Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
طَٰٓئِرُكُم
kesialan/kecelakaan kamu
مَّعَكُمۡ
bersamamu/karena kamu
أَئِن
apakah jika
ذُكِّرۡتُمۚ
kamu diberi peringatan
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَنتُمۡ
kamu
قَوۡمٞ
kaum
مُّسۡرِفُونَ
orang-orang yang melampaui batas
قَالُواْ
mereka berkata
طَٰٓئِرُكُم
kesialan/kecelakaan kamu
مَّعَكُمۡ
bersamamu/karena kamu
أَئِن
apakah jika
ذُكِّرۡتُمۚ
kamu diberi peringatan
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَنتُمۡ
kamu
قَوۡمٞ
kaum
مُّسۡرِفُونَ
orang-orang yang melampaui batas
Terjemahan
Mereka (para rasul) berkata, “Kemalangan kamu itu (akibat perbuatan) kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan, (lalu kamu menjadi malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”
Tafsir
(Utusan-utusan itu berkata, "Kemalangan kalian) yakni kesialan kalian itu (adalah karena kalian sendiri") disebabkan ulah kalian sendiri karena kafir. (Apakah jika) Hamzah Istifham digabungkan dengan In Syarthiyah, keduanya dapat dibaca Tahqiq, dan dapat pula dibaca Tas-hil (kalian diberi peringatan) yakni diberi nasihat dan peringatan; jawab Syarath tidak disebutkan. Lengkapnya ialah apakah jika kalian diberi peringatan lalu kalian bernasib sial karenanya lalu kalian kafir? Pengertian terakhir inilah objek daripada Istifham atau kata tanya. Makna yang dimaksud adalah sebagai cemoohan terhadap mereka. (Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas) karena kemusyrikan kalian.
Tafsir Surat Yasin: 18-19
Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami. Utusan-utasan itu berkata, "Kemalangan kamu itu adalah karena ulah kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. Maka pada saat itu juga penduduk negeri itu berkata kepada para utusan tersebut, yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. (Yasin: 18) Maksudnya, kami tidak melihat pada roman muka kalian adanya kebaikan bagi kehidupan kami, yakni kalian adalah pembawa kesialan bagi kami.
Qatadah mengatakan bahwa mereka berkata, "Jika kami tertimpa keburukan, maka sesungguhnya hal itu karena adanya kalian." Mujahid mengatakan bahwa mereka mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang semisal kalian masuk ke sebuah negeri, melainkan penduduk negeri itu mendapat hukuman." sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu. (Yasin: 18) Qatadah mengatakan bahwa rajam ialah melempari si terhukum dengan batu, sedangkan menurut Mujahid makna yang dimaksud ialah merajam melalui kata-kata, yakni caci maki.
dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami. (Yasin: 18) Yaitu hukuman yang keras. Maka para utusan mereka berkata kepada mereka, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Kemalangan kamu itu adalah karena ulah kamu sendiri. (Yasin: 19) Yakni kesialan itu karena tingkah laku kalian sendiri. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal kaum Fir'aun: Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami.
Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah. (Al-A'raf: 131) Dan kaum Nabi Saleh berkata: Mereka menjawab, "Kami mendapat nasib yang malang disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu. Saleh berkata, "Nasibmu ada pada sisi Allah (bukan kami yang menjadi sebab). (An-Naml: 47) Qatadah dan Wahb ibnu Munabbih mengatakan, yang dimaksud dengan ta'ir di sini adalah amal perbuatan, yakni amal perbuatan kalian.
Disebutkan pula di dalam firman-Nya hal yang semisal, yaitu: Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah. Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78) Adapun firman Allah ﷻ: Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. (Yasin: 19) Yakni karena kami memberikan peringatan kepada kalian dan memerintahkan kepada kalian agar mengesakan Allah dan memurnikan penyembahan hanya kepada-Nya, lalu kalian membalas kami dengan ucapan seperti itu, dan kalian mengancam dan menindas kami karenanya.
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. (Yasin: 19) Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya kami peringatkan kalian tentang azab Allah, lalu kalian menimpakan kesialan kalian kepada kami, sebenarnya kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.""
