Ayat
Terjemahan Per Kata
وَءَايَةٞ
dan dan suatu tanda
لَّهُمۡ
bagi mereka
أَنَّا
bahwasannya Kami
حَمَلۡنَا
Kami bawa/angkut
ذُرِّيَّتَهُمۡ
keturunan mereka
فِي
dalam
ٱلۡفُلۡكِ
perahu/bahtera
ٱلۡمَشۡحُونِ
penuh muatan
وَءَايَةٞ
dan dan suatu tanda
لَّهُمۡ
bagi mereka
أَنَّا
bahwasannya Kami
حَمَلۡنَا
Kami bawa/angkut
ذُرِّيَّتَهُمۡ
keturunan mereka
فِي
dalam
ٱلۡفُلۡكِ
perahu/bahtera
ٱلۡمَشۡحُونِ
penuh muatan
Terjemahan
Suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami mengangkut keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan.
Tafsir
(Dan suatu tanda bagi mereka) yang menunjukkan kekuasaan Kami (adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka) menurut qiraat yang lain lafal Dzurriyyatahum dibaca dalam bentuk jamak sehingga bacaannya menjadi Dzurriyyaatihim, maksudnya ialah kakek moyang mereka (dalam bahtera) yakni perahu Nabi Nuh (yang penuh muatan) dipadati penumpang.
Tafsir Surat Yasin: 41-44
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan, dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki, niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar 'dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Allah ﷻ berfirman, bahwa suatu tanda lagi bagi mereka yang menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah ﷻ ialah Dia telah menundukkan laut agar dapat membawa bahtera, yang antara lain bahkan yang pertama ialah bahteranya Nabi Nuh a.s. Yaitu bahtera yang diselamatkan oleh Allah ﷻ dengan membawa Nuh a.s. dan orang-orang yang beriman kepadanya, yang pada masa itu tidak ada seorang pun dari keturunan Bani Adam yang ada di muka bumi ini selamat selain dari mereka sendiri. Karena itulah Allah ﷻ berfirman: Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka (Yasin: 41) Yaitu kakek moyang mereka. dalam bahtera yang penuh muatan. (Yasin: 41) Yakni dalam perahu yang penuh dengan muatan barang-barang dan hewan-hewan yang diperintahkan oleh Allah kepada Nuh untuk mengangkutnya ke dalam perahunya dari tiap-tiap jenis sepasang.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa al-masyhun artinya penuh dengan muatan. Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubah, Asy-Syab, Qatadah, dan As-Saddi. Ad-Dahhak, Qatadah, serta Ibnu Zaid mengatakan bahwa bahtera yang dimaksud adalah bahteranya Nabi Nuh a.s. Firman Allah ﷻ: dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. (Yasin: 42) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang dimaksud ialah unta, karena sesungguhnya unta itu adalah perahu daratan, mereka menjadikannya sebagai sarana angkutan dan kendaraan. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah dalam suatu riwayat yang bersumber darinya, serta Ibnu Syaddad dan lain-lainnya lagi.
As-Saddi dalam riwayat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah hewan ternak. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnus Sabbah telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dan Ata, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai semisal dengan bahtera itu. (Yasin: 42) Ia mengatakan, 'Tahukah kalian, apakah yang dimaksud oleh firman tadi?" Kami (murid-muridnya) menjawab, "Tidak tahu." Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud adalah perahu-perahu yang dibuat sesudah perahu Nabi Nuh a.s.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Malik, Ad-Dahhak, Qatadah, Abu Saleh, dan As-Saddi, bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. (Yasin: 42) yakni perahu-perahu. Dan pengertian yang dikemukakan oleh pendapat ini bertambah kuat bila ditinjau dari segi makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang kamu) ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (Al-Haqqah: 11-12) Adapun firman Allah ﷻ: Dan jika Kami menghendaki, niscaya Kami tenggelamkan mereka. (Yasin: 43) Maksudnya, orang-orang yang ada di dalam bahtera itu.
