Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَرَادُواْ
maka mereka menghendaki
بِهِۦ
dengannya/kepadanya
كَيۡدٗا
tipu-daya
فَجَعَلۡنَٰهُمُ
lalu Kami jadikan mereka
ٱلۡأَسۡفَلِينَ
orang-orang yang hina
فَأَرَادُواْ
maka mereka menghendaki
بِهِۦ
dengannya/kepadanya
كَيۡدٗا
tipu-daya
فَجَعَلۡنَٰهُمُ
lalu Kami jadikan mereka
ٱلۡأَسۡفَلِينَ
orang-orang yang hina
Terjemahan
Mereka bermaksud memperdayainya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami menjadikan mereka orang-orang yang hina.
Tafsir
(Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya) dengan melemparkannya ke dalam api yang menyala-nyala untuk membinasakannya (maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina) orang-orang yang dikalahkan; karena ternyata Nabi Ibrahim keluar dari dalam api itu dalam keadaan selamat tidak apa-apa.
Tafsir Surat As-Saffat: 88-98
Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. Kemudian ia berkata, "Sesungguhnya aku sakit. Lalu mereka berpaling darinya dengan membelakanginya. Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka, lalu ia berkata, "Apakah kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab?" Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulinya dengan tangan kanannya (dengan kuat). Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. Ibrahim berkata, "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?.
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. Mereka berkata, "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. Sesungguhnya Ibrahim a.s. mengatakan demikian kepada kaumnya hanyalah agar ia tetap berada di kota itu apabila kaumnya pergi ke tempat perayaan mereka.
Karena sesungguhnya saat itu mereka hampir saja berangkat menuju tempat perayaan mereka, maka Ibrahim menginginkan agar ia dapat menyendiri dengan sembahan-sembahan mereka dengan niat akan menghancurkan berhala-berhala itu. Untuk itu Ibrahim a.s. mengatakan kepada mereka suatu alasan yang pada hakikatnya benar, tetapi mereka mengira bahwa Ibrahim benar-benar sedang sakit. Lalu mereka berpaling darinya dengan membelakanginya. (Ash-Shaffat: 90) Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Arab menganggap orang yang sedang memandang ke arah langit itu adalah orang yang sedang berfikir atau merenungkan sesuatu.
Yang dimaksud oleh Qatadah ialah bahwa Nabi Ibrahim saat itu mengarahkan pandangannya ke langit untuk mengalihkan perhatian mereka terhadap dirinya. Lalu ia berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman Allah ﷻ: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) Yakni lemah. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu: [: 62] telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepadaku Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ibrahim a.s.
tidak pernah berdusta kecuali dalam tiga perkara; dua di antaranya dalam membela Zat Allah, yaitu ucapannya, "Sesungguhnya aku sakit, dan perkataannya, "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya. Dan perkataannya tentang Sarah, "Dia adalah saudara perempuanku. Hadis ini diketengahkan di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab sunah melalui berbagai jalur. Akan tetapi, hal ini bukan termasuk dusta murni yang dicela oleh syariat pelakunya.
Tidaklah demikian pada hakikatnya melainkan disebut sebagai dusta dengan ungkapan majaz. Dan sesungguhnya hal itu hanyalah termasuk kata-kata sindiran untuk tujuan yang diperbolehkan oleh syariat dan agama, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan: [] Sesungguhnya di dalam ungkapan-ungkapan sindiran benar-benar terdapat jalan untuk mengelak dari berkata dusta. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda sehubungan dengan ketiga ucapan Nabi Ibrahim r.a. yang dikatakannya, bahwa tiada suatu kalimat pun darinya melainkan diutarakan untuk membela agama Allah.
Pertama yang disebutkan oleh firman-Nya: Kemudian ia berkata, "Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) Dan yang kedua disebutkan oleh firman-Nya: Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya. (Al-Anbiya: 63) Dan Ibrahim a.s. berkata kepada raja yang menginginkan istrinya, "Dia adalah saudara perempuanku." Sufyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) Yakni terkena penyakit taun. Ia mengatakan demikian karena kaumnya takut terhadap penderita taun, takut ketularan, karena itu mereka lari meninggalkannya sendirian.
