Ayat
Terjemahan Per Kata
فَسُبۡحَٰنَ
maka Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
بِيَدِهِۦ
di tangan-Nya
مَلَكُوتُ
kekuasaan
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَإِلَيۡهِ
dan kepadaNya
تُرۡجَعُونَ
kalian dikembalikan
فَسُبۡحَٰنَ
maka Maha Suci
ٱلَّذِي
yang
بِيَدِهِۦ
di tangan-Nya
مَلَكُوتُ
kekuasaan
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَإِلَيۡهِ
dan kepadaNya
تُرۡجَعُونَ
kalian dikembalikan
Terjemahan
Maka, Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.
Tafsir
(Maka Maha Suci Allah Yang dalam genggaman-Nya kekuasaan) lafal Malakuutu pada asalnya adalah Mulki kemudian ditambahkan huruf Wawu dan Ta untuk menunjukkan makna mubalaghah, artinya kekuasaan atas (segala sesuatu dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan) kelak di akhirat.
Tafsir Surat Yasin: 81-83
Dan tidakkah Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagr Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Allah ﷻ berfirman seraya memberitakan dan mengingatkan (manusia) akan kekuasaan-Nya Yang Mahabesar di langit yang tujuh lapis; berikut semua bintang yang ada padanya, baik yang tetap maupun yang beredar, Yang Mahabesar di bumi lapis tujuh berikut semua gunung, padang pasir, laut, dan hutan belantara serta apa yang ada di antaranya.
Dia memberikan petunjuk melalui hal tersebut yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya, bahwa Tuhan Yang Menciptakan segala sesuatu yang besar-besar itu mampu menghidupkan kembali, jasad-jasad yang telah mati. Allah ﷻ telah berfirman: Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. (Al-Mu-min: 57) Adapun firman Allah ﷻ: Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? (Yasin: 81) Yakni serupa dengan manusia, maka Dia mengembalikan mereka menjadi hidup kembali sebagaimana Dia memulai penciptaan mereka. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir.
Dan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yasin: 81-82) Yakni sesungguhnya Dia hanya memerintahkan kepada sesuatu sekali perintah, tidak perlu diulangi atau ditegaskan: Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka Dia hanya berfirman kepadanya, "Jadilah," sekali ucap, maka jadilah ia.
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Musa ibnul Musayyab, dari Syahr, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Abu Zar r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman, "Hai hamba-hamba-Ku, kalian semua berdosa terkecuali orang yang Aku maafkan. Maka mohonlah ampunan kepada-Ku, tentu Aku mengampuni kalian. Dan kalian semua miskin, kecuali orang yang Aku beri kecukupan; sesungguhnya Aku Maha Pemurah, Mahaagung, Mahakaya, Aku melakukan apa saja yang Kukehendaki. Pemberian-Ku hanya satu kata, dan azab-Ku hanya satu kata; apabila Aku menghendaki sesuatu, sesungguhnya Aku hanya mengatakan kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah ia.
Firman Allah ﷻ: Maka Mahasuci (Allah) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Yasin: 83) Yakni Mahasuci dan Mahabersih Allah, sebagai ungkapan memahasucikan dan memahabersihkan Tuhan Yang Hidup, Yang terus menerus mengatur makhluk-Nya dari semua keburukan. Di tangan kekuasaan-Nyalah terletak semua kendali kekuasaan di langit dan di bumi, dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan semua utusan. Dialah Yang Menciptakan dan Yang Memerintah, dan kepada-Nyalah dikembalikan semua hamba pada hari mereka dibangkitkan, lalu Dia membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.
Dia Mahaadil, Pemberi Nikmat dan Pemberi Karunia. Maka firman Allah ﷻ: Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu. (Yasin: 83) Semakna dengan firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu ? (Al-Mu-minun: 88) Dan firman Allah ﷻ: Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan. (Al-Mulk: 1) Lafaz al-mulk dan al-malakut sama, seperti halnya lafaz rahmah dan rahmut, rahbah, dan rahbut, dan jabar dan jabarut. Di antara ulama ada yang menduga bahwa al-mulk adalah alam jasad, sedangkan al-malakut alam roh.
