Ayat
Terjemahan Per Kata
إِن
tidak
كَانَتۡ
ada
إِلَّا
kecuali
صَيۡحَةٗ
suara keras
وَٰحِدَةٗ
satu kali
فَإِذَا
maka tiba-tiba
هُمۡ
mereka
خَٰمِدُونَ
mereka padam/mati
إِن
tidak
كَانَتۡ
ada
إِلَّا
kecuali
صَيۡحَةٗ
suara keras
وَٰحِدَةٗ
satu kali
فَإِذَا
maka tiba-tiba
هُمۡ
mereka
خَٰمِدُونَ
mereka padam/mati
Terjemahan
(Azab mereka) itu cukup dengan satu teriakan saja. Maka, seketika itu mereka mati.
Tafsir
(Tidak ada siksaan) yakni hukuman atas mereka (melainkan satu teriakan saja) malaikat Jibril berteriak keras kepada mereka (maka tiba-tiba mereka semuanya mati) tak bergerak lagi, mati semuanya.
Tafsir Surat Yasin: 26-29
Dikatakan (kepadanya), "Masuklah ke surga. Ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari salah seorang temannya, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa kaum lelaki itu menginjak-injaknya dengan kaki mereka hingga isi perutnya keluar dari liang anusnya.
Lalu Allah ﷻ berfirman kepada laki-laki itu: Masuklah ke surga. (Yasin: 26) Maka laki-laki itu masuk ke dalam surga dan diberi rezeki di dalamnya, dan Allah telah melenyapkan darinya penderitaan dunia, kesedihan, dan kelelahannya. Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Habib (laki-laki itu), "Masuklah ke surga." Dikatakan demikian karena dia gugur dalam membela agama Allah, maka sudah merupakan keharusan baginya masuk surga. Setelah ia melihat pahala yang diterimanya, Ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. (Yasin: 26) Qatadah mengatakan bahwa tidaklah engkau menjumpai orang yang benar-benar mukmin, melainkan dia adalah seorang yang mengharapkan kebaikan bagimu, dan tidaklah engkau jumpai dia sebagai seorang penipu.
Setelah lelaki itu menyaksikan penghormatan yang diberikan oleh Allah kepadanya, maka berkatalah ia, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. (Yasin: 26-27) Demi Allah, dia mengharapkan andai kata saja kaumnya mengetahui kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepadanya dan akibat terpuji yang diperolehnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Habib menasihati kaumnya saat ia masih hidup: Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. (Yasin: 20) Juga sesudah matinya, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya: Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. (Yasin- 2627) Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim Al-Ahwal, dari Abu Mujlaz sehubungan dengan makna firman-Nya: apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan (Yasin: 27) Yakni berkat keimananku kepada Tuhanku dan kepercayaanku kepada para utusan. Maksudnya, seandainya kaumnya dapat menyaksikan pahala dan balasan serta kenikmatan abadi yang diterimanya, tentulah hal tersebut akan mendorong mereka untuk mengikuti para rasul.
Semoga Allah ﷻ melimpahkan rahmat-Nya kepadanya; dia sangat menginginkan agar kaumnya mendapat hidayah. -: -: ". "". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir alias Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Umair yang mengatakan bahwa Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi r.a. pernah berkata kepada Nabi ﷺ, "Utuslah aku kepada kaumku, aku akan menyeru mereka untuk memeluk Islam." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku merasa khawatir bila mereka nanti akan membunuhmu." Urwah berkata, "Seandainya mereka menjumpaiku sedang tidur, mereka tidak berani membangunkanku." Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Pergilah kamu." Maka Urwah berangkat menuju tempat berhala Lata dan 'Uzza, lalu ia berkata, "Sungguh aku benar-benar akan melakukan suatu hal yang akan membuatmu celaka besok pagi." Maka orang-orang Saqif marah, dan Urwah berkata, "Hai orang-orang Saqif, sesungguhnya tiada ketinggian lagi bagi Lata dan tiada kejayaan lagi bagi 'Uzza.