Dengan demikian, maka tercapailah keinginan Ibrahim a.s. yang menginginkan agar menyendiri bersama berhala-berhala mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. Kemudian berkata, "Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 88-89) Maka mereka berkata kepadanya yang saat itu sedang berada di tempat peribadatan mereka yang dipenuhi oleh berhala-berhala sembahan mereka, "Keluarlah kamu." Lalu Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Sesungguhnya aku terkena penyakit ta'un." Akhirnya mereka meninggalkannya karena takut ketularan penyakit taun.
Qatadah telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Ibrahim melihat bintang-bintang terbit di langit, lalu ia berkata: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) Nabi Ibrahim bermaksud membela agama Allah, untuk itu ia mengatakan hal tersebut, bahwa ia sedang sakit. Ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian ia berkata, "Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) dinisbatkan kepada masa mendatang, yakni sakit yang menyebabkan kematian. Menurut pendapat yang lainnya, sakit di sini adalah sakit hati karena melihat kaumnya menyembah berhala selain Allah ﷻ Al-Hasan Al-Basri mengatakan, bahwa kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat perayaan mereka, dan mereka menginginkan agar Ibrahim pun ikut keluar bersama mereka.
Tetapi Nabi Ibrahim merebahkan dirinya dan berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat: 89) Lalu ia menatapkan pandangannya ke arah langit; setelah mereka (kaumnya) keluar, maka Ibrahim bangkit menuju kepada berhala-berhala sembahan mereka, lalu menghancurkannya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Lalu mereka berpaling darinya dengan membelakanginya. (Ash-Shaffat: 90) Sesudah mereka keluar, maka dengan cepat dan sembunyi-sembunyi Ibrahim menuju tempat berhala-berhala mereka.
lalu ia berkata, "Apakah kamu tidak makan?" (Ash-Shaffat: 91) Demikian itu karena mereka telah meletakkan di hadapan berhala-berhala itu makanan dan kurban dengan tujuan ingin dapat berkah dari berhala-berhala itu. As-Saddi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. memasuki tempat berhala-berhala mereka, dan ternyata ia menjumpai berhala-berhala itu diletakkan di dalam sebuah ruangan besar. Dan berhadapan dengan pintu ruangan itu terdapat berhala yang besar, di sampingnya terdapat pula berhala yang lebih kecil daripadanya, kemudian di sampingnya lagi ada berhala lainnya yang lebih kecil daripada berhala yang kedua, demikianlah seterusnya sampai pada pintu ruangan.tersebut.
Dan ternyata mereka telah meletakkan makanan di tangan berhala-berhala itu. Tujuan mereka ialah bila mereka kembali dari tempat perayaannya, berarti sembahan-sembahan mereka telah memberkati makanan tersebut, lalu baru mereka memakannya. Ketika Nabi Ibrahim menyaksikan pemandangan tersebut, yakni di tangan berhala-berhala itu diletakkan berbagai macam makanan, maka berkatalah Nabi Ibrahim: Apakah kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab? (Ash-Shaffat: 91-92) Firman Allah ﷻ: Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulinya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (Ash-Shaffat: 93) Al-Farra mengatakan bahwa lalu Nabi Ibrahim menghadapinya sambil memukulinya dengan tangan kanannya dengan pukulan yang kuat.
Qatadah mengatakan juga Al-Jauhari bahwa lalu Nabi Ibrahim memukuli berhala-berhala itu dengan pukulan tangan kanannya. Dikatakan tangan kanan karena pukulan tangan kanannya lebih kuat. Semua berhala itu hancur berkeping-keping, kecuali yang paling besar yang sengaja dibiarkannya menunggu mereka kembali. Kisah ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Anbiya. Firman Allah ﷻ: Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. (Ash-Shaffat: 94) Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yaziffuna ialah bergegas-gegas.
Kisah ini disebutkan dengan ringkas, lain halnya dengan apa yang ada di dalam surat Al-Anbiya, kisahnya disebutkan dengan panjang lebar. Ketika mereka kembali ke tempat peribadatan mereka, pada awal mulanya mereka tidak mengetahui siapa pelakunya, melainkan setelah menyelidiki dan mencari berita siapa pelakunya. Akhirnya mereka mengetahui bahwa Ibrahimlah yang melakukan semuanya itu. Ketika mereka datang ke tempat Nabi Ibrahim untuk mencaci maki perbuatannya itu, maka Nabi Ibrahim mengambil persiapan untuk mengecam dan mencela perbuatan merek-.