Pendapat yang benar adalah yang pertama, pendapat itulah yang dipegang oleh kebanyakan ulama tafsir dan lain-lainnya. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Abdul Malik ibnu Umair, telah menceritakan kepadaku saudara sepupu Huzaifah, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan bahwa ia salat bersama Rasulullah ﷺ di suatu malam. Maka beliau ﷺ membaca tujuh surat yang panjang-panjang dalam beberapa rakaat. Dan beliau bila mengangkat kepalanya dari rukuk mengucapkan: Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Kemudian dilanjutkan: Segala puji bagi Allah Yang mempunyai segala kerajaan, keperkasaan, kebesaran, dan keagungan. Dan lama rukuknya sama dengan lama berdirinya, dan lama sujudnya sama dengan lama rukuknya.
Ketika beliau bersalam, kedua kakiku terasa hampir patah (karena lamanya salat). Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi di dalam kitab Asy-Syama'il serta Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadis Syu'bah ibnu Amr ibnu Murrah: ". ". ". ". ". -- dari Abu Hamzah maula Al-Ansar, dari seorang lelaki dari Bani Abs, dari Huzaifah r.a., bahwa ia pernah melihat Rasulullah ﷺ sedang salat di malam hari, dan beliau ﷺ mengucapkan: Allahu Akbar tiga kali Yang memiliki semua kerajaan, kebesaran dan keagungan. Setelah itu beliau membuka salatnya (membaca Al-Fatihah), dan membaca surat Al-Baqarah, lalu rukuk, dan lama rukuknya sama dengan lamanya berdiri.
Dalam rukuknya itu beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahabesar. Beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, dan i'tidal yang dilakukannya hampir sama dengan rukuknya. Dalam i'tidalnya beliau membaca: Bagi Tuhanku segala puji. Kemudian sujud, dan lama sujudnya itu sama dengan lama berdirinya. Dalam sujudnya beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud, lalu melakukan duduk di antara dua sujud dalam waktu yang lamanya sama dengan sujudnya.
Dalam duduknya itu beliau mengucapkan: Tuhanku, berilah ampunan bagiku. Tuhanku, berilah ampunan bagiku. Rasulullah ﷺ melakukan salatnya itu empat rakaat, yang padanya beliau membaca surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah atau Al-An'am di sini Syu'bah ragu. Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud. Imam Nasai mengatakan bahwa Abu Hamzah menurut kami adalah Talhah ibnu Yazid, dan lelaki ini diduga kuat adalah Silah, demikianlah menurut Imam Nasai. Tetapi yang lebih kuat lagi diduga dia adalah saudara sepupu Huzaifah, seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Adapun riwayat Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a., maka sesungguhnya riwayat ini berada di dalam kitab Sahih Muslim, tetapi di dalam teksnya tidak disebutkan penuturan kata al-malakut, wal jabarut, wal kibriya wal 'azamah. ". Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Qais, dari Asim ibnu Humaid, dari Auf ibnu Malik Al-Asyja'i r.a. yang mengatakan bahwa ia ikut salat bersama Rasulullah ﷺ di suatu malam, maka Rasulullah ﷺ berdiri dan membaca surat Al-Baqarah. Dan tidak sekali-kali beliau melalui ayat rahmat, melainkan berhenti dan meminta; dan tidak sekali-kali bacaannya melewati ayat azab, melainkan beliau berhenti, lalu memohon perlindungan.
Kemudian beliau rukuk dengan lama yang hampir sama dengan berdirinya. Dalam rukuknya itu beliau mengucapkan: Mahasuci Tuhan Yang mempunyai keperkasaan, kerajaan, kebesaran, dan keagungan. Kemudian sujud dengan lama yang sama dengan lama berdirinya, dan dalam sujudnya beliau mengucapkan doa yang semisal. Lalu berdiri (setelah membaca Al-Fatihah) membaca surat Ali Imran, lalu Al-Baqarah. Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab Asy-Syamail juga Imam Nasai melalui hadis Mu'awiyah ibnu Saleh dengan sanad yang sama. Demikianlah akhir tafsir surat Yasin, segala puji dan karunia adalah milik Allah belaka."
