Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱتَّبِعُواْ
ikutilah
مَن
orang
لَّا
tidak
يَسۡـَٔلُكُمۡ
ia minta kepadamu
أَجۡرٗا
upah
وَهُم
dan mereka
مُّهۡتَدُونَ
orang-orang yang mendapat petunjuk
ٱتَّبِعُواْ
ikutilah
مَن
orang
لَّا
tidak
يَسۡـَٔلُكُمۡ
ia minta kepadamu
أَجۡرٗا
upah
وَهُم
dan mereka
مُّهۡتَدُونَ
orang-orang yang mendapat petunjuk
Terjemahan
Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan (dalam berdakwah) kepadamu. Mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Tafsir
(Ikutilah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal yang sama pada ayat sebelumnya (orang yang tiada minta balasan kepada kalian) atas misi risalah yang disampaikannya itu (dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk) lalu dikatakan kepadanya, "Kamu seagama dengan mereka.".
Tafsir Surat Yasin: 20-21
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata, "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Ibnu Ishaq dalam riwayatnya yang bersumber dari Ibnu Abbas, Ka'bul Ahbar, dan Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan bahwa sesungguhnya penduduk negeri tersebut hampir saja membunuh utusan-utuan mereka, tetapi telanjur datang seorang laki-laki dari pinggiran kota yang datang berlari dengan cepat untuk menolong rasul-rasul itu dari ancaman kaumnya.
Menurut mereka bertiga, lelaki tersebut bernama Habib, seorang tukang tenun dan sakit-sakitan. Sakit yang dideritanya adalah lepra. Dia seorang yang banyak bersedekah, separo dari hasil kerjanya selalu ia sedekahkan, dan dia adalah seorang yang berpikiran lurus. Ibnu Ishaq telah mengatakan dari seorang lelaki yang senama dengannya, dari Al-Hakam, dari Miqsam atau dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa nama lelaki yang disebutkan di dalam surat Yasin adalah Habib, dia menderita penyakit lepra yang cukup parah.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Asim Al-Ahwal,dari Abu Mujlaz, bahwa nama lelaki itu adalah Habib ibnu Murri. Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa nama lelaki yang disebutkan di dalam surat Yasin adalah Habibun Najjar, lalu lelaki itu dibunuh oleh kaumnya. As-Saddi mengatakan, lelaki itu adalah seorang tukang celup kain. Umar ibnul Hakam mengatakan bahwa Habib adalah seorang uskup. Qatadah mengatakan, ia seorang ahli ibadah, yang menghabiskan usianya untuk beribadah di salah satu gua yang ada di pinggiran negeri tersebut.
Ia berkata, "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu". (Yasin: 20) Dia menganjurkan kepada kaumnya agar mengikuti para rasul tersebut yang datang kepada mereka memberi peringatan. ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu. (Yasin: 21) Yakni upah sebagai imbalan dari penyampaian risalahnya kepada mereka. dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Yasin: 21) Mereka mendapat petunjuk dari Allah ﷻ, karenanya mereka menyeru kalian untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Akhir juz 22 Rev. 04.06.2013"
20-21. Berita kedatangan ketiga utusan tersebut menyebar ke pelosok negeri. Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki yang telah beriman kepada risalah Nabi Isa, konon bernama 'ab'b bin M's' an-Najj'r, dengan bergegas. Dia berkata untuk menasihati penduduk negeri itu, 'Wahai kaumku! Percaya dan ikutilah utusan-utusan itu karena mereka benar-benar utusan Allah. Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan apa pun kepadamu atas dakwah mereka itu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah. Ayat ini menegaskan pentingnya ketulusan dalam menjalankan setiap aktivitas dan tidak mengharapkan apalagi meminta imbalan materi. 22. Dan Mengapa kamu enggan menyembah Allah ' tidak ada alasan bagiku dan bagimu untuk tidak menyembah Allah yang telah menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan untuk mene-rima balasan atas segala amal perbuatan yang dilakukan sewaktu di dunia.