Untuk itu ia berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? (Ash-Shaffat: 95) Padahal Allah-lah Yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Ash-Shaffat: 96) Imam Bukhari dalam kitab Afal Ibad dari Ali bin Al Madini, dari Marwan bin Muawiyah, dari Abu Malik, dari Rib'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah r.a. secara marfu Sesungguhnya Allah ﷻ-lah yang menciptakan semua pekerja dan hasil kerjanya. Sebagian ulama membacanya dengan bacaan berikut: Padahal Allah-lah Yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Ash-Shaffat: 96) Ketika mereka tidak dapat menyangkal hujjah yang dikemukakan Ibrahim, mereka beralih menyerang dengan tangan dan kekuatan, lalu mereka berkata: Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim: lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu. (Ash-Shaffat: 97) Perihal urusan mereka telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Anbiya.
Dan Allah menyelamatkan Ibrahim dari api itu serta memenangkannya atas mereka, menolongnya, dan meninggikan hujannya. Karena itu, disebutkan oleh firman berikutnya: Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (Ash-Shaffat: 98)"
Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan cara membakar-nya, namun Allah menyelamatkan dia dari kobaran api, lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina dan kalah. 99. Nabi Ibrahim selamat dari upaya pembunuhan oleh kaumnya, dan dia berkata, 'Sesungguhnya aku harus pergi berhijrah menuju tempat yang memungkinkan aku mendekatkan diri kepada Tuhanku dan mengajak umatku menuju tauhid. Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku dan orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran. Ayat ini menganjurkan berhijrah dari suatu tempat ketika dakwah dan pengamalan agama mendapat tekanan dan penindasan.
Sesudah melihat keadaan kaumnya tertegun menunduk-kan kepala, Nabi Ibrahim lalu berkata lagi kepada mereka bahwa tidak patut mereka menyembah patung-patung yang mereka pahat dengan tangannya sendiri. Mereka mestinya bersyukur bahwa dari kalangan mereka sendiri, lahir seorang yang punya akal pikiran, yang mencegah penyembahan patung-patung itu. Nabi Ibrahim menegaskan lagi bahwa yang patut disembah hanyalah Allah yang menciptakan mereka dan patung-patung sesembahan mereka itu. Tuhan Maha Pencipta lebih berhak disembah daripada makhluk-Nya. Firman Allah:
Dia (Ibrahim) berkata, "Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?" (al-Anbiya'/21: 66-67)
Alasan yang disampaikan Nabi Ibrahim tidak dapat mereka bantah dengan alasan pula, sehingga mereka menempuh cara kekerasan menantang Ibrahim. Mereka merencanakan membunuh Ibrahim. Lalu didirikanlah sebuah bangunan untuk dijadikan tempat pembakaran Nabi Ibrahim. Ketika bangunan itu telah selesai dan apinya telah dinyalakan, lalu Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalamnya. Firman Allah:
Mereka berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat." (al-Anbiya'/21: 68)
Kaum Ibrahim benar-benar menghendaki ia binasa dan hangus terbakar dalam unggun api itu. Akan tetapi, Allah berkehendak menyelamatkan dia dari kebinasaan dengan memerintahkan kepada api supaya tidak membakar Ibrahim, sebagaimana firman-Nya:
Kami (Allah) berfirman, "Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!" (al-Anbiya'/21: 69)
Dengan demikian, Nabi Ibrahim selamat dari unggun api, dan mendapat kemenangan atas orang kafir.
Sesudah beliau tidak melihat lagi tanda-tanda kesediaan kaumnya untuk beriman, maka beliau bermaksud untuk meninggalkan mereka, hijrah dari kampung halaman. Barangkali di tempat yang baru itu, beliau dapat beribadah kepada Tuhan tanpa gangguan dari kaum yang ingkar, dan dapat mengembangkan agama dengan taufik dan hidayah Allah. Adapun negeri yang beliau tuju ialah Baitulmakdis.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
CERITA NABI IBRAHIM
Sesudah menerangkan perjuangan Nabi Nuh, Allah ﷻ pun memberikan pula perbandingan seorang Nabi lagi, yaitu Nabi Ibrahim.
