Ayat
Terjemahan Per Kata
لَقَدۡ
sesungguhnya
حَقَّ
pasti berlaku
ٱلۡقَوۡلُ
perkataan/keputusan
عَلَىٰٓ
atas
أَكۡثَرِهِمۡ
kebanyakan mereka
فَهُمۡ
maka mereka
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
لَقَدۡ
sesungguhnya
حَقَّ
pasti berlaku
ٱلۡقَوۡلُ
perkataan/keputusan
عَلَىٰٓ
atas
أَكۡثَرِهِمۡ
kebanyakan mereka
فَهُمۡ
maka mereka
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
Terjemahan
Sungguh, benar-benar berlaku perkataan (ketetapan takdir) terhadap kebanyakan mereka, maka mereka tidak akan beriman.
Tafsir
(Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan) yakni ketentuan Allah telah pasti (terhadap kebanyakan mereka) yakni azab-Nya telah pasti atas mereka (karena mereka tidak beriman) kebanyakan dari mereka tidak beriman.
Tafsir Surat Ya Sin: 1-7
Yaa sin. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul (yang berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Dalam pembahasan terdahulu telah diterangkan huruf-huruf yang mengawali kebanyakan surat-surat Al-Qur'an, yaitu di dalam tafsir surat Al-Baqarah.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas r.a., Ikrimah, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa Yasin artinya ya insan alias hai manusia. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa memang seperti itulah maknanya dalam bahasa Habsyah (Etiopia). Malik ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, Yasin adalah salah satu dari asma Allah ﷻ Demi Al-Qur'an yang penuh dengan hikmah. (Yasin: 2) Yakni yang muhkam, yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya. sesungguhnya kamu [Hai Muhammad] salah seorang dari rasul-rasul (yang berada) di atas jalan yang lurus. (Yasin: 3-4) Artinya, berada pada suatu tuntunan, agama yang benar, dan syariat yang lurus (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (Yasin: 5) Yaitu jalan, tuntunan dan agama yang engkau sampaikan ini diturunkan keterangannya dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, (yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. (Asy-Syura: 52-53) Adapun firman Allah ﷻ: agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. (Yasin: 6) Yang dimaksud dengan 'mereka' adalah orang-orang Arab, karena sesungguhnya belum pernah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan sebelum Nabi Muhammad ﷺ Penyebutan 'mereka' secara tersendiri, bukan berarti meniadakan yang lainnya.
Sebagaimana penyebutan beberapa orang tertentu, tidak meniadakan pengertiannya secara umum. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang mutawatir, yang menunjukkan bahwa kerasulan Nabi Muhammad ﷺ bersifat umum untuk seluruh umat manusia, yaitu pada tafsir firman-Nya: Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kalian semuanya. (Al-A'raf: 158) Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka. (Yasin: 7) Ibnu Jarir mengatakan bahwa azab Allah telah dipastikan atas sebagian besar dari mereka. Dengan kata lain, Allah telah menetapkan di dalam Lauh Mahfuz, bahwa sebagian besar dari mereka tidak beriman. karena mereka tidak beriman. (Yasin: 7) kepada Allah dan tidak membenarkan rasul-rasul-Nya."
Karena kaum kafir Mekah menolak ajakan Nabi Muhammad, Allah bersumpah bahwa sungguh, pasti berlaku perkataan, yakni hukuman, terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman dan menolak risalah Nabi Muhammad. 8. Allah menggambarkan kondisi kaum kafir tersebut dengan firman-Nya, 'Sungguh, Kami telah memasang belenggu yang diikat di leher mereka, lalu tangan mereka diangkat ke dagu, karena itu kepala mereka tertengadah dan mendongak sehingga tidak dapat menunduk apalagi bergerak dengan bebas.
Telah menjadi ketetapan Allah untuk mengazab nenek moyang orang-orang kafir sebagaimana terjadi pada kebanyakan umat yang telah menolak kedatangan rasul yang diutus kepada mereka. Keingkaran dan kejahatan akhlak mereka menyebabkan hati mereka tidak mampu menghayati kebenaran dan tidak mau tunduk kepada Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH YAASIIN
(YAASIIN)
SURAH KE-36
83 AYAT
DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Pengasih.
Ayat 1
“Yaasiin."
