Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
إِذٗا
jika demikian
لَّفِي
sungguh/pasti dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٍ
yang nyata
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
إِذٗا
jika demikian
لَّفِي
sungguh/pasti dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٍ
yang nyata
Terjemahan
Sesungguhnya aku (jika berbuat) begitu, pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Tafsir
(Sesungguhnya aku kalau begitu) seandainya aku menyembah selain Allah (berada dalam kesesatan yang nyata) benar-benar sesat.
Tafsir Surat Yasin: 22-25
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakan diriku dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selainnya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagiku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesalan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku. Firman Allah ﷻ: Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakan diriku. (Yasin: 22) Maksudnya, apakah yang menghalangi diriku untuk tidak mengikhlaskan penyembahan hanya kepada Tuhan yang telah menciptakan diriku semata, tiada sekutu bagi-Nya.
dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan dikembalikan? (Yasin: 22) Yakni kelak di hari kemudian, maka Dia akan membalas semua amal perbuatan kalian. Jika baik, maka balasannya baik; dan jika buruk, balasannya buruk pula. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya. (Yasin: 23) Istifham atau kata tanya dalam ayat ini adalah istifham ingkari yang mengandung makna celaan atau kecaman. jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagiku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? (Yasin: 23) Yaitu tuhan-tuhan yang kalian sembah selain Allah itu tidak memiliki sesuatu apa pun dalam urusan ini.
Karena sesungguhnya seandainya Allah menghendaki keburukan terhadap diriku, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. (Al-An'am: 17 dan Yunus: 107) Dan berhala-berhala ini tidak mempunyai daya upaya apa pun untuk menolak dan menangkal hal tersebut, tidak dapat pula menyelamatkan diriku dari penderitaanku ini. Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesalan yang nyata. (Yasin: 24) Maksudnya, jika aku menjadikan berhala-berhala itu sebagai sesembahanku selain dari Allah, berarti aku benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.
Firman Allah Swt: Sesungguhnya aku telah beriman kepadaa Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku. (Yasin: 25) Ibnu Ishaq mengatakan -menurut berita yang sampai kepadanya dari Ibnu Abbas r.a. Ka'b, serta Wahb- bahwa lelaki itu berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu. (Yasin: 25) Yang kalian ingkari itu. maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku. (Yasin: 25) Yakni dengarkanlah oleh kalian pengakuan keimananku ini. Dapat pula ditakwilkan bahwa perkataan ini ditujukan kepada para utusan tersebut darinya (si lelaki itu), yakni firman-Nya: Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu. (Yasin: 25) Yang telah mengutus kalian. maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku. (Yasin: 25) Yakni saksikanlah oleh kalian keimananku ini nanti di hadapan Allah ﷻ Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, bahkan khitab ini dikatakan oleh para rasul, lalu lelaki itu berkata kepada para'rasul, "Dengarkanlah pengakuanku ini, agar kelak kalian menjadi saksi bagiku di hadapan Tuhanku, bahwa sesungguhnya aku beriman kepada Tuhanmu dan aku mengikuti ajaran kalian." Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari mereka lebih jelas maknanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Ishaq menurut apa yang ia terima dari Ibnu Abbas r.a., Ka'bul Ahbar, dan Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa tatkala lelaki itu mengucapkan pengakuannya maka kaumnya menyerangnya beramai-ramai, lalu membunuhnya, dan tidak ada seorang pun yang dapat membela lelaki itu dari serangan mereka. Qatadah mengatakan bahwa kaum lelaki itu merajam lelaki itu dengan batu, sedangkan lelaki itu tiada hentinya mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, berilah kaumku petunjuk, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui, hingga akhirnya lelaki itu terjatuh dan meninggal dunia.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya."
Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu yakni menyembah tuhan selain Allah, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata, karena tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menolak mudarat melainkan Allah semata. 25. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu yaitu Allah, Tuhan yang kalian ingkari; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku. '.
Seterusnya hamba yang disebutkan di atas bertanya kepada dirinya sendiri, "Apakah aku patut menyembah Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, padahal seandainya Dia bermaksud menimpakan sesuatu malapetaka atau kemudaratan atas diriku, niscaya tidak ada sesuatu pun yang dapat menolongku, demikian pula tuhan-tuhan yang aku sembah itu. Mereka tidak berdaya sedikit pun untuk menyelamatkan aku dari kemudaratan dan malapetaka.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KISAH LAKI-LAKI ITU
Satu pertanyaan timbul dari si laki-laki yang datang dari ujung negeri itu,
Ayat 22
“Mengapa aku tidak akan menyembah kepada yang telah menciptakan aku?"