Maka masuk Islamlah kalian, niscaya kalian selamat. Hai orang-orang yang tergabung di dalam persekutuan, sesungguhnya tiada kejayaan lagi bagi 'Uzza dan tiada ketinggian lagi bagi Lata. Masuk Islamlah kalian, niscaya kalian selamat." Urwah mengucapkan kalimat tersebut sebanyak tiga kali dengan suara yang lantang, lalu ada seorang lelaki dari kaum yang membidikkan anak panahnya ke arah dia dan mengenai anggota tubuh yang mematikan.
Akhirnya Urwah gugur. Ketika peristiwa tersebut sampai beritanya kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau bersabda: Orang ini senasib dengan apa yang dialami oleh lelaki yang disebutkan di dalam surat Yasin. Ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan. (Yasin: 26-27) Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Ma'mar ibnu Hazm.
Ia pernah menceritakan dari Ka'bul Ahbar yang telah menceritakan kepadanya tentang kisah Habib ibnu Zaid ibnu Asim saudara lelaki Bani Mazin ibnun Najjar yang dipotong-potong tubuhnya oleh Musailamah Al-Kazzab di Yamamah, ketika Musailamah menanyakan kepadanya tentang Rasulullah ﷺ Disebutkan bahwa Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah engkau membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah?" Habib menjawab, "Ya." Kemudian Musailamah berkata, "Apakah kamu percaya bahwa aku adalah utusan Allah?" Habib menjawab, "Saya tidak dapat mendengar suaramu." Musailamah laknatullah berkata, "Apakah kamu mendengar dia, sedangkan kamu tidak mendengarku?" Habib menjawab, "Ya." Maka Musailamah menyiksanya dengan memotong tubuhnya satu demi satu.
Setiap kali Musailamah menanyainya, jawabannya sama dengan yang pertama, hingga akhirnya si Habib mati di tangannya. Lalu Ka'b berkata saat ditanya nama lelaki itu, bahwa nama lelaki itu adalah Habib, dan demi Allah, nama lelaki yang disebutkan di dalam surat Yasin pun adalah Habib. Firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. (Yasin: 28) Allah ﷻ menceritakan bahwa Dia membalas perbuatan kaum laki-laki itu sesudah ia dibunuh mereka karena murka kepada mereka, sebab mereka telah mendustakan rasul-rasul-Nya dan membunuh kekasih-Nya.
Lalu Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia tidak menurunkan pasukan malaikat apa pun untuk membinasakan mereka, Dia tidak memerlukannya untuk membinasakan mereka, bahkan untuk menanganinya amatlah mudah bagi-Nya. Ibnu Mas'ud r.a. -menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari sebagian teman-temannya- telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. (Yasin: 28) Artinya Kami tidak perlu menurunkan balatentara untuk membinasakan mereka karena untuk membinasakan mereka itu teramat mudah bagi Kami. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka dengan serta merta mereka semuanya mati. (Yasin: 29) Ibnu Mas'ud mengatakan, bahwa maka Allah ﷻ membinasakan rajanya dan membinasakan penduduk Intakiyah.
Mereka dimusnahkan dan muka bumi tanpa ada seorang pun yang selamat. Menurut pendapat lain, sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: dan tidak layak Kami menurunkannya. (Yasin: 28) Yakni tidak sekali-kali Kami menurunkan para malaikat bila Kami hendak membinasakan mereka, melainkan Kami hanya menimpakan atas mereka suatu azab yang membinasakan mereka. Menurut pendapat yang lainnya lagi sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit. (Yasin: 28) Yaitu risalah lain kepada mereka, menurut Mujahid dan Qatadah.