Mereka, yakni ketiga utusan itu, berkata, 'Kemalangan kamu itu adalah karena perbuatan buruk kamu sendiri. Kamu bernasib buruk akibat keengganan kamu menerima ajakan kami. Apakah karena kamu diberi peringatan, lalu kamu menuduh kami sebagai penyebab kemalangan itu' Tuduhan kamu sama sekali tidak benar! Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas dalam kedurhakaan sehingga mengakibatkan penderitaan yang kamu sebut sebagai nasib sial. '20-21. Berita kedatangan ketiga utusan tersebut menyebar ke pelosok negeri. Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki yang telah beriman kepada risalah Nabi Isa, konon bernama 'ab'b bin M's' an-Najj'r, dengan bergegas. Dia berkata untuk menasihati penduduk negeri itu, 'Wahai kaumku! Percaya dan ikutilah utusan-utusan itu karena mereka benar-benar utusan Allah. Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan apa pun kepadamu atas dakwah mereka itu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah. Ayat ini menegaskan pentingnya ketulusan dalam menjalankan setiap aktivitas dan tidak mengharapkan apalagi meminta imbalan materi.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa penduduk Antakia tidak bisa lagi mematahkan alasan-alasan para rasul itu. Oleh karena itu, mereka mengancam dengan mengatakan bahwa kalau kesengsaraan menimpa mereka kelak, maka hal ini disebabkan perbuatan ketiga orang tersebut. Dengan demikian, kalau para rasul itu tidak mau menghentikan dakwah yang sia-sia ini, terpaksa mereka merajamnya dengan batu atau menjatuhkan siksaan yang amat pedih. Ketiga utusan itu menangkis perkataan mereka dengan mengatakan bahwa seandainya penduduk Antakia kelak terpaksa mengalami siksaan, itu adalah akibat perbuatan mereka sendiri. Bukankah mereka yang mempersekutukan Allah, mengerjakan perbuatan maksiat, dan melakukan kesalahan-kesalahan? Sedangkan ketiga utusan itu hanya sekadar mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah, mengikhlaskan diri dalam beribadah, dan tobat dari segala kesalahan. Apakah karena para rasul itu memperingatkan mereka dengan azab Allah yang sangat pedih dan mengajak mereka mengesakan Allah, lalu mereka menyiksa para rasul itu? Itukah balasan yang pantas bagi para rasul itu? Hal itu menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang melampaui batas dengan cara berpikir dan menetapkan putusan untuk menyiksa dan merajam para rasul. Mereka menganggap buruk orang-orang yang semestinya menjadi tempat mereka meminta petunjuk. Ayat yang mirip pengertiannya dengan ayat ini adalah:
Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. (al-A'raf/7: 131).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TIGA ORANG UTUSAN ALLAH
Lalu Rasulullah ﷺ disuruhkan oleh Allah ﷻ mengemukakan suatu perumpamaan tentang tiga orang rasul yang diutus Allah kepada suatu negeri. Gunanya ialah akan menjadi perumpamaan dan perbandingan dengan sikap mereka sendiri, kaum musyrikin Quraisy itu, sebab mereka pun didatangi pula oleh utusan Allah SWT, yaitu Nabi Muhammad ﷺ sendiri.
Ayat 13
“Dan buatlah untuk mereka suatu perumpamaan."
Perumpamaan ini ialah untuk jadi perbandingan. Meskipun sejarah tidak berulang, namun perangai manusia yang hendak ingkar menolak kebenaran itu sama saja di segala masa. Maka akibatnya kelak pun akan sama pula.
“Penduduk suatu negeri tatkala datang kepada mereka utusan-utusan."
Ada ahli tafsir mengatakan, bahwa negeri itu ialah Inthakiyah (Antiochie), zaman sekarang dalam wilayah negeri Turki, tetapi setelah perang dunia pertama termasuk wilayah Syria. Terjadi di zaman pemerintahan seorang raja bernama Anticus bin Anticus bin Anticus, pemeluk agama menyembah berhala. Nama rasul yang diutus itu ialah Shaiq dan Shaduq dan pembantu yang didatangkan kemudian itu bernama Syalom.
Tetapi ada pula riwayat lain mengatakan, bahwa Rasul itu ialah Syam'un dan Yohana dan pembantu yang dikirim kemudian itu bernama Paulus. Di dalam bahasa Arab disebut Syam'un, Juhana, dan Baulusb. Tetapi cerita ini berdekatan dengan kisah-kisah Kristen, mirip dengan sebuah di antara kitab Perjanjian Baru yang bernama Kisah Segala Rasul.
Kedua cerita ini tidak ada yang dapat kita kuatkan, terutama cerita kedua. Karena kalau kita lihat di dalam kitab Perjanjian Baru itu ternyata bahwa apa yang diajarkan oleh Paulus sudah jauh berbeda dengan ajaran Nabi Isa al-Masih sendiri. Dan di dalam ayat ini disebutkan, bahwa mereka adalah Rasul dari Allah bukan Rasul dari Yesus Kristus (Isa al-Masih) sebagaimana yang dikuatkan oleh penganut agama Nasrani.
Oleh sebab itu, kita berpegang saja kepada apa yang disebutkan di dalam Al-Qur'an tentang Allah ﷻ mengutus rasul-rasul ke sebuah negeri.