Ayat 83
"Dan sesungguhnya yang termasuk golongannya."
Artinya ialah yang termasuk golongan Nabi Nuh itu.
“... Ibrahim."
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ibrahim itu adalah termasuk golongan Nabi Nuh. Golongan kita jadikan dari Syii'ah.
Di dalam pertumbuhan paham-paham politik di dalam Islam, timbullah satu firqah yang bernama Syii'ah. Yaitu satu golongan yang mempunyai aliran paham politik bahwa yang berhak menjadi Imam kaum Muslimin sesudah Rasulullah wafat hanyalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, Ali menerima wasiat dari Nabi ﷺ supaya dialah yang menjadi penggantinya memimpin kaum Muslimin sesudah Rasulullah wafat. Maka golongan yang menganut paham itu menamai diri mereka, dan dinamai oleh orang lain dengan Syi'ah. Yang boleh diartikan golongan pembela Ali, atau pengikut Ali. Meskipun mereka terdiri dari beberapa golongan kecil-kecil pula, sebagaimana Imamiyah Itsna Asyariyah, ja'fariyah, Zaidiyah, Isma'iliyah dan lain-lain, namun kesemuanya disebut golongan Syi'ah. Kadang-kadang disebut Syi'ah Ali.
Maka yang dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, Ibnu Abbas menafsirkan, “Syii'atihi artinya pemeluk agamanya “ Dengan artian Ibnu Abbas itu berartilah bahwa Ibrahim pun adalah penganut agama yang dianut oleh Nuh.
Mujahid menafsirkan, “Yang menuturi cara-caranya dan menempuh jalannya." Jadi Ibrahim ialah menuruti cara-cara Nuh dalam menyampaikan dakwah agama dan menempuh jalan yang ditempuh Nuh.
Al-Ashma'i menafsirkan, “Arti Syii'ah ialah pembantu-pembantu atau penyokong."
Asal artinya ialah dari Syi'yaa', yaitu ranting-ranting kayu kecil penghidupkan api untuk pembakar yang besar.
Menurut Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf, nabi-nabi di antara Nuh dengan
Ibrahim itu hanya dua orang, yaitu Nabi Hud dan Nabi Shalih. Kata Zamakhsyari dalam tafsir itu, jarak di antara Nuh dengan Ibrahim 2.640 tahun. Wallahu a'lam!
Disebut di sini bahwa Ibrahim adalah pula dari golongan Nuh, ialah karena keduanya sama-sama pemberi ingat yang diutus Allah ﷻ Mungkin syari'at berbeda karena umat yang didatangi pun telah menuruti perkembangan pula, namun pokok ajaran adalah tetap, yaitu memperingatkan tentang Keesaan Allah, bahwa Allah itu hanya satu.
Ayat 84
“Seketika dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. ‘‘
Arti datang kepada Allah ﷻ ialah dengan penuh kesadaran menyerahkan diri, jiwa dan raga kepada Allah, bersedia melaksanakan apa saja yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan menolak pengertian ketuhanan dari yang lain. Ibrahim telah membebaskan diri dari setiap pengaruh yang akan mengikat hati. Datang kepada Allah ﷻ sama juga artinya dengan ikhlas, atau dengan tajarrud, menelanjangkan diri dari segala yang akan mengikat. Dan dia datang kepada Allah ﷻ itu dengan hati yang suci, bebas dari syirik, bebas dari segala yang akan memengaruhi, telah sampai kepada tauhid yang sejati. Ayat yang selanjutnya membuktikan kesucian hati datang kepada Allah ﷻ itu. Allah ﷻ berfirman menceritakan dia.
Ayat 85
“Seketika dia berkata kepada ayahnya."
Nama ayahnya yaitu Aazar, yaitu namanya yang lain di samping namanya yang terkenal pula, yaitu Tarah.
“Apakah yang kamu sembah itu?"
