Ayat
Terjemahan Per Kata
أَئِفۡكًا
apakah kebohongan
ءَالِهَةٗ
tuhan
دُونَ
selain
ٱللَّهِ
Allah
تُرِيدُونَ
kamu menghendaki
أَئِفۡكًا
apakah kebohongan
ءَالِهَةٗ
tuhan
دُونَ
selain
ٱللَّهِ
Allah
تُرِيدُونَ
kamu menghendaki
Terjemahan
Apakah kamu menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah?
Tafsir
(Apakah dengan jalan berbohong) kedua huruf Hamzah pada ayat ini dapat dibaca Tahqiq atau Tas-hil (kalian menghendaki sesembahan-sesembahan selain Allah?) lafal Ifkan adalah Maf'ul Lah, dan lafal Aalihah adalah Maf'ul Bih bagi lafal Turiduuna. Al-Ifku artinya dusta yang paling buruk; makna yang dimaksud adalah, apakah kalian menyembah selain Allah?.
Tafsir Surat As-Saffat: 83-87
Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh) (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci (Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam? Ali ibnu Abu Jalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ash-Shaffat: 83) Yakni termasuk pemeluk agamanya. Mujahid mengatakan, berada dalam tuntunan dan sunnahnya. (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (Ash-Shaffat: 84) Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan 'hati yang suci'" ialah kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Auf, bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad ibnu Sirin tentang makna hati yang suci.
Muhammad ibnu Sirin menjawab, "Yang bersangkutan mengetahui bahwa Allah adalah hak (benar), hari kiamat pasti akan tiba, tiada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan hidup kembali orang-orang yang ada di dalam kubur." Al-Hasan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'hati yang suci' 'ialah hati yang bersih dari kemusyrikan. Urwah mengatakan, yang dimaksud dengan hati yang suci ialah hati yang tidak pernah melaknat.
Firman Allah ﷻ: (ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Apakah yang kamu sembah itu? (Ash-Shaffat: 85) Nabi Ibrahim a.s. memprotes penyembahan mereka kepada berhala dan tandingan-tandingan Allah yang mereka ada-adakan itu. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam? (Ash-Shaffat: 86-87) Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bagaimanakah dugaanmu terhadap apa yang akan Dia lakukan terhadapmu bila kamu menjumpai-Nya kelak, sedangkan kalian telah menyembah selain-Nya bersama Dia?"
Apakah kamu menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu sehingga kamu menganggap benar apa yang kamu lakukan' 87. Hanya Allah yang patut disembah. Maka, bagaimana anggapanmu terhadap Tuhan seluruh alam jika kalian mengingkari-Nya, bahkan menyembah selain Dia'.
Kemudian Allah mengingatkan kita tentang kisah Nabi Ibrahim ketika dia dengan jiwanya yang bersih dan tulus ikhlas berkata kepada orang tuanya dan kaumnya mengapa mereka menyembah patung-patung. Seharusnya hal itu tidak patut terjadi jika mereka mau berpikir tentang patung-patung sembahan yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudarat kepada mereka:
Firman Allah:
(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Maryam/19: 42-43)
Nabi Ibrahim dengan tegas menyatakan kepada mereka bahwa tidaklah benar sikap mereka yang menghendaki selain Allah untuk disembah dengan alasan-alasan yang tidak benar. Untuk menyembah Tuhan yang gaib diperlukan petunjuk kalau tidak penyembahan itu tentulah didasarkan atas khayalan-khayalan dan selera pikiran masing-masing orang. Hal demikian ini akan menimbulkan banyaknya bentuk penyembahan kepada Tuhan sesuai dengan konsepsi masing-masing orang tentang Tuhan.
Pada zaman Jahiliah, tiap-tiap kabilah Arab mempunyai berhala dan patung sendiri-sendiri sesuai dengan pikirannya masing-masing. Demikian juga zaman Nabi Ibrahim terdapat banyak patung sembahan mereka sebagai hasil imajinasi kaumnya pada waktu itu. Nabi Ibrahim yang diberi Allah ilmu pengetahuan yang tidak diberikan kepada kaumnya, tentulah beliau berusaha untuk mengubah keadaan demikian. Lalu beliau mengemukakan berbagai pertanyaan kepada kaumnya sehingga terpaksa mereka berpikir tentang diri mereka masing-masing apa dasar anggapan mereka tidak menyembah Tuhan Pencipta dan Penguasa semesta alam, bahkan sebaliknya mereka mempersekutukan-Nya dengan patung-patung dan berhala-berhala. Sebenarnya mereka tidak dapat mengemukakan alasan untuk menolak menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
CERITA NABI IBRAHIM
Sesudah menerangkan perjuangan Nabi Nuh, Allah ﷻ pun memberikan pula perbandingan seorang Nabi lagi, yaitu Nabi Ibrahim.