Itulah Allah Yang Mahakuasa. Maka Mahasuci Allah yang di tangan-Nya kekuasaan penuh atas segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, mengatur, serta memeliharanya, dan kepada-Nya juga kamu dikembalikan. Keyakinan akan kekuasaan Allah akan timbul dalam hati apabila manusia mau menggunakan akal sehatnya untuk memperhatikan alam semesta ini. []1. Bila pada akhir Surah Y's'n Allah menjelaskan keesaan dan kekuasaan-Nya pada hari Kiamat, pada permulaan surah ini Allah menegaskan bukti kekuasaan-Nya di alam raya. Demi rombongan malaikat yang berbaris bersaf-saf dengan rapi dalam melaksanakan tugas dan perintah Allah;.
Orang-orang yang beriman pasti berkata bahwa Allah Mahasuci. Di tangan-Nya kekuasaan penuh atas segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, mengatur, dan memeliharanya. Kepada-Nya jualah semua makhluk dikembalikan.
Pengakuan dan keyakinan semacam ini pasti timbul apabila manusia menggunakan pikiran sehat untuk memperhatikan isi alam ini semuanya yang menjadi bukti bagi kekuasaan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERHATIKANLAH ASAL KEJADIANMU!
Sekali lagi manusia disuruh melihat, memerhatikan, dan merenungkan,
Ayat 77
“Dan apakah tidak melihat manusia itu bahwasanya Kami telah menciptakannya dari nuthfah."
Artinya bahwa manusia janganlah lupa dari mana asal-usul kejadiannya. Ini manusia yang gagah perkasa, yang mengangkat muka dan menyombongkan diri, seakan-akan lebih tinggi dari segala-galanya, sekali-kali perhatikanlah dari mana asal kejadiannya. Dia terjadi dari nuthfah, yaitu segumpal mani atau yang dalam bahasa kita disebut kama, perpaduan di antara mani seorang laki-laki dengan mani seorang perempuan. Pada ayat 2 dari surah al-Insaan disebutkan amsyaajin, yaitu telah bercampur jadi satu.
Demi kalau manusia ingat pula bagaimana kelak akhir kesudahan dirinya setelah mati, dia pun akan lebih paham lagi siapa dia. Dimulai dari nuthfah, segumpal mani. Diakhiri dengan tanah sehingga jika satu kuburan tua digali, yang bertemu hanyalah pecahan tulang-tulang yang telah berserak-serak. Tubuh yang dahulu tidak ada lagi.
Tetapi ujung ayat mengatakan,
“Tiba-tiba dia menjadi penantang yang nyata."
Begitulah akibat manusia yang tidak tahu atau lupa asal-usul dirinya dan bagaimana hubungannya dengan Allah ﷻ Dia menjadi penantang Allah SWT, padahal asal-usulnya hanya dari nuthfah. Kalau tidak atas kehendak Allah SWT, apalah artinya mani yang tertumpah. Berapa banyaknya, bahkan banyak sekali mani-mani itu yang terbuang-buang mengalir keluar dengan tidak tentu tujuan, lalu mengotori celana dan kain, dan kalau lama-lama jadi busuk. Maka dengan qudrat iradat Allah Ta'aala adalah mani itu yang dijadikan, diciptakan jadi manusia melalui tingkat perkembangan tertentu dalam kandungan seorang ibu, sampai manusia lahir. Sampai aku dan engkau lahir. Lahir ke dunia pun melalui tempat mengalirnya kotoran pula. Dan setelah lahir sampai dua tiga tahun, empat lima tahun dalam keadaan lemah belum ada arti. Maka dibukakan Allah akal sedikit demi sedikit sampai menjadi manusia yang berarti. Maka jika memikirkan itu, sangatlah tidak patut kalau manusia itu menantang Allah ﷻ atau memusuhi Allah dalam sikap hidupnya. Karena tidak ada ikhtiar lain yang dapat dilaluinya untuk melanjutkan hidup kecuali dengan melalui jalan yang ditentukan Allah SWT, sejak dalam kandungan sampai pulang ke liang kubur.
