Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
atau
نَجۡعَلُ
Kami jadikan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
shaleh
كَٱلۡمُفۡسِدِينَ
seperti orang-orang yang berbuat kerusakan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أَمۡ
atau
نَجۡعَلُ
Kami jadikan
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
كَٱلۡفُجَّارِ
seperti orang-orang yang durhaka
أَمۡ
atau
نَجۡعَلُ
Kami jadikan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
shaleh
كَٱلۡمُفۡسِدِينَ
seperti orang-orang yang berbuat kerusakan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أَمۡ
atau
نَجۡعَلُ
Kami jadikan
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
كَٱلۡفُجَّارِ
seperti orang-orang yang durhaka
Terjemahan
Apakah (pantas) Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Pantaskah Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan para pendurhaka?
Tafsir
(Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah pula Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?) Ayat ini diturunkan sewaktu orang-orang kafir Mekah berkata kepada orang-orang yang beriman, "Sesungguhnya kami kelak di hari kemudian akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kalian." Lafal Am di sini untuk menunjukkan makna sanggahan, yakni jelas tidak sama.
Tafsir Surat Sad: 27-29
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang yang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
Allah ﷻ menceritakan bahwa tidak sekali-kali Dia menciptakan makhluk-Nya dengan main-main, melainkan Dia ciptakan mereka supaya mereka menyembah-Nya dan mengesakan-Nya. Kemudian Allah akan menghimpun mereka di hari perhimpunan, maka Dia akan memberi pahala kepada orang yang taat dan mengazab orang yang kafir. Karena itulah, disebutkan oleh firman-Nya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir. (Shad: 27) Yakni orang-orang yang tidak percaya kepada hari berbangkit dan tidak pula kepada hari kembali, melainkan hanya percaya kepada kehidupan di dunia ini saja.
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shad: 27) Maksudnya, celakalah mereka di hari mereka kembali saat mereka dibangkitkan karena akan memasuki neraka yang telah disediakan buat mereka. Kemudian Allah menjelaskan, bahwa termasuk keadilan dan hikmah-Nya Dia tidak menyamakan antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Shad: 28) Yakni Kami tidak akan melakukan hal seperti itu; mereka tidaklah sama di sisi Allah.
Dan apabila demikian, berarti pasti ada negeri lain yang di dalamnya orang yang taat diberi pahala dan orang yang durhaka mendapat siksaan. Petunjuk ini menuntut akal yang sehat dan fitrah yang lurus untuk menyimpulkan bahwa adanya hari akhirat dan hari pembalasan merupakan suatu kepastian. Karena sesungguhnya kita sering melihat orang yang zalim lagi melampaui batas makin bertambah harta, anak dan kenikmatannya, serta mati dalam keadaan demikian.
Sebaliknya kita sering melihat orang yang taat lagi teraniaya mati dalam keadaan sengsara dan miskin. Maka sudah merupakan suatu kepastian hal tersebut menuntut kebijaksanaan Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha-adil yang tidak pernah aniaya barang sedikit pun untuk menegakkan keadilan dengan memenangkan si teraniaya atas orang yang menganiayanya. Apabila hal ini tidak terjadi di dunia ini, berarti di sana ada negeri lain yang padanya dilakukan pembalasan dan keadilan ini, yaitu negeri akhirat Mengingat Al-Qur'an itu memberi petunjuk ke tujuan-tujuan yang benar dan kesimpulan-kesimpulan rasio yang jelas, maka Allah ﷻ berfirman: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 29) Yaitu orang-orang yang berakal, al-albab adalah bentuk jamak dari lub yang artinya akal.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, bukanlah cara mengambil pelajaran dari Al-Qur'an itu dengan menghafal huruf-hurufnya, tetapi menyia-nyiakan batasan-batasannya, sehingga seseorang dari mereka (yang tidak mengindahkan batasan-batasannya) mengatakan" Aku telah membaca seluruh Al-Qur'an', tetapi pada dirinya tidak ada ajaran Al-Qur'an yang disandangnya, baik pada akhlaknya ataupun pada amal perbuatannya.""