Apabila kita renungkan bunyi pertanyaan Ibrahim kepada ayahnya ini, yang tersebut di surah ini atau di surah al-An'aam, atau di surah Maryam dan lain-lain, tampaklah bahwa memang Ibrahim telah datang kepada Allah ﷻ dengan hati suci. Dakwah telah di-sampaikannya terlebih dahulu kepada ayahnya sendiri.
Ayat 86
“Apakah dengan dusta?"
Artinya bahwa segala pemujaan kepada yang selain dari Allah adalah dusta, adalah bohong belaka. Perbuatan yang tidak beralasan, hanya khayal yang dibuat-buat, tidak ada dasarnya."Tuhan-tuhan selain Allah “ Perbuatan sia-sia, kebodohan, kejahilan dan dikarang-karangkan saja. Itukah
“yang kamu kehendaki?"
Perbuatan bohong dusta itukah yang akan kamu teruskan?
Ayat 87
“Bagaimana anggapan kamu terhadap Tuhan Semesta Alam?"
Sudah begitu perbuatan kamu—demikian pertanyaan Nabi Ibrahim kepada ayahnya dan kepada orang senegerinya yang sama pahamnya dengan ayahnya—sampai kamu sembah, kamu puja, kamu junjung tinggi berhala-berhala itu, padahal kamu sendiri
Setelah dilihat dan direnungkannya ke-sesatan kaumnya, termasuk ayahnya lantaran menyembah berhala itu, termenunglah Ibrahim dan lama dia berpikir.
Ayat 88
“ Maka memandanglah dia sekali pandang kepada bintang-bintang."
Ditengadahnya langit. Di sana dia merenungkan kebesaran Allah Yang Mahabesar. Beribu-ribu bintang menghiasi langit. Menunjukkan betapa kebesaran Ilahi. Betapalah sesatnya manusia kalau dia memusatkan perhatian kepada patung dan berhala. Mengapa tidak dipikirkannya kebesaran alam seluruhnya untuk menginsafi kebesaran Allah.
Setelah dibandingkannya kebesaran Allah dengan penciptaan yang mahaluas, memenuhi ruang angkasa yang tidak diketahui di mana batasnya, sungguh timbullah duka cita dalam hatinya, mengapalah kaumnya tidak memikirkan kebesaran Allah Yang Maha Esa, lalu membuat patung dengan tangan sendiri, lalu buatan tangan sendiri itu disembah dan dipuja. Suatu perbuatan yang bodoh dan sesat.
Patung-patung berhala itu disembah, dipuja dan selalu dibawakan hidangan, ma-kanan dan minuman sebagaimana yang dihidangkan kepada manusia hidup. Makanan-makanan itu terlonggok di hadapan berhala-berhala itu, sebagaimana yang selalu kita lihat dihidangkan di muka tapekong orang-orang Cina.
Hasan al-Bishri mengatakan dalam menafsirkan ayat ini, bahwa ketika itu kaumnya mengadakan hari raya atau hari besar di tempat berhala itu dan Ibrahim sengaja datang ke sana buat memerhatikan perbuatan sesat kaumnya.
Jika membaca tafsiran al-Imam Hasan Bishri dan uraian Sayyid Quthub itu teringatlah kita akan “Haul “ yang diadakan pada kubur-kubur orang yang dianggap keramat, atau yang dikeramatkan kuburnya setelah dia mati, yang ada di mana-mana di negeri-negeri Islam sesudah ruh tauhid campur aduk dengan kemusyrikan berhala. Baik di makam Syekh Ahmad Badawi di Thantha Mesir, atau makam-makam wali-wali di Tanah Jawa (Gunung Jati, Kadilangu, Kudus, Muria, Borang, Giri dan lain-lain), atau makam Syekh Burhanuddin di bulan Shafar di Ulakan. Datanglah manusia ke sana beribu-ribu sekali setahun pada waktu haul itu, laki-laki dan perempuan tua dan muda. Maka di samping yang ratib dan yang tahlil di dekat kuburan ada pula yang pergi melepaskan nafsu syahwat, berbuat maksiat sesuka hati di tempat itu. Malahan ada satu tempat yang dikeramatkan di salah satu pegunungan di Pulau Jawa, menurut keterangan kuncen barangsiapa yang ber-cinta-cintaan datanglah ke tempat itu, maka percintaannya akan diberkati maka supaya di-berkati oleh beliau bolehlah percintaan itu disampaikan di dekat makam beliau, meskipun menurut kepercayaan umat beragama menyampaikan percintaan itu zina namanya.
