Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
عَلَّمۡنَٰهُ
Kami mengajarkannya
ٱلشِّعۡرَ
syair
وَمَا
dan tidak
يَنۢبَغِي
layak
لَهُۥٓۚ
baginya
إِنۡ
tidak
هُوَ
ia
إِلَّا
kecuali
ذِكۡرٞ
peringatan/pelajaran
وَقُرۡءَانٞ
dan bacaan
مُّبِينٞ
nyata
وَمَا
dan tidak
عَلَّمۡنَٰهُ
Kami mengajarkannya
ٱلشِّعۡرَ
syair
وَمَا
dan tidak
يَنۢبَغِي
layak
لَهُۥٓۚ
baginya
إِنۡ
tidak
هُوَ
ia
إِلَّا
kecuali
ذِكۡرٞ
peringatan/pelajaran
وَقُرۡءَانٞ
dan bacaan
مُّبِينٞ
nyata
Terjemahan
Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Nabi Muhammad) dan (bersyair) itu tidaklah pantas baginya. (Wahyu yang Kami turunkan kepadanya) itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Al-Qur’an yang jelas
Tafsir
(Dan Kami tidak mengajarkan kepadanya) yakni kepada Nabi ﷺ (tentang syair) ayat ini diturunkan sebagai sanggahan terhadap perkataan orang-orang kafir, karena mereka telah mengatakan, bahwa sesungguhnya Al-Qur'an yang didatangkan olehnya adalah syair (dan bersyair itu tidak layak) tidak mudah (baginya.) (Al-Qur'an itu tiada lain) apa yang diturunkan kepadanya, tiada lain (hanyalah pelajaran) nasihat (dan Kitab yang memberi penerangan) yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan lain-lainnya.
Tafsir Surat Yasin: 68-70
Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan "supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir. Allah ﷻ menceritakan tentang anak Adam, bahwa manakala usianya dipanjangkan, maka dikembalikanlah ia kepada keadaan lemah sesudah kuat dan lelah sesudah semangat. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54) Dan firman Allah ﷻ: dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (lanjut dan pikun) supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. (An-Nahl: 70) Makna yang dimaksud hanya Allah Yang Maha Mengetahui memberitakan tentang keadaan dunia ini, bahwa ia adalah negeri yang lenyap dan sebagai tempat persinggahan, bukan negeri yang abadi, bukan pula tempat menetap selamanya.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yasin: 68) Yakni tidakkah mereka menggunakan akal pikirannya untuk merenungkan permulaan kejadian mereka, kemudian perjalanan hidup mereka yang berakhir di usia tua, lalu usia pikun, agar mereka mengetahui bahwa diri mereka itu diciptakan bukan untuk menetap di negeri yang fana ini, melainkan untuk negeri akhirat yang abadi. Dia harus pindah dari negeri fana ke negeri kekekalan yang tidak berpindah lagi sesudahnya.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69) Allah ﷻ menceritakan perihal Nabi-Nya Muhammad ﷺ, bahwa Dia tidak mengajarkan syair kepadanya. dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69) Nabi Muhammad ﷺ diciptakan tidak untuk bersyair. Karena itu, dia tidak dapat bersyair dan tidak menyukainya, serta secara fitrah bukanlah sebagai penyair. Berkaitan dengan hal ini telah disebutkan bahwa beliau ﷺ tidak pernah hafal suatu bait pun dengan wazan yang teratur, melainkan beliau mengucapkannya secara acak dan tidak lengkap. Abu Zar'ah Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Mujalid, dari ayahnya, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali Abdul Muttalib melahirkan keturunan, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan pandai bersyair, terkecuali Rasulullah ﷺ Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam autobiografi Atabah ibnu Abu La'b yang matinya dimakan oleh singa di Az-Zarqa.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah mengutip bait syair berikut: Cukuplah Islam dan uban menjadi peringatan bagi seseorang. Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, bunyi syair itu sebenarnya harus seperti ini: ... Cukuplah Uban dan Islam menjadi peringatan bagi seseorang.
Abu Bakar atau Umar berkata: Aku bersaksi sesungguhnya engkau adalah Rasulullah, Allah berfirman: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yasin: 69) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila merasa ragu terhadap suatu berita, maka beliau mengutip ucapan syair Tarfah yang mengatakan: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui jalur Ibrahim ibnu Muhajir, dari Asy-Sya'bi.