Laki-laki itu menjelaskan bahwa ketiga utusan yang mendakwahkan kebenaran itu tidak mengharapkan balas jasa sama sekali atas jerih payahnya menyampaikan risalah itu. Mereka memperoleh petunjuk dari Allah bahwa yang seharusnya disembah itu adalah Allah Yang Maha Esa, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Laki-laki yang bernama habib an-Najjar itu datang dari jauh untuk menjelaskan kepada penduduk Antakia bahwa ia memberikan pelajaran dan pengajaran kepada mereka, setelah ia meyakini apa yang disampaikannya merupakan sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri dan mereka. Mengapa ia tidak menyembah Allah Yang Maha Esa yang telah menciptakannya, dan kepada-Nya akan kembali semua yang hidup ini? Di sanalah mereka akan menerima segala ganjaran perbuatan mereka. Orang yang berbuat baik pasti menikmati hasil kebaikannya, sedangkan yang berbuat jahat, sudah barang tentu tidak sanggup melepaskan diri dari azab sebagai balasannya. Penegasan di atas adalah sebagai jawaban dari pertanyaan kaumnya yang tidak mau beriman.
Menurut habib, tidak pantas ia mencari tuhan yang lain selain daripada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang mereka puja adalah tuhan yang tidak sanggup memberi manfaat atau menolak mudarat, tidak mendengar dan melihat, serta tidak bisa memberi pertolongan (syafaat). Tuhan-tuhan itu sudah barang tentu tidak dapat menghindarkan mereka dari azab Allah, walaupun mereka telah menyembahnya. Oleh karena itu, bila ia turut serta menyembah apa yang mereka sembah selain dari Tuhan Yang Maha Esa, sungguh ia telah menempuh jalan yang sesat. Kalau ia menyembah patung yang terbuat dari batu atau makhluk-makhluk lainnya, yang sama sekali tidak mungkin mendatangkan manfaat atau menolak mudarat, bukankah itu berarti ia sudah berada dalam kesesatan?
Laki-laki yang datang dari jauh itu mengakhiri nasihatnya dengan menegaskan di hadapan kaumnya kepada ketiga utusan itu tentang pendiriannya yang sejati. Ia berkata, "Dengarlah wahai utusan-utusan Nabi Isa, aku beriman kepada Tuhanmu yang telah mengutus kamu. Oleh karena itu, saksikanlah dan dengarkanlah apa yang aku ucapkan ini".
Menurut riwayat, setelah habib mengumandangkan pendiriannya, kaum kafir itu lalu melemparinya dengan batu. Sekujur tubuhnya mengeluarkan darah. Akhirnya habib meninggal dalam keadaan syahid menegakkan kebenaran. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa kedua kakinya ditarik ke arah yang berlawanan sampai sobek sehingga dari arah duburnya memancar darah segar. Ia gugur dalam melaksanakan tugasnya. Sebelum menemui ajalnya, pahlawan tersebut masih sempat berdoa kepada Allah, "Ya Allah tunjukilah kaumku, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui."
Pada saat hari Kebangkitan tiba, Allah memerintahkan kepada habib, "Masuklah engkau ke dalam surga sebagai balasan atas apa yang telah engkau kerjakan selama di dunia." Setelah ia masuk dan merasakan betapa indah dan nikmatnya balasan Allah bagi orang yang beriman dan sabar dalam melaksanakan tugas dakwah, ia pun berkata, "Kiranya kaumku dahulu mengetahui bahwa aku memperoleh ampunan dan kemuliaan dari Allah." Magfirah dan kemuliaan yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian manusia yang beriman.
Sesungguhnya ayat di atas memakai kata "tamanni" (mengharapkan sesuatu yang tak mungkin dicapai) untuk mendorong kaum Antakia dan orang-orang mukmin pada umumnya agar berusaha sebanyak mungkin memperoleh ganjaran seperti itu, tobat dari segala kekufuran, dan masuk ke dalam kelompok orang yang merasakan indahnya beriman kepada Allah, menaati jalan para wali Allah, dengan cara menahan marah dan melimpahkan kasih sayang kepada orang yang memusuhinya.
Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa habib menasihati kaumnya ketika ia masih hidup dengan ucapan, "Ikutilah risalah yang dibawa oleh para utusan itu." Kemudian setelah meninggal dunia akibat siksaan mereka, ia juga masih mengharapkan, "Kiranya kaumku mengetahui bahwa Allah telah mengampuniku dan menjadikanku termasuk orang-orang yang dimuliakan." Setelah habib dibunuh, Allah menurunkan siksaan-Nya kepada mereka. Jibril diperintahkan mendatangi kaum yang durhaka itu. Dengan satu kali teriakan saja, bagaikan halilintar kerasnya, mereka tiba-tiba mati semuanya. Itulah suatu balasan yang setimpal dengan kesalahan karena mendustakan utusan-utusan Allah, membunuh para wali-Nya, dan mengingkari risalah Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TIGA ORANG UTUSAN ALLAH
Lalu Rasulullah ﷺ disuruhkan oleh Allah ﷻ mengemukakan suatu perumpamaan tentang tiga orang rasul yang diutus Allah kepada suatu negeri. Gunanya ialah akan menjadi perumpamaan dan perbandingan dengan sikap mereka sendiri, kaum musyrikin Quraisy itu, sebab mereka pun didatangi pula oleh utusan Allah SWT, yaitu Nabi Muhammad ﷺ sendiri.
Ayat 13
“Dan buatlah untuk mereka suatu perumpamaan."
Perumpamaan ini ialah untuk jadi perbandingan. Meskipun sejarah tidak berulang, namun perangai manusia yang hendak ingkar menolak kebenaran itu sama saja di segala masa. Maka akibatnya kelak pun akan sama pula.
“Penduduk suatu negeri tatkala datang kepada mereka utusan-utusan."
Ada ahli tafsir mengatakan, bahwa negeri itu ialah Inthakiyah (Antiochie), zaman sekarang dalam wilayah negeri Turki, tetapi setelah perang dunia pertama termasuk wilayah Syria. Terjadi di zaman pemerintahan seorang raja bernama Anticus bin Anticus bin Anticus, pemeluk agama menyembah berhala. Nama rasul yang diutus itu ialah Shaiq dan Shaduq dan pembantu yang didatangkan kemudian itu bernama Syalom.
Tetapi ada pula riwayat lain mengatakan, bahwa Rasul itu ialah Syam'un dan Yohana dan pembantu yang dikirim kemudian itu bernama Paulus. Di dalam bahasa Arab disebut Syam'un, Juhana, dan Baulusb. Tetapi cerita ini berdekatan dengan kisah-kisah Kristen, mirip dengan sebuah di antara kitab Perjanjian Baru yang bernama Kisah Segala Rasul.
Kedua cerita ini tidak ada yang dapat kita kuatkan, terutama cerita kedua. Karena kalau kita lihat di dalam kitab Perjanjian Baru itu ternyata bahwa apa yang diajarkan oleh Paulus sudah jauh berbeda dengan ajaran Nabi Isa al-Masih sendiri. Dan di dalam ayat ini disebutkan, bahwa mereka adalah Rasul dari Allah bukan Rasul dari Yesus Kristus (Isa al-Masih) sebagaimana yang dikuatkan oleh penganut agama Nasrani.
Oleh sebab itu, kita berpegang saja kepada apa yang disebutkan di dalam Al-Qur'an tentang Allah ﷻ mengutus rasul-rasul ke sebuah negeri.
Ayat 14
“Seketika Kami utus kepada mereka dua orang, lalu mereka dustakan yang berdua itu."
Mereka tolak dan tidak mereka percayai seruan mereka. "Lalu Kami perkuat dengan yang ketiga." Diperkuat yang kedua itu dengan ditambah seorang lagi, sehingga jadi bertiga.
“Lalu berkatalah mereka, “Kami ini adalah orang-orang yang diutus kepada kamu."
Bahwa Tuhan kamu ialah Allah, yang berdiri sendiri, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, sebagaimana yang diajarkan oleh sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul sejak dunia kedatangan nabi dan rasul.
Ayat 15
“Mereka jawab, “Kamu ini tidak lain hanyalah manusia seperti kami."
Kami tidak mempercayai bahwa kalian ini rasul. Karena kalian hanya manusia seperti kami saja, tidak ada kelebihan kalian dari kami."Tuhan Yang Maha Pengasih tidaklah menurunkan apa-apa." Kami tidak percaya bahwa kalian ini mendapat wahyu. Mereka mungkiri dan mereka pandang hina, tidak mendapat, atau bukan semacam mereka itu yang pantas mendapat wahyu.