Di antara orang yang sombong dan lupa dari mana asal kejadiannya itu lalu menantang Allah ﷻ ialah seorang di antara pemuka kaum musyrikin Quraisy yang bernama Ubay bin Khalaf. Menurut keterangan dari Mujahid, Ikrimah, Urwah bin Zubair, Qatadah, dan as-Suddi pada suatu hari Ubay itu datang ke muka Nabi ﷺ membawa sebuah tulang yang telah lapuk berlumuran debu dan tanah, diembusnya debu itu dan digosoknya tanah itu lalu dia bawa ke hadapan Rasulullah seraya katanya, “Hai Muhammad! Benarkah engkau pernah mengatakan bahwa tulang yang telah lapuk semacam ini akan dihidupkan kembali oleh Allah dan dibangkitkan dari kubur?"
Di sinilah asal mula turunnya ayat,
Ayat 78
“Dan dia membuat perumpamaan tentang Kami, padahal dia lupa kejadiannya sendiri."
Artinya bahwa mereka mengambil perumpamaan atau mempersamakan Allah dengan mereka. Mereka memandang tidak mungkin Allah mengembalikan tulang yang telah hancur atau telah rapuh jadi hidup. Kalau Allah itu manusia tentu memang tidak mungkin. Padahal dia lupa kejadian dirinya sendiri sejak semula. Yaitu dari nuthfah.
“Dia berkata, “Siapa yang akan menghidupkan tulang-tulang padahal dia sudah hancur luluh?"
Itulah bunyi pertanyaan dari Ubay bin Khalaf atau orang-orang yang seperti dia di segala masa, yaitu orang-orang yang tidak juga mempercayai kebesaran dan kekuasaan Allah. Yaitu Allah ﷻ yang dengan Maha Kekuasaan-Nya menciptakan berlapis langit dan demikian juga bumi, dan berjuta-juta bintang. Yang dia lihat hanya tulang berserakan. Dia tidak melihat dengan pandangan ruhani ke belakang dari tulang yang berserakan itu, bahwa tulang bukan langsung jadi tulang saja, tetapi berasal dari daging segumpal (mudhghah) dan daging segumpal bukan datang begitu saja, melainkan lanjutan dari darah segumpal (‘alaqah), dan darah segumpal bukan datang begitu saja, melainkan lanjutan dari air mani segumpal (nuthfah). Dan nuthfah itu bukan begitu saja terkumpul, dia adalah saringan dari darah dalam tubuh manusia. Darah tertentu dan tidak dapat dicampur aduk dengan darah yang lain. Dan darah itu pun bukan datang begitu saja; dia berasal dari makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia, yang tersari dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, berbagai zat bergizi, vitamin, kalori yang diambil dari sari bumi. Demikian juga tulang berserakan itu pun kian menciut habis, kembali menjadi tanah.
Ayat 79
Sebab itu maka Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya pada ayat selanjutnya, “Katakanlah, “Yang akan menghidupkannya."
Yaitu yang ada menghidupkan kembali tulang-tulang yang dipegang oleh tangan Ubay bin Khalaf, yang telah berlumur debu dan tanah “Dialah yang menciptakannya pada awal mula." Yaitu Allah Ta'aala itu sendiri, yang di dalam tangan-Nya terpegang seluruh kekuasaan.
“Dan Dia tenhadap sekalian makhluk adalah Mahatahu."
Ujung ayat ini amat penting untuk diperhatikan. Yaitu bahwa Allah adalah Maha-tahu terhadap sekalian makhluk yang telah Dia ciptakan ini. Dia Mahatahu keadaan pada ruang dan pada waktu, pada zaman (suatu masa) dan makaan (suatu tempat).
Ahli-ahli filsafat Islam zaman dahulu sebagaimana Ibnu Sina dan ai-Farabi pernah menyatakan pendapat dari segi filsafat bahwa tidak mungkin benda-benda yang digeligakan menjadi tubuh manusia dahulunya itu juga yang akan dikembalikan hidup dalam alam lain kelak. Meskipun beliau-beliau tidak memungkiri akan pokok iman tentang Hari Kiamat. Tetapi paham-paham seperti inilah yang ditolak oleh al-Ghazali, bahwa dalam hal kegaiban seperti demikian, tidaklah layaknya dimasukkan dalam pemikiran secara berfilsafat. Banyaklah bagian di dalam yang maujud ini yang tidak dapat difilsafatkan. Karena kekuatan berpikir kita manusia sangatlah terbatas. Kalau ada ahli filsafat yang mengatakan bahwa alam ini abadi, tidak akan habis-habis, mengapa orang tidak menerima bahwa yang dahulu itu juga yang dipasangkan kembali kepada nyawa atau jiwa yang akan dikembalikan kepada tubuh asalnya?