maka tiadalah bagi mereka penolong. (Yasin: 43) Yakni tiada seorang pun yang dapat menolong dan menyelamatkan mereka musibah tenggelam. dan tidak pula mereka diselamatkan. (Yasin: 43) dari musibah tenggelam yang menimpa mereka. Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami. (Yasin: 44) Istisna dalam ayat ini bersifat munqati', yakni tetapi berkat rahmat Kami, kalian dapat berjalan di daratan, juga dapat mengadakan perjalanan di laut kemudian Kami selamatkan kalian sampai masa yang telah ditentukan.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika (Yasin: 44) Yaitu sampai waktu yang telah ditentukan di sisi Allah ﷻ"
Tidak terbatas pada kejadian-kejadian di alam semesta, kekuasaan Allah juga meliputi fenomena di samudera. Dan suatu tanda kebesaran Allah bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dan segala macam barang keperluan mereka dalam kapal yang penuh muatan, dari satu kota ke kota lain atau dari satu negeri ke negeri lain. 42. Dan selain itu Kami ciptakan juga untuk mereka angkutan lainnya, seperti apa yang mereka kendarai di darat berupa hewan-hewan tung-gangan dan alat-alat angkut pada umumnya (Lihat pula: Surah an-Na'l/16: 8).
Pada ayat ini, Allah mengemukakan bahwa kapal yang berlayar di tengah samudera merupakan salah satu bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya. Kapal itu mengangkut manusia dan barang-barang keperluannya dari suatu negeri ke negeri yang lain, baik yang berdekatan letaknya maupun yang berjauhan.
Penggunaan alat-alat angkutan laut sebagai salah satu sarana perhubungan yang dimanfaatkan manusia untuk bergerak dan mengangkut barang, telah dikenal sejak zaman dahulu kala, bahkan telah dikenal sejak zaman Nabi Nuh. Orang yang mula-mula membuat kapal adalah Nabi Nuh. Kapal itu dibuat atas perintah dan bimbingan Allah. Hal ini diterangkan dalam firman-Nya:
Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami. (Hud/11: 37)
Perahu, sampan, dan kapal yang berbobot berat, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, kekuatan angin, maupun tenaga mesin dapat meluncur dengan mudah di atas air mengangkut manusia dan barang dari suatu pulau ke pulau yang lain, dari suatu benua ke benua yang lain, tentu terkait dengan suatu kekuatan yang menahan kapal itu, sehingga tidak tenggelam. Hal ini merupakan bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah melalui pemberlakuan hukum alam-Nya.
Allah berfirman:
Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur. (Luqman/31: 31).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEINDAHAN LAUT
Ayat 41
“Dan suatu tanda pula bagi mereka, ialah bahwasanya Kami mengangkut keturunan mereka di dalam bahtera yang sarat muatan."
Maka sesudah melihat keadaan di langit, lihatlah laut dan lihat bahtera atau kapal yang berlayar di dalamnya. Keturunan mereka, yaitu keturunan manusia diangkut di dalam bahtera itu mengarung lautan yang luas itu.
Adh-Dhahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid menjelaskan arti dzurriyyah atau keturunan di sini ialah nenek moyang kita. Atau nenek moyang manusia yang dibawa berlayar dengan bahtera oleh Nabi Nuha.s.,yaitu nenek manusia yang kedua sesudah Nabi Adam. Nenek moyang yang dibawa menumpang di dalam bahtera Nabi Nuh itulah yang menurunkan manusia yang ada di muka bumi yang sekarang. Dikatakan di dalam ayat ini, bahwa bahtera itu masyhuun yaitu sarat muatannya. Karena selain manusia, yaitu Nabi Nuh dan anak-anak beliau dan beberapa orang yang beriman laki-laki dan perempuan dimasukkan juga ke dalam bahtera itu binatang-binatang berpasang-pasangan, jantan dan betina. Ada gajah, ada singa, ada harimau, ada buaya, ada babi, ada kambing, ada sapi, dan lain-lain binatang, baik yang liar atau yang jinak. Binatang-binatang itu yang menurunkan binatang-binatang yang ada sekarang.
Ayat 42
“Dan Kami ciptakan untuk mereka yang seperti itu pula."