Qatadah mengatakan bahwa demi Allah, Allah tidak menegur kaumnya sesudah mereka membunuhnya, Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka dengan serta merta mereka semuanya mati. (Yasin: 29) Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang paling sahih adalah pendapat yang pertama, karena risalah (perutusan) tidak dinamakan jundun (pasukan)! Ulama tafsir mengatakan bahwa Allah ﷻ mengirimkan Malaikat Jibril a.s. kepada mereka. Jibril memegang kedua sisi pintu gerbang negeri mereka, kemudian ia melakukan suatu teriakan yang mengguntur terhadap mereka. Maka dengan serta merta mereka semuanya mati, tanpa ada seorang pun yang selamat saat itu juga tanpa meregang nyawa lagi.
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari kebanyakan ulama Salaf bahwa negeri tersebut adalah Intakiyah, dan ketiga orang itu adalah orang-orang yang diutus oleh Al-Masih Isa ibnu Maryam a.s., seperti yang telah dinaskan oleh Qatadah dan lain-lainnya. Tetapi pendapat Qatadah ini tidak ada seorang pun dari kalangan ulama tafsir yang mutaakhkhirin mengemukakannya selain Qatadah sendiri.
Mengenai keabsahannya masih diragukan ditinjau dari berbagai alasan berikut: Pertama, pengertian lahiriah kisah menunjukkan bahwa mereka bertiga adalah utusan-utusan Allah ﷻ, bukan utusan Al-Masih a.s. Seperti yang dimengerti dari firman-Nya: : (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu. (Yasin: 14) sampai dengan firman-Nya: Mereka berkata, "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas. (Yasin: 16-17) Sekiranya mereka termasuk kaum Hawari (penolong Isa a.s.), tentulah mereka mengatakan kalimat yang sesuai dengan kedudukan mereka, bahwa mereka adalah utusan Isa a.s.; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kemudian seandainya mereka adalah utusan dari Al-Masih a.s., niscaya kaum negeri itu tidak mengatakan kepada mereka: Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami. (Yasin: 15) Kedua, bahwa penduduk Intakiyah telah beriman kepada utusan Al-Masih yang dikirimnya kepada mereka, dan mereka adalah penduduk suatu negeri yang pertama beriman kepada Al-Masih; karena itulah maka Intakiyah merupakan salah satu dari keempat kota yang di dalamnya terdapat para patrik.
Yaitu kota Al-Quds yang merupakan negeri Al-Masih sendiri; kota Intakiyah, karena ia merupakan suatu kota yang pertama penduduknya beriman kepada Al-Masih seluruhnya. Kemudian kota Iskandaria, karena ia merupakan suatu kota yang para penduduknya mencetuskan suatu gagasan untuk mengangkat patrik, matarun, uskup, pendeta, rahib, dan syamamis. Yang terakhir adalah kota Roma yang merupakan ibu kota kerajaan Konstantinopel yang rajanya selalu menolong dan membantu agama Al-Masih.
Setelah dia membangun kota Konstantinopel, maka ia memindahkan kepatrikan dari Roma ke Konstantinopel. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh ahli sejarah yang bukan hanya seorang, seperti Sa'id ibnu Butriq dan lain lainnya dari kalangan Ahli Kitab maupun dari kalangan kaum muslim. Apabila telah terbukti bahwa Intakiyah adalah kota yang mula-mula seluruh penduduknya beriman, berarti kota yang dibinasakan oleh Allah karena penduduknya mendustakan rasul-rasul-Nya dengan satu teriakan hanya Allah-lah Yang Mengetahuinya.
Ketiga, bahwa kisah penduduk Intakiyah dengan kaum Hawari (penolong Isa Al-Masih) terjadi sesudah kitab Taurat diturunkan. Abu Sa'id Al-Khudri r.a. dan ulama Salaf lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa sesudah Allah menurunkan Kitab Taurat, maka Dia tidak lagi membinasakan suatu umat pun sampai tertumpas semuanya dengan azab yang Dia timpakan kepada mereka, melainkan Dia memerintahkan kepada orang-orang yang beriman sesudah itu untuk memerangi kaum musyrik. Mereka mengatakan hal ini dalam kaitan tafsiran mereka terhadap firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi terdahulu. (Al-Qassas: 43) Berdasarkan keterangan di atas dapat ditentukan bahwa kota yang disebutkan di dalam surat Yasin bukanlah kota Intakiyah, melainkan kota lain, sebagaimana yang telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.