Ayat 14
“Seketika Kami utus kepada mereka dua orang, lalu mereka dustakan yang berdua itu."
Mereka tolak dan tidak mereka percayai seruan mereka. "Lalu Kami perkuat dengan yang ketiga." Diperkuat yang kedua itu dengan ditambah seorang lagi, sehingga jadi bertiga.
“Lalu berkatalah mereka, “Kami ini adalah orang-orang yang diutus kepada kamu."
Bahwa Tuhan kamu ialah Allah, yang berdiri sendiri, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, sebagaimana yang diajarkan oleh sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul sejak dunia kedatangan nabi dan rasul.
Ayat 15
“Mereka jawab, “Kamu ini tidak lain hanyalah manusia seperti kami."
Kami tidak mempercayai bahwa kalian ini rasul. Karena kalian hanya manusia seperti kami saja, tidak ada kelebihan kalian dari kami."Tuhan Yang Maha Pengasih tidaklah menurunkan apa-apa." Kami tidak percaya bahwa kalian ini mendapat wahyu. Mereka mungkiri dan mereka pandang hina, tidak mendapat, atau bukan semacam mereka itu yang pantas mendapat wahyu.
“Tidak lain kamu ini hanyalah bercakap bohong."
Kamu mendakwakan diri sebagai Rasulullah, berdua ditambah lagi satu. Kami tidak percaya. Kami anggap kamu ini semuanya hanyalah orang-orang yang bercakap bohong, karena tidak mungkin Allah Yang Maha Pengasih memilih kalian jadi rasul, diutus kepada kami, padahal kalian hanya manusia sebagaimana kami juga.
Dengan penuh kepercayaan kepada diri sendiri dan kebenaran bahwa mereka memang Rasulullah, mereka berkata,
Ayat 16
“Tuhan kami lebih tahu bahwa kami ini benar-benar diutus kepada kamu."
Meskipun kalian mungkiri, namun Allah Yang Mahakuasa itu lebih tahu bahwa kami memang Dia yang mengutus.
Ayat 17
“Tidak ada kewajiban kami, kecuali menyampaikan."
Allah ﷻ tahu, itulah yang lebih penting. Kalian menerima atau menolak, kami tidak peduli. Kewajiban kami ialah menyampaikan perintah Allah ﷻ itu kepada kalian. Setelah perintah itu kami sampaikan, sikap apa pun yang akan kalian ambil, bukanlah lagi urusan dengan kami, melainkan dengan Allah ﷻ
Ayat 18
“Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami menganggap kemalangan nasib kami adalah lantaran kamu.' “
Lantaran kamu, kami jadi kacau. Lantaran kamu hai orang-orang yang mengaku dirinya jadi Rasulullah — kebiasaan yang telah kami terima dari nenek moyang kami, sekarang telah diganggu. Sebab itu maka kalianlah yang jadi biang keladi dari kekacauan kami. Lalu mereka mengancam kepada rasul-rasul itu, “,Sungguh jika tidak kamu hentikan ini, akan kami rajam kamu “ Akan kami lempari dengan batu sampai mati.
“Dan pastilah kamu akan mendapat siksaan pedih dari kami."
Dengan segala kesombongannya mereka telah mengancam utusan-utusan Allah SWT, akan dirajam, ditimpuki batu, akan dianiaya sampai mati.
Ayat 19
“Mereka berkata, “ — yaitu utusan-utusan Allah yang bertiga itu “Kemalangan kamu adalah bersama kamu sendiri."
Dalam penyembahan kepada berhala itulah kamu menjadi malang, sebab pikiran kalian tertutup kepada kebenaran, menjadi gelap gulita karena jahil, mengerjakan perbuatan yang hanya turut-turutan, tidak berpikir. Bahkan ancaman-ancaman kamu yang tidak semena-mena itulah yang menunjukkan dangkalnya jiwa kalian dan yang akan mencelakakan bagi diri kalian sendiri."Adakah karena jika kamu diberi peringatan, “ kamu membalas memaki dan menghina dan mengancam kami. Tidak kamu terima dan tidak kamu pertimbangkan dengan pikiran tenang.
“Bahkan kamu adalah kaum yang melampaui “
Artinya bahwa sambutan kalian terhadap kami sudah melebihi dari yang patut. Tidak lagi menurut kesopanan.
Ayat 20
“Dan datanglah dari ujung negeri itu seorang laki-laki bergegas."