Ahli filsafat Islam pun percaya bahwa manusia akan dibangkitkan kembali kelak, tetapi bukan dengan tubuhnya yang awal, sebab dia telah hancur. Kaum pemegang Sunnah teguh berkeyakinan bahwa bagi Allah yang “Dia terhadap sekaliannya adalah Mahatahu “, bukanlah perkara sukar buat mempertemukan kembali tubuh yang telah hancur dengan nyawanya walaupun setelah sejuta tahun berpisah. Apa arti hitungan tahun bagi Allah Yang Mahakuasa mengatur perjalanan benda yang jauh lebih besar dari matahari sehingga lebih lama edarannya dari edaran matahari?
Ayat 80
“Yaitu yang telah menjadikan api untuk kamu, dari pohon kayu yang hijau."
Selain dari Mahakuasa mengembalikan hidup tulang yang telah lapuk sekian ribu tahun ada lagi perbuatan Allah yang ganjil. Yaitu menimbulkan api untuk manusia dari pohon kayu yang hijau.
Kayu yang hijau menimbulkan api untuk manusia dapat kita saksikan pada pohon kayu tusam atau pinus. Kayu pinus atau kayu tusam betul-betul pohon yang hijau berdaun rindang lurus, namun dia mengandung minyak yang dapat dinyalakan. Di rimba Takengon yang dahulunya kering telah bertahun-tahun di tanamkan kayu pinus itu. Bilamana dia telah besar, getahnya itu dapat ditakik, sebagaimana menakik pohon karet juga. Dia bisa menyala. Dia dapat berkobar besar. Di Takengon (Aceh Tengah) batangnya yang telah kering dari getah setelah getahnya yang menghidupkan api itu dikeluarkan, bisa dijadikan bahan untuk membuat kertas. Pada rimba-rimba di puncak Pegunungan Burangrang pun mula ditanami pinus itu.
Tetapi selain dari kayu pinus dan beberapa kayu lain yang menimbulkan api ada lagi penyelidikan lain yang lebih dari pohon kayu pinus. Yaitu batubara.
Menurut keterangan ahli-ahlinya, batubara yang tersimpan dalam bumi itu yang sekarang digali orang untuk menghidupkan mesin-mesin adalah lanjutan (proses) alamiah yang telah berlaku jutaan tahun. Kononnya menurut penyelidikan ahli itu batubara tersebut berasal dari pohon-pohon kayu yang besar-besar di zaman purbakala jutaan tahun yang telah lalu, yang telah terbenam ke balik bumi dan tertimbun, lalu dimasak oleh panas matahari sehingga berangsur jadi batu.
“Maka tiba-tiba kamu menyalakan darinya."
Yaitu menyalakan api dari pohon kayu besar lagi hijau yang telah jadi batu yang hitam membara dalam edaran berjuta tahun. Sebagaimana juga segala bensin, gas, aspal, dan minyak tanah yang digali dari dalam bumi, kononnya adalah berasal dari kerang dan udang-udang yang tertimbun dalam bumi berjuta tahun juga.
Melihat kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan manusia tentang alam akhir-akhir ini, maka banyaklah teori filsafat seribu tahun yang telah lalu itu berubah. Maka filsafat Ibnu Sina yang menyatakan bahwa kebangkitan hari esok itu tidak mungkin kembali sebagaimana aslinya, bertubuh kembali, tertolak dengan perkembangan ilmu. Ayat seterusnya menambah keyakinan kita,
Ayat 81
“Dan bukankah yang telah mendptakan semua langit dan bumi itu Mahakuasa Menciptakan yang serupa mereka?"