Artinya sesudah perahu atau bahtera atau kapal Nabi Nuh a.s. itu, dengan petunjuk Allah pula, dapatlah manusia terus meneruskan melayari lautan dengan memakai alat pelayar yang demikian. Sehingga sejak sudah zaman purbakala manusia sudah berlayar jauh-jauh. Sehingga menurut hasil penyelidikan ahli-ahli antropologi, sudah sejak ribuan tahun yang lampau manusia-manusia telah bersilang siur berlayar di lautan tepas dengan bah-tera-bahtera yang sesuai dengan kemajuan manusia berpikir di zaman itu. Dalam tulisan-tulisan huruf paku atau hieroglif di batu-batu bersurat di Mesir sudah didapati itu gambaran kapal. Ada orang yang menyatakan bahwa bangsa Indian sebagai penduduk asli Benua Amerika adalah suku bangsa yang berasal dari Timur Jauh ini. Bangsa Melayu sudah lama berlayar menuju Pulau Madagaskar, sehingga bangsa Malagasi yang berada di sana sekarang dikatakan adalah bangsa Melayu juga. Ditilik orang dari ilmu perumpunan bahasa (filologi). Bangsa Arya Eropa, sebagaimana bangsa Jerman, Inggris dan Belanda adalah pecahan dari bangsa Arya di bumi Iran yang sekarang.
Penyebaran bangsa-bangsa di dunia itu adalah dengan alat bahtera, atau kapal, atau biduk, perahu, jung, sekunar, pencalang, pinisi (Bugis), gurab (Aceh) dan lain-lain.
“Apa yang akan mereka kendarai."
Bertambah lama bertambah majulah hubungan di antara pulau dengan pulau dan benua dengan benua.
Ayat 43
“Dan jika Kami kehendaki, niscaya Kami tenggelamkan mereka “
Jika Allah menghendaki, bisa saja bahtera yang sedang berlayar itu karam tenggelam. Lihatlah alangkah kecilnya kapal-kapal itu sedang dia berlayar di lautan dan alangkah luas-nya laut tempat dia berlayar itu, dan alangkah sangat kecilnya manusia yang sedang dibawa berlayar di dalam kapal itu. Kadang-kadang alun gelombang besar itu jauh lebih besar dari kapal yang sedang berlayar di atasnya. Kadang-kadang angin yang sedang berembus itu sangat pula keras dan dahsyatnya, sehingga kapal hanya laksana sebuah sabut kelapa saja terapung-apung, terkatung-katung di dalamnya. Siapa yang dapat bertahan kalau dia tenggelam?
“Maka tidaklah ada penolong bagi mereka, dan tidaklah mereka dapat diselamatkan."
Kalau ayat ini kita baca di dalam kapal, dengan duduk di geladak di terali kapal, menghadapi laut di tengah malam, sambil melihat bintang-bintang di langit, gelombang memecah di buritan kapal, dan bunyi kapal memecahkan air di haluan, dan di sekeliling gelap gulita, akan dapatlah kita rasakan kengerian jika kapal tiba-tiba tenggelam.
Ayat 44
“Kecuali karena rahmat dari Kami."
Di sini Allah ﷻ memberikan peringatan bahwasanya keselamatan pelayaran di lautan itu semajta-mata adalah karena Rahmat Allah belaka. Diselamatkan-Nya, tidak kurang suatu apa.
“Dan kesenangan sampai suatu ketika."
Pelaut-pelaut yang andal tahu benar apa artinya ayat ini. Orang yang mengalami akan lebih tahu. Bila datang kekejaman laut, tidak satu kekuatan pun yang datang meng-halanginya. Sudah berapa banyak kapal yang tenggelam dalam lautan, bukan karena peperangan, melainkan semata-mata karena kedahsyatan angin, topan, halimbubu, ombak, dan alun menggulung. Segala daya upaya dipergunakan oleh nakhoda kapal, oleh juru-mudi atau mualim memegang kemudi kapal jika angin telah memukul. Di waktu itulah dirasakan apa artinya Rahmat Allah.