Pantai tepi laut di Ulakan yang hanya beberapa meter saja jauhnya dari makam Syekh Burhanuddin, terkenal sebagai tempat pertemuan yang amat indah di waktu malam ketika ramainya orang bershafar itu karena haul beliau di bulan Shafar.
Maka di kala orang ribut-ribut memberi makanan untuk berhala, sesudah itu orang bertang gembira hendak segera keluar ke tempat lapang melepaskan segala keinginan itu, di waktu itulah Ibrahim termenung memandang bintang. Membandingkan kedamaian alam di atas dengan kedurhakaan manusia terhadap Allah di muka bumi. Sampai perasaan hatinya rasa tertekan dan sedih. Waktu itulah orang menegurnya mengajaknya supaya bersama-sama meninggalkan tempat itu dan turut ke tempat bersuka ria, laksana bersuka ria orang bermandi Shafar di Pantai Malaka. Tetapi Ibrahim tidak mau turut bersama mereka itu.
Ayat 89
‘‘Lalu dia benkata, “Sungguh saya ini sakit."
Al-Qurthubi menafsirkan bahwa Ibrahim melihat bintang-bintang di langit itu, ialah karena pada waktu itu ilmu menilik nasib dengan menilik bintang-bintang sudah ada pada bangsa-bangsa yang hidup sekitar Furat dan Dajlah. Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf berkata tentang tafsir Ibrahim melihat bintang-bintang itu hampir serupa juga dengan pendapat al-Qurthubi. Tetapi Zamakhsyari mengatakan bahwa Ibrahim merenung bintang lama-lama ialah supaya disangka oleh kaumnya itu bahwa dia sedang merenung suatu yang akan kejadian kelak dengan memerhatikan bintang.
Dan tentang perkataan Ibrahim menyatakan, bahwa dia sedang sakit, mereka mengatakan pula ialah supaya mereka itu menyangka bahwa dia sedang sakit tha'un (kolera), sehingga mereka tidak mau lagi mengajaknya turut keluar dari tempat berhala itu, malahan mereka segera menjauhkan diri darinya karena takut akan ketularan. Maka pergilah mereka semuanya dan tinggallah Ibrahim seorang diri di tempat berhala itu. Itulah yang dikatakan pada ayat selanjutnya,
Ayat 90
“Maka mereka pun benpaling dari dia sambil membelakang “
Sehingga tinggallah dia seorang diri.
Setelah orang-orang itu pergi,
Ayat 91
“Maka dengan sembunyi-sembunyi dia pengi kepada tuhan-tuhan mereka itu."
Dia masih bersembunyi-sembunyi, meskipun tidak ada orang lagi di dalam tempat berhala, karena dia masih berhati-hati. Jangan sampai menimbulkan curiga,
“Lalu dia berkata, “Apakah kalian tidak mau makan?"
Tentu saja dapat sama kita maklumi bahwa pertanyaan Nabi Ibrahim ini adalah semata-mata ejekan kepada berhala yang dikelilingi sehingga penuh oleh berbagai macam hidangan. Tentu saja berhala akan tetap berhala, akan tetap beku dan bisu, karena dia hanya semata-mata benda yang naik pangkat karena dinaikkan oleh kebodohan manusia.
Lalu Nabi Ibrahim menambah pertanyaannya lagi.
Ayat 92
“Karena apa kamu semua tidak ada yang bercakap?"
Pertanyaan seperti ini pun suatu penilaian lagi tentang tersesatnya orang yang menyembah kepada benda-benda itu, dihidangi makanan, namun makanan terletak saja, disentuhnya pun tidak. Ditegur tidak ada yang menyahut, mendehem saja pun tidak. Itulah yang mereka sembah.
Ayat 93
“Maka dengan diam-diam dihadapinya berhala-berhala itu."
Satu demi satu berhala itu dihadapinya, sejak dari yang paling besar sampai kepada yang paling kecil.
“Lalu dipukulinya dengan tangan kanannya."