Imam Turmuzi dan juga Imam Nasai telah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Al-Miqdam ibnu Syuraih ibnu Hani', dari ayahnya, dari Aisyah r.a. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih... Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Za-id, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengutip ucapan penyair yang bunyinya seperti berikut: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya). Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa diriwayatkan pula oleh selain zaidah, dari Sammak, dari Atiyyah, dari Aisyah r.a. Apa yang telah disebutkan di atas merupakan petikan dari syair Tarfah ibnul Abd dalam Muallaqat-nya yang terkenal itu.
Bait yang telah disebutkan merupakan kalimat akhirnya, sedangkan permulaannya adalah seperti berikut: ....... Hari-hari (masa) akan menampakkan kepadamu banyak hal yang belum kamu ketahui, dan akan datang seseorang kepadamu membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya). Dan akan datang membawa berita kepadamu seseorang yang kamu tidak pernah berjual beli dengannya sama sekali dan belum pernah pula kamu membuat suatu janji dengannya.
Sa'id ibnu Abu Urwah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa pernah ditanyakan kepada Siti Aisyah r.a., "Apakah dahulu Rasulullah ﷺ pernah mengutip sesuatu dari bait syair?" Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa syair merupakan perkataan yang paling tidak disukai oleh beliau. Hanya saja beliau pernah mengutip bait syair saudaraku dari Bani Qais, maka beliau menjadikannya terbalik, yang awal diakhirkan dan yang akhir diawalkan. Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Bukan begitu, wahai Rasulullah ﷺ" maka beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku, demi Allah, bukanlah seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, lafaz hadis di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir. Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah, telah sampai kepadanya suatu berita yang mengatakan bahwa Aisyah r.a. pernah ditanya, "Apakah Rasulullah ﷺ pernah mengutip kata-kata seorang penyair?" Maka Siti Aisyah r.a. menjawab, "Tidak, kecuali bait syair milik Tarfah, yaitu: Hari-hari akan menampakkan kepadamu banyak hal yang kamu belum tahu, dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya).
Beliau ﷺ mengucapkannya secara terbalik, yaitu: "Man lam tuzawwad bil akhbar. Maka Abu Bakar berkata, "Bukan demikian." Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku bukan seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku... Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Hafs Umar ibnu Ahmad ibnu Na'im wakil Al-Muttaqi di Bagdad, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad alias Abdullah ibnu Hilal An-Nahwi yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Amr Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ belum pernah mengucapkan suatu bait syair pun secara lengkap kecuali syair berikut: Bersikap optimislah terhadap sesuatu yang kamu sukai, niscaya kamu dapat meraihnya; karena jarang sesuatu yang sering disebut-sebut, melainkan terlaksana.
Selanjutnya A!-Baihaqi mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada gurunya (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) mengenai hadis ini. Dia mengatakan, hadis ini berpredikat munkar karena ada dua perawinya yang tidak dikenal. Disebutkan dalam kitab sahih bahwa Nabi ﷺ pada hari penggalian parit mengutip bait-bait syair Abdullah ibnu Rawwahah r.a., tetapi beliau mengikuti ucapan para sahabatnya karena saat itu mereka mendendangkan syair tersebut sambil menggali parit. Mereka mengatakan: ............. Ya Allah, sekiranya bukan karena Engkau, tentulah kami tidak mendapat petunjuk, dan tidak bersedekah serta tidak salat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami saat menghadapi musuh. Sesungguhnya mereka (golongan-golongan yang bersekutu itu) telah berbuat melampaui batas terhadap kami. Apabila mereka menghendaki fitnah terhadap diri kami, maka kami menolaknya. Nabi ﷺ mengucapkan kalimat abaina dengan suara keras dan nada yang panjang. Hal ini telah diriwayatkan pula di dalam kitab Sahihain. Hal yang semisal telah terbuktikan bahwa Nabi ﷺ dalam Perang Hunain mengutip ucapan seorang penyair berikut seraya menunggangi hewan begalnya maju menguak barisan musuh, yaitu: ... Aku adalah nabi, tidak pernah dusta; aku adalah putra Abdul Muttalib.