Jika ditilik kebesaran langit dan bumi, maka penciptaan kembali manusia yang telah meninggal, yang tinggal hanya tulang-tulangnya yang telah lapuk, lalu tegak kembali sebagai manusia, adalah hal yang mudah saja bagi Allah.
“Sungguh! Dan Dia adalah Maha Pendpta, Maha Mengetahui
Sedangkan yang belum terjadi mudah dia menjadikan, yang belum pernah tercipta mudah Dia mendptakan, apatah lagi mengadakan kembali barang yang pernah ada, padahal bahan-bahan dari barang yang telah lenyap itu belum habis atau hilang, cuma bertukar bentuk saja. Dan Dia Maha Mengetahui di mana letak barang bahan itu dan Maha Mengetahui cara menyusunnya kembali.
Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, yang beliau terima dengan sanadnya dari Uqbah bin Amr yang pernah bertanya kepada sahabat Rasulullah ﷺ kepada Hudzaifah bin al-Yaman tentang suatu hadits dari Rasulullah. Maka Hudzaifah menceritakan tentang satu hadits yang dia dengar dari Rasulullah ﷺ dengan bunyinya,
“Berkata Rasulullah ﷺ, Ada seorang laki-laki yang telah dekat meninggal. Tatkala tidak ada harapannya untuk hidup lagi dia berwasiat kepada keluarganya, jika aku meninggal kumpulkanlah kayu apt banyak-banyak, kemudian hendaklah bakar mayatku sampai hancur sejak dari daging sampai kepada tulangku sehingga jadi abu. Maka ambillah semua lalu tumbuk sampai halus, onggokkan abuku itu dan lemparkan ke laut! Wasiatnya itu dilakukan orang. Kemudiannya dikumpulkan Allah-lah abu-abu itu ke sisi-Nya, lalu Allah ﷻ menanyakan apa sebab engkau berbuat demikian7 Orang itu menjawab, “Karena takutku kepada Engkau, ya Allah." Lalu diampuni Allah ﷻ dosanya."
Bukhari dan Muslim pun merawikan hadits yang sama artinya dengan ini, dari hadits Abdulmalik bin Umair. Dalam hadits itu tersebut bahwa sesudah mayat itu dibakar lumat jadi abu, maka dikumpulkan abunya itu lalu dibagi dua. Yang separuh dilemparkan ke darat dan yang separuhnya lagi dilemparkan ke laut di waktu udara sedang angin ribut. Maka datanglah perintah Allah ﷻ kepada lautan supaya yang telah berserak-serak di laut itu dikumpulkan kembali dan daratan pun diperintahkan pula, sehingga yang di darat berkumpul pula, lalu keduanya digabungkan jadi satu. Lalu Allah ﷻ berfirman, “Kun." (Jadilah), maka berdirilah dia jadi seorang laki-laki. Maka bertanyalah Allah SWT, “Mengapa engkau berbuat demikian dahulu?" Dia menjawab, “Semata-mata karena takut kepada Engkau ya, Allah. Namun Engkau yang lebih tahu." Lalu dosanya diberi ampun.
Ayat 82
"Sesungguhnya urusan-Nya cuma apabila Dia menghendaki sesuatu, bahwa Dia katakan kepadanya, “Jadilah! “, maka ia pun terjadi."
Sebab itu maka bagi Allah hal-hal yang kita anggap sukar itu, baik yang nyata kelihatan tiap baru, seperti telur jadi ayam, atau sebuah biji mangga kelak membuahkan beribu buah mangga, atau yang hanya kita dengar dari wahyu, semuanya adalah mudah. Cuma bagi kita yang tidak mungkin, karena kita bukan Allah ﷻ
Ayat 83
“Mahasucilah Dia. Yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu."
Maka dengan segala kerendahan hati kita tunduk kepada-Nya dan percaya akan kekuasaan-Nya yang tidak berbatas,
“Dan kepada-Nyalah kamu semua akan dikembalikan."
Kesadaran kita, bahwa kita semuanya akan kembali kepada-Nya itulah yang akan menyadarkan kita dan menyebabkan kita selalu menempuh jalan yang lurus dan tidak menyembah melainkan kepada Dia. Aamiin.
Selesai Tafisr Surah Yaasiin. Alhamdulillah.