Dalam ayat-ayat yang lalu telah jelas, bahwa dialog atau pertukaran pikiran di antara ketiga rasul itu dengan kaum yang mereka datangi telah memuncak. Sudah sampai kaum itu mengatakan, bahwa kemalangan yang menimpa diri mereka ialah tersebab kedatangan ketiga orang itu. Kalau mereka bertiga tidak datang, mereka aman tenteram. Sekarang sejak ketiga rasul itu membawa-bawa soal baru yang belum pernah didengar, masyarakat mereka telah kacau. Rasul-rasul menjawab bahwa kemalangan atau kekacauan bukan mereka bertiga yang membawa, melainkan telah sedia dalam sebab-sebabnya dalam masyarakat kaum itu sendiri, karena kebodohan mereka. Serupa dengan keadaan orang sakit merana menolak obat yang akan diminumkan, karena mereka rasakan obat itu terlalu pahit.
Sampai ketiga rasul itu mengatakan bahwa kaum itulah yang telah bersikap melampaui. Ibarat orang bermain, mereka tidak sportif lagi. Mereka telah bermain curang.
Karena pertengkaran telah memuncak, sudah ada niat dari kaum itu hendak mem-bunuh ketiga rasul. Telah mereka ancam akan dirajam, yaitu akan dilempari dengan batu. Dalam keadaan yang demikianlah datang seseorang dari ujung jauh negeri itu berjalan tergesa-gesa, terburu-buru. Karena dilihatnya kaum itu sudah berniat hendak membunuh ketiga utusan itu.
“Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Ikutilah olehmu orang-orang yang diutus.' “
Dengan seruan orang ini, agar kaumnya mengikuti seruan ketiga rasul itu ternyatalah bahwa dia sendiri mengakui bahwa orang bertiga itu memang rasul.
Disampaikannya seruan itu dengan mengemukakan alasan yang kuat,
Ayat 21
“Ikutilah olehmu orang-orang yang tidak meminta upah kepada kamu."
Ini adalah alasan utama bagi si penyeru yang datang tergesa-gesa itu untuk mem-buktikan kebenaran dan kejujuran ketiga rasul itu. Yaitu dia melakukan dakwah dan seruan, tidaklah meminta upah.
“Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
Mereka mendapat petunjuk dari Allah ﷻ Buktinya ialah karena seruan yang dibawanya itu terang dan jelas, tidak berbelit-belit. Menyeru umat kepada penyembahan Allah Yang Esa tidak bersekutu dengan yang lain.
Dia menarik perhatian kaumnya, karena ketiga rasul ini tidak meminta upah, tidak meminta persen atas seruan yang mereka bawa. Ini pun patut jadi perhatian kita. Karena bukan di zaman sekarang saja, di zaman dahulu pun tidak kurang kejadian ada penipu-penipu dan pembohong masuk ke suatu negeri. Katanya membawa ajaran yang baru untuk keselamatan penduduk negeri itu. Tetapi penduduk itu hendaklah membayar sekian dan sekian. Kemudian setelah mereka pergi baru ternyata bahwa mereka adalah penipu. Maka orang yang datang dengan tergesa dari ujung negeri ini memberi ingat kaumnya bahwa rasul yang bertiga ini tidaklah begitu halnya. Sebab itu patutlah dia ditaati dan ajakannya diterima.
Tentang maksud penduduk negeri itu hendak membunuh ketiga rasul itu, lalu lekas dengan tergesa-gesa pemberi ingat itu datang dari ujung negeri memang diterangkan oleh Ibnu Abbas dalam tafsirnya. Tentang siapa nama orang yang datang tergesa-gesa itu, ada pula disebutkan panjang lebar oleh ahli tafsir yang lain.
Wahab bin Munabbih dan Ka'bul Ahbar menerangkan bahwa nama orang itu Habib. Pekerjaannya ialah menenun sutra, tetapi dia ditimpa penyakit yang berbahaya, yang kian lama kian mendalam penyakit itu. Yaitu penyakit canggu (kusta). Dia suka bersedekah, suka berderma kepada fakir miskin. Sayangnya dia ditimpa sakit yang menakutkan itu.
Riwayat dari Ikrimah mengatakan, bahwa namanya memang si Habib, tetapi bukanlah dia tukang sutra, melainkan tukang kayu (on-Najjaar). As-Suddi mengatakan, bahwa tubuh orang itu pendek. Qatadah mengatakan, bahwa dia adalah seorang ‘Abici atau Begawan yang mengerjakan ibadah dan tafakurnya dalam sebuah gua.
Kita salinkan cerita yang tidak perlu ini bukan karena pentingnya. Karena Al-Qur'an sendiri tidaklah menyebut nama orang itu. Cukup dengan menyebutnya Rajulun, yang berarti seorang laki-laki. Kita salinkan hanya sekadar untuk membuktikan, bahwa ke-banyakan ahli tafsir mementingkan hal yang tidak penting, sehingga kadang-kadang ter-perosok kepada cerita dongeng Israilliyatyang tidak ada faedahnya.