Ayat 83
"Dan sesungguhnya yang termasuk golongannya."
Artinya ialah yang termasuk golongan Nabi Nuh itu.
“... Ibrahim."
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Nabi Ibrahim itu adalah termasuk golongan Nabi Nuh. Golongan kita jadikan dari Syii'ah.
Di dalam pertumbuhan paham-paham politik di dalam Islam, timbullah satu firqah yang bernama Syii'ah. Yaitu satu golongan yang mempunyai aliran paham politik bahwa yang berhak menjadi Imam kaum Muslimin sesudah Rasulullah wafat hanyalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, Ali menerima wasiat dari Nabi ﷺ supaya dialah yang menjadi penggantinya memimpin kaum Muslimin sesudah Rasulullah wafat. Maka golongan yang menganut paham itu menamai diri mereka, dan dinamai oleh orang lain dengan Syi'ah. Yang boleh diartikan golongan pembela Ali, atau pengikut Ali. Meskipun mereka terdiri dari beberapa golongan kecil-kecil pula, sebagaimana Imamiyah Itsna Asyariyah, ja'fariyah, Zaidiyah, Isma'iliyah dan lain-lain, namun kesemuanya disebut golongan Syi'ah. Kadang-kadang disebut Syi'ah Ali.
Maka yang dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, Ibnu Abbas menafsirkan, “Syii'atihi artinya pemeluk agamanya “ Dengan artian Ibnu Abbas itu berartilah bahwa Ibrahim pun adalah penganut agama yang dianut oleh Nuh.
Mujahid menafsirkan, “Yang menuturi cara-caranya dan menempuh jalannya." Jadi Ibrahim ialah menuruti cara-cara Nuh dalam menyampaikan dakwah agama dan menempuh jalan yang ditempuh Nuh.
Al-Ashma'i menafsirkan, “Arti Syii'ah ialah pembantu-pembantu atau penyokong."
Asal artinya ialah dari Syi'yaa', yaitu ranting-ranting kayu kecil penghidupkan api untuk pembakar yang besar.
Menurut Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf, nabi-nabi di antara Nuh dengan
Ibrahim itu hanya dua orang, yaitu Nabi Hud dan Nabi Shalih. Kata Zamakhsyari dalam tafsir itu, jarak di antara Nuh dengan Ibrahim 2.640 tahun. Wallahu a'lam!
Disebut di sini bahwa Ibrahim adalah pula dari golongan Nuh, ialah karena keduanya sama-sama pemberi ingat yang diutus Allah ﷻ Mungkin syari'at berbeda karena umat yang didatangi pun telah menuruti perkembangan pula, namun pokok ajaran adalah tetap, yaitu memperingatkan tentang Keesaan Allah, bahwa Allah itu hanya satu.
Ayat 84
“Seketika dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. ‘‘
Arti datang kepada Allah ﷻ ialah dengan penuh kesadaran menyerahkan diri, jiwa dan raga kepada Allah, bersedia melaksanakan apa saja yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan menolak pengertian ketuhanan dari yang lain. Ibrahim telah membebaskan diri dari setiap pengaruh yang akan mengikat hati. Datang kepada Allah ﷻ sama juga artinya dengan ikhlas, atau dengan tajarrud, menelanjangkan diri dari segala yang akan mengikat. Dan dia datang kepada Allah ﷻ itu dengan hati yang suci, bebas dari syirik, bebas dari segala yang akan memengaruhi, telah sampai kepada tauhid yang sejati. Ayat yang selanjutnya membuktikan kesucian hati datang kepada Allah ﷻ itu. Allah ﷻ berfirman menceritakan dia.
Ayat 85
“Seketika dia berkata kepada ayahnya."
Nama ayahnya yaitu Aazar, yaitu namanya yang lain di samping namanya yang terkenal pula, yaitu Tarah.