Ibnu Jarir menerangkan dalam tafsirnya, bahwa menurut Ibnu Abbas dalam satu riwayat, bahwa kalimat Yaasiin itu adalah satu sumpah yang dipakai Allah ﷻ Menurut riwayat itu, kalimat itu adalah salah satu dari nama Allah.
Qatadah mengatakan, bahwa Yaasiin itu adalah salah satu dari nama Al-Qur'an.
Tersebut dalam Tafsir Syaukani, bahwa menurut Khalil dan Sibawaihi, “Yaasiin adalah semata-mata nama surah."
Salah satu riwayat dari Sa'id bin Jubair dan beberapa ulama yang lain bahwa Yaasiin adalah salah satu dari nama-nama Nabi Muhammad ﷺ.
Abu Bakar al-Warraq mengatakan bahwa arti Yaasiin ialah, “Hai Penghulu segala manusia! “ Dalam riwayat sebuah lagi dari Ibnu Abbas, arti Yaasiin ialah, “Hai Insan! Hai Manusia! “ Yang menganut pendapat ini termasuk Ikrimah, adh-Dhahhak, Hasan Bishri, dan Sufyan bin Uyainah. Sa'id bin Jubair mengatakan pula bahwa dalam bahasa Habsyi arti Yaasiin memang “Hai Manusia! “ Tetapi ini dari dokumen lama. Apakah sampai sekarang bahasa yang terpakai di Ethiopia masih itu, belumlah kita ketahui.
Az-Zajjaj menguatkan bahwa arti Yaasiin ialah “Ya Muhammad! “
Oleh sebab itu, yang terbanyak ahli tafsir membawa artinya kepada nama Nabi Muhammad ﷺ dan kalau dikatakan bahwa artinya ialah “Hai Manusia “ maka yang dimaksud dengan manusia itu ialah Nabi Muhammad. Oleh sebab itu maka bersama dengan dua huruf di pangkal surah Thaahaa, keduanya disebutkan orang menjadi nama dari Nabi kita Muhammad ﷺ. Maka adalah orang yang memakai nama “Muhammad Yaasiin “ dan “Muhammad Thaahaa “. Di tulisan indah untuk menghiasi dinding Masjid Nabawi di Madinah, dituliskan orang nama-nama Nabi kita Muhammad ﷺ, nama Thaahaa dan Yaasiin turut dituliskan.
Tetapi ahli Tafsir yang terkenal al-lmam Fakhruddin ar-Razi ketika menafsirkan kalimat Yaasiin sebagai ayat pertama dari surah Yaasiin ini telah menguraikan demikian,
“Ketahuilah olehmu bahwasanya ibadah itu ada yang ibadah hati, ada ibadah lidah dan ada ibadah anggota tubuh. Dan tiap-tiap satu-satunya itu terbagai dua pula. Satu bagian dapat dicari dengan akal apa maksudnya dan hakikatnya. Tetapi yang sebagian lagi tidak dapat dicari dengan akal apa maksudnya dan hakikatnya. Tetapi yang sebagian lagi tidak dapat dipergunakan akal untuk mengetahui maksud dan hakikatnya. Adapun ibadah hati, meskipun dia sangat jauh dari meragukan dan kebodohan, namun di dalamnya ada juga yang tidak dapat diketahui dalilnya menurut akal. Tetapi kita wajib beriman tentang adanya dan dijadikan kepercayaan sebab telah kita dengar. Umpamanya ialah tentang titian ash-Shirathal Mustaqim. Dikatakan bahwa lebih halus dari rambut, lebih tajam dari pedang, dan orang yang beriman dan yakin akan lalu di atasnya secepat cetusan kilat. Demikian juga tentang miizaan atau timbangan untuk penimbang amalan, yang pada pandangan orang yang memandang tidak ada beratnya. Demikian juga tentang hal-ihwal surga dan neraka. Semuanya ini, tentang wujudnya tidaklah dapat diketahui dengan dalil akal. Yang dapat diakui oleh akal hanyalah kemungkinan terjadinya dan dapat dimaklumi, lalu dipercayai karena demikian yang didengar dari keterangan Rasul sendiri. Begitu juga hal-ihwal yang dapat dipelajari dan diterima; seperti ilmu tauhid, dari hai nubuwwat dan qudrat Allah dan kebenaran Rasul. Seperti itu pula segala macam ibadah yang bersangkutan dengan tubuh, ada yang diketahui maksudnya dan yang tidak, yaitu seumpama berapa ukuran yang satu nisab pada zakat dan berapa rakaat shalat. Hal ini sudah pernah kita uraikan, yaitu bahwa seorang hamba Allah apabila mengerjakan suatu perintah dengan tidak mengetahui terlebih dahulu apa keuntungan yang akan didapatnya niscaya dia mengerjakan semata-mata ibadah.