Atau nama kota tersebut memang Intakiyah, tetapi bukan kota Intakiyah yang terkenal itu, melainkan kota lainnya. Karena sesungguhnya kota Intakiyah yang terkenal itu belum pernah ada yang mengetahui bahwa ia pernah dibinasakan, baik di masa agama Nasrani maupun di masa sebelumnya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani yaitu: Telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Abus Sirri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a..
dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Orang yang paling terdahulu itu ada tiga orang, orang yang paling terdahulu (beriman) kepada Musa a.s. adalah Yusya ibnu Nun, dan orang yang paling terdahulu kepada Isa a.s adalah lelaki yang disebutkan dalam surat Yasin dan orang yang paling dahulu kepada Muhammad ﷺ adalah Ali ibnu Abu Talib r.a. Maka sesungguhnya hadis ini munkar kecuali melalui jalur Husain Al-Asyqar, sedangkan dia adala seorang syi'ah yang tak terpakai hadisnya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui tentang kebenaran.
[Inilah akhir dari juz 22]"
Dengan demikian, tidak ada siksaan terhadap mereka yang mendus-takan utusan Allah melainkan dengan satu teriakan saja, yaitu teriakan Jibril yang sangat keras; maka seketika itu mereka pun mati. Demikianlah balasan di dunia bagi orang yang mendustakan utusan Allah. 30. Orang-orang yang mendustakan para rasul akan menyesal pada hari Kiamat. Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul yang menyeru kepada mereka agar beriman kepada Allah dan menempuh jalan yang benar, mereka selalu memperolok-olokkan bahkan membunuh-nya.
Pada ayat ini, Allah menerangkan azab yang ditimpakan kepada kaum yang musyrik, kafir, dan mendustakan agama-Nya. Allah tidak perlu menurunkan pasukan-pasukan malaikat untuk membinasakan mereka, melainkan cukup dengan satu teriakan saja dari malaikat Jibril, maka orang-orang kafir tersebut menjadi kaku dan tak bernyawa lagi. Peristiwa itu terjadi sedemikian cepatnya, sebagai bukti betapa besarnya kekuasaan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KISAH LAKI-LAKI ITU
Satu pertanyaan timbul dari si laki-laki yang datang dari ujung negeri itu,
Ayat 22
“Mengapa aku tidak akan menyembah kepada yang telah menciptakan aku?"
Suatu peringatan yang dibawa kepada diri sendiri. Suatu dakwah yang jauh maknanya. Isi pertanyaan laki-laki itu yang dihadapkannya kepada dirinya sendiri, adalah sindiran kepada kaumnya. Adakah patut saya tidak bersyukur dan tidak menyembah kepada Allah? Padahal tidak ada tuhan-tuhan yang lain yang sanggup menciptakan daku? Bagaimana mungkin, kalau aku ini seorang yang berakal, aku akan menyembah kepada yang lain?
“Dan kepada-Nya kamu semuanya akan dikembalikan “
Sesudah dia mengingatkan kepada kaumnya dengan mengambil pangkalan pada ke-jadian dirinya sendiri, barulah di ujung kata dia memperingatkan, bahwa mereka itu se-muanya akan dikembalikan kepada Allah jua. Mereka semuanya pasti satu waktu akan dapat panggilan dari Allah ﷻ
Kemudian diiringinya dengan pertanyaan lagi,
Ayat 23
“Apakah aku akan mengambil tuhan-tuhan selain Dia?"