“Apakah yang kamu sembah itu?"
Apabila kita renungkan bunyi pertanyaan Ibrahim kepada ayahnya ini, yang tersebut di surah ini atau di surah al-An'aam, atau di surah Maryam dan lain-lain, tampaklah bahwa memang Ibrahim telah datang kepada Allah ﷻ dengan hati suci. Dakwah telah di-sampaikannya terlebih dahulu kepada ayahnya sendiri.
Ayat 86
“Apakah dengan dusta?"
Artinya bahwa segala pemujaan kepada yang selain dari Allah adalah dusta, adalah bohong belaka. Perbuatan yang tidak beralasan, hanya khayal yang dibuat-buat, tidak ada dasarnya."Tuhan-tuhan selain Allah “ Perbuatan sia-sia, kebodohan, kejahilan dan dikarang-karangkan saja. Itukah
“yang kamu kehendaki?"
Perbuatan bohong dusta itukah yang akan kamu teruskan?
Ayat 87
“Bagaimana anggapan kamu terhadap Tuhan Semesta Alam?"
Sudah begitu perbuatan kamu—demikian pertanyaan Nabi Ibrahim kepada ayahnya dan kepada orang senegerinya yang sama pahamnya dengan ayahnya—sampai kamu sembah, kamu puja, kamu junjung tinggi berhala-berhala itu, padahal kamu sendiri
Setelah dilihat dan direnungkannya ke-sesatan kaumnya, termasuk ayahnya lantaran menyembah berhala itu, termenunglah Ibrahim dan lama dia berpikir.
Ayat 88
“ Maka memandanglah dia sekali pandang kepada bintang-bintang."
Ditengadahnya langit. Di sana dia merenungkan kebesaran Allah Yang Mahabesar. Beribu-ribu bintang menghiasi langit. Menunjukkan betapa kebesaran Ilahi. Betapalah sesatnya manusia kalau dia memusatkan perhatian kepada patung dan berhala. Mengapa tidak dipikirkannya kebesaran alam seluruhnya untuk menginsafi kebesaran Allah.
Setelah dibandingkannya kebesaran Allah dengan penciptaan yang mahaluas, memenuhi ruang angkasa yang tidak diketahui di mana batasnya, sungguh timbullah duka cita dalam hatinya, mengapalah kaumnya tidak memikirkan kebesaran Allah Yang Maha Esa, lalu membuat patung dengan tangan sendiri, lalu buatan tangan sendiri itu disembah dan dipuja. Suatu perbuatan yang bodoh dan sesat.
Patung-patung berhala itu disembah, dipuja dan selalu dibawakan hidangan, ma-kanan dan minuman sebagaimana yang dihidangkan kepada manusia hidup. Makanan-makanan itu terlonggok di hadapan berhala-berhala itu, sebagaimana yang selalu kita lihat dihidangkan di muka tapekong orang-orang Cina.
Hasan al-Bishri mengatakan dalam menafsirkan ayat ini, bahwa ketika itu kaumnya mengadakan hari raya atau hari besar di tempat berhala itu dan Ibrahim sengaja datang ke sana buat memerhatikan perbuatan sesat kaumnya.
Jika membaca tafsiran al-Imam Hasan Bishri dan uraian Sayyid Quthub itu teringatlah kita akan “Haul “ yang diadakan pada kubur-kubur orang yang dianggap keramat, atau yang dikeramatkan kuburnya setelah dia mati, yang ada di mana-mana di negeri-negeri Islam sesudah ruh tauhid campur aduk dengan kemusyrikan berhala. Baik di makam Syekh Ahmad Badawi di Thantha Mesir, atau makam-makam wali-wali di Tanah Jawa (Gunung Jati, Kadilangu, Kudus, Muria, Borang, Giri dan lain-lain), atau makam Syekh Burhanuddin di bulan Shafar di Ulakan. Datanglah manusia ke sana beribu-ribu sekali setahun pada waktu haul itu, laki-laki dan perempuan tua dan muda. Maka di samping yang ratib dan yang tahlil di dekat kuburan ada pula yang pergi melepaskan nafsu syahwat, berbuat maksiat sesuka hati di tempat itu. Malahan ada satu tempat yang dikeramatkan di salah satu pegunungan di Pulau Jawa, menurut keterangan kuncen barangsiapa yang ber-cinta-cintaan datanglah ke tempat itu, maka percintaannya akan diberkati maka supaya di-berkati oleh beliau bolehlah percintaan itu disampaikan di dekat makam beliau, meskipun menurut kepercayaan umat beragama menyampaikan percintaan itu zina namanya.
