku, sekarang engkau harus menerima pembalasannya?" Kemudian Sulaiman memerintahkan agar kuda-kuda itu ditangkap, lalu disembelih. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.
As-Saddi mengatakan bahwa Sulaiman menebas batang leher dan pergelangan kaki kuda-kuda itu. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi Sulaiman mengusap-usap leher dan kaki kuda itu. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, tidaklah mungkin Sulaiman a.s. menyiksa hewan dengan menyembelihnya, yang berarti dia telah memusnahkan sebagian dari hartanya tanpa penyebab. Hanya karena alasan harta tersebut dia lalai dari salatnya karena keasyikan memandangnya, sedangkan kuda itu tidak mempunyai dosa.
Pendapa yang diperkuat oleh Ibnu Jarir ini masih perlu diteliti kebenarannya, karena barangkali hal seperti itu diperbolehkan menurut syariat mereka, terlebih lagi jika marah yang diakibatkannya adalah demi karena Allah ﷻ disebabkan kuda tersebut menjadi penyebab dia lupa dari salatnya hingga waktu salat habis. Oleh karena itulah setelah Nabi Suliman a.s. membebaskan dirinya dari kuda-kuda itu, maka Allah ﷻ menggantinya dengan kendaraan yang jauh lebih baik daripada kuda-kuda itu. Yaitu angin yang dapat membawanya pergi ke mana pun yang dia perintahkan, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan satu bulan; dan perjalanannya di waktu petang hari sama dengan perjalanan satu bulan.
Hal ini jelas jauh lebih baik dari kuda. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Humaid ibnu Hilal, dari Abu Qatadah dan Abud Dahma yang keduanya sering melakukan perjalanan ke Baitullah. Keduanya mengatakan bahwa kami mendatangi seorang lelaki Badui, lalu lelaki Badui itu berkata kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ pernah memegang tangannya, kemudian mengajarinya apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.
Lalu beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya kamu tidak sekali-kali meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah ﷻ akan memberimu (sebagai gantinya) hal yang lebih baik dari itu."
Ingatlah karunia kami kepada Nabi Sulaiman, yaitu ketika pada suatu sore, antara asar dan magrib, dipertunjukkan kepadanya kekayaan dan kuda-kuda yang jinak dan tangkas serta memiliki kaki yang kuat sehingga sangat cepat larinya,32. maka ketika itu dia berkata, 'Sesungguhnya aku menyukai segala se-suatu yang baik, yaitu kuda dan harta kekayaan, yang membuat aku selalu ingat akan kebesaran Tuhanku. ' Nabi Sulaiman menyaksikan dan mengawasi pertunjukan itu sampai matahari terbenam.
Allah menyebutkan salah satu di antara peristiwa yang dihadapi Sulaiman, yang menyebabkan dia pantas mendapat pujian. Peristiwa itu terjadi pada saat beliau memeriksa pasukan berkuda yang biasanya dilakukan pada sore hari. Kuda-kuda itu dilatih agar dapat diketahui ketangkasan dan kemampuan geraknya sehingga memungkinkan untuk dibawa dalam medan pertempuran. Juga dilatih kemampuannya untuk mengurangi kecepatannya atau berhenti seketika dan ditingkatkan daya tahannya menghadapi serangan-serangan mendadak. Kuda-kuda itu dilatih sedemikian rupa agar dapat dikendalikan sesuai dengan taktik yang dikehendaki oleh pasukan yang mengendarainya. Ketangkasan kuda ikut menentukan berhasil tidaknya pasukan dalam menguasai medan perang dan mematahkan serangan musuh.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI SULAIMAN DAN KUDA-KUDANYA
Ayat 30
“Dan Kami anugerahkan kepada Dawud, Sulaiman “
Dalam bahasa yang dipakai dalam ayat disebutkan wa wahabnaa, yang berarti Kami berikan, atau Kami karuniakan atau Kami anugerahkan, yaitu pemberian dengan kasih sayang. Kita dapat merasakan, bahwa bagi Nabi Dawud segala karunia pemberian Allah yang lain, yaitu kerajaan,kekuasaan, kenabian.keahlian memuja Allah dengan Mazmur, dengan anugerah Allah ﷻ mendapat putra yang bernama Sulaiman ini adalah puncak atau patri penyempurnaan dari sekalian anugerah itu. Karena seorang raja besar dengan seluruh kekayaan dan kekuasaan selalu merasa cemas di hari tua kalau belum tampak putra yang akan menggantikan. Sedang Sulaiman selama ayahnya memerintah telah mulai juga dididik oleh ayahnya supaya turut memikirkan pemerintahan.