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi secara kebetulan tanpa sengaja bertepatan dengan wazan syair, bahkan tanpa sengaja Nabi ﷺ mengucapkannya. Demikian pula apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Jundub ibnu Abdullah r.a. yang telah menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah gua, tiba-tiba jari telunjuk beliau terluka hingga berdarah. Maka Nabi ﷺ bersabda: ... Tidaklah engkau ini selain jari telunjuk yang terluka padahal dalam perang sabilillah engkau tidak mengalami hal ini. Dan nanti dalam tafsir firman-Nya: selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An-Najm: 32) akan disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah mengatakan kalimat berikut yang secara kebetulan sesuai dengan wazan syair: ..... Jika Engkau mengampuni, ya Allah, Engkau mengampuni dosa-dosa yang banyak, dan tiada seorang hamba pun yang tidak pernah berbuat kesalahan terhadap Engkau.
Semuanya ini tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa beliau ﷺ adalah seorang yang tidak mengenal syair dan bersyair itu tidak layak baginya, karena sesungguhnya Allah ﷻ hanya mengajarkan kepadanya Al-Qur'an: yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fussilat: 42) Al-Qur'an bukanlah syair, tidak sebagaimana yang disangka oleh segolongan orang-orang bodoh dari kalangan Kuffar Quraisy, bukan tenung, bukan buat-buatan, bukan pula sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu seperti yang diduga oleh pendapat-pendapat yang sesat dan pendapat-pendapat orang-orang yang bodoh.
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ secara fitrah menolak syair, dan beliau bukanlah diciptakan sebagai penyair. Imam Abu Daud mengatakan: ]: telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Suwaid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Syurahbil ibnu Yazid Al-Ma'afiri, dari Abdur Rahman ibnu Rafi' At-Tanukhi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Aku tidak peduli terhadap apa yang diberikan kepadaku jika aku minum tiryaq (air jampi), atau mengalungkan jimat, atau mengatakan syair dari diriku sendiri. Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara tunggal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, dari Abu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah r.a., "Apakah Rasulullah ﷺ setuju bila diucapkan syair di hadapannya?" Maka Aisyah r.a. menjawab, "Syair adalah perkataan yang paling tidak disukai olehnya." Telah diriwayatkan pula dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah ﷺ menyukai doa-doa yang singkat dan padat, dan beliau sering mengucapkan doa yang demikian.
". Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Hendaklah seseorang di antara kalian memenuhi perutnya dengan nanah adalah lebih baik baginya daripada memenuhi dirinya dengan syair. Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid dari jalur ini, sanadnya dengan syarat Syaikhain (dapat diterima), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. : () [] ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Quza'ah ibnu Suwaid Al-Bahili, dari Asim ibnu Makhlad, dari Abul Asy'as As-San'ani, dan telah menceritakan kepada kami Al-Asy-yab, ia telah meriwayatkan dari Ibnu Asim, dari Al-Asy'as, dari Syaddad ibnu Aus r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang membuat satu bait syair sesudah salat Isya, maka tidak diterima darinya salat malam itu.
Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya, tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkannya. Yang dimaksud dalam hadis ini ialah membuat syair, bukan mengucapkannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui bahwa di antara syair itu ada yang disyariatkan, misalnya syair untuk menyerang kaum musyrik seperti yang pernah dilakukan oleh para penyair Islam di masa Nabi ﷺ Para tokohnya, antara lain Hassan ibnu Sabit, Ka'b ibnu Malik, Abdullah ibnu Rawwahah, dan lain-lainnya, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di antara syair ada yang bersubjekkan hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan etika-etika, seperti yang dijumpai pada syair sejumlah penyair masa Jahiliah yang antara lain Umayyah ibnu Abus Silt yang dinilai oleh Rasulullah ﷺ melalui sabdanya: Syairnya beriman, tetapi hatinya kafir. Salah seorang sahabat pernah mendendangkan syair sebanyak seratus bait syair untuk Nabi ﷺ, dan sesudah tiap bait syair beliau ﷺ mengatakan, "Terus," yakni memintanya agar meneruskan bait-bait syairnya. Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ubay ibnu Ka'b, Buraidah ibnul Khasib, serta Abdullah ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam paramasastra itu terdapat pengaruh yang memukaukan seperti pengaruh sihir, dan sesungguhnya di antara syair itu ada yang mengandung hikmah.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya. (Yasin: 69) Maksudnya, Allah tidak mengajarkan syair kepada Muhammad ﷺ dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yasin: 69) Yaitu tidak pantas baginya bersyair. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yasin: 69) Yakni apa yang Kami ajarkan kepadanya itu. tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yasin: 69) Yakni yang jelas dan gamblang bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkannya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup. (Yasin: 70) Supaya dengan Al-Qur'an yang memberi penerangan ini dia memberi peringatan kepada semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang mengatakan: supaya dengan Al-Qur'an ini aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur'an (kepadanya). (Al-An'am: 19) Dan firman Allah ﷻ: Dan barang siapa di antara mereka (kaum Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17) Dan sesungguhnya orang yang mau menerima peringatannya hanyalah orang yang hidup hatinya lagi terang pandangan mata hatinya, seperti yang dikatakan oleh Qatadah hidup hatinya dan hidup pandangannya.