Pantai tepi laut di Ulakan yang hanya beberapa meter saja jauhnya dari makam Syekh Burhanuddin, terkenal sebagai tempat pertemuan yang amat indah di waktu malam ketika ramainya orang bershafar itu karena haul beliau di bulan Shafar.
Maka di kala orang ribut-ribut memberi makanan untuk berhala, sesudah itu orang bertang gembira hendak segera keluar ke tempat lapang melepaskan segala keinginan itu, di waktu itulah Ibrahim termenung memandang bintang. Membandingkan kedamaian alam di atas dengan kedurhakaan manusia terhadap Allah di muka bumi. Sampai perasaan hatinya rasa tertekan dan sedih. Waktu itulah orang menegurnya mengajaknya supaya bersama-sama meninggalkan tempat itu dan turut ke tempat bersuka ria, laksana bersuka ria orang bermandi Shafar di Pantai Malaka. Tetapi Ibrahim tidak mau turut bersama mereka itu.
Ayat 89
‘‘Lalu dia benkata, “Sungguh saya ini sakit."
Al-Qurthubi menafsirkan bahwa Ibrahim melihat bintang-bintang di langit itu, ialah karena pada waktu itu ilmu menilik nasib dengan menilik bintang-bintang sudah ada pada bangsa-bangsa yang hidup sekitar Furat dan Dajlah. Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf berkata tentang tafsir Ibrahim melihat bintang-bintang itu hampir serupa juga dengan pendapat al-Qurthubi. Tetapi Zamakhsyari mengatakan bahwa Ibrahim merenung bintang lama-lama ialah supaya disangka oleh kaumnya itu bahwa dia sedang merenung suatu yang akan kejadian kelak dengan memerhatikan bintang.
Dan tentang perkataan Ibrahim menyatakan, bahwa dia sedang sakit, mereka mengatakan pula ialah supaya mereka itu menyangka bahwa dia sedang sakit tha'un (kolera), sehingga mereka tidak mau lagi mengajaknya turut keluar dari tempat berhala itu, malahan mereka segera menjauhkan diri darinya karena takut akan ketularan. Maka pergilah mereka semuanya dan tinggallah Ibrahim seorang diri di tempat berhala itu. Itulah yang dikatakan pada ayat selanjutnya,
Ayat 90
“Maka mereka pun benpaling dari dia sambil membelakang “
Sehingga tinggallah dia seorang diri.
Setelah orang-orang itu pergi,
Ayat 91
“Maka dengan sembunyi-sembunyi dia pengi kepada tuhan-tuhan mereka itu."
Dia masih bersembunyi-sembunyi, meskipun tidak ada orang lagi di dalam tempat berhala, karena dia masih berhati-hati. Jangan sampai menimbulkan curiga,
“Lalu dia berkata, “Apakah kalian tidak mau makan?"
Tentu saja dapat sama kita maklumi bahwa pertanyaan Nabi Ibrahim ini adalah semata-mata ejekan kepada berhala yang dikelilingi sehingga penuh oleh berbagai macam hidangan. Tentu saja berhala akan tetap berhala, akan tetap beku dan bisu, karena dia hanya semata-mata benda yang naik pangkat karena dinaikkan oleh kebodohan manusia.
Lalu Nabi Ibrahim menambah pertanyaannya lagi.
Ayat 92
“Karena apa kamu semua tidak ada yang bercakap?"
Pertanyaan seperti ini pun suatu penilaian lagi tentang tersesatnya orang yang menyembah kepada benda-benda itu, dihidangi makanan, namun makanan terletak saja, disentuhnya pun tidak. Ditegur tidak ada yang menyahut, mendehem saja pun tidak. Itulah yang mereka sembah.
Ayat 93
“Maka dengan diam-diam dihadapinya berhala-berhala itu."
Satu demi satu berhala itu dihadapinya, sejak dari yang paling besar sampai kepada yang paling kecil.
“Lalu dipukulinya dengan tangan kanannya."