Kemudian itu datang pulalah pujian Allah ﷻ kepada Sulaiman itu, “Dia adalah sebaik-baik hamba." Yang dipuji ini tentu saja kelakuannya, budi pekertinya, sopan santun-nya, sehingga sebelum menjadi raja, nabi dia pun telah disukai orang banyak.
“Sesungguhnya dia adalah seorang yang kembali."
Yaitu kembali kepada Allah SWT, taat, sadar dan saleh. Bukan orang yang sombong mentang-mentang anak raja, dan setelah menjadi raja tidak pula pernah lalai dari beribadah kepada Allah ﷻ Pujian yang diberikan kepadanya sama dengan yang diberikan kepada ayahnya pada ayat 17. Di ayat itu ayahnya (Dawud) juga dikatakan bahwa dia adalah orang yang kembali.
Maka mulailah dikisahkan satu di antara pengalaman dan bukti kebaikan beliau sebagai “sebaik-baik hamba “ yang diterangkan pada ayat selanjutnya.
Ayat 31
“(Ingatlah) seketika dipertunjukkan kepadanya di petang hari kuda-kuda yang tenang dan tangkas."
Sulaiman adalah seperti ayahandanya Dawud juga, yaitu nabi rasul dan raja. Di zamannya Bani Israil mencapai puncak kebesaran. Kekuasaan dan kebesaran Kerajaan Nabi Sulaiman lebih besar dari kerajaan ayahnya. Di dalam Kitab Raja-raja I Pasal 4 diterangkan bagaimana besarnya kerajaan Sulaiman, sampai beberapa ekor memotong sapi, unta, dan kambing yang tambun setiap hari. Di ayat 26 dikatakan, bahwa kandang tempat menyimpan rata, yaitu kendaraan buat berperang saja 40.000 banyaknya. Orang yang dilatih naik kuda tidak kurang dari 12.000 orang. Di sini dapat kita gambarkan bagaimana besar jumlah tentara Sulaiman, sehingga raja-raja di seluruh Arabia dan Mesir menjadi vazal di bawah naungan baginda, di antaranya Ratu Balqis dari Saba' (Arabia Selatan atau negeri Yaman sekarang). Maka ayat yang tengah kita tafsirkan ini menjelaskan salah satu kegiatan itu, yaitu adanya pertunjukan ketangkasan kuda-kuda peperangan.
Kalau dihubungkan antara keterangan Kitab Raja-Raja I (Perjanjian Lama) yang mengatakan bahwa orang yang terlatih menunggang kuda sampai 12.000 orang, dapatlah kita kira-kirakan sendiri berapa banyak kuda tunggangan perang yang dipelihara oleh Nabi Sulaiman. Rupanya kalau petang hari biasa diadakan pertunjukan ketangkasan kuda-kuda itu berlari Baginda Rasulullah dan Raja itu rupanya suka pula menonton pertunjukan itu.
Ayat 32
“Maka dia pun berkata, “Sesungguhnya aku menyukai (senang) kepada yang baik karena ingat kepada Tuhanku."
Ucapan ini elok sekali. Beliau, Nabi Sulaiman menyukai, atau mempunyai suatu kesukaan. Kesukaan itu ialah senang kepada yang baik. Bahkan Rasulullah pernah memuji kuda kendaraan sebagai harta paling berharga.
“Sehingga terlindunglah kuda-kuda itu dengan dinding."
Atau sehingga hari pun malamlah,
Ayat 33
“Kembalikanlah dia kepadaku, “
Artinya begitu baginda asik dan sayang kepada binatang-binatang itu, sehingga sebelum beliau pulang, karena hari telah mulai malam, beliau suruh bawa kembali kuda itu ke hadapan beliau,
“Maka tampillah dia mengusap-usap kaki-kaki dan leher-lehernya."