Sedangkan menurut Ad-Dahhak, makna yang dimaksud ialah yang berakal. supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir. (Yasin: 70) Artinya, Al-Qur'an itu merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin dan hujah terhadap orang-orang kafir."
Kumpulan ayat berikut menyangkal orang kafir yang menuduh Al-Qur'an adalah syair ciptaan Nabi Muhammad. Dan Kami tidak meng-ajarkan syair kepadanya dan bersyair itu tidaklah pantas baginya karena syair adalah buah khayalan. Nabi Muhammad adalah rasul yang Allah tugaskan untuk menyampaikan wahyu, dan Al-Qur'an itu adalah wahyu Allah yang kandungannya tidak lain hanyalah pelajaran untuk memperbaiki umat dan merupakan Kitab yang jelas dalam menerangkan hukum dan syariat Allah. 70. Kami wahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad agar dia memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya sehingga bisa mengambil pelajaran darinya dan agar dia memberi peringatan serta bukti yang pasti akan ketetapan dan azab terhadap orang-orang kafir yang mengingkari wahyu itu.
Pada ayat ini, Allah membantah tuduhan kaum kafir yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah syair yang diciptakan oleh Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Dengan demikian, menurut tuduhan mereka, Muhammad adalah seorang penyair. Hal ini dibantah keras pada ayat ini, karena Al-Qur'an merupakan wahyu Allah yang membawa kebenaran. Sedang Nabi Muhammad ﷺ bertugas menyampaikannya kepada umat manusia semua kebenaran yang diterima dari Allah. Nabi Muhammad bukan penyair yang hanya mengkhayal, tetapi rasul Allah yang membawa kebenaran untuk memperbaiki orang-orang jahiliah.
Al-Qur'an jauh berbeda dengan syair yang berkembang di tanah Arab ketika itu. perbedaan itu dapat dilihat dalam hal:
1. Syair Arab waktu itu merupakan rangkaian kalimat-kalimat yang terikat pada wazan (timbangan kalimat) atau pola tertentu, bahr-bahr (irama dan notasi dalam syair Arab) tertentu, seperti bahr kamil, bahr rajaz, dan lain-lain.
Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an susunan kalimatnya begitu indah, pilihan diksi kata-katanya begitu tepat, tetapi tidak terikat pada wazan dan bahr syair Arab.
2. Syair Arab juga terikat pada qafiyah, yaitu huruf akhir tertentu. Jika hal itu tidak dipenuhi, maka rusaklah syair tersebut, sehingga ada unsur pemaksaan atau takalluf.
Pada ayat-ayat Al-Qur'an memang ada beberapa huruf akhir yang sama sehingga bersajak (masju'), tetapi menjadi lebih indah karena tidak kaku dan tidak ada unsur pemaksaan (takalluf).
3. Isi syair Arab biasanya berupa khayalan penyair dengan imajinasi yang tinggi sehingga melupakan banyak hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an semuanya sesuai dengan kenyataan, baik alam gaib maupun alam nyata, sehingga memberi informasi yang benar.
4. Syair-syair Arab biasanya berupa puji-pujian yang berlebih-lebihan terhadap raja atau kepala suku sehingga menjadikan para raja bertambah sombong. Syair bisa juga berisi celaan atau ejekan terhadap musuh sehingga meningkatkan permusuhan yang ada.
Sedangkan Al-Qur'an selalu berbicara masalah kebenaran tanpa membuat orang menjadi sombong, bahkan ayat Al-Qur'an melarang kesombongan dan rasa kebencian maupun permusuhan.
5. Syair-syair Arab seringkali disusun dan dirangkai oleh penyair dan digunakan untuk mendapat hadiah sebagai mata pencaharian penyair.
Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an semata-mata memberi informasi, petunjuk, dan pelajaran yang baik. Bahkan ayat Al-Qur'an tidak boleh diperjualbelikan dengan harga murah untuk memperoleh penghasilan tertentu.