“Tidak lain kamu ini hanyalah bercakap bohong."
Kamu mendakwakan diri sebagai Rasulullah, berdua ditambah lagi satu. Kami tidak percaya. Kami anggap kamu ini semuanya hanyalah orang-orang yang bercakap bohong, karena tidak mungkin Allah Yang Maha Pengasih memilih kalian jadi rasul, diutus kepada kami, padahal kalian hanya manusia sebagaimana kami juga.
Dengan penuh kepercayaan kepada diri sendiri dan kebenaran bahwa mereka memang Rasulullah, mereka berkata,
Ayat 16
“Tuhan kami lebih tahu bahwa kami ini benar-benar diutus kepada kamu."
Meskipun kalian mungkiri, namun Allah Yang Mahakuasa itu lebih tahu bahwa kami memang Dia yang mengutus.
Ayat 17
“Tidak ada kewajiban kami, kecuali menyampaikan."
Allah ﷻ tahu, itulah yang lebih penting. Kalian menerima atau menolak, kami tidak peduli. Kewajiban kami ialah menyampaikan perintah Allah ﷻ itu kepada kalian. Setelah perintah itu kami sampaikan, sikap apa pun yang akan kalian ambil, bukanlah lagi urusan dengan kami, melainkan dengan Allah ﷻ
Ayat 18
“Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami menganggap kemalangan nasib kami adalah lantaran kamu.' “
Lantaran kamu, kami jadi kacau. Lantaran kamu hai orang-orang yang mengaku dirinya jadi Rasulullah — kebiasaan yang telah kami terima dari nenek moyang kami, sekarang telah diganggu. Sebab itu maka kalianlah yang jadi biang keladi dari kekacauan kami. Lalu mereka mengancam kepada rasul-rasul itu, “,Sungguh jika tidak kamu hentikan ini, akan kami rajam kamu “ Akan kami lempari dengan batu sampai mati.
“Dan pastilah kamu akan mendapat siksaan pedih dari kami."
Dengan segala kesombongannya mereka telah mengancam utusan-utusan Allah SWT, akan dirajam, ditimpuki batu, akan dianiaya sampai mati.
Ayat 19
“Mereka berkata, “ — yaitu utusan-utusan Allah yang bertiga itu “Kemalangan kamu adalah bersama kamu sendiri."
Dalam penyembahan kepada berhala itulah kamu menjadi malang, sebab pikiran kalian tertutup kepada kebenaran, menjadi gelap gulita karena jahil, mengerjakan perbuatan yang hanya turut-turutan, tidak berpikir. Bahkan ancaman-ancaman kamu yang tidak semena-mena itulah yang menunjukkan dangkalnya jiwa kalian dan yang akan mencelakakan bagi diri kalian sendiri."Adakah karena jika kamu diberi peringatan, “ kamu membalas memaki dan menghina dan mengancam kami. Tidak kamu terima dan tidak kamu pertimbangkan dengan pikiran tenang.
“Bahkan kamu adalah kaum yang melampaui “
Artinya bahwa sambutan kalian terhadap kami sudah melebihi dari yang patut. Tidak lagi menurut kesopanan.
Ayat 20
“Dan datanglah dari ujung negeri itu seorang laki-laki bergegas."
Dalam ayat-ayat yang lalu telah jelas, bahwa dialog atau pertukaran pikiran di antara ketiga rasul itu dengan kaum yang mereka datangi telah memuncak. Sudah sampai kaum itu mengatakan, bahwa kemalangan yang menimpa diri mereka ialah tersebab kedatangan ketiga orang itu. Kalau mereka bertiga tidak datang, mereka aman tenteram. Sekarang sejak ketiga rasul itu membawa-bawa soal baru yang belum pernah didengar, masyarakat mereka telah kacau. Rasul-rasul menjawab bahwa kemalangan atau kekacauan bukan mereka bertiga yang membawa, melainkan telah sedia dalam sebab-sebabnya dalam masyarakat kaum itu sendiri, karena kebodohan mereka. Serupa dengan keadaan orang sakit merana menolak obat yang akan diminumkan, karena mereka rasakan obat itu terlalu pahit.