Memang kesayangan kepada kuda menyebabkan kakinya yang tangkas berlari dan lehernya yang jenjang menengadah ketika berlari dengan mata mendelik gagah perkasa itu sangat menarik para pecandu-pecandu kuda. Kepada kaki dan lehernya itu jualah tangan manusia lebih dahulu mengusapusap alamat senang. Dan biasanya binatang itu pun senang bila diusap-usap demikian rupa.
Maka dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Nabi Sulaiman mempunyai hobi menyayangi kuda. Baginda perintahkan supaya di waktu-waktu senggang di petang hari diadakan latihan kuda berlari. Beliau turut menonton. Kadang-kadang pertunjukan itu diadakan sampai matahari terbenam. Kadangkadang beliau suruh bawa kuda itu, mana-mana yang amat menarik hati beliau, pamerkan ke hadapan beliau. Lalu dari sangat sayang dan sukanya, beliau usap lehernya, beliau usap kakinya.
Di sini dapat juga digambarkan kebesaran Kerajaan Nabi Sulaiman. Tetapi ahli tafsir tidak merasa cukup kalau hanya menafsirkan menurut yang tertulis jelas dalam ayat-ayat itu saja.
Ada satu tafsir menyebutkan, bahwa Nabi Sulaiman sedang asik bermain kuda, atau asik melihat kuda-kudanya berpacu, 1.000 ekor banyaknya. Sehingga dari sangat asiknya beliau lupa bahwa waktu Ashar sudah luput dan matahari sudah terbenam. Maka kesallah beliau amat sangat. Lalu beliau bertitah menyuruh bawa kembali kuda-kuda itu ke hadapannya. Setelah berada di hadapannya beliau sembelihlah kuda itu satu demi satu. Sebab telah mengganggunya akan mengerjakan shalat.
Al-Qusyairi mengatakan bahwa pada waktu itu belum ada shalat Zhuhur atau shalat Ashar. Yang ada baru shalat nawaafil (sunnah). Karena asiknya dengan kuda, beliau lupa shalat, tetapi tidak ada orang yang berani memberi ingat. Setelah beliau teringat akan shalat timbullah kesal beliau, lalu disuruhnya bawa kembali kuda-kuda itu dan dipotongnya. Bukan kuda itu yang dia hukum, melainkan dirinya sendiri karena terlalai beribadah. Daging-daging itu beliau bagi-bagikan sebagai sedekah.
Ada pula tafsir yang lebih hebat.
Dalam tafsiran itu dikatakan, bahwa kata-kata Nabi Sulaiman, “Kembalikanlah dia kepadaku, “ ialah dia meminta supaya matahari dikembalikan, jangan matahari itu meneruskan peredarannya terlebih dahulu, melainkan kembali sebentar, sehingga belum jadi hari malam. Ibnu Abbas mengatakan, bahwa cerita itu didengarnya dari Ka'ab al-Ahbaar.
Memang, cerita-cerita semacam ini biasanya bersumber dari Ka'ab al-Ahbaar, seorang pendeta (al-Ahbaar) Yahudi masuk Islam di zaman Sayyidina Umar.
Tetapi alhamdulillah tidaklah semua ahli tafsir terpengaruh oleh tafsir yang demikian. Al-Qurthubi berkata, “Tidaklah boleh dibangsakan kepada seorang nabi yang ma'shum bahwa dia akan berbuat perbuatan yang merusak."
Beliau juga mengaku, bahwa ahli tafsir tidak juga sepaham tentang ini. Bahkan
beliau jelaskan makna dan arti ayat, bahwa Nabi Sulaiman menyapu leher kuda dan kakinya adalah karena menghormatinya dan beliau berkata, “Engkau aku sediakan untuk Sabilillah."
Fakhruddin ar-Razi menafsirkan secara mendatar demikian,
“Memelihara kuda untuk peperangan adalah suatu hal yang digalakkan pada agama mereka. Sebagaimana dalam agama Islam pun begitu juga. Dan lagi Sulaiman sangat memerlukannya untuk menaklukkan musuh. Maka duduklah dia dan disuruhnya membawa kuda-kuda itu dan melatihnya. Lalu dia tegaskan, bahwa dia mencintai kuda bukanlah karena cintakan dunia dan keinginan nafsu, melainkan karena perintah Allah untuk menguatkan agama-Nya. Itulah maksud dari perkataan beliau, “Aku menyukai (senang) kepada yang baik karena ingat kepada Allah." Kemudian beliau perintahkan melatih dan memacukan kuda-kuda itu sampai terlindung dari pandangan, artinya hilang dari pandangan mata beliau. Kemudian beliau perintahkan tukang-tukang latih membawa kuda-kuda itu kembali ke hadapan beliau. Setelah kuda-kuda itu berada di hadapan beliau, tampillah beliau mengusap-usap kaki-kaki dan leher-lehernya.