Dari hal-hal di atas terbukti bahwa bahasa Al-Qur'an lebih indah dari syair dan kandungan isinya lebih baik dan memberi manfaat yang lebih besar bagi kehidupan manusia secara keseluruhan.
Allah menegaskan bahwa Dia tidak mengajarkan syair kepada Muhammad ﷺ Ia hanyalah mewahyukan Al-Qur'an kepadanya, untuk disampaikan kepada umat manusia. Tuduhan kaum musyrik dan kaum kafir bahwa Muhammad ﷺ adalah penyair adalah tuduhan yang tidak patut dan tidak dapat diterima akal yang sehat.
Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Al-Qur'an yang disampaikan oleh Muhammad ﷺ adalah pelajaran dan kitab suci yang memberikan penerangan kepada umat manusia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Kaum musyrik mengatakan Al-Qur'an itu syair, karena kata-kata dan kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya demikian indah dan tepat. Bahkan kadang-kadang mereka mengatakan Al-Qur'an adalah sihir, karena kata-kata dan susunan kalimatnya memang memesona siapa saja yang mendengarnya. Akan tetapi, tuduhan mereka ini sama sekali tidak benar. Al-Qur'an bukanlah sihir ataupun syair, karena syair merupakan susunan yang terikat kepada pola-pola tertentu, sedang Al-Qur'an tidaklah demikian.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL-QURAN BUKAN SYAIR
Ayat 69
“Dan tidaklah Kami mengagankan syair kepadanya, dan tidaklah itu layak baginya."
Setelah orang-orang musyrikin itu mendengar Al-Qur'an disampaikan oleh Rasulullah ﷺ, bukan isinya yang mereka perhatikan, melainkan mereka katakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu adalah seorang ahli syair. Inilah yang dibantah oleh Allah ﷻ dengan sabdanya, bahwa Allah tidaklah pernah mengajarnya buat menjadi seorang ahli syair, seorang penyair atau sastrawan.
Kata-kata syair terambil dari kalimat “syu'ur" yang berarti perasaan. Seorang penyair ialah seorang yang sanggup mengungkapkan apa yang terasa dalam hatinya, sebagai tekanan dari suatu inspirasi, suatu ilham. Timbulnya syair dari seorang penyair, karena dia sanggup mengungkapkan perasaannya itu menjadi susunan kata-kata. Dia mahir memilih kata atau lafal yang sesuai dengan rasa atau makna. Kabilah-kabilah orang Arab merasa sangat bangga jika mereka mempunyai ahli-ahli syair yang akan menaikkan nama kabilahnya. Bahwa penyair Fulan adalah dari kabilah kami. Sekali setahun mereka berkumpul di Pasar Malam Ukkadz, setelah naik haji ke Mekah, untuk mendengarkan ahli syair membacakan syairnya. Syair sudah menjadi salah satu perduniaan bagi suku-suku Arab, untuk membanggakan kelebihan suku, keutamaan kaum, ketinggian gengsi. Isinya macam-macam; ada hikmah, ada pengalaman, ada memuji diri, ada membanggakan kemenangan perang, ada memuji kuda kendaraan, ada mengenangkan masa lalu. Syair yang dianggap indah bahasanya dan isinya digantungkan dalam Ka'bah. Sampai ada sepuluh syair yang pernah digantungkan dalam Ka'bah itu di zaman jahiliyyah.
“Tidaklah dia, melainkan dzikir dan Al-Qur'an yang nyata."
Maka yang disampaikan oleh Nabi itu bukanlah dia syair. Sebagaimana syair-syair Arab bukanlah dia bahar Thawil atau Madid, bukan Basith atau Kamil Bukan Wafir atau Sari' dan lain-lain. Tetapi dia itu adalah peringatan dari Allah SWT, bukan syair perasaan Muhammad, ilham yang datang kepadanya lalu disusunnya jadi rangkuman kata-kata menjadi bahar syair. Bukan! Maka janganlah disamakan seorang Rasulullah yang menyam-paikan wahyu dengan seorang Amru'ul Qais atau Ablah atau Naabighah, kebanggaan orang zaman jahiliyyah.
Kadang-kadang sebagai seorang Arab sejati, Nabi Muhammad ﷺ suka juga men-dengar orang membaca syair di hadapannya, atau dia sendiri mengulangi syair gubahan orang lain karena enak bahasanya, namun dia bukanlah seorang penyair.