Suatu peringatan yang dibawa kepada diri sendiri. Suatu dakwah yang jauh maknanya. Isi pertanyaan laki-laki itu yang dihadapkannya kepada dirinya sendiri, adalah sindiran kepada kaumnya. Adakah patut saya tidak bersyukur dan tidak menyembah kepada Allah? Padahal tidak ada tuhan-tuhan yang lain yang sanggup menciptakan daku? Bagaimana mungkin, kalau aku ini seorang yang berakal, aku akan menyembah kepada yang lain?
“Dan kepada-Nya kamu semuanya akan dikembalikan “
Sesudah dia mengingatkan kepada kaumnya dengan mengambil pangkalan pada ke-jadian dirinya sendiri, barulah di ujung kata dia memperingatkan, bahwa mereka itu se-muanya akan dikembalikan kepada Allah jua. Mereka semuanya pasti satu waktu akan dapat panggilan dari Allah ﷻ
Kemudian diiringinya dengan pertanyaan lagi,
Ayat 23
“Apakah aku akan mengambil tuhan-tuhan selain Dia?"
Apakah aku akan menyembah berhala atau patung? Atau benda-benda lain yang aku ambil sendiri lalu aku puja sendiri? Padahal akulah yang berakal, sedang barang sembahan yang terdiri dari benda itu tidaklah terkenal kalau bukan aku yang mengenalkan. Tidaklah bertuah apa-apa kalau tidak aku yang menuahkan. Tidaklah berharga kalau tidak aku yang menghargainya."Jika Tuhan Maha Pengasih hendak memudharatkan daku." Hendak menimpakan suatu bahaya ke atas diriku, “Maka tidaklah berguna untukku syafaat mereka sedikit jua pun."
Misalnya berhala-berhala atau tuhan-tuhan buatan itu aku letakkan di tengah rumah kediamanku untuk aku sembah dan aku puja. Tiba-tiba pada suatu malam rumahku terbakar. Maka tidaklah aku akan selamat, dan sekali-kali tidaklah berhala itu dapat menyelamatkan daku kalau aku terkurung dalam rumah terbakar itu dan tidak segera lari keluar. Dan apabila aku segera lari keluar, lupa membawa lari berhala itu, dia akan turut hangus dimakan api dan akulah yang selamat. Barulah dia selamat kalau lekas aku bawa dia ke luar.
“Dan tidaklah mereka akan dapat menyelamatkan daku."
Misal rumah terbakar dan berhala turut terbakar karena tidak ada yang lekas me-larikannya keluar, sehingga pagi-pagi didapati berhala pun telah turut jadi tumpukan abu dan bara ini, adalah perumpamaan yang tepat tentang tidak dapatnya selain Allah memberikan syafaat.
Ayat 24
“Sesungguhnya jadilah aku—kalau demikian —dalam kesesatan yang nyata."
Yaitu kalau kiranya aku menyembah tuhan-tuhan yang lain, padahal sudah nyata bahwa apa yang dianggap jadi tuhan-tuhan itu tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat, niscaya termasuk orang yang sesatlah aku, atau termasuk orang yang bodohlah aku jika perbuatan seperti demikian masih tetap aku kerjakan.
Ayat 25
“Sesungguhnya aku telah percaya kepada Tuhan kamu itu."
Yaitu Allah Yang Maha Esa, Yang Tunggal, yang tiada bersekutu yang lain dengan Dia, dan itulah Tuhan kamu yang sebenarnya. Sedang berhala-berhala atau yang lain yang kamu katakan tuhan berbagai macam itu adalah tuhan bikinan belaka, tuhan acak-acakan.
“Maka dengarkanlah akan daku."
Turutilah nasihatku. Nasihatku inilah yang benar, yang akan membawa selamat bagimu jika kamu turuti.