Disebutkan di sini, bahwa berhala itu satu demi satu telah dihancurkannya dengan tangan kanannya. Disebutkan tangan kanan, karena tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri, sebagaimana penjelasan bahwa dia bekerja dengan sungguh-sungguh.
Ayat 94
“Maka datanglah kaumnya itu kepadanya bergegas-gegas."
Dalam ayat ini dijelaskan tangkisan Ibrahim pula,
Ayat 95
“Dia berkata, “Apakah kamu sembah apa yang kamu pahat sendiri?"
Tegasnya, “Berhala itu kamu buat, kamu lukis, kamu pahat dengan tangan kamu sen-diri. Kamu yang memilih, menilik, memeriksa lalu memahat batu atau kayu yang akan kamu jadikan berhala itu dan kamu pula yang mengkhayalkan dalam ingatan bagaimana akan bentuknya. Setelah selesai kamu kerjakan, kamu pula yang mengangkut dan mengangkat dia ke dalam rumah berhala, lalu menegakkannya di tempat yang kamu pandang layak. Sedang berhala itu sendiri, sebab dia hanya semata-mata benda, hanya menurut saja apa yang kamu kehendaki. Itulah sekarang yang kamu sembah. Buah tangan kamu sendiri yang kamu jadikan tuhan.
Ayat 96
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu."
Menciptakan kamu sejak dari saringan tanah liat di permukaan bumi, ditumbuhkan menjadi sayur, buah-buahan, padi, kacang-kacangan, gandum dan sebagainya. Lalu dimakan oleh ayah bundamu, lalu jadi darah dan darah mengeluarkan saringannya, yaitu mani. Itulah yang diciptakan dalam rahim ibu menjadi insan.
“Dan (menciptakan) apa yang kamu kerjakan itu?"
Karena berhala yang kamu sembah itu adalah hasil pekerjaanmu sendiri dan yang kamu kerjakan itu adalah ciptaan Allah juga. Baik dia batu yang tergeletak di pinggir bukit atau dia dari pohon kayu yang tumbuh di belukar lebat. Semua Allah yang menciptakan. Mengapa tidak Allah saja yang langsung kamu sembah dan kamu puja?
Ayat 97
“Mereka berkata, “Bangunkanlah sualu bangunan, lalu lemparkanlah dia ke dalam api nyala."
Kaumnya sudah terang tidak dapat menangkis pertanyaan bertubi dari Nabi Ibrahim yang telah menyediakan dirinya berkurban untuk kepentingan Allah, sebab dia telah datang menghadap kepada Allah ﷻ dengan hati yang suci. Hati yang telah bersih dari pengaruh yang lain. Hati yang hanya dipenuhi oleh satu ingatan saja, Allah.
Kaumnya sudah melakukan keadaan yang selalu berlaku dalam sejarah. Suatu penguasa yang menegakkan yang batil, jika hendak terus menegakkan yang batil itu, kalau disanggah tidaklah dapat mempertahankan diri. Mereka hanya dapat menggunakan tangan besi kekuasaan. Mereka tidak menyelesaikan pertanyaan Ibrahim dengan cara menangkis ke-terangan dengan keterangan, melawan hujjah dengan hujjah. Mereka telah bersikap men-jawab pertanyaan Ibrahim dengan perintah penguasa mendirikan sebuah bangunan untuk membakar Nabi Ibrahim. Api akan dinyalakan, kayu bakar akan dikumpulkan, lalu dibakar dan Ibrahim akan disuruh masuk ke dalam api nyala itu supaya mati. Habis perkara.
Tetapi Allah ﷻ telah menentukan sebaliknya.
Ayat 98
“Mereka bermaksud hendak melakukan sesuatu kejahatan terhadapnya."
Yaitu dibuat bangunan, diunggun kayu bakar banyak-banyak, dibakar dan menyalalah api dan berkobar. Ke sana Ibrahim akan dimasukkan. (Lihat kembali surah al-Anbiyaa' di Juz 17). Dan memang yang demikian itu telah dilakukan. Ibrahim telah dilemparkan ke dalam api nyala itu. Tetapi mereka bukan lagi berhadapan dengan Ibrahim pribadi, melainkan berhadapan dengan Allah yang mengutus Ibrahim.
“Maka merekalah yang Kami jadikan terhina."
(ujung ayat 98)