Apakah aku akan menyembah berhala atau patung? Atau benda-benda lain yang aku ambil sendiri lalu aku puja sendiri? Padahal akulah yang berakal, sedang barang sembahan yang terdiri dari benda itu tidaklah terkenal kalau bukan aku yang mengenalkan. Tidaklah bertuah apa-apa kalau tidak aku yang menuahkan. Tidaklah berharga kalau tidak aku yang menghargainya."Jika Tuhan Maha Pengasih hendak memudharatkan daku." Hendak menimpakan suatu bahaya ke atas diriku, “Maka tidaklah berguna untukku syafaat mereka sedikit jua pun."
Misalnya berhala-berhala atau tuhan-tuhan buatan itu aku letakkan di tengah rumah kediamanku untuk aku sembah dan aku puja. Tiba-tiba pada suatu malam rumahku terbakar. Maka tidaklah aku akan selamat, dan sekali-kali tidaklah berhala itu dapat menyelamatkan daku kalau aku terkurung dalam rumah terbakar itu dan tidak segera lari keluar. Dan apabila aku segera lari keluar, lupa membawa lari berhala itu, dia akan turut hangus dimakan api dan akulah yang selamat. Barulah dia selamat kalau lekas aku bawa dia ke luar.
“Dan tidaklah mereka akan dapat menyelamatkan daku."
Misal rumah terbakar dan berhala turut terbakar karena tidak ada yang lekas me-larikannya keluar, sehingga pagi-pagi didapati berhala pun telah turut jadi tumpukan abu dan bara ini, adalah perumpamaan yang tepat tentang tidak dapatnya selain Allah memberikan syafaat.
Ayat 24
“Sesungguhnya jadilah aku—kalau demikian —dalam kesesatan yang nyata."
Yaitu kalau kiranya aku menyembah tuhan-tuhan yang lain, padahal sudah nyata bahwa apa yang dianggap jadi tuhan-tuhan itu tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat, niscaya termasuk orang yang sesatlah aku, atau termasuk orang yang bodohlah aku jika perbuatan seperti demikian masih tetap aku kerjakan.
Ayat 25
“Sesungguhnya aku telah percaya kepada Tuhan kamu itu."
Yaitu Allah Yang Maha Esa, Yang Tunggal, yang tiada bersekutu yang lain dengan Dia, dan itulah Tuhan kamu yang sebenarnya. Sedang berhala-berhala atau yang lain yang kamu katakan tuhan berbagai macam itu adalah tuhan bikinan belaka, tuhan acak-acakan.
“Maka dengarkanlah akan daku."
Turutilah nasihatku. Nasihatku inilah yang benar, yang akan membawa selamat bagimu jika kamu turuti.
Ayat 26
Setelah orang yang datang dari ujung negeri itu memberikan nasihat yang demikian kepada kaumnya, maka menurut tafsir yang ditampaikan oleh Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Mas'ud (moga-moga ridha Allah ke atasnya), bahwa setelah orang yang datang dari ujung negeri itu selesai menyampaikan nasihat dan seruannya kepada kaumnya, orang sekampung halamannya, tidaklah nasihat itu diterima baik, bahkan orang-orang itu sangat naik darah dan murka kepadanya, sampai mereka tidak dapat mengendalikan diri. Dia dikerumuni bersama-sama lalu dipukuli sampai terjatuh. Dan setelah dia terjatuh lalu diinjak-injak sampai keluar isi perutnya lantaran diinjak, lalu mati. Maka datanglah firman Allah ﷻ kepada ahli dakwah yang jujur itu setelah dia mencapai syahidnya dan masuk ke alam barzakh."Masuklah kamu ke dalam surga! “ Karena memang demikianlah janji yang telah ditentukan Allah ﷻ untuk orang-orang yang menjadi kurban dari sebab menyampaikan dakwah kepada jalan Allah ﷻ
Maka setelah dia melihat pahala dan balas jasa yang telah disediakan Allah ﷻ untuk dirinya, mengeluhlah dia, “Ah sayang!Alangkah baiknya jika kaumku mengetahui."