Disebutkan di sini, bahwa berhala itu satu demi satu telah dihancurkannya dengan tangan kanannya. Disebutkan tangan kanan, karena tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri, sebagaimana penjelasan bahwa dia bekerja dengan sungguh-sungguh.
Ayat 94
“Maka datanglah kaumnya itu kepadanya bergegas-gegas."
Dalam ayat ini dijelaskan tangkisan Ibrahim pula,
Ayat 95
“Dia berkata, “Apakah kamu sembah apa yang kamu pahat sendiri?"
Tegasnya, “Berhala itu kamu buat, kamu lukis, kamu pahat dengan tangan kamu sen-diri. Kamu yang memilih, menilik, memeriksa lalu memahat batu atau kayu yang akan kamu jadikan berhala itu dan kamu pula yang mengkhayalkan dalam ingatan bagaimana akan bentuknya. Setelah selesai kamu kerjakan, kamu pula yang mengangkut dan mengangkat dia ke dalam rumah berhala, lalu menegakkannya di tempat yang kamu pandang layak. Sedang berhala itu sendiri, sebab dia hanya semata-mata benda, hanya menurut saja apa yang kamu kehendaki. Itulah sekarang yang kamu sembah. Buah tangan kamu sendiri yang kamu jadikan tuhan.
Ayat 96
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu."
Menciptakan kamu sejak dari saringan tanah liat di permukaan bumi, ditumbuhkan menjadi sayur, buah-buahan, padi, kacang-kacangan, gandum dan sebagainya. Lalu dimakan oleh ayah bundamu, lalu jadi darah dan darah mengeluarkan saringannya, yaitu mani. Itulah yang diciptakan dalam rahim ibu menjadi insan.
“Dan (menciptakan) apa yang kamu kerjakan itu?"
Karena berhala yang kamu sembah itu adalah hasil pekerjaanmu sendiri dan yang kamu kerjakan itu adalah ciptaan Allah juga. Baik dia batu yang tergeletak di pinggir bukit atau dia dari pohon kayu yang tumbuh di belukar lebat. Semua Allah yang menciptakan. Mengapa tidak Allah saja yang langsung kamu sembah dan kamu puja?
Ayat 97
“Mereka berkata, “Bangunkanlah sualu bangunan, lalu lemparkanlah dia ke dalam api nyala."
Kaumnya sudah terang tidak dapat menangkis pertanyaan bertubi dari Nabi Ibrahim yang telah menyediakan dirinya berkurban untuk kepentingan Allah, sebab dia telah datang menghadap kepada Allah ﷻ dengan hati yang suci. Hati yang telah bersih dari pengaruh yang lain. Hati yang hanya dipenuhi oleh satu ingatan saja, Allah.
Kaumnya sudah melakukan keadaan yang selalu berlaku dalam sejarah. Suatu penguasa yang menegakkan yang batil, jika hendak terus menegakkan yang batil itu, kalau disanggah tidaklah dapat mempertahankan diri. Mereka hanya dapat menggunakan tangan besi kekuasaan. Mereka tidak menyelesaikan pertanyaan Ibrahim dengan cara menangkis ke-terangan dengan keterangan, melawan hujjah dengan hujjah. Mereka telah bersikap men-jawab pertanyaan Ibrahim dengan perintah penguasa mendirikan sebuah bangunan untuk membakar Nabi Ibrahim. Api akan dinyalakan, kayu bakar akan dikumpulkan, lalu dibakar dan Ibrahim akan disuruh masuk ke dalam api nyala itu supaya mati. Habis perkara.
Tetapi Allah ﷻ telah menentukan sebaliknya.
Ayat 98
“Mereka bermaksud hendak melakukan sesuatu kejahatan terhadapnya."
Yaitu dibuat bangunan, diunggun kayu bakar banyak-banyak, dibakar dan menyalalah api dan berkobar. Ke sana Ibrahim akan dimasukkan. (Lihat kembali surah al-Anbiyaa' di Juz 17). Dan memang yang demikian itu telah dilakukan. Ibrahim telah dilemparkan ke dalam api nyala itu. Tetapi mereka bukan lagi berhadapan dengan Ibrahim pribadi, melainkan berhadapan dengan Allah yang mengutus Ibrahim.
“Maka merekalah yang Kami jadikan terhina."
(ujung ayat 98)