Sampai ketiga rasul itu mengatakan bahwa kaum itulah yang telah bersikap melampaui. Ibarat orang bermain, mereka tidak sportif lagi. Mereka telah bermain curang.
Karena pertengkaran telah memuncak, sudah ada niat dari kaum itu hendak mem-bunuh ketiga rasul. Telah mereka ancam akan dirajam, yaitu akan dilempari dengan batu. Dalam keadaan yang demikianlah datang seseorang dari ujung jauh negeri itu berjalan tergesa-gesa, terburu-buru. Karena dilihatnya kaum itu sudah berniat hendak membunuh ketiga utusan itu.
“Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Ikutilah olehmu orang-orang yang diutus.' “
Dengan seruan orang ini, agar kaumnya mengikuti seruan ketiga rasul itu ternyatalah bahwa dia sendiri mengakui bahwa orang bertiga itu memang rasul.
Disampaikannya seruan itu dengan mengemukakan alasan yang kuat,
Ayat 21
“Ikutilah olehmu orang-orang yang tidak meminta upah kepada kamu."
Ini adalah alasan utama bagi si penyeru yang datang tergesa-gesa itu untuk mem-buktikan kebenaran dan kejujuran ketiga rasul itu. Yaitu dia melakukan dakwah dan seruan, tidaklah meminta upah.
“Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
Mereka mendapat petunjuk dari Allah ﷻ Buktinya ialah karena seruan yang dibawanya itu terang dan jelas, tidak berbelit-belit. Menyeru umat kepada penyembahan Allah Yang Esa tidak bersekutu dengan yang lain.
Dia menarik perhatian kaumnya, karena ketiga rasul ini tidak meminta upah, tidak meminta persen atas seruan yang mereka bawa. Ini pun patut jadi perhatian kita. Karena bukan di zaman sekarang saja, di zaman dahulu pun tidak kurang kejadian ada penipu-penipu dan pembohong masuk ke suatu negeri. Katanya membawa ajaran yang baru untuk keselamatan penduduk negeri itu. Tetapi penduduk itu hendaklah membayar sekian dan sekian. Kemudian setelah mereka pergi baru ternyata bahwa mereka adalah penipu. Maka orang yang datang dengan tergesa dari ujung negeri ini memberi ingat kaumnya bahwa rasul yang bertiga ini tidaklah begitu halnya. Sebab itu patutlah dia ditaati dan ajakannya diterima.
Tentang maksud penduduk negeri itu hendak membunuh ketiga rasul itu, lalu lekas dengan tergesa-gesa pemberi ingat itu datang dari ujung negeri memang diterangkan oleh Ibnu Abbas dalam tafsirnya. Tentang siapa nama orang yang datang tergesa-gesa itu, ada pula disebutkan panjang lebar oleh ahli tafsir yang lain.
Wahab bin Munabbih dan Ka'bul Ahbar menerangkan bahwa nama orang itu Habib. Pekerjaannya ialah menenun sutra, tetapi dia ditimpa penyakit yang berbahaya, yang kian lama kian mendalam penyakit itu. Yaitu penyakit canggu (kusta). Dia suka bersedekah, suka berderma kepada fakir miskin. Sayangnya dia ditimpa sakit yang menakutkan itu.
Riwayat dari Ikrimah mengatakan, bahwa namanya memang si Habib, tetapi bukanlah dia tukang sutra, melainkan tukang kayu (on-Najjaar). As-Suddi mengatakan, bahwa tubuh orang itu pendek. Qatadah mengatakan, bahwa dia adalah seorang ‘Abici atau Begawan yang mengerjakan ibadah dan tafakurnya dalam sebuah gua.
Kita salinkan cerita yang tidak perlu ini bukan karena pentingnya. Karena Al-Qur'an sendiri tidaklah menyebut nama orang itu. Cukup dengan menyebutnya Rajulun, yang berarti seorang laki-laki. Kita salinkan hanya sekadar untuk membuktikan, bahwa ke-banyakan ahli tafsir mementingkan hal yang tidak penting, sehingga kadang-kadang ter-perosok kepada cerita dongeng Israilliyatyang tidak ada faedahnya.