Di dalam ayat ini bertemu ucapan si pendakwah itu di pangkal katanya, “Ya laita! “ Menurut aturan tata bahasa Arab kalimat laita ialah kalimat mengharap suatu hal yang tidak mungkin lagi kejadian. Seumpama orang yang telah mati mengharapkan agar dihidupkan kembali, atau seseorang yang menyesal hidup lalu mengharap agar dia dikembalikan saja ke dalam perut ibunya, dan sebagainya. Di sini ketika menafsirkan dan menguraikannya kita tambah di pangkal dengan kata-kata, “Ah sayang! “ supaya dapat mendekati maksud laita itu agak sedikit.
Ayat selanjutnya, yaitu ayat 27 adalah sambungan senapas dari ayat 26, yaitu si pendakwah, yang kata setengah ahli tafsir namanya Habib itu menyesal, mengapalah kaumnya tidak mengetahui hal yang telah dihadapinya setelah dia merasakan maut. Telah lepas sakit hati kaumnya, karena dia telah mati karena perutnya mereka injak-injak. Padahal sakit mati karena diinjak itu hanya sebentar waktu saja dirasainya, mungkin sekira lima atau paling banyak sepuluh menit. Setelah ruhnya pindah ke alam barzakh, kedatangannya telah disambut oleh suara, yaitu suara malaikat atau perintah Allah ﷻ mempersilakannya masuk ke dalam surga. Itulah yang dikeluhkan oleh si pendakwah. Sayang kaumnya tidak mengetahui apa yang dia rasakan sekarang.
Ayat 27
“Dengan ampunan yang telah dikaruniakan Tuhanku kepadaku."
Sehingga kalaupun ada kesalahan, kealpaan, dan kelalaian sebagai manusia pada waktu hidupku di dunia, semuanya telah diampuni Allah ﷻ Semuanya dipandang soal kecil saja oleh Allah SWT, karena telah dibandingkan dengan usahaku yang lebih besar, yaitu menyadarkan kaumku akan kebenaran, supaya iman kepada seruan yang dibawa oleh rasul-rasul Allah ﷻ
“Dan Dia telah menjadikan daku termasuk orang-orang yang dimuliakan."
Ayat ini adalah penambah keyakinan dan penebalan iman bagi tiap orang yang berjuang menyerukan kebenaran, melakukan seruan dan dakwah kepada jalan Allah ﷻ Biarpun dia dianiaya sampai mati, namun matinya adalah syahid. Kesakitan maut hanya sebentar saja dirasakan, entah dua tiga menit saja, yang selebihnya adalah nikmat dan rahmat Ilahi. Pintu surga dibukakan dan berbagai sambutan kehormatan diberikan dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang dimuliakan.
Kalau kendur keyakinan kita tentang ini, lemahlah perjuangan kita. Sebab telah lemah iman kita.
Adapun tentang kaumnya yang telah membunuh ahli dakwah yang jujur itu, keadaan mereka sepeninggal dia telah dijelaskan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang selanjutnya.
Ayat 28
“Dan tidaklah Kami menurunkan ke atas kaumnya itu, sesudah dia, “
yaitu sesudah si pendakwah itu meninggal sebagai seorang syahid— “Suatu pasukan pun dari langit." Tegasnya, sesudah penganjur yang jujur itu meninggal dunia, Allah ﷻ mulailah dengan berangsur menurunkan adzab siksanya kepada kaumnya yang menolak kebenaran itu. Tetapi tidaklah dengan menurunkan suatu pasukan besar dari langit buat menghancurkan mereka.
“Dan tidaklah Kami menurunkan."
Tidak ada tentara malaikat yang dikirimkan dari langit dan tidak pula Allah ﷻ menurunkan yang lain.