Allah menegaskan perbedaan perlakuan-Nya kepada orang ber-iman dan orang kafir. Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta percaya akan keesaan Kami sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mau mengikuti petunjuk Kami' Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang yang bertakwa dan patuh pada perintah Kami sama dengan orang-orang yang jahat, ingkar, dan sombong'29. Wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya kitab Al-Qur'an yang telah Kami turunkan kepadamu adalah kitab yang penuh berkah. Kami menurunkannya agar mereka menghayati dan memahami ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat menggunakan akal budinya untuk mendapat pelajaran darinya dan mengamalkan kandungannya.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa di antara kebijaksanaan-Nya ialah tidak menganggap sama para hamba-Nya yang melakukan kebaikan, dengan orang-orang yang terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Tidak patut bagi zat Allah dengan segala keagungan-Nya, apabila menganggap sama antara hamba-hamba-Nya yang beriman dan melakukan kebaikan dengan orang-orang yang mengingkari keesaan-Nya lagi memperturutkan hawa nafsunya.
Orang-orang yang beriman yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang meyakini bahwa Allah Maha Esa, tidak memerlukan sekutu dalam melaksanakan kekuasaan dan kehendak-Nya. Atas keyakinan itulah mereka menyadari dan melaksanakan apa yang seharusnya diperbuat terhadap sesamanya dan kepada Penciptanya. Dengan keyakinan itu pula, mereka menaati perintah Khaliknya yang disampaikan melalui rasul-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mereka selalu berusaha keras memelihara kebersihan jiwanya dari noda-noda yang mengotorinya.
Allah berfirman:
Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya. (al-Lail/92: 17-19)
Sedang yang dimaksud dengan orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ialah orang yang tidak mau mengikuti kebenaran dan selalu memperturutkan hawa nafsunya. Mereka ini tidak mau mengakui keesaan Allah, kebenaran wahyu, dan terjadinya hari kebangkitan dan pembalasan. Oleh karena itu, mereka yang jauh dari rahmat Allah, berani melanggar larangan-larangan-Nya. Mereka tidak meyakini bahwa mereka akan dibangkitkan kembali dari kuburnya, mereka tetap akan dihimpun di Padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya.
Allah berfirman:
Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu." (al-Isra'/17: 13-14)
Apabila ada di antara hamba Allah yang diberi pahala karena amal baiknya di dunia, dan disiksa akibat amal buruknya, hal itu sesuai dengan hikmat dan kebijaksanaan Allah. Dia telah memberikan akal agar mereka dapat mengetahui betapa luasnya nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka. Akan tetapi, mereka tidak mau mempergunakan akal itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tidak mensyukuri nikmat itu, bahkan mereka mengingkarinya. Allah juga telah mengutus rasul-Nya untuk membimbing mereka kepada jalan yang benar. Petunjuk dan bimbingan rasul itu bukan saja tidak mereka hiraukan, tetapi malah mereka dustakan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah selesai menceritakan perjuangan Dawud, Dawud raja dan Dawud rasul, yang kemudiannya akan bertemu pada diri Muhammad ﷺ sendiri, yaitu Muhammad Nabi, Muhammad Rasul dan Muhammad Penguasa tertinggi dari satu pemerintahan, maka dikembalikan dahulu persoalan kepada urusan kaum musyrikin tadi. Di sinilah datang ayat 27.
Ayat 27
“Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam keadaan batil."
Sengaja kita pakai terus kalimat batil menurut aslinya. Karena kalimat batil ini pun telah terpakai dalam bahasa sehari-hari Indonesia-Melayu. Batil adalah lawan dari yang haq. Yang hak ialah yang benar. Di ayat 26 sebelum ini telah kita uraikan juga, bahwa Allah ﷻ mengangkat Dawud jadi khalifah di muka bumi dan hendaklah dia menghukum dengan yang hak. Yang Hak berarti Yang Benar. Keadilan, keindahan, kesempurnaan adalah sudut-sudut yang lain saja dari kebenaran. Dia adil sebab dia benar. Dia indah sebab dia benar. Dia sempurna sebab dia benar.