Ayat 26
Setelah orang yang datang dari ujung negeri itu memberikan nasihat yang demikian kepada kaumnya, maka menurut tafsir yang ditampaikan oleh Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Mas'ud (moga-moga ridha Allah ke atasnya), bahwa setelah orang yang datang dari ujung negeri itu selesai menyampaikan nasihat dan seruannya kepada kaumnya, orang sekampung halamannya, tidaklah nasihat itu diterima baik, bahkan orang-orang itu sangat naik darah dan murka kepadanya, sampai mereka tidak dapat mengendalikan diri. Dia dikerumuni bersama-sama lalu dipukuli sampai terjatuh. Dan setelah dia terjatuh lalu diinjak-injak sampai keluar isi perutnya lantaran diinjak, lalu mati. Maka datanglah firman Allah ﷻ kepada ahli dakwah yang jujur itu setelah dia mencapai syahidnya dan masuk ke alam barzakh."Masuklah kamu ke dalam surga! “ Karena memang demikianlah janji yang telah ditentukan Allah ﷻ untuk orang-orang yang menjadi kurban dari sebab menyampaikan dakwah kepada jalan Allah ﷻ
Maka setelah dia melihat pahala dan balas jasa yang telah disediakan Allah ﷻ untuk dirinya, mengeluhlah dia, “Ah sayang!Alangkah baiknya jika kaumku mengetahui."
Di dalam ayat ini bertemu ucapan si pendakwah itu di pangkal katanya, “Ya laita! “ Menurut aturan tata bahasa Arab kalimat laita ialah kalimat mengharap suatu hal yang tidak mungkin lagi kejadian. Seumpama orang yang telah mati mengharapkan agar dihidupkan kembali, atau seseorang yang menyesal hidup lalu mengharap agar dia dikembalikan saja ke dalam perut ibunya, dan sebagainya. Di sini ketika menafsirkan dan menguraikannya kita tambah di pangkal dengan kata-kata, “Ah sayang! “ supaya dapat mendekati maksud laita itu agak sedikit.
Ayat selanjutnya, yaitu ayat 27 adalah sambungan senapas dari ayat 26, yaitu si pendakwah, yang kata setengah ahli tafsir namanya Habib itu menyesal, mengapalah kaumnya tidak mengetahui hal yang telah dihadapinya setelah dia merasakan maut. Telah lepas sakit hati kaumnya, karena dia telah mati karena perutnya mereka injak-injak. Padahal sakit mati karena diinjak itu hanya sebentar waktu saja dirasainya, mungkin sekira lima atau paling banyak sepuluh menit. Setelah ruhnya pindah ke alam barzakh, kedatangannya telah disambut oleh suara, yaitu suara malaikat atau perintah Allah ﷻ mempersilakannya masuk ke dalam surga. Itulah yang dikeluhkan oleh si pendakwah. Sayang kaumnya tidak mengetahui apa yang dia rasakan sekarang.
Ayat 27
“Dengan ampunan yang telah dikaruniakan Tuhanku kepadaku."
Sehingga kalaupun ada kesalahan, kealpaan, dan kelalaian sebagai manusia pada waktu hidupku di dunia, semuanya telah diampuni Allah ﷻ Semuanya dipandang soal kecil saja oleh Allah SWT, karena telah dibandingkan dengan usahaku yang lebih besar, yaitu menyadarkan kaumku akan kebenaran, supaya iman kepada seruan yang dibawa oleh rasul-rasul Allah ﷻ
“Dan Dia telah menjadikan daku termasuk orang-orang yang dimuliakan."
Ayat ini adalah penambah keyakinan dan penebalan iman bagi tiap orang yang berjuang menyerukan kebenaran, melakukan seruan dan dakwah kepada jalan Allah ﷻ Biarpun dia dianiaya sampai mati, namun matinya adalah syahid. Kesakitan maut hanya sebentar saja dirasakan, entah dua tiga menit saja, yang selebihnya adalah nikmat dan rahmat Ilahi. Pintu surga dibukakan dan berbagai sambutan kehormatan diberikan dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang dimuliakan.
Kalau kendur keyakinan kita tentang ini, lemahlah perjuangan kita. Sebab telah lemah iman kita.
Adapun tentang kaumnya yang telah membunuh ahli dakwah yang jujur itu, keadaan mereka sepeninggal dia telah dijelaskan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang selanjutnya.