Lain halnya jika dia mengetahui akan faedah mengerjakannya, tentu dia kerjakan karena mengharapkan faedahataukeuntungan, meskipun dia tidak percaya. Umpamanya ialah seorang tuan yang menyuruh budaknya memindahkan batu, “Pindahkan batu ini dari sini! “ Sedang si budak tidak tahu apa akibat dari pemindahan itu, semata-mata karena turut perintah. Tetapi kalau si tuan berkata, “Pindahkan batu ini dari sini. Di bawahnya ada harta benda. Boleh kau ambil buat dirimu sendiri." Perintah itu akan segera dilaksanakan, meskipun mulanya dia tidak percaya. Karena mengharapkan keuntungan yang dijanjikan.
“Demikian jugalah dengan ibadah yang berhubung dengan sebutan lidah. Wajiblah ada ibadah lidah yang tidak diketahui artinya. Sehingga apabila dianya dibaca oleh seseorang hamba Allah, dia sadar bahwa dia mengerjakannya membawa itu semata-mata karena melaksanakan perintah dari Allah ﷻ yang disembah, yang berhak menyuruh dan berhak melarang. Lantaran itu kalau Allah ﷻ memakai huruf-huruf di awal surah-surah, sebagaimana Haa Miim, Yaa Siin, Alif Laam Miim, Thaa Siin, si hamba membacanya dengan penuh kesadaran bahwa membaca huruf yang tidak diketahui artinya ini adalah semata-mata melaksanakan perintah, dengan tidak memerlukan tahu akan artinya, ataupun tidak tahu."
Demikianlah dijelaskan oleh Imam ar-Razi.
Ayat 2
“Demi Al-Qur'an Yang Mahabijaksana “
Dijadikanlah oleh Allah Al-Qur'an menjadi persumpahan untuk menguatkan keterangan yang akan diberikan Allah ﷻ tentang kedudukan Nabi Muhammad ﷺ pada ayat 3 nanti. Demi Af-Qur'an yang Mahabijaksana. Yang penuh dengan hikmah dan rahasia kebenaran, sebagai wahyu yang turun langsung dari Allah sendiri, bagi keselamatan dan bimbingan umat manusia. Guna mengeluarkan manusia itu dari dalam gelap gulita kepada terang benderang. Dia disebut bijaksana, baik karena isinya, atau karena susunannya, atau karena cocok dan sesuai selalu dengan tiap-tiap zaman yang dilaluinya.
Ayat 3
“Sesungguhnya engkau adalah termasuk orang-orang yang diutus."
Di ayat 2 Allah ﷻ bersumpah “Demi Al-Qur'an Yang Mahabijaksana." Sumpah ini adalah guna menguatkan keterangan yang diberikan Allah ﷻ atau kesaksian Allah di ayat 3 ini bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar-benarlah termasuk orang-orang yang diutus oleh Allah. Artinya kalau orang mengakui bahwa dahulu dari Nabi Muhammad ﷺ sudah diutus oleh Allah ﷻ beratus rasul dan beribu nabi-nabi, maka Muhammad adalah salah seorang di antara mereka.