Beliau senang mengulangi syair Tharfah,
“Peredaran hari akan memberitahu kepadamu apa yang kamu tidak tahu;
Bersama berita-berita akan datang kepadamu apa yang tidak engkau persiapkan."
Artinya bahwa pengalaman-pengalaman hidup akan membekali orang dengan banyak ilmu yang tidak dapat dengan dipelajari. Tetapi beliau baca sungsang (terbalik).
Ketika Abdullah bin Rawahah mengeluarkan serangkum syair menggambarkan sifat-sifat orang yang beriman, berbandingan dengan sifat orang musyrikin, satu bait syair Abdullah bin Rawahah itu tinggal dalam ingatan beliau dan beliau sebut-sebut,
“Dia tidur dan direnggangkannya lambungnya dari tempat tidurnya;
Apabila orang-orang musyrik berat meninggalkan pembaringan: “
Dan hanya dua kali pula terloncat dari mulut beliau susunan kata berupa syair, pada dua kali kejadian. Karena beliau bukan penyair tidaklah sanggup beliau menambah. Satu kali ialah dalam Perang Uhud seketika ujung jari beliau luka dalam sehingga darah menetes. Lalu keluar dari mulut beliau,
“Tidaklah engkau melainkan sebuah jari, kau berdarah; Dan pada Sabilillah kau telah tertimpa bola."
Artinya ialah beliau bercakap-cakap sambil melihat ke ujung jarinya yang tengah mengalirkan darah itu sambil mengatakan dalam susunan berupa syair, “Hai jari! Baru saja tampil ke muka engkau sudah berdarah, padahal belum sampai berhadapan dengan musuh."
Baharnya ialah bahar Rajaz.
Dalam Peperangan Hunain, ketika kaum Muslimin nyaris kalah karena bangga dengan telah banyaknya bilangan mereka sesudah masuk penduduk Mekah yang baru takluk, yang diserang oleh musuh dengan tiba-tiba di tempat yang sempit sehingga lari kucar-kacir, tinggal Nabi ﷺ berdiri dengan tangkas dan gagahnya dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang setia. Ketika itulah terloncat pula dari mulut beliau susunan kata menyerupai syair,
“Aku adalah Nabi, bukan dusta! Aku anak Abdul Muthalib."
Cuma begitulah kata menyerupai syair yang pernah keluar dari mulut beliau. Buat menyambungnya beliau tidak bisa karena bukanlah itu keahliannya.
Khalil bin Ahmad al-Farahidi, penyusun ilmu ‘Arudh yang terkenal berkata tentang itu dengan tepat sekali, “Rasulullah senang juga kepada syair dibandingkan dengan susun kata yang lain, tetapi beliau tidak ahli buat menyusunnya."
Dan tepat juga apa yang dikatakan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, “Kalau hanya sekadar mengambil perumpamaan dengan dua tiga patah syair orang lain dan dapat menyusun syair rajaz satu bait dua bait, belumlah patut dikatakan orangnya mengerti menyusun syair dan belumlah patut orangnya disebut penyair atau sastrawan. Hal ini disepakati oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan."
Ayat 70
“Untuk memberi peringatan kepada barangsiapa yang hidup."
Yaitu peringatan berupa ancaman, bahwa mereka akan celaka kalau jalan yang di-tunjukkan ini tidak dituruti. Dengan jelas sekali telah diuraikan pada ayat 60 dan 61. Di ayat 60 diberi peringatan janganlah menyembah setan, karena dia adalah musuhmu. Di ayat 61 dijelaskan siapa yang wajib disembah, yaitu Allah sendiri. Itulah jalan yang lurus, shirathal mustaqiim.
Begitulah jelasnya kedatangan Rasul, yaitu memberi peringatan kepada manusia agar mereka menuruti jalan yang lurus itu selama mereka hidup, agar kelak mereka pun sampai ke tempat mulia yang telah disediakan di akhirat kelak. Maka di samping memberi ingat kepada orang yang hidup itu, disertai pula tugas itu dengan
“Dan memastikan kata terkadap orang kafir."
Supaya Rasul itu jangan ragu, mesti tegas mengatakan bahwa barangsiapa yang ingkar, yang tidak mau menerima petunjuk jalan yang telah disebutkan dalam wahyu-wahyu ini sudah ada kata pasti untuk diri mereka, yaitu bahwa mereka celaka. Mereka termasuk orang yang kafir, yang menampik seruan Allah SWT, yang menolak ajakan Nabi.