Ayat 29
“Tidak ada. Selain pekikan sekali saja."
Begitu gagah perkasa mereka selama ini menantang Allah SWT, akhirnya dengan tidak perlu Allah mengirimkan tentara besar dari langit atau menurunkan adzab yang lain yang hebat-hebat Cukup dengan pekik sekali saja. Yaitu teriakan keras yang sangat menyeramkan dan menakutkan, entah dari sebab gunung merapi yang meletus sekali saja, lalu mereka ditimpa lahar, atau bunyi gelora air bah dan banjir besar, sehingga mereka binasa tenggelam.
“Maka tiba-tiba padamlah nyawa mereka semua."
Khaamiduun yang di ujung ayat berarti orang yang tidak bisa bernapas lagi, misalnya karena tertimbun tanah, atau terbenam dalam air, atau karena terkurung dalam satu lubang, udara tidak masuk sehingga mati sendiri.
Boleh jadi negeri ini ialah negeri Pompey di Italia, yang terletak di kaki Gunung Vesuvius. Gunung itu meletus pada tahun 79 setelah Nabi Isa lahir. Ahli-ahli pencatat sejarah menerangkan betapa hebatnya bunyi gunung itu ketika meletus, sehingga ketika mendengar bunyinya saja telah banyak orang yang padam nyawanya, terbongkar tali jantungnya karena tidak tahan mendengarkan letusan itu. Letusan yang amat dahsyat itu telah menyemburkan lahar hitam yang panas, sehingga gelaplah langit dan tertimbunilah oleh debu letusan itu kota-kota Pompey, Herculanum, dan Stabiae. Mulai dari tahun 1748 barulah dimulai orang menggali kembali timbunan kota-kota itu. Masih didapati manusia yang tertimbun debu itu. Masih sedang berjalan di pasar, masih bergurau dengan teman, masih minum-minum di kedai, masih bercinta-cintaan laki-laki dan perempuan. Benar-benar mereka tidak siap lebih dahulu buat lari, karena tiba-tiba telah tertimbun debu.
Sekarang tembok-tembok kota Pompey itu masih dipelihara dan dijadikan objek turis. Maka kelihatanlah ukuran di dinding yang telah kuno itu perikehidupan orang di zaman itu, yang benar-benar telah lupa kepada nilai-nilai yang patut dipegang. Sampai digambarkan bagaimana caranya bersetubuh yang paling asik.
Masuklah di akal kita, jika datang dua utusan Allah ﷻ ke sana tidak dipedulikan orang, sehingga sampai diperkuat seorang lagi. Kemudian datang seorang yang tidak tertarik oleh kehidupan gila-gilaan. Dia datang dari ujung negeri. Datang dari ujung negeri mengisyaratkan bahwa orang ini tidak mau campur dalam hidup mewah yang gila-gilaan itu. Setelah dia mendengar ada rasul-rasul Allah ﷻ datang, dia keluar dari tempat persembunyiannya yang jauh, lalu diajaknya kaumnya agar menerima kedatangan ketiga rasul itu dan percaya kepadanya. Tetapi dia dibunuh orang. Sehingga samalah nasibnya dengan seorang mubaligh yang pergi melakukan dakwah ke tempat orang berbuat segala maksiat sejak dari judi, minum arak, berzina, menipu, dan berkelahi. Di sana dia mengajak orang kembali ke jalan yang benar. Orang bosan mendengarkan, lalu dibunuh orang.
Ini adalah kemungkinan saja. Sebab pada kitab-kitab tafsir yang terdahulu sejak dari Thabari, sampai ar-Razi, al-Kasysyaf dari Zamakhsyari, Ibnu Katsir dan al-Qurthubi tidaklah ada yang membayangkan tentang kemungkinan negeri Pompey itu. Apatah lagi dia terletak di tanah Italia, dan baru digali orang pada tahun 1748, Wallahu A'lam bishshawab.