Lalu dikatakan pada lanjutan ayat, “Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang yang kafir."
Itulah adalah hak. Itu bukan batil. Akal ini mengatakan demikian. Kalau orang tidak mau menerima kenyataan jalan pikiran ini, kafirlah dia. Sebab dia menolak kenyataan pikiran.
“Maka celakalah bagi orang-orang yang kafir itu dari sebab api neraka."
Di ujung ayat ini ditegaskan, bahwa orang-orang yang kafir, tidak mau percaya bahwa Allah menciptakan seluruh alam bukanlah dengan batil, melainkan dengan hak, akan celakalah dia. Sebab dia akan dibakar api neraka. Di dunia ini juga pun kerap kali dia telah menerima panjar dari neraka akhirat itu dengan jantung yang selalu gelisah, dengan hati yang tidak pernah merasa tenteram, dengan nafsu yang tidak mau puas, dengan menangis; umur yang lekas habis padahal kehendak hawa nafsu belum terpenuhi sama sekali. Dan di akhirat penderitaan itu akan bersambung terus. Karena dia melangkahkan kaki bukan di atas yang hak, melainkan dengan pikiran yang telah batil.
Hal ini dijelaskan lagi pada ayat berikutnya.
Ayat 28
“Atau apakah akan Kami jadikan orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh seperti orang-orang yang merusak di muka bumi?"
Ungkapan ini bersifat pertanyaan. Tetapi pertanyaan yang meyakinkan suatu bantahan. Bisa dirumuskan dengan kata lain, ‘Adakah patut Allah akan membuat orang yang beriman dan beramal saleh sama saja keadaannya dengan orang yang merusak di muka bumi?
“Atau apakah akan Kami jadikan orang-orang yang bertakwa sepenti orang yang durjana?"
Kalau orang yang beriman dan beramal saleh tidak lebih baik nasibnya daripada orang yang tukang merusak, pencopet, penggarong, penipu, koruptor, pemaling, pemabuk, perusak rumah tangga orang dan berbagai keburukan dan kebusukan yang lain, apa perlunya manusia berlumba menegakkan budi baik, kelakuan mulia dan pengorbanan untuk menegakkan kebajikan? Apa perlunya? Dan apa perlunya ada rasul-rasul, ada nabi-nabi, ada filsuf, ada budiman? Apa perlunya ada orang yang berani karena hendak menegakkan cita-cita yang luhur?
Lalu datanglah ayat 29 menjelaskan perlunya ada bimbingan bagi hidup manusia.
Ayat 29
“Sebuah kitab yang telah Kami turunkan kepada engkau membawa berikah."
Kitab inilah yang akan mengeluarkan manusia dari gelap gulita, meraba-raba dalam kegelapan hidup dalam tujuan yang tidak menentu, dalam perlangkahan yang tidak ada penilaian. Dia mempunyai berkah, membawa kegembiraan hidup ini sendiri, membawa harapan. Mendapat keterangan yang jelas tentang nilai perikehidupan adalah berkah yang paling tinggi dalam hidup. Meskipun bagaimana susah yang menimpa, namun yang benar tetap benar. Meskipun akan mati terhampar tubuh di medan perang, penuh badan kena luka-luka tembusan tombak, tetakan lading, tikaman pedang, hati tetap menerima sebab ada keyakinan tertanam dalam hati bahwa yang benar tetap benar dan yang salah tetap salah.
Inilah berkah yang dibawa oleh Al-Qur'an itu.
“Supaya mereka renungkan ayat-ayatnya." Supaya mereka laksanakan tuntunannya, “Dan supaya ingatlah kiranya orang-orang yang mempunyai inti pikiran."