Maksud beliau mengusap-usap itu adalah beberapa hal. Pertama, untuk menunjukkan bahwa kuda-kuda adalah binatang yang patut diistimewakan, karena sangat besar pertolongannya dalam menghadapi musuh. Kedua, beliau hendak membuktikan bahwa di dalam mengendalikan politik dan pemerintahan beliau sanggup menghadapi pekerjaan-pekerjaan secara langsung. Ketiga, untuk menunjukkan, bahwa beliau sangat mengerti ilmu memelihara kuda-kuda dan apa penyakitnya dan apa cacat-cacatnya. Maka beliau mengusap-usap kaki-kaki dan leher-leher kuda-kuda itu ialah sebagai pemeriksaan dan menguji, kalau-kalau ada yang sakit."
Kemudian ar-Razi menulis, “Maka tafsir yang kita sebutkan ini adalah yang sesuai dengan susunan katanya (lafazh) di dalam Al-Qur'an dan tidak menyimpang. Sebab itu kita menganggap tidak perlu menambah-nambah lagi dengan kata-kata yang mungkar dan tidak enak didengar mengenai diri seorang Nabi."
Selanjutnya kata beliau, “Heranlah saya dengan setengah manusia, bagaimana mereka mau menerima saja tafsir-tafsir yang buruk itu, padahal akal kita sendiri dan fakta riwayat yang kita terima tidak ada tanda-tanda menunjukkan itu."
Begitulah tafsiran dari Fakhruddin ar-Razi, kita salin sebagiannya.
Tetapi dahulu dari ar-Razi, Ibnu Hazmin al-Andalusi yang selalu menulis dengan tegas dan kadang-kadang kasar berkata pula demikian,
“Tafsiran orang bahwa beliau membunuhi kuda-kuda itu karena itulah yang merintangi beliau akan shalat, adalah cerita khurafat yang dikarang-karang, bohong, menjemukan, dan dingin. Mereka telah mengumpul berbagai macam kata untuk membela penafsiran semacam itu, karena sudah terang bahwa Sulaiman dikatakan membunuh kuda-kuda dan membantainya, padahal dia tidak berdosa. Menghabiskan harta benda yang berguna dengan tidak perbuatan percuma, lalu mengarang cerita bahwa seorang Nabi melalaikan waktu shalat, lalu dihukumnya kuda karena dia bersalah, bukan kuda yang bersalah.
Padahal isi ayat jelas sekali. Yaitu menjelaskan, bahwa beliau menyukai perbuatan memelihara kebaikan, lain tidak hanyalah karena ingat kepada Allah ﷻ Dia lihat binatang itu berpacu sampai matahari terbenam. Kemudian beliau suruh bawa kuda-kuda itu ke hadapannya, lalu dia tampil mengusap-usap kaki-kakinya dan leher-lehernya dengan tangannya; karena sayangnya dan karena memandangnya istimewa di antara binatang-binatang piaraan." Itulah isi ayat,
tidak ada lain. Tidak sedikit jua pun isyarat bahwa kuda itu dibunuhnya, tidak sedikit jua pun tersebut dia melalaikan shalat.
Orang berkata bahwa tafsir ini dikeluarkan oleh orang-orang Islam yang dapat diper-caya. Tetapi bagaimana kita lupa? Bukankah tidak seorang pun kata-katanya boleh dijadikan pegangan (hujjah), kecuali perkataan Rasulullah ﷺ sendiri?"
Sekian ibnu Hazmin.
Tafsir al-Azhar disusun di zaman pikiran kaum Muslimin sedang bangkit untuk mencari sumber telaga air yang jernih dari ulunya dalam hal agama, sesudah beratus tahun tidak ada kesempatan demikian. Oleh sebab itu, tidaklah penyusun tafsir ini merasa salah jika yang ditumpanginya di dalam memahamkan soal ini ialah tafsir ar-Razi dan Ibnu Hazmin.