Di antara ayat 2 dengan ayat 3 sangatlah rapat pertaliannya. Bilamana orang kagum membaca dan memerhatikan isi Al-Qur'an, baik bahasanya yang fasih, atau isinya yang tepat, vra'ad-nya dan wa'id-nya (janjinya dan ancamannya), berita yang terkandung di dalamnya, pelajarannya yang kekal, hukumnya yang jitu dan tepat, orang pasti akan mencari siapakah yang membawanya. Dari mana datangnya. Allah ﷻ menguatkan dengan sumpah bahwa Muhammad ﷺ itu adalah termasuk seorang Rasul. Sudah diketahui bahwa Muhammad itu adalah Ummi, tidak tahu menulis dan membaca dan tidak pernah dia belajar kepada seorang guru pun sebelum ayat-ayat AI-Qur'an ini turun setelah genap usianya 40 tahun. Maka kesanggupannya menyampaikan ayat-ayat Al-Qur'an ini dengan jelas, adalah bukti yang terang sekali bahwa dia adalah seorang Rasul. Kalau dia bukan Rasul, yang khusus diutus buat menyampaikan Al-Qur'an ini, tidaklah akan sanggup dia menyampaikan ayat-ayat ini dari kepandaiannya sendiri.
Di samping itu orang-orang kafir selama ini mengingkari dan tidak mau percaya bahwa Muhammad itu Rasulullah. Tetapi setelah Allah ﷻ sendiri mengambil Al-Qur'an menjadi sumpah, maka kalau ada di kalangan yang kafir itu yang berakal dan masih ada sisa pikiran sehat, tidaklah mereka akan dapat membantahnya. Karena memang Al-Qur'an itu suatu susunan bahasa suci yang mengatasi kesanggupan manusia, yang dalam bahasa Arab dinamai al-I'jaaz.
Ayat 4
“Atas jalan yang lurus."
Dalam ayat 4 yang pendek ini Allah ﷻ telah menjelaskan khittah atau garis per-juangan yang digariskan oleh Muhammad ﷺ dalam dakwahnya. Yaitu membawa manusia berjalan dalam hidup ini di atas garis yang lurus.
Telah diketahui bahwasanya garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Titik pertama ialah kita sendiri, titik kedua ialah tujuan yang dituju. Yang dituju itu ialah Allah ﷻ sendiri. Dari Dia kita datang dan kepada-Nya kita akan kembali. Yang menentukan diri kita itu ialah niat dan kesadaran kita. Kesadaran kepada hidup dan kesadaran kepada tugas.
Apabila kita lihat puncak gunung dengan mata telanjang, terasalah bahwa hubungan di antara kita dengan puncak gunung itu disambungkan oleh satu garis lurus dalam alam ingatan. Padahal kalau sudah kita tempuh ternyata bahwa buat mencapai puncak gunung itu kita akan mendaki dan kita akan menurun, akan melereng dan mendatar. Meskipun dalam perjalanan ternyata jalan itu berbelok-belok, asal saja ingatan kita tetap tidak beralih dari tujuan, yaitu puncak gunung itu, tujuan kita masih tetap lurus.
Demikian juga berlayar di lautan. Pulau atau pelabuhan yang dituju, sudah tampak. Tetapi ombak dan gelombang memukul biduk yang kita kayuhkan, sehingga dapat terbelok kepada yang lain. Namun kemudi yang kita pegang tetap ditujukan kepada pulau atau pelabuhan yang dituju.
Sebab itu maka jalan lurus hendaklah dibina dalam jiwa kita sendiri, bukan dalam keadaan jalan darat yang kadang-kadang terpaksa membelok, menurun dan mendaki.
Tujuan lurus hendaklah dibina dalam hati, meskipun pelayaran kadang-kadang diombang-ambingkan oleh ombak besar dan gelombang.
Lanjutan ayat menjelaskan sifat Allah ﷻ dalam membimbing manusia melalui jalan yang lurus itu.
Ayat 5
“Diturunkan oleh Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang “
Yaitu mengajak manusia agar menempuh jalan yang lurus menuju Allah ﷻ
Ayat 6
“Supaya engkau beri ancaman kaum yang tidak pernah diancam bapak-bapak mereka."
Yang dimaksud mulanya dengan ayat ini ialah kaum Quraisy, yang sejak meninggalnya Nabi Ibrahim dan Isma'il tidak pernah lagi ada Nabi atau Rasul diutus Allah ﷻ kepada mereka buat menyampaikan ancaman kepada barangsiapa yang tidak menuruti jalan yang lurus. Sebab itu belumlah mereka mengerti apa tujuan hidup. Belumlah mengerti mereka itu apa artinya Bertuhan Yang Tunggal, tiada bersekutu dengan yang lain. Itulah sebabnya maka mereka menyembah berbagai macam berhala. Padahal dahulunya Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il diperintah Allah mendirikan Ka'bah ialah sebagai pusat tempat berkumpul beribadah dari umat yang sepaham menyembah Allah. Sampai berbagai macam kepercayaan yang karat, yang musyrik dimasukkan ke sekeliling Ka'bah itu.