Ayat 28
“Dan tidaklah Kami menurunkan ke atas kaumnya itu, sesudah dia, “
yaitu sesudah si pendakwah itu meninggal sebagai seorang syahid— “Suatu pasukan pun dari langit." Tegasnya, sesudah penganjur yang jujur itu meninggal dunia, Allah ﷻ mulailah dengan berangsur menurunkan adzab siksanya kepada kaumnya yang menolak kebenaran itu. Tetapi tidaklah dengan menurunkan suatu pasukan besar dari langit buat menghancurkan mereka.
“Dan tidaklah Kami menurunkan."
Tidak ada tentara malaikat yang dikirimkan dari langit dan tidak pula Allah ﷻ menurunkan yang lain.
Ayat 29
“Tidak ada. Selain pekikan sekali saja."
Begitu gagah perkasa mereka selama ini menantang Allah SWT, akhirnya dengan tidak perlu Allah mengirimkan tentara besar dari langit atau menurunkan adzab yang lain yang hebat-hebat Cukup dengan pekik sekali saja. Yaitu teriakan keras yang sangat menyeramkan dan menakutkan, entah dari sebab gunung merapi yang meletus sekali saja, lalu mereka ditimpa lahar, atau bunyi gelora air bah dan banjir besar, sehingga mereka binasa tenggelam.
“Maka tiba-tiba padamlah nyawa mereka semua."
Khaamiduun yang di ujung ayat berarti orang yang tidak bisa bernapas lagi, misalnya karena tertimbun tanah, atau terbenam dalam air, atau karena terkurung dalam satu lubang, udara tidak masuk sehingga mati sendiri.
Boleh jadi negeri ini ialah negeri Pompey di Italia, yang terletak di kaki Gunung Vesuvius. Gunung itu meletus pada tahun 79 setelah Nabi Isa lahir. Ahli-ahli pencatat sejarah menerangkan betapa hebatnya bunyi gunung itu ketika meletus, sehingga ketika mendengar bunyinya saja telah banyak orang yang padam nyawanya, terbongkar tali jantungnya karena tidak tahan mendengarkan letusan itu. Letusan yang amat dahsyat itu telah menyemburkan lahar hitam yang panas, sehingga gelaplah langit dan tertimbunilah oleh debu letusan itu kota-kota Pompey, Herculanum, dan Stabiae. Mulai dari tahun 1748 barulah dimulai orang menggali kembali timbunan kota-kota itu. Masih didapati manusia yang tertimbun debu itu. Masih sedang berjalan di pasar, masih bergurau dengan teman, masih minum-minum di kedai, masih bercinta-cintaan laki-laki dan perempuan. Benar-benar mereka tidak siap lebih dahulu buat lari, karena tiba-tiba telah tertimbun debu.
Sekarang tembok-tembok kota Pompey itu masih dipelihara dan dijadikan objek turis. Maka kelihatanlah ukuran di dinding yang telah kuno itu perikehidupan orang di zaman itu, yang benar-benar telah lupa kepada nilai-nilai yang patut dipegang. Sampai digambarkan bagaimana caranya bersetubuh yang paling asik.
Masuklah di akal kita, jika datang dua utusan Allah ﷻ ke sana tidak dipedulikan orang, sehingga sampai diperkuat seorang lagi. Kemudian datang seorang yang tidak tertarik oleh kehidupan gila-gilaan. Dia datang dari ujung negeri. Datang dari ujung negeri mengisyaratkan bahwa orang ini tidak mau campur dalam hidup mewah yang gila-gilaan itu. Setelah dia mendengar ada rasul-rasul Allah ﷻ datang, dia keluar dari tempat persembunyiannya yang jauh, lalu diajaknya kaumnya agar menerima kedatangan ketiga rasul itu dan percaya kepadanya. Tetapi dia dibunuh orang. Sehingga samalah nasibnya dengan seorang mubaligh yang pergi melakukan dakwah ke tempat orang berbuat segala maksiat sejak dari judi, minum arak, berzina, menipu, dan berkelahi. Di sana dia mengajak orang kembali ke jalan yang benar. Orang bosan mendengarkan, lalu dibunuh orang.
Ini adalah kemungkinan saja. Sebab pada kitab-kitab tafsir yang terdahulu sejak dari Thabari, sampai ar-Razi, al-Kasysyaf dari Zamakhsyari, Ibnu Katsir dan al-Qurthubi tidaklah ada yang membayangkan tentang kemungkinan negeri Pompey itu. Apatah lagi dia terletak di tanah Italia, dan baru digali orang pada tahun 1748, Wallahu A'lam bishshawab.