Lantaran itu,
“Maka mereka pun lalai “
Menjadi lalai dan lengah dan tidak lagi mempunyai pedoman hidup selain mengum-pulkan kekayaan, berbangga dengan keturunan, berperang memperebutkan pengaruh, yang kaya menindas yang miskin, memandang hina rendah kepada perempuan, berebut pengaruh di antara kabilah sesama kabilah.
Kemudian itu dijelaskan lagi oleh Allah ﷻ akibat hidup orang yang hatinya telah lalai itu, apakah kemalangan yang akan menimpa dirinya.
Ayat 7
“Sesungguhnya telah pastilah kata atas kebanyakan mereka itu."
Kelalaian memerhatikan keadaan sekeliling, keadaan memerhatikan kepada diri sendiri, kelalaian merenungkan langit dan bumi dan rezeki pemberian Allah SWT, me-nyebabkan,
“Maka tidaklah mereka itu beriman."
Karena kelalaian mereka sejak semula, Allah pun menetapkan kata, menentukan nasib untuk kebanyakan di antara mereka. Nasibnya ialah termasuk dalam golongan orang yang tidak beriman. Begitulah nasib dan ketentuan bagi kebanyakan mereka, mereka menjadi penantang kebenaran. Karena hati mereka telah tertutup dari petunjuk Allah ﷻ Sudah payah mereka buat bangkit.
Ayat 8
“Sesungguhnya telah Kami jadikan pada leher-leher mereka itu belenggu-belenggu."
Leher-leher itu terbelenggu dan belenggu itu terbelit di dagu-dagu mereka."Dan dia pun sampailah ke dagu-dagu mereka." Belenggu itu tebai dan berat sekali, karena tebalnya telah menyundak sampai ke dagu,
“Maka mereka pun tertengadah."
Dalam ayat ini digambarkanlah bahwa dalam hidup di dunia ini mereka tidak mem-punyai kemerdekaan diri lagi karena kelalaian dahulu itu. Mereka telah dibelenggu oleh adat istiadat, oleh kepercayaan yang salah, oleh kemusyrikan dan kebebalan.
Ayat 9
“Dan telah Kami jadikan di hadapan mereka suatu sekatan dan di belakang mereka pun suatu sekatan “
Akan maju ke muka terhambat, akan surut ke belakang terhalang, sehingga mereka hanya berputar di sana ke sana saja, tidak ada kemajuan dan tidak pula surut ke belakang, karena putaran hidup bukanlah surut ke belakang melainkan maju ke muka, namun mereka tidak dapat maju. Terkurung, terbelenggu dan terhambat.
“Lalu Kami selubungilah mereka; maka tidaklah mereka dapat melihat."
Cobalah gambarkan sekali lagi betapa malang nasib orang itu atau kebanyakan dari mereka itu karena iman tidak ada. Tangan dialihkan ke belakang dan dibawa ke kuduk dan kuduk penuh dengan belenggu, sehingga tersundak ke dagu. Dagu tertengadah sehingga tidak dapat lurus melihat ke muka, melainkan tertengadah ke atas. Sebab itu gelaplah jalan yang akan ditempuh, terselubung. Tidak bebas buat melihat dan mempertimbangkan. Diri telah terbatas dari petunjuk dan kebenaran karena di muka tertutup dan di belakang pun tertutup. Semua jadi gelap, semua jadi terhalang dan terhambat.
Ayat 10
“Dan samalah atas mereka, apakah mereka engkau ancam, ataupun tidak engkau ancam mereka; tidaklah mereka akan percaya."
Inilah orang yang telah dicap, dicetak atau dimaterai hatinya, sebagaimana tersebut dalam ayat 7 dari surah al-Baqarah, hati dicap sehingga jadi kesat dan kasar. Pendengaran pun dicap dan disumbat sehingga tidak ada yang terdengar, dan penglihatan telah kabur mendekati buta. Adzab siksalah yang akan mereka terima.